PENDAHULUAN
Dua contoh syok hipovolemikyang terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis
masif dan luka bakar yangluas.
2.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenisasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya aliran
darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa cedera. Syok hipovolemik
merupakan suatu kedaan dimana volume cairan tidak adekuat didalam pembuluh darah.
Akibatnya perfusi jaringan.
Syok hipovolemik terjadi apabila ada defisit volume darah 15%, sehingga menimbulkan
ketidakcukupan pengirim oksigen dan nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa-sisa
metabolisme sel. Berkurangnya volume intravaskular dapat diakibatkan dapat diakibatkan
oleh kehilngaan cairan tubuh secara akut atau kronik, misalhnya karena oligemia, hemoragi,
atau kebakaran.
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan
volume intravaskular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraseluler dan
ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati hampir 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan
cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompratemen intravaskuler dan
interstitial. Volume cairan interstitial aalah kira-kira 3-4 x dari cairan intravaskuler. Syok
hipovolemik terjadi jika penurunan volume intervaskuler 15% sampai 25%.
2.2 Klasifikasi
1. Kehilangan cairan
Akibat diare, muntah-muntah atau luka bakar, bisa berakibat dehidrasi. Derajar dehidrasi
:
Tanda klinis
Defisit
Hemodinamik
Jaringan
Urine
SSP
Ringan
3-5%
Takikardi,
Sedang
6-8%
Takikardi,
nadi sangat
lemah.
volume
Berat
>10%
nadi
lemah,
kolaps,
sianosis
hipotensi ortostatik.
Lidah kering, turgor Lidah
keriput, Atonia,
menurun
Pekat
mengantuk
turgor kurang
Jumlah turun
Apatis
turgor
buruk
Oliguria
coma
2. Perdarahan
Syok yang diakibatkan oleh perdarahan dapat dibagi dalam beberapa kelas :
Variabel
Sistolik (mmHg)
Nadi (x/mnt)
Napas (x/mnt)
mental
Kehilangan
darah
Kelas I
>110
<100
Anxious
<750 ml
Kelas II
>100
>100
16-20
agitated
Kelas III
>90
>120
21-26
Confused
Kelas IV
<90
>140
>26
Lethargic
<15%
750-1500 ml
1500-2000ml
>2000ml
15-30%
30-40%
>40%
2.3 Etiologi
1. Absolut
a. Kehilangan darah dan seluruh komponennya
1) Trauma
2) Pembedahan
3) Perdarahan gastrointestinal
b. Kehilangan plasma
1) Luka bakar
2) Lesi luas
c. Kehilangan cairan tubuh lain
1) Muntah hebat
2) Diare berat
3) Diuresis massive
2. Relatif
a. Kehilngan integritas pembuluh darah
1) Ruptur limpa
2) Frakrtur tulang panjang atau pelvis
3) Pankreatitis hemoragi
4) Hemotoraks / hemoperitonium
5) Diseksi arteri
b. Peningkatan permeabilitas
1) Mambar kapiler
2) Sepsis
3) Anaphylaxis
4) Luka bakar
c. Penurunan tekanan osmotik koloid
1) Pengeluaran sodium hebat
2) Hipopituitarism
3) Cirshosis
4) Obstruksi intestinal
2.4 Patofisiologi
Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut maka
secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahapan
kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan irevesrsibel. Pada tahapan kompensasi,
mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi sirkulasi dengan
meningkatkan respon simpatis (Hardisman, 2013). Vasokonstriksi merupakan respon
kompensasi awal yang terjadi. Penurunan tekanan darah merangsang baroreseptor yang ada
di aortic arch dan sinus carotid yang akhirnya akan menstimulasi saraf simpatis. Peningkatan
stimulasi saraf simpatis menyebabkan peningkatan denyut nadi, peningkatan kontraksi otot
jantung, dan memperkecil diameter pembuluh arteri (Kelley, 2005).
Pada tahapan dekompensasi, tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya dengan
baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada tahapan ini melalui mekanisme autoregulasi
tubuh berupaya memberikan perfusi ke jaringan organ-organ vital terutama otak dan terjadi
penurunan aliran darah ke ekstremitas. Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai mulai
pucat dan terasa dingin (Hardisman, 2013).
Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut sehingga
menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki (Hardisman, 2013).
Jaringan akan mengalami hipoperfusi sehingga metabolisme sel menjadi anaerob dan
asidosis. Hipoksia jaringan, asidosis, dan pengeluaran mediator yang banyak menyebabkan
reaksi inflamasi sehingga terjadi kerusakan pada sel (Martel, 2002). Kedaan klinis yang
paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal yang disebut sebagai gagal
ginjal akut (Hardisman, 2013).
2.5 Manifestasi Klinis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Agitasi
Akral dingin
Penurunan konsentrasi
Penurunan kesadaran
Penurunan atau tidak ada keluaran urine
Lemah
Warna kulit pucat
Napas cepat
Berkeringat
APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah
sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.
Pemeriksaan Penunjang lainnya:
1. Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung
dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.
2. Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di
unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai
terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric
lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus
perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien
tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.
3. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien
hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus
segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
4. Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada
awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
5. Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau
tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.
2.7 Penatalaksanaan
Diagnosis dan terapi syok harusilakukan secara simultan. Untuk hampir semua penderita
trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita syok hipovolemi, kecuali bila
ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia.
Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah menghentikan perdarahan dan
mengganti kehilangan volume.
Primary Survey
Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recording) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul
bila keadaan penderita mengijinkan.
A. Airway (+ lindungi tulang servikal)
B. Breathing (+ oksigen jika ada)
C. Circulation + kendalikan perdarahan
1. Posisi syok Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi 45o . 300
500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.
2. Cari dan hentikan perdarahan
3. Ganti volume kehilangan darah Menghentikan perdarahan (prioritas utama)
a. Tekan sumber perdarahan
b. Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka
c. Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka
d. Pasang tampon sub fasia (gauza pack)
e. Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)
f. Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung
tangan atau plastik sebagai pelindung !
4. Pemasangan infus dan pergantian volume darah dengan cairan/darah.
5. Cari sumber perdarahan yang tersembunyi Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga
pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak)
6. Lokasi dan Estimasi perdarahan
a. Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter
b. Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter
c. Fraktur pelvis : 3 liter
d. Hemothorak : 2 liter
e. Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc
f. Luka sekepal tangan : 500 cc
g. Bekuan darah sekepal : 500 cc
Catatan :
1) Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal
kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera
lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan
ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)
2) Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen
darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin
karena dapat menyebabkan hipotermi.
D. Disability Pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan. Perubahan fungsi system syaraf sentral tidak selalu disebabkan cedera
intracranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai
sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intracranial.
E. Exposure Pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari
cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hypothermia.
F. Folley Catheter
Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan
evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Darah pada urethra atau
prostat dengan letaktinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki
merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan kateter urethra sebelum ada
konfirmasi radiografis tentang urethra yang utuh.
G. Gastric Cholic Dekompresi
Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak,
dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak dapat diterangkan,
biasanya berupa bradikardi dari stimulasi syaraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung
membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung
membesarkan resiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bias
menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kadalam
perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan
isi lambung. Namun walau penempatan pipa sudah baik, masih memungkinkan terjadi
aspirasi.
Bidang Kegawatdaruratan
Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain:
1. Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat,
peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah
a. Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu.
Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan.
Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail
chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen
dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien.
Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang
mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari.
dengan
hipotensi
karena
dikhawatirkan
terjadi
aspirasi.
Posisi
g. PASG dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis
atau ekstremitas bagian bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan
cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang
diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan
3.
internal
Resusitasi cairan.
Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan masih
menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti untuk
digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer
laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma,
hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
a. Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik
dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun,
pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang
intertisiel dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner
(< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah
edama paru)
b. Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan
volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini.
Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan
dengan kristaloid.
c. Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti
fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai
zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang
tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema
intertisiel.
Meskipum
secara
teoritis
menguntungkan,
penelitian
gagal
menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama
penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup
d. Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena
fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan
sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan
perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium klorida
isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi yang
dapat
digunakan,
tetap
dianjurkan untuk
menggunakan
Ringer
Laktat
terlebihdahulu,dan pilihan keduayaitu Normal Saline 0,9% Area yang lain yang
menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk mengembalikan volume sirkulasi
dan tekanan darah kepada keadaan normal sebelum control perdarahan.
4. Medikasi obat
ujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi
Obat Anti Sekretorik : Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi
aliran darah ke sistem porta.
a. Somatostatin (Zecnil)
Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan pankreas
dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat
vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan vasopressin, tetapi tidak
menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan
waktu paruh 1-3 menit.
1) Dosis
Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam,
infus selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil Anak-anak Tidak
dianjurkan
2) Interaksi
Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat mengurangi
efek obat ini.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas
Kehamilan
Risiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi
tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika keuntungannya
lebih besar daripada risiko terhadap janin.
3) Perhatian
Dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih; mengubah
keseimbangan pusat pengaturan hormon dan dapat menyebabkan
hipotiroidisme dan defek konduksi jantung.
b. Ocreotide (Sandostatin)
Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin
memiliki
efek
farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama.
Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula
kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau
pankreas.
1) Dosis
Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan dengan
bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga 5 hari. Anak-anak : 1-10
mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal
atau D5W.
2) Kontraindikasi
Hipersensitivitas
Kehamilan
Risiko terhadap janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah
ditunjukkan pada beberapa penelitian pada binatang.
3) Perhatian
Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas
gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan
batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada
pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan),
dapat timbul hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan
pernah dilaporkan terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat
terjadi hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal,
kolelithiasis dapat terjadi.
2.8 Komplikasi
1.
2.
3.
4.
Kerusakan ginjal
Kerusakan otak
Gangren dari lengan atau kaki kadang-kadang mengarah ke amputasi
Serangan jantung
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey, sekundery
survey, dan tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure. Sekundery survey meliputi pengkajian fisik. Sedangkan tersier
survey dilakukan selain pengkajian primery dan sekundery survey, semisal riwayat
penyakit keluarga.
A. Primari survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa
dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline
recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan
penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.
Metode pengkajian dalam primary survey ini yaitu: cepat, ermat, dan tepat yang
dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan Merasakan (feel).
1. Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
a) Airway (jalan napas):
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look
atau melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa
agitasi: (hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada
dan perut pada saat bernapas (see saw-rocking respiration), kebiruan pada area
kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi
leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu
listen atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara
napas yaitu suara napas tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring,
gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara
napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu Feel, pada
tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung
pasien.
b) Breathing (bernapas):
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien
bernapas,
pengembangan
dada
apakah
napasnya
kuat
atau
tidak,
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil
dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis,
melebar: dilatasi.Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan
tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf
sentral tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan
perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai
sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
B. sekundery survey
Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas,
pernapasan, dan sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan,
sistem sirkulasi harus dievaluasi untuk tanda-tanda dan gejala-gejala syok.
Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok;
hal ini menyebabkan diagnosis lambat.
Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan
hingga pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi
pernapasan, dan perfusi kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi
beta bloker mungkin tidak mengalami takikardi, tanpa memperhatikan derajat
syoknya.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi perfusi
2. Nyeri berhubungan dengan kontaksilitas jantung di tandai dengan syok hipovelemik
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
klien
umtuk
mendengarkan
thorak
2. untuk memberi
klien
suara
tempat
pada
yg
nyaman
3. untuk membri tau kluarga supaya klien
tidak bnyak bergerak
4. untuk mempermuda pernapasan klien
Intervensi
1. inspeksi : respon klien terhadap nyeri
palpasi :area atau tempat nyeri
Rasional
1. mengetahui respon nyeri klien (minsal )
klien tampak memegang daera nyeri
lingkungan
tenag
dan
nyaman
4. kombinasi dengan obat analgetik
Intervensi
1. Obserpasi
kemampuan
klien
untuk
beraktifitas
2. ajarkan kluarga klien untuk membantu
klien dalam beraktifitas
3. bantu klien untuk melakukan aktifitas
secara mandiri dari aktifitas yang paling
renda
Rasional
1. untuk mengajari klien supaya mandiri
2. untuk
mengetahuin
klien
dalam
3.
beraktifitas
untuk mengetahui sejauh mana keadaan
klien bisa melakukan aktifitas
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah berkurang. Penyebab dari syok hipovolemik dibagi menjadi 3 yaitu
perdarahan, kehilangan plasma darah, dan kehilangan cairan ekstravaskular. Tahapan syok
hipovolemik dimulai dari tahap kompensasi dimana terjadi penyempitan vaskular. Kemudian
tahap selanjutnya adalah tahap dekompensasi dimana autoregulasi tubuh mengutamakan
perfusi pada organ vital. Tahap terakhir adalah tahap ireversibel di mana sudah terjadi
kerusakan pada organ lain. Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok
hipovolemik dibedakan menjadi empat stadium yaitubStadium-I (kehilangan 15% volume
darah), Stadium-II (kehilangan 15-30% volume darah), Stadium-III (kehilangan 30-40%
volume darah), Stadium-IV (kehilangan > 40% volume darah). Secara umum syok
Daftar Pustaka
Hudak & Gallo, 1994, Keperwatan Kritis: Pendekatan Holistik, edk. 6, vol. 2, trans. Sumarwati,
M. dkk., EGC, Jakarta.
Cole, Elaine. 2009. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell
Huether. McCance & Brashers. Rote. Understanding Patophysiology. 2008. Missouri: Mosby
Urden, linda D.dkk. 2008. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby Elseveir
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock,
dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997
Duane lynn, 2008. Types of Shock. Diakses dari www.mnhealthandmedical.com
Advance Trauma Life Support. 2001. Edisi keenam. American Collage of Surgeons.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.
Jakarta : EGC.
Bewes, Petter. 2001. Bedah Primer : Trauma. Jakarta : EGC
Eliastham, Michael. Dkk. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis (5 ed.).1998. Jakarta. EGC