FARMASI KLINIK I
OSTEOPOROSIS
OLEH :
1. RISKA
2. IREN LESTARI
3. NI NENGAH DEWI ANTARYAMI
A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra,
2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development
Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan
sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan
mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang
pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang
dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis
adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang
mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah
1. Oosteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan berkurangnya massa tulang
dan atau terhentinya produksi hormone (khusus perempuan) disamping
bertambahnya usia. Osteoporosis primer terdiri dari :
a) Osteoporosis Primer Tipe I
Sering disebut dengan istilah osteoporosis pasca monopouse, yang
terjadi pada wanita pasca monopouse. Biasanya wanita berusia 50-65
tahun, fraktur biasanya pada vertebrata (ruas tulang belakang), iga
atau tulang radius.
b) Osteoporosis Primer Tipe II
Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil, yang terjadi pada
usia lanjut. Pasien biasanya berusia 70 tahun, pria dan wanita
mempunyai kemungkinan yang sama terserang, fraktur biasanya
pada tulang paha. Selain fraktur maka gejala yang perlu diwaspadai
adalah kifosis dorsalis bertambah, makin pendek dan nyeri tulang
berkepanjangan.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang disebabkan oleh
berbagai penyakit tulang (chronic rheumatic, artritis, Tbc spondylitis,
osteomalacia, dll), pengobatan steroid untuk jangka waktu yang lama,
astronot tanpa gaya berat, paralise otot, tidak bergerak untuk periode
lama, hipertiroid, dan lain-lain.
3. Osteoporosis juvenile idiopatik
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang ( Junaidi, 2007).
C. Epidemologi Osteoporosis
Osteoporosis di Dunia
Pada tahun 2003 WHO mencatat lebih dari 75 juta orang di Eropa,
Amerika dan Jepang menderita osteoporosis dan penyakit tersebut
mengakibatkan 2,3 juta kasus patah tulang pertahun di Eropa dan
Amerika. Sedangkan di Cina tercatat angka kesakitan sebesar 7% dari
jumlah populasi.
Osteoporosis Di Indonesia
Hasil analisa data resiko Osteoporosis pada tahun 2005 dengan
jumlah sampel 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan)
yang dilakukan oleh puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah Perusahaan
nutrisi pada 16 wilayah di Indonesia secara selected people (Sumatera
Utara & NAD, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera
Selatan & Bangka Belitung & Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali &
NTB & NTT, Kalimantan, Sulawesi & Maluku & Papua) dengan metode
pemeriksaan DMT (Densitas Massa Tulang) menggunakan alat diagnosis
clinical bone sonometer, menunjukan angka prevalensi osteopenia
(osteoporosis dini) sebesar 41.7% dan prevalensi osteoporosis sebesar
10.3%. ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki resiko untuk
terkena osteoporosis, dimana 41.2% dari keseluruhan sampel yang
berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia. Prevalensi
osteopenia dan osteoporosis usia <55 tahun pada pria cenderung lebih
tinggi disbanding wanita, sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia
pada wanita enam kali nlebih besar dari pria dan peningkatan
osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria.
Salah satu penyebab tingginya resiko osteoporosis di Indonesia
adalah meningkatnya usia harapan hidup masyarakat yang pada tahun
2005 mencapai 67,68 tahun, akan tetapi tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai cara pencegahan osteoporosis masih rendah. Hal ini terlihat
dari rendahnya konsumsi kalsium rata-rata masyarakat Indonesia yaitu
sebesar 254 mg/hari (hanya seperempat dari standar international, yaitu
sebesar 1000-1200 mg/hari untuk orang dewasa).
D. Patofisiologi Osteoporosis
Tulang normal terdiri dari komposisi yang kompak dan padat, berbentuk
bulat dan batang padat serta terdapat jaringan berongga yang diisi oleh sumsum
tulang. Tulang ini merupakan jaringan yang terus berubah secara konstan, dan
terus diperbaharui. Jaringan yang tua akan digantikan dengan jaringan tulang yang
baru. Proses ini terjadi pada permukaan tulang dan disebut sebagai remodelling.
Dalam remodeling ini melibatkan osteoclast sebagai perusak jaringan tulang dan
osteoblast sebagai pembentuk sel sel tulang baru.
Menjelang usia tua proses remodeling ini berubah. Aktivitas osteoclast
menjadi lebih dominan dibandingkan dengan aktifitas osteoblast sehingga
menyebabkan osteoporosis. Separuh perjalanan hidup manusia, tulang yang tua
akan diresorpsi dan terbentuk serta bertambahnya pembentukan tulang baru
(formasi). Pada saat kanak-kanak dan menjelang dewasa, pembentukan tulang
terjadi percepatan dibandingkan dengan proses resorpsi tulang, yang
mengakibatkan tulang menjadi lebih besar, berat dan padat. Proses pembentukan
tulang ini terus berlanjut dan lebih besar dibandingkan dengan resorpsi tulang
sampai mencapai titik puncak massa tulang (peak bone mass), yaitu keadaan
tulang sudah mencapai densitas dan kekuatan yang maksimum. Peak bone mass
ini tercapai pada umumnya pada usia menjelang 30 tahun. Setelah usia 30 tahun
secara perlahan proses resorpsi tulang mulai meningkat dan melebihi proses
formasi tulang. Kehilangan massa tulang terjadi sangat cepat pada tahun-tahun
pertama masa menopause, osteoporosis-pun berkembang akibat proses resorpsi
yang sangat cepat atau proses penggantian terjadi sangat lambat.
Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami
perubahan selama kehidupan melalui tiga fase yaitu fase pertumbuhan, fase
konsolidasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa
tulang dan akan berakhir pada saat epifise tertutup. Sedangkan pada tahap
konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah
dan mencapai puncak pada umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada
fase involusi massa tulang berkurang ( bone loss ) sebanyak 35-50 tahun.
Aktifitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan faktor lokal.
Faktor sistemik adalah hormonal yang berkainan dengan metabolisme Kalsium,
seperti hormon paratiroid, Vitamin D, kalsitonin, estrogen, androgen, hormon
pertumbuhan, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah Sitokin dan
faktor pertumbuhan lain (IGF). (Permana, 2008)
Di samping penuaan dan menopause, penipisan tulang diakibatkan oleh
pemberian steroid sehingga mengakibatkan penurunan pembentukan tulang (bone
formation) dan peningkatan resorpsi tulang (bone resorption). Steroid
menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast yang telah ada, dan mencegah
transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast yang dapat berfungsi dengan
baik. Di samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis protein. Gambaran
umum, dosis yang rendah lebih aman dibandingkan dosis tinggi, namun tidak
jelas berapa dosis yang benar-benar aman. Laju penipisan tulang bisa meningkat
hanya dengan pemberian 5-10 mg prednison setiap hari dan juga dengan steroid
melalui inhalasi. Pemberian steroid dalam dosis berapapun perlu disertai dengan
penilaian risiko osteoporosis dan pemantauan secara terus-menerus untuk
mencegah fraktur.
Secara skematis, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian steroid dapat
digambarkan sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama adalah penurunan
pembentukan tulang dan kenaikan resorpsi tulang. Terapi steroid secara kronik
menurunkan umur osteoblast dan meningkatkan apoptosis. Pemberian steroid juga
meningkatkan maturasi dan kegiatan osteoclast dan mengakibatkan antiapoptotik
secara langsung. Dengan menurunkan absorpsi kalsium dari usus dan
meningkatkan ekskresi kalsium urine, steroid mengakibatkan resoprsi tulang dan
hiperparatiroidisme sekunder. Steroid menghambat produksi hormon steroid
seksual dan sekresi dari adrenal, ovarium dan testis yang juga mengakibatkan
resorpsi tulang (Wachjudi, 2008).
Penurunan hormon estrogen secara fisiologik dimulai dari usia 35 tahun dan
berakhir sampai 65 tahun disebut massa klimakterium.
Massa klimakterium terbagi atas (bagian 1) :
1. Massa klimakterium awal usia 35-45 tahun, dengan keluhan gangguangangguan haid yang menonjoln (kadar estrogen mulai rendah).
2. Massa perimenopause usia 46-55 tahun keluhan klinis defisiensi
estrogen pada vasomotor (gejolak panas, vertigo, keringat banyak).
Konstitusional (berdebar-debar, migraine, nyeri otot/pinggang, dan
mudah tersinggung) psikiastenik dan neurotic (merasa tertekan, lelah
psikis, lelah somatic, susah tidur, merasa ketakutan, konflik keluarga,
gangguan ditempat kerja), disparemi, fluor albus, lipido menurun,
osteoporosis, kenaikan kolesterol, adepositas (kegemukan karena
gangguan metabolism karbohidrat).
3. Massa perimenopause dengan kadar estrogen rendah sampai sangat
rendah yang terjadi dari :
Masa premenopause usia 46-50 tahun
Masa menopause usia 50 (49-51 tahun)
Masa post menopause 51-55 tahun
4. Masa klimakterium akhir usia 56-65 tahun, dengan kadar estrogen
sangat rendah sampai tidak ada, dengan keluhan dan ancaman kejadian
Alzheimer, aterosklerosis, masalah jantung, fraktur osteoporosis,
ancaman Ca colon.
5. Ras, Seperti yang telah digambarkan oleh grafik perbandingan ras yang
ada di Amerika, orang berkulit putih cenderung lebih beresiko
osteoporosis disbanding dengan orang berkulit hitam.
B. Factor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi
1. Imobilitas
Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk terkena osteoporosis disbanding menopause. Imobilitas akan
berakibat pada pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh
alcohol,
kopi,
minuman
yang
tulang.
Namun
olahraga
yang
sangat
berlebih
Faktor Risiko
Imobilitas pada pasoen dalam
yang
mengalami
(suntikan
jangka lama
Konsumsi rokok/tembakau
Kurang aktifitas fisik
Kurang konsumsi kalsium.
10 kali
lipat.
Lokalisasi biasanya
mid
thoracic
atau
pneumonia)
3. Fraktur osteoporosis pergelangan tangan
a. Pasien dengan fraktur pergelangan tangan, memiliki risiko fraktur
panggul dua kali lebih besar dikemudian hari.
b. Sebanyak 90% pasien fraktur osteoporosis pergelangan tangan
dioperasi
c. Pada wanita, umumnya terjadi dalam 4 tahun pasca menopause.
d. Puncak kejadian pada umur 60-70 tahun.
e. Angka kesakitan lebih tinggi dibandingkan fraktur panggul
Gambar 3. Fraktur osteoporosis pergelangan tangan
4. Dampak osteoporosis terhadap kesehatan Gigi dan Mulut
Beberapa penelitian di bidang kedokteran gigi membuktikan bahwa
terjadinya osteoporosis pada tulang paha, tulang belakang, akan diikuti
dengan osteoporosis pada tulang rahang. Penelitian Kusdhany (2003) pada
226 perempuan pasca menopause dengan tulang rahang normal, yang
memiliki jumlah gigi yang kurang dsri 19 buah sebesar 26,61% sedang
perempuan pasca menopause dengan osteoporosis, tulang rahang yang
mempunyai jumlah gigi kurang dari 19 adalah sebesar 51,28%.
Tulang yang mengalami osteoporosis kurang dapat menahan beban yang
disebabkan oleh kontaknya gigi tiruan dengan gigi lawannya, sehingga
memicu penyusutan tulang rahang secara cepat. Keadaan ini mengakibatkan
pasien osteoporosis tulang rahang yang sudah menggunakan gigi tiruan akan
merasakan gigi tiruannya menjadi cepat longgar dan goyang apabila dipakai
mengunyah makanan.
Suatu penelitia di USA menyimpulkan bahwa pasien osteoporosis yang
telah memakai gigi tiruan memerlukan perbaikan gigi tiruannya sebanyak 3
kali lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita
osteoporosis. Dampak lain osteoporosis tulang rahang adalah peradangan
Massa tulang optimal pada masa dewasa harus diiusahakan agar tercapai
dengan menjamin asupan nutrisi yang mengandung cukup kalsium selama
masa kanak-kanak sampai pada saat terhentinya pertumbuhan tulang.
Latihan fisik yang teratur juga penting untuk meningkatkan massa tulang
selama massa pembentukan tulang. Setelah puncak massa tulang tercapai,
pada masa dewasa, maka asupan kalsium yang adekuat, atihan fisik yang
teratur harus tetap dipertahankan selama hidup.
Gizi
Table berikut ini menggambarkan kebutuhan minimal asupan kalsium
untuk setiap orang per hari dan table kandungan kalsium per 100 gr bahan
makanan, akan tetapi kita juga harus tetap memperhatikan factor-faktor yang
dapat menghambat penyerapan kalsium dalam usus, seperti makanan yang
memiliki serat berlebih, makanan yang memiliki protein tinggi (daging
kambing, daging ayam, dan lain-lain), konsumsi fosfor yang berlebih
(melebihi 1500 mg, seperti soft drink, ikan tuna, daging), garam, kebiasaan
merokok, kopi dan alkohol.
Tabel 1 Kebutuhan Kalsium perhari untuk berbagai usia.
Usia
Bayi dan anak-anak
Kalsium (mg/hr)
0 6 bulan
300 400
7 12 bulan
400
1 3 tahun
500
4 6 tahun
600
7 9 tahun
Remaja
700
10 18 tahun
1300
(khususnya
pada
masa
pertumbuhan)
Perempuan
19 tahun menopause
1000
Setelah menopause
1300
Hamil
1200
Menyusui
Laki-laki
1000
19 65 tahun
1000
>65 tahun
1300
Sumber : FAO/WHO : Human Vitamin and Mineral Requirements, 2002
(Data berdasar pengelompokan di Eropa Barat, Amerika, dan Kanada)
Sumber lain (J. Frisco, Donald. November 1999) menyebutkan Asupan
kalsium yang dianjurkan yntuk usia >50 tahun (wanita postmenopause),
1500mg kalsium/hari, dengan 400-800 i.u. Vitamin D. Untuk usia 25-50
tahun (wanita premenopause), 1000 mg kalsium/hari, dengan 400 i.u.
Vitamin D
Tabel 2. Daftar Kandungan per 100 gr bahan makanan.
No
1
Kelompok Bahan
Makanan
Susu dan Produknya
Bahan Makanan
Mg Ca / 100 gr
Bahan
Susu Sapi
116
Susu Kambing
129
Asi
33
Keju
90 1180
Ikan
Youghurt
150
Susu pabrik
1450 - 2000
(Kalsium)
Teri Kering
1200
Rebon
769
Teri Segar
500
tulang)
Daun papaya
353
Bayam
267
Sawi
220
Kacang-kacangan
Brokoli
Kacang panjang
110
347
250
Tempe
129
Tahu
Jali
124
213
Sayuran
Serealia
Havermut
53
Sumber : Sayogo, Savitri, Osteoporosis dan Gizi, Seminar Sadar Dini Segah
Osteoporosis Menuju Masyarakat Bertulang Sehat, Jakarta 17 September
2005.
Aktifitas Fisik
Senam pencegahan osteoporosis ditujukan untuk meningkatkan densitas
tulang (kepadatan massa tulang), dan senam osteoporosis ditujukan
kepada Pasien osteoporosis untuk mencegah terjadinya patah tulang &
meningkatkan densitas tulang (kepadatan massa tulang). Breikut ini
adalah jenis jenis latihan fisik yang boleh dilakukan serta tidak boleh
dilakukan oleh pasien osteoporosis :
1. Empat Latihan Fisik Yang Boleh Dilakukan
a) Lakukan latihan fisik jalan kaki secara teratur, dengan kecepatan
minimal 3 mph (4,5 km) per jam selama 50 menit, 5 kali
seminggu.
b) Lakukan latihan untuk kekuatan otot, menggunakan beban bebas
(dumbel kecil) atau dengan mesin latih beban. Latihan ini
ditekankan untuk melatih daerah panggul, paha, punggung,
lengan, pergelangan tangan dan bahu.
c) Lakukan latihan untuk meningkatkan
keseimbangan dan
kelincahan
d) Lakukan latihan ekstensi punggung, latihan ini dilakukan dengan
cara duduk di kursi serta melengkungkan punggung ke belakang.
2. Empat Jenis Latihan Fisik Yang Tidak Boleh Dilakukan
a) Jangan lakukan latihan fisik yang memberikan benturan dan
pembebanan pada tulang punggung, seperti : melompat, senam
aerobik benturan keras, jogging atau lari.
b) Jangan membungkukan badan kedepan dari pinggang dengan
punggung melengkung (spiral flexion), karena bahaya kerusakan
pada ruas tulang belakang, seperti : sit-up, crunch, mendayung,
meraih jari-jari kaki.
c) Jangan melakukan latihan fisik atau aktifitas yang mudah
menyebabkan jatuh, seperti : senam dingklik atau trampoline,
atau jangan melakukan latihan pada lantai yang licin.
d) Jangan melakukan latihan menggerakan tungkai kearah samping
atau menyilang badan dengan memakai beban (anduksi dan
aduksi).
mungkin berbahaya.
Bila dari hasil klinis, darah dan urin diduga adanya
hiperparatiroidisme, maka perlu diperiksa kadar hormone
paratiroid (PTH). Bila ada dugaan kea rah malabsorpsi maka
perlu diperiksa kadar 25 OH D.
Kemungkinan
Kal
Fos
Oste
PT
250H
Urin 24 Jam
uan
Osteo
porosi
s
-Senil
-Pasca
Menopause
Penyebab dan si
karaktristik
-um
(Ca
)
fat
(PO
4)
ocalci
n
Ca
PO Hidro
ksi
4
prolin
Berhubungan
dengan
usia,
genetic, kurus,
asupan kalsium
rendah
sepanjang
hidup. Fraktur
panggul
dominan
dan
terjadi setelah
usia 70 tahun
Berhubungan
dengan
menopause,
khususnya
sebelum usia 45
tahun. Fraktur
vertebrata, iga,
dan
radius
(tulang
yang
lebih
banyak
mengandung
trabecular),
pada
wanita
decade 6 dan 7.
2) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksan radiologis umumnya terlihat jelas apabila telah terjadi
osteoporosis lanjut, atau jika hasil BMD yang diperoleh dari
pemeriksaan dengan menggunakan alat densitometer menunjukan
positif tinggi.
3) Pemeriksaan densitometer (Ultrasound)
b) Non-hormonal
- Kalsitonin
- Bifosfonat
- Kalsium
- Vitamin D dan metabolismenya
- Tiasid
- Fitoestrogen (verasal dari tumbuhan : semanggi, kedelai, kacang
tunggak)
DAFTAR PUSTAKA
1. KMK no. 1142 tentang Pedoman Pengendalian Osteoporosis
2. http://apoteksejati24.blogspot.com/2011/05/osteoporosis.html