Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini.
Dalam laporan WHO tahun 2013:

Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1
juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif.

Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika.


Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang
menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia.
Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada
pria tetapi angka kesakitamn dan kematian wanita akibat TB juga
sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2.9 juta kasus TB pada tahun
2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus
termasuk diantaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV
positif. Separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal

karena TB pada tahun 2012 adalah wanita.


Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak diantaranya
seluruh kasus TB secara global mencapai 6% (530.000 pasien TB
anak/tahun). Sedangkan kematian anak (dengan status HIV negatif)
yang menderita TB mencapai 74.000 kematian/tahun, atau sekitar

8% dari total kematian yangh disebabkan TB.


Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi
untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan tetap

fakta juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB.


Peningkatan angka insiden TB secara global telah berhasil
dihentikan dan telah menunjukan tren penurunan (turun 2% pertahun
pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan
45% bila dibandingkan tahun 1990).2
Cara Penularan Tuberkulosis TB:
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal
tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam
contoh uji dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopik langsung.
a.

Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan


menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif
adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan

b.

c.

foto toraks positif adalah 17%.


Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percikan renik dahak yang terinfeksius tersebut.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


Tuberculosis Complex.1
2.2 Epidemiologi
Dalam laporan WHO tahun 2013:

Diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1
juta orang (13%) diantaranya adalah pasien TB dengan HIV positif.

Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika.


Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 450.000 orang yang
menderita TBMDR dan 170.000 orang diantaranya meninggal dunia.
Meskipun kasus dan kematian karena TB sebagian besar terjadi pada
pria tetapi angka kesakitamn dan kematian wanita akibat TB juga
sangat tinggi. Diperkirakan terdapat 2.9 juta kasus TB pada tahun
2012 dengan jumlah kematian karena TB mencapai 410.000 kasus
termasuk diantaranya adalah 160.000 orang wanita dengan HIV
positif. Separuh dari orang dengan HIV positif yang meninggal

karena TB pada tahun 2012 adalah wanita.


Pada tahun 2012 diperkirakan proporsi kasus TB anak diantaranya
seluruh kasus TB secara global mencapai 6% (530.000 pasien TB
anak/tahun). Sedangkan kematian anak (dengan status HIV negatif)
yang menderita TB mencapai 74.000 kematian/tahun, atau sekitar

8% dari total kematian yangh disebabkan TB.


Meskipun jumlah kasus TB dan jumlah kematian TB tetap tinggi
untuk penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dan disembuhkan tetap
fakta juga menunjukkan keberhasilan dalam pengendalian TB.

Peningkatan angka insiden TB secara global telah berhasil


dihentikan dan telah menunjukan tren penurunan (turun 2% pertahun
pada tahun 2012), angka kematian juga sudah berhasil diturunkan
45% bila dibandingkan tahun 1990).2
2.3 Patogenesis
Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil
(<5 m), akan terhirup dan dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus,
kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis
nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi,
pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada
individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan.
Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan
terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Ghon. 3
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer

terletak di apeks akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara


fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer
complex). 3
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain,
yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 212 minggu, berlangsung
selama 48 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang
biak hingga mencapai jumlah 103104, yaitu cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler. 3
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan
telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh
terhadap

TB

terbentuk,

yang

dapat

diketahui

dengan

adanya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.


Selama masa tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil
kuman TB hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk,
kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh
imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI). 3

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan biasanya


akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna fokus primer di paru. Kuman TB dapat tetap
hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak
menimbulkan gejala sakit TB. 3
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar
dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). 3
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran
normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru
melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat
menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi. 3

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat


terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen,
kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer,
atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi
penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah
yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 3
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam
bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread).
Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain
seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di
sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula
dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus
Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB
apeks paru saat dewasa. 3
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah hematogenik
generalisata akut ( acute generalized hematogenic spread Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke
seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis penyakit TB

secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul


dalam waktu 26 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya sistem imun pejamu dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada
anak bawah lima tahun (balita) terutama di bawah dua tahun. 3
Bentuk

penyebaran

yang

jarang

terjadi

adalah

protracted

hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus dinding
vaskuler pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar
kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan generalized
hematogenic spread.3
2.4 Cara Penularan
d.

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik


dahak yang dikeluarkannya. Namun bukan berarti bahwa pasien TB
dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman
dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah
kuman yang terkandung dalam contoh uji dari 5.000 kuman/cc
dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopik

e.

langsung.
Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif
adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif

adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan


f.

g.

foto toraks positif adalah 17%.


Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang
mengandung percikan renik dahak yang terinfeksius tersebut.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali
batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.2

2.5 Klasifikasi Tuberkulosis


a.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi: 1


o
Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: 1

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak

menunjukkan hasil BTA positif


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan
BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan

gambar tuberkulosis aktif.


Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan

BTA positif dan biakan positif


Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA


positif,

b.

gambaran

klinis

dankelainan

radiologi

menunjukkan tuberkulosis aktif. 1


Berdasarkan Tipe Pasien: 1
o Kasus Baru:
Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan
OAT atau sudah pernah pengobatan OAT kurang dari satu
bulan.
o Kasus kambuh (relaps):
Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

10

pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan


hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran
radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus
dipikirkan beberapa kemungkinan :

Infeksi sekunder

Infeksi jamur

TB paru kambuh

o Kasus pindahan (Transfer In)


Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan

di suatu

kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain.


Penderita

pindahan

tersebut

harus

membawa

surat

rujukan/pindah.
o Kasus lalai berobat
Pasien yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali
berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
o Kasus Gagal

Adalah penderita BTA positif yang masih tetap


positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan
ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).

11

Adalah

penderita

dengan

hasil

BTA negatif

gambaran radiologik positif menjadi BTA positif


pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan.
o Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik.

o Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan
lesi TB inaktif,

terlebih gambaran radiologik serial

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan


OAT yang adekuat akan lebih mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologik.
2.6 Diagnosis Tuberculosis
Diagnosis awal pasien TB: 2

12

Gejala utama: batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk


dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah ,
batuk berdarah, sesaknafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa

kegiatan fisik, demam sumer, mering lebih dari satu bulan.


Pemeriksaan Dahak:
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi
penularan.
Pemeriksaan dahak untuk menegakkan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagisewaktu:
o
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB
datang berkunjung pertama kali ke fasyankes. Pada saat
pulang, terduga pasien membawa sebuah pot dahak untuk
o

menampung dahak pagi pada hari kedua.


P (pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan

sendiri kepada petugas di fasyankes.


S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua,

saat menyerahkan dahak pagi.


b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi

Mycobacterium

Tuberculosis (M.tb) dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis


pasti TB pada pasien tertentiu, misalnya:

Pasien TB ekstra paru

Pasien TB anak

13

Pasien

TB

dengan

hasil

pemeriksaan

dahak

mikroskopis lanagsung BTA negatif


Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya. 1
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
batuk 3 minggu
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam
proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk
yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

14

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,


misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Gejala sistemik
Demam
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,
anoreksia, berat badan menurun
Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung

luas

kelainan

struktur

paru.

Pada

permulaan

(awal)

perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan


kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus inferior.
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma & mediastinum.

15

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung


dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran
kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi cold abscess.
Pemeriksaan Bakteriologik1
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor

cerebrospinal,

bilasan

bronkus,

bilasan

lambung,

kurasan

bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan


biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali,
setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)1

16

Bahan

pemeriksaan

spesimen

yang

berbentuk

cairan

dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6


cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas
objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil
BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk
kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml
sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas obje
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim k laboratorium,
harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan
formulir permohonan pemeriksaan laboratorium Bila lokasi fasiliti
laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen
dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain1
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan baha lain
(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk
BJH) dapat dilakukan dengan cara:
Mikroskopik
biakan
Pemeriksaan mikroskopik: 1

17

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen


pewarnaan Kinyoun Gabbett
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih
dahulu dengan cara sebagai berikut :
Masukkan dahak sebanyak 2 4 ml ke dalam tabung sentrifuge dan
tambahkan sama banyaknya larutan NaOH 4%
Kocoklah tabung tersebut selam 5 10 menit atau sampai dahak mencair
sempurna
Pusinglah tabung tersebut selama 15 30 menit pada 3000 rpm
Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-merahpada
sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah
Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan HCl
2n ke dalam tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke kuningkuningan
Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh
juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis )
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :

18

2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif


1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau
IUATLD
Pemeriksaan biakan kuman: 1
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :
Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium
other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan
beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan
uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide
serta melihat pigmen yang timbul.1
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada

19

pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacammacam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas Kalsifikasi atau
fibrotik
Kompleks ranke
Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .
Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

20

Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti


proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif):
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak
dijumpai kaviti.
Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang
dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam

21

pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang
benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan
data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil
tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada
pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan
dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.

22

Gambar 2.1 : Alur diagnosis dan tindak lanjut TB Paru pada pasien dewasa
atau terduga TB Resisten Obat.

2.7 Pengobatan Pasien Tuberkulosis2

23

Tujuan Pengobatan TB

Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta


kualitas hidup

Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak


buruk selanjutnya

Mencegah terjadinya kekambuhan TB

Menurunkan penularan TB

Mencegah terjadinya TB resisten obat2

Prinsip Pengobatan TB

Obat anti tubetkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam


pengobatan TB

Pengobatan TB merupakan merupakan salah satu upaya paling


efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB

Pengobatan adekuat jika memenuhi prinsip :

Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat


mengandung 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi

Diberikan dalam dosis yang tepat

Diminum secara teratur dan diawasi secara langsung oleh


PMO (pengawas menelan obat) sampai selesai pengobatan

Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup


terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk
mencegah kekambuhan

24

Tahapan Pengobatan TB :

Tahap Awal : Pengobatan diberikan tiap hari menurunkan jumlah


kuman yang ada dalam tubuh (harus 2 bulan)

Tahap Lanjutan : Tahap penting untuk membunuh sisa kuman yang


masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien
dapat sembuh dan mencegah kekambuhan.2
Tabel 2.1 OAT Lini Pertama

Tabel 2.2 OAT yang diganakan dalam pengobatan TB MDR

25

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (WHO dan ISTC)

Katagori 1

: 2(HRZE)/4(HR)3

Katagori 2

: 2(HZRE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Katagori anak : 2(HRZ)/4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR2

Paduan OAT Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

26

Pasien TB ekstra paru


Tabel 2.3. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Tabel

2.4.

Dosis

Paduan

OAT Kombipak

Kategori

2HRZE/4H3Z3R3

Paduan OAT Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

27

Tabel 2.5 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)/5(HR)3E3

Tabel 2.6 Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2 :


2HRZES/HRZE/5H3REE3

Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB


Pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis dengan 2 contoh uji
dahak (sewaktu dan pagi)
Hasil :

Negatif 2 contoh uji dahak negatif

Positif salah 1 positif atau keduanya positif

28

Ringkasan Pemantauan Kemajuan OAT


1.

Hasil pemeriksaan tahap awal negatif :

Pada pasien baru maupun pasien ulangan dosis pengobatan tahap


lanjut

Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (Pada


bulan 5 dan akhir pengobatan)

2.

Hasil pemeriksaan tahap awal positif :


o Pada Pasien Baru

Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?

Segera berikan dosis tahap lanjutan (tanpa OAT sisipan).


Cek ulang dahak setelah OAT lanjutan 1 bulan jika
tetap positif uji kepekaan obat.

Jika tidak mungkin uji kepekaan obat lanjutkan


pengobatan dan cek dahal ulang pada akhir bulan ke-5

o Pada Pasien Dengan Pengobatan Ulang

Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?

Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR

Lakukan uji kepekaan obat atau rujuk ke RS Pusat TB


MDR

Jika tidak mungkin uji kepekaan obat dan rujuk


lanjutkan pengobatan dan cek dahal ulang pada akhir
bulan ke-5

29

3. Pada bulan ke-5 atau lebih


Untuk semua pasien jika hasil negatif lanjutkan
pengobatan hingga selesai
Jika hasil positif pengobatan dinyatakan gagal dan
pasien terduga pasien TB MDR
Pada pasien baru pengobatan dinyatakan gagal. Bila
belum bisa dirujuk atau cek kepekaan obat berikan
pengobatan OAT kategori 2
Pada pasien ulangan pengobatan dinyatakan gagal
diupayakan uji kepekaan obat dan di rujuk jika tidak
bisa, berikan penjelasan dan pantau selalu pasien.
Tabel 2.7 Hasil Pengobatan Pasien TB

30

2.8 Pengobatan TB pada Keadaan Khusus2


1. Kehamilan

Pada prinsipnya sama

Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan,


kecuali golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau
kanamisin karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi
(permanent ototocsic) dan dapat menembus barier placenta.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi
yang akan dilahirkan.

Perlu dijelaskan pada ibu hamil bahwa keberhasilan


pengobatan sangat penting artinya supaya proses kelahiran
dapat berjalan lancar dan bayi yang dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.

Pemberian piridoksin 50mg/hari dianjurkan pada ibu hamil


yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian
vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila rifampisin
digunakan pada trimester 3 kehamilan menjelang partus

2. Ibu Menyusui dan Bayinya

Pada prinsipnya sama. Semua jenis OAT aman untuk ibu


menyusui.

Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk


mencegah penularan kuman TB kepada bayi.

31

Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan pada bayi


tersebut sesuai dengan berat badannya.

3. Pasien TB dengan Pengguna Kontrasepsi

Rifampisin

berinteraksi

dengan

kontrasepsi

hormonal,

sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.


Pasien TB sebaiknya menggunakan KB non-hormonal.
4. Pasien TB dengan Kelainan Hati
a. Pasien TB dengan Hepatitis Akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan
atau klinis ikterik ditunda sampai hepatitis akutnya
mengalami penyembuhan. Sebaiknya dirujuk ke fasyankes
rujukan untuk penatalaksanaan spesialistik.
b. Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan
pengobatan OAT yang biasa digunakan apabila tidak ada
kondisi kronis:
o Pembawa virus hepatitis
o Riwayat penyakit hepatitis akut
o Saat ini masih sebagai pecandu alkohol
c. Pasien TB dengan Hepatitis Kronis
Pemeriksaan faal hati harus dilakukan sebelum pengobatan.
Apabila hasil pemeriksaan faal hati >3x normal sebelum
memulai pengobatan, paduan OAT berikut ini dapat
dipertimbangkan:

32

2 obat yang hepatotoksik:


o 2 HRSE/6 HR
o 9 HRE
1

obat yang hepatotoksik


o HES/ 10 HE

Tanpa obat yang hepatotoksik


o 18-24

SE

ditambah

salah

satu

golongan

fluorokuinolon (ciprofloxasin tidak direkomendasikan


karena potensinya sangat lemah).
Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien
TB, harus menggunakan semakin sedikit OAT yang hepatotoksik.
o Konsultasi dengan dokter spesialis sangat dianjurkan
o Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan
dengan seksama
o Pada pasuan OAT dengan penggunaan etambutol
lebih dari 2 bulan diperlukan evaluasi gangguan
penglihatan
5. Pasien TB dengan Gangguan Fungsi Ginjal
o Paduan OAT yang dianjurkan pada pasien TB dengan gagal
ginjal atau gangguan fungsi ginjal yang berat: 2 HRZE/ 4
HR.

33

o Dosis Z dan E harus disesuaikan karena diekskresikan


melalui ginjal. Dosis pemberian 3x/minggu bagi Z:
25mg/kgBB dan E 15mg/kgBB.
o Perlu diberikan tambahan Piridoksin (vit B6) untuk
mencegah terjadinya neuropati perifer.
o Hindari

penggunaan

streptomisin,

dan

apabila

harus

diberikan dosis yang digunakan: 15mg/kgBB, 2 atau


3x/minggu dengan maksimum dosis 1g untuk setiap kali
pemberian dan kadar dalam darah harus selalu dipantau.
Tabel 2.8 Acuan penilaian tingkat kegagalan fungsi ginjal pada penyakit
ginjal kronis.

Tabel 2.9 Dosis yang dianjurkan pada pengobatan pasien TB dengan


penyakit ginjal kronis.

34

6. Pasien TB dengan Diabetes Mellitus:


TB merupakan salah satu faktor risiko tersering pada seseorang
dengan Diabetes Mellitus (DM). Anjuran pengobatan TB pada
pasien dengan DM:

Paduan OAT yang diberikan pada prinsipnya sama dengan


paduan OAT bagi pasien TB tanpa DM dengan syarat kadar
gula darah terkontrol.

Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama


pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan.

Hati-hati efek samping dengan penggunaan etambutol karena


pasien DM sering mengalami komplikasi kelainan pada
mata.

Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan


mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosisnya perlu di tingkatkan.

Perlu

pengawasan sesudah pengobatan

selesai

untuk

mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan


7. Pasien TB ayang Perlu Mendapatkan Tambahan Kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang
membahayakan jiwa psien seperti:
o Meningitis TB dengan gangguan kesadaran dan dampak
neurologis
o TB milier dengan atau tanpa meningitis

35

o Efusi pleura dengan gangguan pernafasan berat atau efusi


pericardial
o Laringitis dengan obstruksi saluran nafas bagian atas, TB
saluran kencing (untuk pencegahan penyempitan ureter),
pembesaran kelenjar getah bening dengan penekanan pada
bronkus atau pembuluh darah.
o Hipersensitivitas berat terhadap OAT
o IRIS (Immune Response Inflammatory Syndrome)
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat
dan ringannya keluhan serta respon klinis:
Prednison (peroral):
o

Anak: 2mg/kgBB, sekali sehari pada pagi hari

Dewasa: 30-60mg, sekali sehari pada pagi hari

Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu,


dosis harus diturunkan secara bertahap (tappering off).
8. Indikasi Operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapatkan tindakan operasi (misalnya
reseksi paru), adalah:
a. Untuk TB Paru:
-

Pasien batuk darah yang tidak dapat diatasi dengan


cara konservatif.

Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema


yang tidak dapat diatasi secara konservatif.

36

Pasien TB MDR dengan kelainan paru yang


terlokalisir.

37

BAB 3
KESIMPULAN
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini.
Perlu diberikan perhatian dan pedoman khusus pada pasien TB dengan
kondisi tertentu, seperti:
1. Kehamilan
2. Ibu menyusui dan bayinya
3. Pasien Tb pengguna kontrasepsi
4. Pasien TB dengan kelainan hati
5. Pasien TB dengan gangguan fungsi ginjal
6. Pasien TB dengan Diabetes Mellitus
7. Pasien TB yang perlu diberikan tambahan kortikosteroid

38

Anda mungkin juga menyukai