Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

I. IdentitasPasien
1. Nama

Tn. U

2. Umur

39 Tahun

3. JenisKelamin

Laki-laki

4. Alamat

Palupi Blok C no 64

5. Pekerjaan

Tidak bekerja

6. Agama

Islam

7. Status

Sudah Menikah

8. Tanggal masukRs

19 Mei 2016

II. Anamnesis
1. KeluhanUtama
Demam

2. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien masuk ke Rumah Sakit Anutapura dengan keluhan demam disertai bintik
kemerahan di seluruh tubuh sejak 8 hari yang lalu. Sebelumnya, pasien mengalami
demam dan telah meminum obat penurun panas (Paracetamol) yang didapatkan
setelah berobat ke suatu klinik. Setelah itu, muncul bercak merah di seluruh badan
disertai rasa gatal dan panas. Keluhan diperburuk setelah bibir pasien mengelupas dan
seperti melepuh. Mata pasien merah dan pasien kesulitan untuk membuka kedua
mata.
3. Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya
Riwayat diabetes dan hipertensi disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien
1

III.

IV.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
3. Status Gizi
4. Tanda Vital
a. Tekanan darah
b. Nadi
c. Suhu
d. Pernafasan
5. Kepala
a. Sklera
b. Konjungtiva
c. Bibir
6. Thoraks
7. Abdomen
8. Kelenjar Limfe

: 100/80 mmHg
: 76 x/menit
: 37oC
: 20 x/menit
: ikterik (-)
: anemis (-)
: sianosis (-)
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Status Dermatologi
Ujud kelainan kulit
1. Kepala
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

V.

: Sakit Sedang
: Compos Mentis
: Baik

: Mata : Eritema dan erosi difus


Bibir : Vesikel eritema dan erosi difus, krusta
Leher
: Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Dada
:
Papul multiple, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular , batas sirkumskrip.
Perut
:
Papul multiple, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular , batas sirkumskrip
Punggung
:
Papul multiple, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular , batas sirkumskrip.
Genitalia
: Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Bokong
: Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Ekstremitas Atas
:
Papul multiple, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular , batas sirkumskrip.
Ekstremitas Bawah
:
Papul multiple, bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular , batas sirkumskrip.

Resume
Tn.U umur 39 tahun masuk ke Rumah Sakit Anutapura dengan keluhan
demam

disertai bintik kemerahan di seluruh tubuh sejak 8 hari yang lalu.

Sebelumnya, pasien mengalami demam dan telah meminum obat penurun panas
(Paracetamol) yang didapatkan setelah berobat ke suatu klinik. Setelah itu, muncul
bercak merah di seluruh badan disertai rasa gatal dan panas. Keluhan diperburuk
setelah bibir pasien mengelupas dan seperti melepuh. Mata pasien merah dan pasien

kesulitan untuk membuka kedua mata. Tidak ada riwayat penyakit terdahulu dan
tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Pada pemeriksaan fisik untuk status generalis kesadaran pasien compos
mentis, tekanan darah (100/80), nadi (76 x/ menit) ,suhu (37 oC), pernapasan
(20x/menit). Untuk status dermatologi didapatkan ujud kelainan kulit di bagian mata
terdapat eritema dan erosi difus, pada bagian bibir didapatkan vesikel eritema dan
erosi difus disertai krusta, dan pada bagian leher, dada, perut, punggung, ekstremitas
atas , ekstremitas bawah didapatkan papul multiple, bentuk bulat, ukuran miliar
sampai lentikular , dengan batas sirkumskrip.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan albumin (3,87 g/dl), Urea (66 mg/dl),
SGOT/ SGPT ( 46 UL/31 UL), Creatinin (1,01 mg/dl), WBC (12,1 UL),RBC
(5,3/UL), HGB (16,2 g/dl), HCT (45,4 %)
VI.

Diagnosis Banding
TEN (Toxic Epidermal Necrolisys)
VII. Diagnosis Kerja
Sindrom Steven Jhonson
VIII. Prognosis
Dubia ad bonam

IX.

Follow up
Tgl
S
O

24 Mei 2016 (HARI PERTAMA)


Bintik merah pada badan ,krusta pada bibir, sakit pada mata
Tanda vital
TD 100/70
Nadi 80x/menit
Suhu 36oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Regio Orbita : Eritema dan erosi difus
Regio labialis : Vesikel Eritema dan erosi difus, krusta
Generalisata : papul multiple , bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular ,

batas sirkumskrip
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan albumin (3,87 g/dl), Urea (66
mg/dl), SGOT/ SGPT ( 46 UL/31 UL), Creatinin (1,01 mg/dl), WBC (12,1
A
P

UL),RBC (5,3/UL), HGB (16,2 g/dl), HCT (45,4 %)


Sindrom steven johnson
Sistemik
Inj. Dexamethasone. 1 Amp/12 j/ iv (H.1)
Inj. Gentamicyn 1 Amp/12 j/ iv ( H.1)
Ringer Laktat 24 Tetes/ Menit
Topikal

Kenalog Cream ( Untuk Mulut )


Inerson 15 gr
(Untuk Badan , pagi-sore)
Fuson cream
Kompres NACL 0,9 (Untuk Mulut)

Dokumentasi .

Tgl
S
O

25 Mei 2016 (HARI KEDUA)


Bintik merah pada badan , krusta pada bibir, sakit pada mata
Tanda vital
TD 110/70
Nadi 80x/menit
Suhu 36oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Regio labialis : Vesikel Eritema dan erosi difus, krusta
Generalisata : papul multiple , bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular ,
batas sirkumskrip
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan albumin (3,87 g/dl), Urea (66
mg/dl), SGOT/ SGPT ( 46 UL/31 UL), Creatinin (1,01 mg/dl), WBC (12,1

A
P

UL),RBC (5,3/UL), HGB (16,2 g/dl), HCT (45,4 %)


Sindrom steven johnson
Sistemik
Inj. Dexamethasone 1 Amp/12 j/ iv (Hr.2)
Inj. Gentamicyn 1 Amp/12 j/ iv (Hr.2)
Ringer Laktat 24 Tetes/ Menit

Topikal

Kenalog Cream ( Untuk Mulut )


Inerson 15 gr
(Untuk Badan , pagi-sore)
Fuson cream
Kompres NACL 0,9 ( Untuk Mulut )

Dokumentasi

Tgl
S
O

26 Mei 2016 (HARI KETIGA)


Bintik merah pada badan , krusta pada bibir, sakit pada mata
Tanda vital
TD 110/70
Nadi 8x/menit
Suhu 36oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Regio labialis : Vesikel Eritema dan erosi difus, krusta
Generalisata : papul multiple , bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular ,
batas sirkumskrip
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan albumin (3,87 g/dl), Urea (66
mg/dl), SGOT/ SGPT ( 46 UL/31 UL), Creatinin (1,01 mg/dl), WBC (12,1

A
P

UL),RBC (5,3/UL), HGB (16,2 g/dl), HCT (45,4 %)


Sindrom steven johnson
Sistemik
Inj. Dexamethasone 1 Amp/24 Jam/ iv (Hr.3)
Inj. Gentamicyn 1 amp/ 12 j/ iv (Hr.3)
Ringer Laktat 24 Tetes/ Menit

Topikal

Kenalog Cream ( Untuk Mulut )


6

Inerson 15 gr
(Untuk Badan , pagi-sore)
Fuson cream
Kompres NACL 0,9 ( Untuk Mulut )

Dokumentasi.

Tgl
S
O

27 Mei 2016 (HARI KEEMPAT)


Bintik merah pada badan , krusta pada bibir mulai berkurang, mata dapat
terbuka
Tanda vital
TD 110/70
Nadi 84x/menit
Suhu 36oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Regio labialis : krusta
7

Generalisata : papul multiple , bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular ,


batas sirkumskrip
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan albumin (3,87 g/dl), Urea (66
mg/dl), SGOT/ SGPT ( 46 UL/31 UL), Creatinin (1,01 mg/dl), WBC (12,1
A
P

UL),RBC (5,3/UL), HGB (16,2 g/dl), HCT (45,4 %)


Sindrom steven johnson
Sistemik
Inj. Dexamethasone 1 Amp/24/ iv (Hr.4)
Inj. Gentamicyn 1 amp /12 jam/ iv (Hr.4)
Ringer Laktat 24 Tetes/ Menit
Topikal

Kenalog Cream ( Untuk Mulut )


Inerson 15 gr
(Untuk Badan , pagi-sore)
Fuson cream
Kompres NACL 0,9 ( Untuk Mulut)

Dokumentasi.

Tgl
S
O

28 Mei 2016 (HARI KELIMA)


Bintik merah pada badan , Krusta pada bibir mulai berkurang
Tanda vital
TD 100/70
Nadi 80x/menit
Suhu 36oC
Pernapasan 20x/menit
Status Dermatologi
Regio labialis : krusta
Generalisata : papul multiple , bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular ,
batas sirkumskrip
Hasil Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan albumin (3,87 g/dl), Urea (66
mg/dl), SGOT/ SGPT ( 46 UL/31 UL), Creatinin (1,01 mg/dl), WBC (12,1

A
P

UL),RBC (5,3/UL), HGB (16,2 g/dl), HCT (45,4 %)


Sindrom steven johnson
Sistemik
Methylprednisolon 4-3-0 (Hr.5)
Inj. Gentamicyn 1 Amp/ 12 jam/ iv (Hr.5)
Ringer Laktat 24 Tetes/ Menit
Topikal

Kenalog Cream ( Untuk Mulut )


Inerson 15 gr
(Untuk Badan , pagi-sore)
Fuson cream
Kompres NACL 0,9 (Untuk Mulut)

Dokumentasi.

X. Diskusi
Pasien Tn.U Umur 39 tahun masuk ke Rumah Sakit Anutapura dengan keluhan
demam disertai bintik kemerahan di seluruh tubuh sejak 8 hari yang lalu. Sebelumnya,
pasien mengalami demam dan telah meminum obat penurun panas (Paracetamol) yang
didapatkan setelah berobat ke suatu klinik. Setelah itu, muncul bercak merah di seluruh badan
disertai rasa gatal dan panas. Keluhan diperburuk setelah bibir pasien mengelupas dan seperti
melepuh. Mata pasien merah dan pasien kesulitan untuk membuka kedua mata. Status
dermatologis dari pasien Mata : Eritema dan erosi difus, Bibir : Vesikel eritema dan erosi
10

difus, krusta, dada, perut, punggung, ekstremitas atas dan bawah terdapat Papul multiple,
bentuk bulat, ukuran miliar sampai lentikular , batas sirkumskrip. Penyebarannya sesuai
dengan arah dermatom sehinggadari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa
Sindrom Steven Jhonson.
Sindrom steven Jhonson adalah suatu sindroma(kumpulan gejala) yang mengenai
kulit,selaput lendIr di orificium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan
sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan
kenmatian, Oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawat daruratan penyakit
kulit. Sindrom ini dianggap sebagai jenis dari Eritema Multiforme.1

gambar 1.epidemiologi penyakit sindrom steven jhonson


Pasien Tn. U berjenis kelamin laki-laki dan saat ini berumur 39 tahun, hal ini sesuai dengan
teori yaitu tingkat insiden terjadinya Sindrom Steven-Jhonson meningkat sesuai dengan
pertambahan umur terutama usia diatas 40 tahun dan rasio terkena untuk laki-laki sama
dengan perempuan. Angka mortalitas untuk penyakit ini 5-12% pertahun dan yang

11

mempunyai factor resiko tinggi terkena adalah orang yang terinfeksi Human Immunosupresif
Virus, penyakit vascular collagen dan kanker.1

Gambar 2. Obat-obatan yang menyebabkan Sindrom Steven Jhonson


Saat pertama masuk ke rumah sakit pasien dirawat di Instalasi Gawat Darurat dengan
gejala demam, muncul bintik-bintik pada seluruh tubuh, bibir yang bengkak dan ada
gelembung berisi air dan ada sakit pada mata. Gejala ini muncul setelah mengkonsusmsi obat
paracetamol dan minum air kelapa secara bersamaan. Hal ini sesuai dengan teori yaitu,
penyakit Sindrom Steven Jhonson penyebabnya belum diketahui,tapi konsumsi obat-obatan
menjadi factor resiko paling sering memicu penyakit ini timbul dan gejala dari kasus diatas
sesuai dengan teori yaitu (1) lesi pada kutaneus adalah adanya eritematous, dusky red,
macula purpura, bentuk ireguler, lesi atipikal dengan warna ditengah yang hitam, ada lesi
nekrotik dan eritem difus. (2) lesi pada ekstra kutaneus adalah adanya demam tinggi dan
lemas. (3) lesi pada membrane mukosa adalah erupsi kulit, eritema dan nyeri pada lokasi
erupsi di bibir, mata, dan genitalia. Dan ada fotofobia, konjungtivitis. Pada bibir nyeri
hemoragik ditempat erosi dan ada krusta.1

12

Gambar 3. Gejala yang terjadi pada Sindrom Steven Jhonson


Pada saat pasien dan keluarga di anamnesis awalnya merasa demam dan
minum obat penurun panas tapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala seperti diatas.
Pasien dan keluarga menyatakan tidak mempunyai riwayat alergi obat apapun, dan sering
minum obat penurun panas (paracetamol) tapi tidak terjadi apa-apa. Dan dari hasil tes alergi
obat didapatkan hasil pasien juga alergi ranitidine dak ketorolac. Hal diatas sesuai dengan
teori yaitu Meskipun belum diketahui secara pasti, beberapa penelitian telah menunjukkan
hasil yang membantu menjelaskan pathogenesis SSJ. Sampai saat ini patogenesis SSJ
disangka akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV. Pada fase awal timbulnya lesi, terjadi reaksi
sitotoksik yang diperantarai oleh sel (cell mediated cytotoxicity) terhadap keratinosit yang
menyebabkan apoptosis masif. Penelitian imunopatologis menunjukkan adanya limfosif T
CD8+ di epidermis dan dermis kulit yang terkena. Limfosit tersebut mempunyai aktivitas
seperti NK sel pada awal lesi. Sedangkan pada fase lanjut cenderung didominasi oleh
aktivitas monosit. Limfosit T CD8+ ini mengekspresikan reseptor T dan dipermukaan sel
sehingga mampu menghancurkan sel melalui perforin dan granzyme B. Saat ini diketahui
terdapat ekspansi oligoklonal limfosit CD8+ spesifik yang hanya mempunyai aktivitas
sitotoksik terhadap keratinosit.2,3
13

Limfosit T regulator CD4+CD25+ mempunyai peran yang penting dalam mencegah


kerusakan epidermis akibat reaksi sitotoksik limfosit T. Beberapa sitokin penting seperti
interleukin 6, TNF- dan Fas ligand (Fas-L) juga ditemukan pada lesi kulit penderita SSJ.
Viard dkk menyatakan bahwa apoptosis keratinosit di lesi kulit berkaitan dengan peningkatan
ekspresi Fas dipermukaan membran dan dapat dihambat oleh human imunoglobulin
konsentrai tinggi yang mengganggu interaksi antara Fas dan Fas-L. TNF- kemungkinan juga
berperan karena ditemukan pada lesi epidermis, cairan bulla dan sel-sel mononuklear dan
makrofag perifer.2,3
Teori lain menyebutkan adanya reaksi imunologis terhadap metabolit reaktif, terutama
metabolit obat golongan sulfonamid, pada individu dengan asetilasi lambat. Namun reaksi
imunologis cenderung terjadi langsung terhadap obat aktif dibanding metabolitnya.2,3
Faktor genetik juga berperan penting, hal ini dapat diamati pada orang Cina suku Han yang
mempunyai HLA-B1502 dengan kejadian SSJ akibat karbamazepin dan HLA-B5801 dengan
kejadian SSJ akibat allourinol. Namun begitu hubungan antara SSJ akibat karbamazepin
dengan HLA-B1502 tidak tampak pada pasien Eropa yang tidak mempunyai keturunan Asia.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dianjurkan pada pasien ini adalah periksaan
laboratorium dimana Langkah awal yang harus diperhatikan pada pasien SSJ di ruang
emergensi adalah evaluasi respiratory rate dan oksigenasi. Setiap ada perubahan yang
signifikan sebaiknya dicek ulang dengan pemeriksaan analisa gas darah. Konsentrasi Natrium
Bikarbonat kurang dari 20 mEq/L menunjukkan prognosis yang buruk. Hal ini biasanya
disebabkan oleh alkalosis respiratorik akibat terlibatnya saluran pernafasan.3
Kehilangan cairan transdermal masif dapat menyebabkan gangguan elektrolit,
insufisiensi renal ringan, azotemia prerenal, hipoalbuminemia dan hipoproteinemia.
Peningkatan kadar ureum darah juga merupakan tanda beratnya penyakit. Gambaran darah
tepi biasanya didapatkan anemia, lekositosis ringan dan trombositopenia. Limfopenia CD4 +

14

transien hampir selalu ditemukan, dan ini berkaitan dengan penurunan fungsi sel T. Kadang
ditemukan peningkatan ringan enzim-enzim hepar dan amilase namun ini tidak
mempengaruhi prognosis. Hiperglikemia sering ditemukan akibat status hiperkatabolik dan
resistensi insulin perifer. Kadar gula darah lebih dari 252 mg/dL merupakan salah satu
penanda beratnya penyakit.
Biopsi kulit dan pemeriksaan immunoflouresense sebainya dilakukan pada
setiap kasus SSJ untuk menegakkan diagnosis meskipun secara klinis sudah cukup
mencurigakan. Pada tahap awal munculnya lesi kulit ditandai oleh gambaran apoptosis
keratinosit dilapisan suprabasal yang melanjut menjadi nekrosis epidermal dan pelepsan
epidermis. 3

Gambar 4. Lepasnya epidermis dari dermis.


Infilrasi sel mononuklear di papila dermis sering ditemukan, terutama sel-sel limfosit
dan makrofag. Diantara populasi sel T tersebut banyak ditemukan limfosit T CD8+ dengan
aktivitas sitotoksik. Hal tersebut menunjukkan adanya reaksi imunologis yang diperantarai
sel (cell mediated cytotoxicity). Sel eosinofil jarang ditemukan pada SSJ berat. Hasil
pemeriksaan imunofloresence biasanya menunjukkan hasil negatif.2,3
Pada pasien ini diagnosis bandingnya adalah :
1. TEN (Toxic Epidermal Necrolisys)
15

Nekrolisis Epidermal Toksik ( N.E.T ) adalah umumnya merupakan penyakit berat,


gejala kulit yang terpenting dan khas adalah epidermolisis yang menyeluruh, dapat disertai
kelainan pada selaput lendir di orifisium dan mata. Nekrolisis Epidermal Toksika adalah
sautu penyakit kulit yang bisa berakibat fatal, dimana lapisan kulit paling atas mengelupas
lembar demi lembar. Alan Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai
suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit. Nekrolisis epidermal toksik
adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak
disebabkan oleh obat-obatan. Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi,
keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini. Nekrolisis Epidermal
Toksik (TEN) merupakan reaksi mukokutaneous khas onset akut dan berpotensi mematikan,
yang biasanya terjadi setelah dimulainya pengobatan baru. Nekrolisis epidermal toksik
merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa seperti eritema multiforme
dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi
kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu
atau lebih membran mukosa. 2,3

16

Tujuan penatalaksanaan Sindrom steven jhonson adalah Bila disebabkan alergi obat,
maka yang paling penting adalah penghentian pengobatan yang diminum. Anamnesis yang
teliti sangat membantu meneliti kemungkinan obat yang dicurigai sambil melihat obat yang
diminum sebelumnya atau resep yang diberikan. Makin cepat menghentikan obat penyebab,
makin baik prognosisnya, meskipun agak kurang bermakna pada obat-obat yang mempunyai
waktu paruh yang lama.6
Terapi simptomatik utamanya sama dengan penatalaksanaan pada luka bakar, yaitu
kontrol temperatur lingkungan, penanganan aseptik dan teliti, sterilisasi luka, penghindaran
material adesif, pengawasan pemberian cairan intravena jauh dari area luka, inisiasi nutrisi

17

oral dengan NGT, antikoagulasi, pencegahan stress ulcer dan pemberian obat untuk nyeri dan
gelisah.7
Terapi suportif ditujukan untuk menghindari atau membatasi terjadinya komplikasi
yang timbul. Perhatian dan ketelitian ditujukan pada kelainan mata, traktus respiratorius,
balans elektrolit, nutrisi, infeksi dan nyeri. Biakan kulit, kencing dan darah dikerjakan
periodik. Pemberian cairan sangat tergantung dengan luasnya lesi dan membran mukosa yang
diserang. Monitoring ketat terutama terhadap kemungkinan sepsis yang sering disebabkan
oleh stafilokokus aureus dan pseudomonas aeruginosa. Pemberian nutrisi dengan kalori dan
protein tinggi lewat NGT pada penderita dengan gangguan mukosa akibat lesi atau karena
keadaan umum yang buruk.8
Pemberian antibiotik baik dan kuratif maupun profilaksi tidak bermanfaat, justru
menjadi resisten dan meningkatkan mortalitas. Antibiotik diberikan bila sudah ada tandatanda sepsis, yaitu perubahan status mental, menggigil, hipotermia, oliguri, keadaan klinis
memburuk. Eksudasi masif dari daerah lesi erosi, sehingga pemberian antibiotik harus lebih
tinggi dosisnya karena sebagian hilang akibat eksudasi.8
Manajemen Sistemik
Penatalaksanaan pulmonal termasuk aerosol, aspirasi bronchial dan terapi fisik. Jika
trakea dan bronkus terlibat, maka diperlukan intubasi dan ventilasi mekanik. Nutrisi enteral
awal dan berlanjut menurunkan resiko stress ulcer , mengurangi translokasi bakteri dan
infeksi enterogenik dan memungkinkan diskontinuitas jalur vena. 6 Level fosfor harus
diperiksa dan diperbaiki, jika perlu. Hipofosforemia yang parah sering terjadi dan
menimbulkan perubahan regulasi glikemia dan disfungsi muscular. Kebanyakan penulis tidak
menggunakan anibiotik profilaksis. Kateter diganti dan dikultur secara teratur. Sampel bakteri
dari lesi kulit dilakukan pada hari pertama dan setiap 48 jam. Indikasi terapi antibiotik
termasuk adanya peningkatan jumlah bakteri kultur dari lesi kulit dengan strain tunggal,
18

adanya penurunan suhu dan kemunduran kondisi pasien.

Temperatur lingkungan

ditingkatkan hingga 30-32 derajat Celcius. Hal ini mengurangi kehilangan kalori melalui kulit
dan akibat menggigil dan stress. Hilangnya panas juga dibatasi dengan meningkatkan
temperature dengan bath antiseptic hingga 35-38 (C dan dengan menggunakan penahan
panas, lampu infrared dan tempat tidur yang lembab. Beberapa obat diperlukan.
Thromboembolism merupakan penyebab penting morbiditas dan kematian; antikoagulasi
efektif dengan heparin direkomendasikan selama perawatan. Walaupun hal ini meningkatkan
perdarahan kulit, hal ini biasanya terbatas pada jumlah dan tidak membutuhkan transfusi.
Antasid mengurangi insidensi perdarahan lambung. Dukungan emosi dan psikiatri harus
dilakukan. Transquilizers seperti diazepam dan morfin dapat digunakan bila status respiratori
memungkinkan.10

Manajemen Topikal
Tidak ada konsesus mengenai perawatan topikal. Pendekatan yang memungkinkan
dapat konservatif ataupun lebih agresif (operasi debridement luas). Berdasarkan pengalaman
bahwa dengan perawatan konservatif, area dengan Nikolski positif, secara potensial terbentuk
oleh setiap trauma sembuh lebih cepat dimana masih terdapat epidermis pada lokasi luka
dibandingkan dengan epidermis yang dilekatkan. Epidermis yang terlibat tetap dipertahankan
dan hanya menggunakan dressing untuk melindunginya. Antiseptik topikal (0.5% perak nitrat
atau 0.05% chlorhexidine) digunakan untuk mengecat, bilas atau oleskan pada pasien.
Dressing dapat menggunakan petrolatum, perak nitrat, polyiodine atau hidrogel.11
Pencegahan terhadap sekuele pada mata membutuhkan pemeriksaan harian oleh
ophthalmologist. Tetes mata, saline fisiologis atau antbiotik bila dibutuhkan, diberikan setiap
2 jam dan pencegahan sinekhia dengan peralatan tumpul. Disarankan untuk menggunakan
lensa kontak sclera permeabilitas udara mengurangi fotofobia dan ketidaknyamanan, lensa ini

19

memperbaiki akuitas visual dan menyembuhkan defek epitel kornea pada sebagian pasien.
Krusta nasal dan oral diangkat dan mulut diberikan spray dengan antiseptik beberapa kali
sehari.12
Pengobatan Ajuvan
Hingga saat ini belum ada obat spesifik yang terbukti efektif. Dasar pengobatan SJS
tetap pengobatan suportif di unit luka bakar serta pemberian ajuvan sebagai pelengkap.

Antihistamin
Antihistamin digunakan untuk mengatasi gejala pruritus/gatal, bisa dipakai feniramin
hydrogen maleat (Avil), difenhidramin hidroklorida (Benadril), dan cetirizin.4

Kortikosteroid
Dexametason dosis awal 1mg/kg BB IV dilanjutkan 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam.
Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversi. Beberapa peneliti setuju
menggunakan kortikosteroid sistemik dengan alas an dapat menurunkan beratnya
penyakit, mempercepat konvalensi, mencegah komplikasi berat, menghentikan
progresifitas penyakit, mencegah kekambuhan. Beberapa literatur menyatakan
pemberian kortikosteroid sistemik dapat mengurangi inflamasi dengan cara
memperbaiki integritas kapiler, memacu sintesa lipokortin, menekan ekspresi molekul
adesi. Selain itu, kortikosteroid dapat meregulasi respon imun melalui down regulation
ekspresi

gen

berargumentasi

sitokin.
bahwa

Mereka

yang

kortikosteroid

tidak
akan

setuju

pemberian

menghambat

kortikosteroid

penyembuhan

luka,

meningkatkan resiko infeksi, menutupi tanda awal sepsis, perdarahan gastrointestinal


dan meningkatkan mortalitas. Faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu harus
tapering off 1-3 minggu. Bila tidak ada perbaikan dalam 3-5 hari, maka sebaiknya
pemberian kortikosteroid dihentikan. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.4

Intravenous immune globulin (IVIG)


20

Intravenous IgG (IVIG) mengandung berbagai antibodi termasuk autoantibody


terhadap protein Fas.10 IVIG mempengaruhi interaksi Fas-FasL. Keratinosit manusia
sensitif terhadap rekombinan human sFasL. Invitro IVIG memblok rhsFasL sehingga
keratinosit tidak apoptosis. IVIG mengandung anti Fas IgG yang akan menempel pada
reseptor FasL, sehingga akan menghalangi perlekatan rhsFasL pada reseptor.
Pengobatan IVIG meningkatkan tingkat kelangsungan hidup menjadi 88%. Dosis yang
diberikan 1 g/kg/hari selama 3 hari.14

Plasmaferesis
Plasmaferesis adalah pengobatan dengan menggunakan transfuse darah yang telah
dihilangkan plasmanya kemudian ditambahkan dengan albumin (atau bank plasma) dan
kemudian diinfuskan kembali. Tujuannya adalah untuk menghilangkan bahan pathogen
dalam plasma seperti obat, racun, bahan metabolic, antibody, imun komplek atau
penyakit yang memicu sitokin. Plasmaferesis telah berhasil digunakan untuk TEN
dengan prosedur yang relative sederhana dengan menggunakan 1-8 kali transfusi.
Pemberian 1 seri plasmaferesis dikombinasikan dengan IgG intravenous (IVIG).
Survival rate meningkat sampai 77-100%.14

KOMPLIKASI
Sindroma Steven Johnson sering menimbulkan komplikasi pada mata berupa
simblefaron dan ulkus kornea. Komplikasi lainnya adalah timbulnya sembab, demam atau
malahan hipotermia dan yang terberat adalah sepsis.4
PROGNOSIS
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam
waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi

21

purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.4

DAFTAR PUSTAKA
1. Ramon PF, Maldonado R. Erythema Multiforme, Stevens-Johnson Syndrome, and Toxic
Epidermal Necrolysis. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen F, Goldsmith LA,
Katz S (Editor). Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine 6th edition. New York:
McGraw-Hill Professional Pub; 2003.
2. Steven J Parrillo SJ. Stevens-Johnson Syndrome in Emergency Medicine. Aviable on
http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview
3. Harsono A. Sindroma Steven Johnson : Diagnosis dan Penatalaksanaan. Kapita Selekta
Ilmu Kesehatan Anak VI. Surabaya. 2006.
4. Harry W.U., Kurniawan D. Erupsi Obat Alergik. Palembang. FK Universitas Sriwijaya.
2007
22

5. Schultz JT. Sheridan RL, Ryan CM, Mackool B, Tompkins RG.; A 10-year experience
with toxic epidermal necrolysis.; J Burn Care Rehabil; 2000:21:199-204
6. Ghislain P.D., Roujeau J.C. Treatment of severe drug reactions: Stevens-Johnson
Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis and Hypersensitivity syndrome. Dermatology
Online Journal 8(1):5. Paris.2002.
7. Spies M, Sanford AP, Aili Low JF, Wolf SE, Herndon DN.; Treatment of extensive toxic
epidermal necrolysis in children; Pedriatics ; 2001; 108:1162-1168.
8. Peng YZ, Yuan ZQ, Xiao, GX. Effects of early enteral feeding on the prevention of
enterogenic infection in severely burned patients. Burns 2001;27:145-149.
9. Kelemen JJ, Cioffii WG, McManus WF, Mason ADJ, Pruitt BAJ. Bum center care for
patients with toxic epidermal necrolysis. JAm Coll Surg 1995;180:273-278.
10. Fu X, Shen Z, Chen Y, et al. Randomised placebo-controlled trial of use of topical
recombinant bovine basic fibroblast growth factor for second-degree burns. Lancet
1998;352:1661-1664.
11. Romero-Rangel T, Stavrou P, Cotter J, Rosenthal P, Baltatzis S, Foster CS. Gaspermeable
scleral contact lens therapy in ocular surface disease. Am J Ophthalmol 2000;130:25-32.
12. Abe R, Shimizu T, Shibaki A, Nakamura H, Watanabe H & Shimizu H; Toxic Epidermal
Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome Are Induced by Soluble Fas Ligand;
American Journal of Pathology ; 2003; 162.121-125.
13. Chave TA, Mortimer NJ, Sladden MJ, Hall AP, Hutchinson PE.; Toxic epidermal
necrolysis; current evidence, practical management and future directions; Br J Dermatol;
2005;153:241-53.
14. Yamada H, Takamori K, Yaguchi H, Ogawa H,: A study of the efficacy of plasmapheresis
for the treatment of drug induced toxic epidermal necrolysis.; Ther Apher; 1998; 2:153156.

23

Anda mungkin juga menyukai