Anda di halaman 1dari 22

Portofolio

MALARIA FALCIPARUM

Disusun oleh :
dr. Oki Alfin

Pendamping :
dr. Eva Trijaniarti

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAYUNG LENCIR


MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2015 2016

PRESENTASI KASUS
Topik : Malaria Falciparum
Tanggal (Kasus) : 30 Mei 2016
Presenter : dr. Oki Alfin
Tanggal Presentasi : 31 Mei 2016
Pendamping : dr. Eva Trijaniarti
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan RSUD Bayung Lencir
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan
Pustaka
Istimewa
Lansia
Bumil

Diagnostik
Manajemen
Masalah
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Deskripsi : Perempuan, 2 tahun, Demam sejak 5 hari yg lalu
Tujuan : Mengatasi demam dan mengatasi keadaan umum
Bahan Bahasan : Tinjauan
Riset
Kasus

Audit

Pustaka
Cara Membahas : Diskusi

Pos

Presentasi

dan Email

diskusi
Data Pasien :

Nama : An. H
No. Reg. :
Umur : 2 tahun
04 17 65
Pekerjaan : Alamat : Bayung lencir
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Nama RS : RSUD Bayung Lencir
Telp : Terdaftar sejak :
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis: Anemia falciparum
2. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
5 hari yang lalu, os mengeluh demam tinggi hilang timbul. Os juga
menggigil (+), dan berkeringat. Nyeri kepala (+), Mual (-), muntah (-), mencret
(-), nyeri perut (-). Nyeri otot (+) pegal-pegal (+) BAB biasa, mencret (-), BAK
normal, nafsu makan os juga berkurang, ada bintik-bintik merah ditubuh
disangkal, mimisan (-). Nyeri menelan (-), lidah terasa pahit disangkal. Ibu os
memberi obat demam keluhan demam os berkurang, namun beberapa jam
kemudian suhu tubuh os kembali tinggi disertai menggigil.
3. Riwayat Pengobatan : Pasien mengaku sudah mengkonsumsi paracetamol syr
4. Riwayat Keluarga : keluarga pasien tidak ada mengalami sakit yang sama
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien tidak bekerja
6. Lain-lain : Riwayat kencing manis, darah tinggi, dan riwayat penyakit infeksi
lainnya disangkal.
Daftar Pustaka :
1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap
Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.
2

2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,


tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.
5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 1-15.
6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,
2000, Hal: 171-97.
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2000;Hal:504-7.
11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid
I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 151-55.
13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 185-92.
14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 194-204.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Anemia Falciparum
2. Patofisiologi Anemia Falciparum
3. Talaksana Anemia Falciparum
4. Edukasi mengenai Anemia Falciparum
Subjektif :
5 hari yang lalu, os mengeluh demam tinggi hilang timbul. Os juga
menggigil (+), dan berkeringat. Nyeri kepala (+), Mual (-), muntah (-), mencret
(-), nyeri perut (-). Nyeri otot (+) pegal-pegal (+) BAB biasa, mencret (-), BAK
normal, nafsu makan os juga berkurang, ada bintik-bintik merah ditubuh
disangkal, mimisan (-). Nyeri menelan (-), lidah terasa pahit disangkal. Ibu os

memberi obat demam keluhan demam os berkurang, namun beberapa jam


kemudian suhu tubuh os kembali tinggi disertai menggigil.
Objektif :
Dari pemeriksaan fisik ditegakkan diagnosis anemia falciparum
Gejala Klinis :
Os mengeluh demam tinggi hilang timbul sejak 5 hari yang lalu. Os juga
menggigil (+), dan berkeringat. Nyeri kepala (+), Mual (-), muntah (-), mencret
(-), nyeri perut (-). Nyeri otot (+) pegal-pegal (+) BAB biasa, mencret (-), BAK
normal, nafsu makan os juga berkurang,
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum
Keadaan sakit
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Pernafasan
Suhu

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis, GCS 15
: 110/90 mmHg
: 90 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
: 22 kali per menit, thoracoabdominal
: 38,5o C (aksila)

Keadaan Spesifik
Kepala :
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, refleks
cahaya (+/+) 3mm/3mm
Hidung : napas cuping hidung (-/-)
Mulut : coated tongue (-), faring tenang
Leher : JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Toraks : bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok(-), krepitasi
(-), penggunaan otot bantu nafas (-)
Paru
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, tidak ada yang tertinggal
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi: vesikuler (-/-) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba linea axilaris anterior sinistra ICS V
4

Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri
linea axilaris anterior sinistra ICSV
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, scar (-)
Palpasi: lemas, nyeri tekan (-) epigastrium, hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Genital : tidak diperiksa
Ekstremitas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pucat (-), jari tabuh (-),
sianosis (-), akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan darah rutin
Hemoglobin : 8 (dibawah normal)
Hematokrit 43 vol % (dbn)

Eritrosit 4,3 juta sel (dbn)


Leukosit 20000/ mm3

Trombosit 310.000 (dbn).

RDT : (+) malaria pf.

Assessment :
5 hari yang lalu, os mengeluh demam tinggi hilang timbul. Os juga
menggigil (+), dan berkeringat. Nyeri kepala (+), Mual (-), muntah (-),
mencret (-), nyeri perut (-). Nyeri otot (+) pegal-pegal (+) BAB biasa,
mencret (-), BAK normal, nafsu makan os juga berkurang, ada bintikbintik merah ditubuh disangkal, mimisan (-). Nyeri menelan (-), lidah
terasa pahit disangkal. Ibu os memberi obat demam keluhan demam os
berkurang, namun beberapa jam kemudian suhu tubuh os kembali tinggi
disertai menggigil.
Plan :
Non farmakologi :
-

Tirah baring
Diet nasi biasa

Farmakologi :
-

Paracetamol syr 3x1cth


Curcuma syr 2x1cth

Saran : OS Rujuk ke RS di jambi


Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
Malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas
dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di seluruh dunia,
terutama pada negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap tahunnya
ditemukan 300-500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian
terutama di negara-negara benua Afrika.1,2,3
Di Indonesia sendiri, upaya penanggulangan malaria telah sejak lama
dilaksanakan, namun daerah endemis

malaria bertambah luas, bahkan

menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan


Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000
kematian setiap tahunnya. Dari 295 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167
kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria.3
Beberapa upaya yang dilakukan, termasuk melalui program pemberantasan
malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat
dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk
memutuskan rantai penularan malaria.3
Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam,
anemia dan pembesaran limpa. Menurut ahli lainnya, malaria merupakan suatu
penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.4
Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan
dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan
laki-laki, namun kehamilan dapat meningkatkan risiko malaria. Beberapa faktor
yang mempengaruhi infeksi malaria adalah:5,6
1. Ras atau suku bangsa
7

Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi


sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat
menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat.
Defisiensi terhadap enzim ini sendiri merupakan suatu penyakit genetik.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan
Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada
manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan
oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi
darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. 6,7
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai
malaria tertiana. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria malariae
atau malaria kuartana. Plasmodium ovale merupakan penyebab malaria ovale,
sedangkan, Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau
malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat dikarenakan dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi di dalam organ-organ tubuh.3,7

Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk anopheles betina.7
Siklus pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit
yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah

selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati
dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang
terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivax dan
P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon,
tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit
tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahuntahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga
dapat menimbulkan relaps (kambuh).3,7
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30
merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya
eritrosit yang terinfeksi skizon pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi
sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah
merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.3,7
Siklus pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Di dinding lambung nyamuk ookinet akan
menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia.3,7
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit
masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan
demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten
atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi
dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.3,7

Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang
dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena
skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit
selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa
sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia
mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.6
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasia dari retikulosit disertai
peningkatan makrofag.6
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit

mengalami

perubahan

struktur

danmbiomolekular

sel

untuk

mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme


transpor membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi, dan resetting.8
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler.
Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga
terbentuk roset.4
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang
mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit
non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan
eritrosit yang tidak terinfeksi.4,8
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit

10

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi


juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga
menimbulkan

anemia

dan

hipoksemia

jaringan.

Pada

hemolisis

intravaskular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black water fever)


dan dapat menyebabkan gagal ginjal.9
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu
makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator.
Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri
dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu
monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam,
hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.9
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolantonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung
antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan
afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler
alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam.
Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk
gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia
dan edema jaringan.9
Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa
menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi
eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya
patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah
terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi
leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset
eritrosit yang terinfeksi.4,10

11

Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium
mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan
dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI
(glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada
beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik)
banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari
malaria ialah demam periodik, anemia, dan splenomegali.4,8,10,11
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari
spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P.
malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada
derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin
disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfusi darah
yang mengandung stadium aseksual).4,12
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya
demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri
pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadangkadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada
P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan
prodromal tidak jelas.12
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria
proxym) secara berurutan:

Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita
sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat
menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti
orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1
jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.4,11,12

Periode panas

12

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat
dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40C atau lebih, penderita
membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri
retroorbital, muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung
lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti
dengan keadaan berkeringat.4,11,12

Periode berkeringat
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan
merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.4,12

Infeksi P. falciparum dapat menimbulkan malaria berat dengan komplikasi


umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut:4,12
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/l.
3. Gagal ginjal akut
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia.
6. Syok.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada keadaan
hipertermis.
9. Asidemia (Ph < 7,25) atau asidosis.
10. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak.
Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

13

Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah


secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test / RDT).
1. Anamnesis

Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai


sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.

Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

Riwayat mendapat transfusi darah.

Pada tersangka penderita malaria berat dapat ditemukan keadaan di bawah ini:

Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

Keadaan umum yang lemah.

Kejang-kejang.

Panas sangat tinggi.

Mata dan tubuh kuning.

Perdarahan hidung, gusi, atau saluran cerna.

Nafas cepat (sesak napas).

Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.

Warna air seni seperti teh pekat atau kehitaman.

Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.

Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik

Demam ( 37,5C)

Konjungtiva atau telapak tangan pucat

Splenomegali

Hepatomegali

14

Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai


berikut:

Temperatur rektal 40 C.

Nadi cepat dan lemah.

Tekanan darah sistolik <50 mmHg pada anak-anak.

Napas cepat

Penurunan kesadaran.

Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.

Tanda-tanda dehidrasi.

Tanda-tanda anemia berat.

Sklera mata kuning.

Pembesaran limpa dan atau hepar.

Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.

Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah
tepi.13 Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.

Spesies dan stadium Plasmodium

Kepadatan parasit

Semi kuantitatif:
(-)

: tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+)

: ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++)

: ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB

(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB


(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB

Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah
tebal atau sediaan darah tipis.

15

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test / RDT)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
c. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic, karena antibodi baru terbentuk setelah
beberapa hari parasitemia. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru,
dan tes > 1:20 dinyatakan positif.
Pengobatan Malaria
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivat artemisin. Klorokuin
merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis
dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan
malaria. Sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita
malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi dan pengobatan
malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat
antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan
malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan
komplikasi yang resisten multidrugs.14
Pengobatan malaria falciparum
Pilihan pertama adalah Artemisin Combination Therapy (ACT) +
primakuin 0,75mg/kgbb/dosis tunggal hari pertama.
Salah satu kombinasi ACT yang tersedia adalah: artesunat (4mg/kgBB)
amodiakuin(10mg/kgBB) oral dosis tunggal perhari selama 3 hari. Setiap kemasan
kombinasi artesunat-amodiakuin terdiri dari2 blister:
-

blister artesunat

: 12 tablet @ 50mg

blister amodiakuin: 12 tablet @ 200mg ~ 153mg amodiakuin basa

Bila obat tidak tersedia, maka digunakan:

16

1. Klorokuin sulfat oral, 25 mg/kgBB terbagi dalam 3 hari dengan perincian


Hari

I : 10 mg/kgBB peroral

Primakuin 0,75 mg/kgBB peroral


Hari II : 10 mg/kgBB peroral
Hari III : 5 mg/kgBB peroral
2. Kinin sulfat 30 mg/kgBB/hari peroral dibagi 3 dosis selama 7 hari. Dosis
untuk bayi adalah 10 mg/umur dalam bulan dibagi 3 bagian selama 7 hari.
Kemasan tablet kina yang beredar di Indonesia: 200 mg kina fosfat atau kina
sulfat. Ditambah dengan tetrasiklin oral 5 mg/kgBB/kali, 4 kali sehari selama
7 hari (maks 4x250 mg/hari).
3. Kombinasi sulfadoksin 500 mg dan pirimetamin 25 mg, dengan dosis
pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB/hari atau sulfadoksin 20-30 mg/kgBB/hari pada
anak usia > 6 bulan, diberikan peroral dosis tunggal, diberikan dua hari
berturut-turut.
Tabel .Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok
Umur.
Hari Jenis Obat

II
III

Artesunat
Amodiakuin
Primakuin
Artesunat
Amodiakuin
Artesunat
Amodiakuin

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 bln
2-11
1-4 thn 5-9 thn
10-14
15
bln
thn
thn

1
2
3
4

1
2
3
4

1
2
2-3

1
2
3
4

1
2
3
4

1
2
3
4

1
2
3
4

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan


malariafalciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk
membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk
membunuh gametosit yang berada di dalam darah. Pengobatan lini kedua
malaria falciparum diberikan bila pengobatan linipertama tidak efektif.

17

Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin


Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4
mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr
selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur.
Tabel. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum
Hari

Jenis obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-11 bln 1-4 thn
5-9 thn 10-14 thn 15 thn
I
Kina
*
3x
3x1
3x
3 x 2-3
Doksisiklin 2 x 1 **
2 x 1 ***
Primakuin

1
2
2-2
II-VII Kina
*
3x
3x1
3x
3 x 2-3
Doksisiklin 2 x 1 **
2 x 1 ***
*: dosis diberikan per kgBB
** : 2 x 50 mg doksisiklin
***: 2 x 100 mg doksisiklin

Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale


Diberikan

Klorokuin

: 25 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 3 hari

Primakuin

: 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malariavivax


dan ovale.Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadiumaseksual dan
seksual.Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuhhipnozoit di sel
hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit.
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badanpenderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan
tabel.

18

Tabel. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale


Hari Jenis Obat

I
II
III
IVXIV

Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Primakuin
Klorokuin
Primakuin
Primakuin

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


0-1 bln
2-11
1-4 thn 5-9 thn 10-14
15
bln
thn
thn

1
2
3
3-4

1
2
3
3-4

1
1/8

1
1
2

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberianobat,


ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dantidak
ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh. Pengobatan tidakefektif
apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:

Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau


Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau

timbul kembali setelah hari ke-14.


Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara
harike-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi
baru).

Bila resisten terhadap klorokuin:

ACT seperti pada malaria palsifarum + primakuin: 0,25 mg/kgBB/hari (14


hari) atau

Kina 30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 7 hari + primakuin 0,25


mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan
golongan umur sebagai berikut:

Tabel. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin


Hari

Jenis
Obat

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur


19

1-7
Kina
*
1-14 Primakuin
*: dosis diberikan per kgBB

*
-

3x

3x1

3x2

3x3
1

Pengobatan malaria malariae


Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB.
Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae.
Pengobatan dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita.3
Tabel. Pengobatan malaria malariae
Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
Hari

Jenis obat

0-1 bln

2-11 bln

1-4 th

5-9 th

10-14 th

15
th

Klorokuin

3-4

II

Klorokuin

3-4

III

Klorokuin

Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain.3
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup
tinggi, maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap
klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari
dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis
untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu.
Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4
minggu setelah kembali.3

20

Tabel Dosis pengobatan pencegahan dengan klorokuin


Golongan umur
(tahun)

Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

<1

1-4

5-9

10-14

>14

Prognosis
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan

pada

anak-anak

15%,

dewasa

20%

dan

pada

kehamilanmeningkat sampai 50%.


3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih

baikdaripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.


Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.
- Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.
- Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.

DAFTAR PUSTAKA
15. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap
Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.
16. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,
tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.
17. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
18. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.

21

19. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,


Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 1-15.
20. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 249-60.
21. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.
22. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis
dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
23. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran UI,
2000, Hal: 171-97.
24. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI, 2000;Hal:504-7.
25. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid
I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
26. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 151-55.
27. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 185-92.
28. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 194-204.

22

Anda mungkin juga menyukai