Oleh :
Thelazia Calcarina Gurky (120100335)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul Sindroma Koroner Akut (SKA).
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia,
dan diperkirakan akan tetap demikian jika tidak di antisipasi dengan baik.
Pada tahun 2005, diestimasikan 17,5 juta penduduk dunia meninggal karena
penyakit jatung, dan 7,6 juta karena serangan jantung atau sindrom koroner
akut.1Sindrom
Koroner
Akut
(SKA)
merupakan
suatu
masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi SKA
SKA adalah gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard
secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil (APS), gangguan aliran darah
ke miokard pada SKA bukan disebabkan oleh penyempitan yang statis namun
terutama akibat pembentukan trombus didalam arteri koroner yang sifatnya
dinamis (Rilantono, 2013).
2.2
Epidemiologi SKA
Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi penyakit
jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Angka kejadiannya juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 3,6%.6
2.3
Klasifikasi SKA
Berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
dan
NSTEMI
dibedakan
antara
usia
dan
timbulnya
penyakit
mungkin
hanya
yang
dapat
menambahkan
reaksi trombosit
dan
kontraksi.
Akan
tetapi
kemampuan ventrikel
untuk
itu,
hipertensi
dapat
meningkatkan
kerusakan
2.6 Patogenesis
Mekanisme umum terjadinya SKA adalah ruptur atau erosi
lapisan
fibrotik dari plak arteri koronaria. Hal ini mengawali terjadinya agregasi
dan adhesi platelet, trombosis terlokalisir, vasokonstriksi, dan embolisasi
trombus distal. Keberadaan kandungan lipid yang banyak dan tipisnya
lapisan
fibrotik,
menyebabkan
tingginya
resiko
ruptur
plak
arteri
pelepasan serotonin
dan
tromboxan
A2
oleh
platelet
kelainan
tunggal
mempengaruhi
namun
system
merupakan
vaskuler
proses
seluruh
patologi
tubuh
yang
dapat
sehingga
dapat
radikal oksigen
toksik
yang
lebih
banyak
dan
kerusakan yang lebih progresif. Kemudian terjadi proliferasi sel otot polos,
pembentukan kolagen dan pembentukan plak fibrosa di atas sel otot
polos tersebut. Proses tersebut diperantarai berbagai macam sitokin inflamasi
termasuk growth factor (TGF beta) (PERKI 2015).
Plak fibrosa akan menonjol ke lumen pembuluh darah dan
menyumbataliran darah ysng lebih distal, terutama pada saat olahraga,
sehingga timbul gejala klinis (angina atau claudication intermitten). Banyak
plak yang unstable (cenderung menjadi ruptur) tidak menimbulkan
gejala klinis sampai plak tersebut mengalami ruptur. Ruptur plak terjadi
10
berdasarkan strukturnya
yang
dengan
darah,
dan
Gambar 1. Proses Pembentukan Plaque dan Trombus pada Pembuluh Darah Koroner2
2.7 Patofisiologi
Proses progresifitas dari plak atherosklerotik dapat terjadi perlahanlahan. Namun, apabila
pembentukan
thrombus
terjadi
akibat
obstruksi
koroner
tiba-tiba
karena
11
Ruptur Plak
Ruptur dari plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting dari
angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau
total dari pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan
yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami rutur
sebelumnya mempunyai penyempitan 50 % atau kurang, dan pada 97 %
pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari
70 %.Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi
platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila
thrombus menutup pembuluh darah 100 % akan terjadi infark dengan
elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%,
dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak
stabil.
Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada
angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan
vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan
dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme.
13
Jejas Selular
Sel jantung dapat bertahan terhadap iskemi hanya dalam waktu 20
menit sebelum mengalami kematian. Perubahan EKG hanya terlihat pada
30-60 detik setelah hipoksia. Bahkan jika telah terjadi perubahan
metabolisme yang non fungsional, sel miosit tetap viable jika darah
kembali dalam 20 menit. Penelitian menunjukkan bawa sel miosit dapat
beradaptasi terhadap perubahan suplai oksigen. Proses tersebut dinamakan
ischemic preconditioning. Setelah 8-10 detik penurunan aliran darah,
miokardium yang terlibat menjadi sianotik dan lebih dingin.
Kekurangan oksigen juga disertai gangguan elektrolit Na, K, dan
Mg. secara normal miokardium berespon terhadap kadar katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin/NE) yang bervariasi. Pada sumbatan arteri
yang signifikan, sel miokardium melepaskan katekolamin sehingga terjadi
ketidakseimbangan fungsi simpatis dan parasimpatis, disritmia dan gagal
jantung.
Katekolamin merupakan mediator pelepasan dari glikogen, glukosa
dan cadangan lemak dari sel tubuh. Oleh karena itu terjadi peningkatan
kadar asam lemak bebas dan gliserol plasma dalam satu jam setelah
timbulnya miokard akut. Kadar FFA (Free Fatty Acid) yang berlebih
memiliki efek penyabunan terhadap membran sel. NE meningkatkan kadar
glukosa darah melalui perangsangan terhadap sel hepar dan sel otot. NE
juga menghambat aktivitas sel beta pankreas sehingga produksi insulin
14
yang
dilepaskan
selama
iskemia
miokard
jantung,
akibatnya
memperparah
penurunan
kemampuan
Kematian Selular
Iskemia miokard yang berlangsung lebih dari 20 menit merupakan
jejas hipoksia irreversible yang dapat menyebabkan kematian sel dan
nekrosis jaringan. Nekrosis jaringan miokardium dapat menyebabkan
pelepasan beberapa enzim intraseluler tertentu melalui membrane sel yang
rusak ke dalam ruang intersisisal.Enzim yang terlepas kemudian diangkut
melalui pembuluh darah limfe ke pembuluh darah.Sehingga dapat
terdeteksi oleh tes serologis.
Fase Perbaikan
Infark miokard menyebabkan respon inflamasi yang parah yang
diakhiri dengan perbaikan luka. Perbaikan terdiri dari degradasi sel yang
rusak, proliferasi fibroblast dan sintesis jaringan parut. Banyak tipe sel,
hormone, dan substrat nutrisi harus tersedia agar proses penyembuhan
dapat berlangsung optimal. Dalam 24 jam terjadi infiltrasi lekosit dalam
jaringan nekrotik dan degradasi jaringan nekrotik oleh enzim proteolisis
dari neutrofil scavenger.
Fase pseudodiabetik
sering
timbul
oleh
karena
lepasnya
katekolamin dari sel yang rusak yang dapat menstimulasi lepasnya glukosa
dan asam lemak bebas. Pada minggu kedua, terjadi sekresi insulin yang
meningkatkan pergerakan glukosa dan menurunkan kadar gula darah. Pada
10-14 hari setelah infark terbentuk matriks kolagen yang lemah dan rentan
terhadap jejas yang berulang. Pada masa itu, biasanya individu merasa
sehat
dan
meningkatkan
aktivitasnya
kembali
sehingga
proses
onset,
lamanya,
16
Nyeri biasanya berlokasi di blakang sternum, dibagian tengah atau dada kiri
dan dapat menyebar keseluruh dada, tidak dapat ditunjuk dengan satu jari. Nyeri
dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung, lengan kiri atau kedua
lengan. Lama nyeri > 20menit, tidak hilang setelah 5 menit istirahat atau
pemberian nitrat (Hamm et al, 2005).
Keluhan pasien umumnya berupa :
a. Resting angina : terjadi saat istirahat berlangsung > 20 menit
b. New onset angina
: baru pertama kali timbul, saat aktivitas
fisik sehari-hari, aktifitas ringan/ istirahat
c. Increasing angina : sebelumnya usah terjadi, menjadi lebih
lama, sering, nyeri atau dicetuskan aktivitas lebih ringan.
(Hamm et al, 2005)
Keluhan SKA dapat berupa rasa tidak enak atau nyeri di
daerah
epigastrium
ECG
sangat
penting
baik
untuk
diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah
diterima
sebagai petanda
Menurut European
paling
penting
dalam
diagnosis
SKA.
skeletal,
tapi
berguna
meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam (Hamm
et al, 2005).
nyeri pada
tidak khas
seperti
18
perubahan
troponin
koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark
miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain hipertensi,
diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung
koroner pada keluarga.Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor
pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress
emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi
sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari
dalam beberapa jam setelah bangun tidur (Hamm et al, 2005).
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien
IMA.
nyeri
dada
angina
dan
mamapu
20
Gambar 2.
Pola Nyeri
pada Pasien
Infark
Miokard Akut1
paru,
diseksi
aorta
akut,
kostokondritis
dan
gangguan
21
Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah).
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri
dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya
STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyaimanifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir
setengah pasien infark posterior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardia
fisik
lain
pada
disfungsi
Peningkatan suhu sampai 380 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI (Hamm et al, 2005).
Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau
keluhan
yang
harus
22
gambaran
yang
pasien
tetap
simptomatik
dan
trombus tidak
total,
obstruksi
bersifat
sementara
atau
23
Gambar 4. (A)ST-elevasi pada leads II, III dan aVF; ST depresi pada V1 - V4 gambaran
pada infak miokard akut inferior atau inferior AMI. (B) ST-Elevasi pada gambaran
anterior acute myocard infark.
al,2006).
a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. CKMB
turut meningkat pada operasi jantung, miokarditis dan kardioversi
elektrik.
b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam
dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I
setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:
a. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
b. Creatinine Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai punak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.
c. Lactic Dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24-48 jam bila ada
infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 814 hari.
(Nawawi et al,2006)
4.1 Penatalaksanaan SKA
Terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis
kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat
darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal
yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang
tidak harus diberikan semua atau bersamaan (Irmalita et al, 2014).
1. Tirah baring
24
25
-Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolic
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal
maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitrat oral atau intravena efektif
menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode angina. Pasien
dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya
mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat
26
atau
infark
ventrikel
kanan
(Irmalita
et
al,
2014).
Tabel 2. Jenis dan dosis Nitrat yang digunakan untuk terapi SKA3
Tabel 3. Jenis dan dosis CCB yang digunakan untuk terapi SKA3
2. Anti platelet
Aspirin harus diberikan kepada semua pasien dengan dosis loading 150300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka
27
panjang,
tanpa
memandang
strategi
pengobatan
yang
diberikan.
28
atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif
(Irmalita et al, 2014).
4. Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin dan disarankan untuk semua pasien yan mendapatkan terapi
antiplatelet. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan
dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.
Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding
risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari
secara
subkutan.
Bila
antikoagulan
yang
diberikan
awal
adalah
29
30
atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi
pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika
memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP (Irmalita et
al, 2014).
agen-agen
yang
tidak
spesifik
terhadap
fibrin
31
emergensi
dengan
tujuan
untuk
melakukan
32
33
jantung
Komplikasi kardiak
- Regurgitasi katup mitral
- Ruptur jantung
- Ruptur septum ventrikel
- Infark ventrikel kanan
- Perikarditis
- Aneurisma ventrikel kiri
- Trombus ventrikel kiri
(Irmalita et al, 2014).
6.1 Prognosis
Stratifikasi risiko berdasarkan kelas Killip merupakan klasifikasi risiko
berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi infark
miokard akut dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat mortalitas dalam
30 hari (Irmalita et al, 2014).
34
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I. 2009. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Aru,W.,et al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Edisi V. Jakarta : Internal
publishing. 2009.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,
2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Delima, Mihardja, L.,Siswoyo, H. 2009. Prevalensi dan Faktor Determinan
Penyakit Jantung di Indonesia. Jakarta: Penelitian kesehatan. 2009.
Fauci, A. Harrisons Principles of Internal Medicine.16th edition. 2015.
Hamm, W. C. Acute coronary syndrome: pathophysiology, diagnosis and risk
stratification. 2011.
Irmalita,et al. 2014 Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ke-3.
Jakarta : Centra Communication. 2014.
35
Kumar, P., Clark, M.2006. Clinical Medicine. Edisi ke-7. Philadelphia : Saunders.
2006.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Edisi ke-3. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI).
Rilantono, L. 2013. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2013.
WHO. The Top Ten Causes of Death. Available
from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf. [Accessed 8
May 2016]
36