Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Malaria


2.1.1

Definisi Penyakit Malaria


Malaria merupakan penyakit protozoa yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Malaria juga didefinisikan sebagai penyakit
infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium sp. yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah.4
Malaria adalah penyakit menular endemik dibanyak daerah hangat
di dunia, disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler genus Plasmodium
sp., biasanya ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi.8

2.1.2

Etiologi Penyakit Malaria


Penyebab infeksi malaria ialah Plasmodium sp., yang selain
menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung,
reptil dan mamalia. Termasuk genus Plasmodium sp. dari famili
Plasmodidae.4
Plasmodium sp. ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah
merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di
eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu Anopheles
betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 Plasmodium sp. yang
menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada
binatang primata).4

Plasmodium sp. malaria yang sering dijumpai adalah Plasmodium


vivax yang menyebabkan malaria tertian dan Plasmodiumn falciparum
yang menyebabkan malaria tropika. Selain itu, ada Plasmodium malariae
pernah terjadi, tetapi sangat jarang, sedangkan Plasmodium ovale pernah
terjadi di Irian Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya).4
2.1.3

Epidemiologi Malaria
Di Indonesia penyakit

malaria ditemukan hampir di semua

wilayah.5 Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat


Indonesia karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang masih sangat
tinggi terutama di daerah luar Jawa dan Bali, di daerah transmigrasi yang
terdapat campuran penduduk yang berasal dari daerah yang endemik dan
yang tidak endemik malaria, masih sering terjadi ledakan kasus dan wabah
yang menimbulkan banyak kematian.5 Di Jawa-Bali penyakit malaria
dalam 10 tahun terakhir meningkat dari 0,21% pada tahun 1989 menjadi
0,81% tahun 2000 .3 Pada tahun 1996 ditemukan kasus malaria di JawaBali dengan jumlah penderita sebanyak 2.341.401 orang. 5 Di Jawa-Bali
ada beberapa provinsi yang mempunyai angka penyakit malaria tinggi,
diantaranya Jawa Tengah (4,1%) dan DIY Yogyakarta (14,3%).3
Di Sumatera, provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah
yang mempunyai peningkatan masalah malaria berat, tetapi kurang
terpantau.3 Provinsi Lampung merupakan daerah endemis yang memiliki
daerah yang berpotensi untuk berkembangnya penyakit malaria seperti
daerah-daerah pedesaan yang mempunyai rawa-rawa, genangan air payau

10

di tepi laut dan tambak-tambak ikan yang tidak terurus, kecuali beberapa
wilayah di Kabupaten Lampung Barat yang merupakan persawahan dan
perkebunan.6
Melihat rentan waktu antara tahun 2004-2012 terakhir angka AMI
(Annual Malaria Incidens) cenderung fluktuatif. Pada tahun 2004 jumlah
penderita penyakit malaria adalah 61.110 dengan angka AMI 8,84 per
1000 penduduk, tahun 2005 jumlah penderita penyakit malaria adalah
56.082 dengan angka AMI 8,13 per 1000 penduduk, tahun 2006 jumlah
penderita penyakit malaria adalah 49.107 dengan angka AMI 6,64 per
1000 penduduk, tahun 2007 jumlah penderita penyakit malaria adalah
54.685 dengan angka AMI 7,50 per 1000 penduduk, tahun 2008 jumlah
penderita penyakit malaria adalah 51.336 dengan angka AMI 6,95 per
1000 penduduk, tahun 2009 jumlah penderita penyakit malaria adalah
40.662 dengan angka AMI 5,43 per 1000 penduduk, tahun 2010 jumlah
penderita penyakit malaria adalah 28.147 dengan angka AMI 4,66 per
1000 penduduk, tahun 2011 jumlah penderita penyakit malaria adalah
14.799 dengan angka AMI 1,92 per 1000 penduduk, dan tahun 2012
jumlah penderita penyakit malaria adalah 28.435 dengan angka AMI 3,66
per 1000 penduduk.6

2.1.4

Siklus Hidup Malaria


Plasmodium sp. mempunyai siklus hidup yang lebih kompleks, karena

selain terjadi pergantian generasi seksual dan aseksual juga mengalami pergantian

11

hospes. Siklus hidup terdiri dari siklus seksual (sporogoni) yang berlangsung pada
nyamuk Anopheles betina, dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia.
Siklus hidup pada manusia terdiri dari fase exo-erithrocytic di dalam parenkim sel
hepar dan fase erithrocytic schizogoni.11
1. Fase Seksual Eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk
Fase seksual terjadi didalam tubuh nyamuk dimana terjadi
perkawinan antara mikrogametosit dan makrogametosit yang akan
menghasilkan zigot. Perkawinan ini terjadi didalam lambung nyamuk.
Zigot berkembang menjadi ookinet, kemudian masuk kedinding lambung
nyamuk berkembang menjadi ookista, setelah ookista matang dan pecah,
keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar saliva nyamuk dan siap untuk
ditularkan ke manusia.
2. Fase Aseksual (Skizon) dalam Tubuh Hospes Perantara/Manusia
a. Siklus dalam sel hepar (skizon eksoeritrositik)
Sporozoit masuk aliran darah melalui gigitan nyamuk. Sporozoit
kemudian akan menuju hepar untuk berkembang biak. Sporozoit-sporozoit
ini dengan cepat (beberapa menit) menginvasi sel hepar kemudian
berkembang menjadi skizon eksoeritrositik. Masing-masing skizon
eksoeritrositik 30.000 merozoit. Skizon tersebut akan pecah dan
melepaskan merozoit dewasa ke aliran darah.
b. Siklus eritrosit (skizon eritrositik)
Merozoit yang dilepaskan dari sel hepar akan menginfeksi eritrosit
dan berkembang menjadi ringform, kemudian tropozoit, dan akhirnya akan

12

menjadi skizon. Eritrosit yang mengandung skizon mengalami ruptur dan


melepaskan merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Sebagian besar
merozoit masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk
gametosit jantan dan betina yang siap untuk dihisap nyamuk Anopheles
betina dan melanjutkan siklus hidupnya ditubuh nyamuk. Secara
keseluruhan siklus hidup Plasmodium sp. dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 2.1 Siklus hidup Plasmodium sp. penyebab malaria.11

2.1.5

Patogenesis Malaria
Setelah melalui jaringan hati, Plasmodium sp. melepaskan 18-24
merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk
kedalam sel Retikulo-Endotelial System (RES) di limpa dan mengalami
fagositosis serta filtrasi di limpa. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan

13

fagositosis di limpa akan menginfeksi eritrosit. Bentuk aseksual


Plasmodium sp. dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesis terjadinya malaria pada manusia.7
Patogenesis malaria kuartana dipengaruhi oleh faktor parasit dan
faktor penjamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah
resistensi obat, kecepatan multipikasi, cara infeksi, sitoadherens,
rossetting dan toksin malaria. Sedangkan yang termasuk dalam faktor
penjamu adalah tingkat endemitas daerah, tempat tinggal, genetik, usia,
status nutrisi, dan status imunologi.7
Mekanisme patogenesis infeksi malaria diantaranya:7
1. Sitoadherensi
Sitoadherensi adalah perlekatan antara parasit dalam eritrosit
stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan
cara molekul adhesif yang terletak dipermukaan knob parasit dalam
eritrosit

melekat

dengan

molekul-molekul

adhesif

yang

terletak

dipermukaan endotel vaskuler.

2. Sekuestrasi
Sitoadheren menyebabkan parasit dalam eritrosit matur tidak
beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal
dalam jaringan mikrovaskular disebut parasit dalam eritrosit matur yang
mengalami sekuestrasi. Hanya P.falciparum yang mengalami sekuestrasi,

14

karena pada Plasmodium sp. lainya seluruh siklus terjadi pada pembuluh
darah perifer. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar
dan ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang
peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
3. Rosetting
Rosetting adalah berkelompoknya parasit dalam eritrosit matur
yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non-parasit. Plasmodium sp.
yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting.
Rosetting

menyebabkan obstruksi aliran darah local dalam jaringan

sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.


4. Sitokin
Sitokin termasuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah
mendapat stimulasi dari toksin malaria. Sitokin ini antara lain TNF-, IL6, IL-3, LT, dan INF-g.

2.1.6

Manifestasi Klinis Malaria


Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik,
anemia dan splenomegali. keluhan prodromal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang,
merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,
anoreksia, perut tak enak, diare ringan, dan kadang-kadang dingin.
Keluhan prodromal sering terjadi pada P.vivax dan P.ovale , sedang pada

15

P.falciparum dan P.malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala


dapat mendadak.7
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara
berurutan: periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita
sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat
menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk.
Diikuti dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan periode panas :
penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi beberapa
jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode berkeringat :
penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa
sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P.vivax, pada
P.falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada.
Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P.falciparum, 36 jam pada
P.vivax dan ovale, 60 jam pada P.malariae.7
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi
malaria. Beberapa mekanisme terjadinya malaria adalah : pengrusakan
eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh
karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis,
penghambatan pengeluaran retikulosit dan pengaruh sitokin. Pembesaran
limpa (splenomegali) sering di jumpai pada penderita malaria, limpa akan
teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut , limpa menjadi bengkak,
nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam
pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang

16

percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui


perubahan metabolism, antigenic dan rheological dari eritrosit yang
terinfeksi.4

2.1.7

Diagnosis Malaria
Diagnosis malaria sering memerlukan anamesa yang tepat dari
penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemik malaria,
riwayat berpergian ke daerah malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun
preventif.7

a. Pemerikasaan Mikroskopis
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis
pembuatannya dibagi menjadi preparat darah tebal dan preparat darah
tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Melalui
pemeriksaan ini dapat dilihat jenis Plasmodium sp. dan stadiumnya (P.
falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale, tropozoit, skizon, dan
gametosit) serta kepadatan parasitnya.5
Penghitungan kepadatan parasit secara kuantitatif pada SDr tebal
adalah menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Pada SDr tipis,
penghitungan jumlah parasit per 1000 eritrosit.5
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum
penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
leukosit, eritrosit, dan trombosit. Bisa juga dilakukan dengan pemeriksaan

17

kimia darah (gula darah, SGOT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta
pemeriksaan foto toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi.5
c. Tes Serologi
Tes serologi mulai di perkenalkan sejak tahun 1962 dengan
memakai tehnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna
mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap malaria atau dimana
keadaan parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat
diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia.
Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji
saring donor darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru; dan test
>1:20 dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain indirect
haemagglutination test, immune-precipitation techniques, ELISA (Enzyme
Linked Immunosorbent Assay) test, radio-immunoassay.7
d. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan

ini

dianggap

sangat

peka

dengan

teknologi

amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun


spesifitasmya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat
sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana
penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.7
2.1.8

Komplikasi Malaria
Komplikasi yang sering terjadi pada Plasmodium sp.:5
1. Malaria serebral (coma) derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
penilaian berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) ialah < 15.

18

2. Asidemia (pH < 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb = 5gr %)
4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa
atau 1 ml/kg BB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai
kreatinin > 3 mg/dl).
5. Edema paru non-kardiogenik yang dapat menyebabkan ARDS (adult
respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg%).
7. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik < 70 mmHg (pada anakanak tekanan nadi 20 mmHg) disertai keringat dingin.
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan
karena obat antimalaria pada seseorang dengan defisiensi G6-PD)

2.2 Derajat Parasitemia


2.2.1

Definisi Derajat Parasitemia


Derajat parasitemia adalah presentase individu dalam populasi yang
apusan darahnya memperlihatkan parasit.8

19

2.2.2

Pengukuran Derajat Parasitemia


Pada pemeriksaan mikroskopis malaria, pemeriksaan apusan darah
merupakan salah satu pemeriksaan yang penting, baik pemeriksaan apusan
darah tebal ataupun tipis.4 Pemeriksaan apusan darah dapat digunakan
untuk menentukan derajat parasitemia yang dilihat dengan menghitung
kepadatan parasit dalam lapang pandang besar (LPB).5 Kepadatan parasit
dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi kuantitatif dan kuantitatif.
Metode semi kuantitatif adalah menghitung parasit dalam LPB dengan
tincian sebagai berikut:5
(-)

: SDr negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)

(+)

: SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)

(+)(+)
(+)(+)(+)
(+)(+)(+)(+)

: SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)


: SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
: SDr positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 LPB)

Penghitungan kepadatan parasit secara kualitatif pada preparat tebal


adalah menghitung jumlah parasit per 200 leukosit dan jumlah rata-rata
8000/l darah, sehingga jumlah parasit dapat dihitung sebagai berikut :11

Parasit/l darah = Jumlah parasit dalam 20 leukosit x 40


Pada sediaan darah tipis dihitung dahulu jumlah eritrosit perlapang
pandang mikroskop. Selain itu perlu diketahui jumlah total eritrosit,
misalnya 4.500.000 eritrosit/l darah (perempuan) atau 5.000.000
eritrosit/l darah (laki-laki). Kemudian jumlah parasit stadium aseksual

20

dihitung paling sedikit adalah 25 lapang pandang mikroskop dan total


parasit dihitung sebagai berikut :11
Jumlah parasit yang dihitung
Parasit/l darah =

Jumlah

eritrosit/l
Jumlah eritrosit dalam 25

Dalam 1000 eritrosit yang diperiksa dan jumlah sel darah yang
terinfeksi dan persentase parasitemia kemudian dihitung dengan membagi
jumlah eritrosit yang terinfeksi dengan indeks total sel darah merah dan
dikalikan dengan 100. Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:9
jumlahjumlah
sel darah
merahmerahterinfeksi
terinfeksi
sel darah
n=
x 100 x 100
parasitemia=
total sel
darah
merah(1000)
total
sel darah
m erah(1000)
Tingkat parasetemia diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan.
Tingkatan pertama adalah tingkatan ringan (mild reaction) yaitu bila
presentase parasitemia < 5%, tingkatan kedua adalah tingkatan sedang
(moderate reaction) bila presentase parasitemia 5-10%, sedangkan
tingkatan ketiga adalah tingkatan berat
presentase parasitemia >10%.9

2.3 SGPT
2.3.1

Definisi SGPT

(severe reaction) yaitu bila

21

Alanine-piruvat aminotransferase (ALT) adalah enzim yang


mengkatalis pemindahan gugus amino ke piruvat (membentuk alanine).
Masing-masing amino-transferase bersifat spesifik untuk satu pasangan
substrat tetapi tidak spesifik untuk pasangan lain. Karena alanine juga
merupakan suatu substrat untuk glutamate aminotransferase, semua
nitrogen amino untuk asam amino yang mengalami transminasi dapat
terkonsentrasi dalam glutamate.12
ALT merupakan suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel
hepar, efektif dalam mendiagnosa kerusakan hepatoseluler. Kadar ALT
dapat tinggi sebelum ikterik terjadi. Pada ikterik dan ALT serum >300
unit, penyebab yang paling mungkin karena gangguan hepar dan tidak
gangguan hemolitik.13
Enzim SGPT merupakan suatu enzim golongan transferase yang
mengatalisis pemindahan revesibel sebuah gugus amino dari alanine ke ketoglutarat untuk membentuk glutamat dan piruvat, dengan piridoksal
fosfat sebagai kofaktor. Reaksi ini memindahkan nitrogen untuk diekskresi
atau digabungkan kedalam senyawa lain. Enzim ini ditemukan dalam
serum dan jaringan tubuh, terutama pada hati. Aktivitas serum SGPT
sangat meningkat pada penyakit hati dan juga meningkat pada nukleosis
infeksiosa. Disebut juga alanine aminotransferase dan Glutamat Piruvat
Transaminase.8
2.3.2

Masalah Klinis SGPT

22

Masalah klinis yang berhubungan dengan peningkatan kadar SGPT antara


lain:14
a. Peningkatan 20-50 kali

hepatitis virus atau penggunaan obat

b. Peningkatan 10- <20 kali

Hepatitis kronis

Kolestasis atau kolesistitis

c. Peningkatan <10 kali

Serosis hepatis

Hepatitis alkoholik

Obstruksi traktus biliaris

d. Peningkatan 3-10 kali

Gagal ginjal

Malaria

Infark miokard akut

e. Peningkatan 1-2 kali

2.3.3

Kongesti hepatik

Pengukuran SGPT
Tes untuk mendeteksi kadar SGPT:14
Secara automatik:
1. Ambil darah pasien sebanyak 5cc.

23

2. Masukkan kedalam tabung kimia (tabung tanpa antikoagulan).


3. Beri identitas pasien pada tabung tersebut.
4. Diamkan selama 15 menit sebelum di Sentrifuge.
5. Kemudian darah yang ada ditabung di Sentrifuge selama 5 menit
dengan kecepatan 3000 rpm, untuk memisahkan serum dengan sel
darah merah.
6. Ambil serum 500 l, masukkan kedalam Cup untuk diperiksa
dengan menggunakan Spektrofotometer.
7. Lalu pilih program tes ALT, dengan panjang gelombang 340 nm,
setelah selesai program akan keluar hasil tes ALT berupa lembar
print out.

2.4 Hubungan Derajat Parasitemia Dengan Peningkatan Kadar SGPT


Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp..
Plasmodium sp. pada penderita malaria dapat ditemukan dengan
pemeriksaan apusan darah yang dapat menetukan derajat parasetamia.
Plasmodium sp. yang yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles masuk

melalui air liur, lalu dalam

1
2 1 jam masuk kedalam sel hati. Didalam

sel hati Plasmodium sp. berkembang biak dengan membelah diri. Fase ini

24

berlangsung beberapa waktu tergantung jenis Plasmodium sp. dan pada


akhir fase ini, sel hati yang mengandung beribu-ribu merozoit
(Plasmodium sp.) pecah, lalu merozoit (Plasmodium sp.) masuk kedalam
peredaran darah.11 Saat sel

hati cedera, enzim GPT yang banyak

ditemukan di sel parenkim hati akan dilepaskan kedalam peredaran darah


sehingga terjadi peningkatan kadar SGPT dalam darah.15
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ali (2008) di Pakistan
mendapatkan hasil jika derajat parasitemia <5% maka didapatkan kadar
SGPT 39.06 20.32, pada derajat parasitemia 5-10% didapatkan kadar
SGPT 45.77 20.80 dan pada derajat parasitemia >10% didapatkan hasil
kadar SGPT 54.13 27.66.9
Gigitan Nyamuk Anopheles
Plasmodium sp. Berkembang biak didalam sel hati
Sel hati lisis
Plasmodium sp. Masuk bersama air liur

Plasmodium sp. Masuk kedalam sel hatiMengeluarkan enzim GPT


Plasmodium sp. Masuk kedalam peredaran darah

2.5 Kerangka Teori

Enzim GPT masuk peredaran darah

Peningkatan SGPT

Pemeriksaan apusan darah

Derajat parasitemia

25

Gambar 2.2 Kerangka teori.11,5,13

2.6 Kerangka Konsep

Derajat Parasitemia

Peningkatan Kadar
SGPT

26

Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian hubungan derajat parasitemia dengan kadar SGPT pada
pasien malaria di Puskesmas Hanura Kabupaten Pesawaran.

2.7 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
H0: Tidak terdapat hubungan derajat parasitemia dengan peningkatan
kadar SGPT pada pasien malaria di Puskesmas Hanura Kabupaten
Pesawaran.
Ha: Terdapat hubungan derajat parasitemia dengan peningkatan kadar
SGPT pada pasien malaria di Puskesmas Hanura Kabupaten
Pesawaran.

Anda mungkin juga menyukai