Anda di halaman 1dari 8

1.

Soedono Salim
Soedono Salim atau Liem Sioe Liong lahir di Tiongkok tanggal 19 Juli 1916, Dia merupakan
pendiri Grup Salim. Kepemilikan Grup Salim meliputi Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar,
BCA, Indomaret, Indomarco, PT Mega, Bank Windu Kencana, PT Hanurata, dan PT Waringin
Kencana dan lain-lain. Dia merupakan salah satu konglomerat dan pengusaha sukses asal
Indonesia. Ia sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia.
Perjalanan suksesnya dimulai di sebuah pelabuhan kecil. Fukien di bilangan Selatan Benua
Tiongkok. Dia dilahirkan di situ pada tahun 1916. Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie kini berusia
77 tahun sejak tahun 1922 telah lebih dulu beremigrasi ke Indonesia yang waktu itu masih jajahan
Belanda kerja di sebuah perusahaan pamannya di kota Kudus.
Di tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan dongeng harta
karun kerajaan-kerajaan Eropa di Asia Tenggara, maka pada tahun 1939, Liem Sioe Liong
mengikuti jejak abangnya yang tertua. Dari Fukien, ia Berangkat ke Amoy, dimana bersandar
sebuah kapal dagang Belanda yang membawanya menyeberangi Laut Tiongkok. Sebulan untuk
kemudian sampai di Indonesia. Sejak dulu, kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok
kretek, yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh. Dan sejak jamam
revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier cengkeh, dengan jalan menyelundupkan
bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui Singapura untuk kemudian
melalui jalur-jalur khusus penyelundupan menuju Kudus. Sehingga tidak heran dagang cengkeh
merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem Sioe Liong pertama sekali, disamping sektor tekstil.
Dulu juga dia, banyak mengimpor produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai.
Di Kudus Liem berkenalan dengan gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah di sekolah Belanda
Tionghoa. Liem melamarnya, tapi orangtua si gadis tidak mengizinkan, lantaran takut anak
gadisnya akan dibawa ke Tiongkok. Kekuatiran itu timbul melihat tampang Liem yang masih totok.
Tapi, Liem tak mau menyerah. Akhirnya lamarannya diterima dan diizinkan menikah. Pesta
pernikahannya, bahkan dirayakan selama 12 hari. Maklum, keluarga istrinya cukup terpandang.
Setelah menikah, Liem makin ulet bekerja dan berusaha. Usahanya berkembang. Tapi, ketika awal
1940-an, Jepang menjajah Indonesia, usahanya bangkrut. Ditambah lagi, dia mengalami
kecelakaan. Mobil yang ditumpanginya masuk jurang. Seluruh temannya meninggal. Hanya Liem
yang selamat, setelah tak sadarkan diri selama dua hari. Kemudian, Liem pindah ke Jakarta.
Seirama dengan masa pemerintahan dan pembangunan Orde Baru, bisnisnya pun berkembang
demikian pesat. Pada tahun 1969, Om Liem bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim
Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four, mendirikan CV Waringin Kentjana. Om
Liem sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO. The Gang of Four ini kemudian tahun
1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah.
Bogasari yang memonopoli suplai tepung terigu untuk Indonesia bagian Barat, yang meliputi
sekitar 2/3 penduduk Indonesia, di samping PT. Prima untuk Indonesia bagian Timur. Hampir di
setiap perusahaan Liem Sioe Liong dia berkongsi dengan Djuhar Sutanto alias Lin Wen Chiang
yang juga seorang Tionghoa asal Fukien. Bogasari sebuah perusahaan swasta yang paling unik di
Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang diberikan pemerintah fasilitas punya pelabuhan
sendiri, dan kapal-kapal raksasa dalam hubungan perteriguan bisa langsung merapat ke pabrik.
Ketika pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan kantor hanya
seluas 100 meter. Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement
Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di Indonesia. Sehingga
kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement. Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra
mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun perumahan
mewah Pondok Indah dan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai. Selain itu, Om Liem juga
mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil.
Bahkan merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA)
bersama Mochtar Riyadi. Di tahun 1970-an. Bank Central Asia ini telah bertumbuh menjadi bank
swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta. Belakangan Mochtar
Riady membangun Lippo Bank. Ketika itu, Om Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan
Asia. Serta masuk daftar 100 orang terkaya dunia. Namun, seirama dengan mundurnya Presiden
Soeharto dan akibat terjadi krisis moneter, bisnis dan kekayaannya pun turun. Bahkan, Om Liem
terpaksa memilih bermukim di Singapura, setelah rumahnya di Gunung Sahari dijarah massa
reformasi. Setelah peristiwa tersebut, ia mulai mengalihkan kepengurusan bisnisnya kepada
anaknya Anthony Salim, lalu pindah dan tinggal di Singapura hingga tutup usia. Ia dikenal luas
masyarakat dekat dengan mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto. Usahanya diteruskan anaknya
yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang.

Begitu perkasanya dia di bidang perekonomian Indonesia dewasa ini, mungkin menjadi titik
tolak majalah Insight, Asias Business Mountly terbitan Hongkong dalam penerbitan bulan Mei
tahun ini, menampilkan lukisan karikatural Liem Sioe Liong berpakaian gaya Napoleon Bonaparte.
Dadanya penuh ditempeli lencana-lencana perusahaannya. Perusahaan holding company-nya
bernama PT Salim Economic Development Corporation punya berbagai macam kegiatan yang
dibagi-bagi atas berbagai jenis divisi; masing-masing adalah:
1. divisi perdagangan
2. divisi industri
3. divisi bank dan asuransi
4. divisi pengembangan (yang bergerak dibidang hasil hutan dan konsesi hutan)
5. divisi properti yang bergerak dibidang real estate, perhotelan, dan pemborong
6. divisi perdagangan eceran
7. divisi joint venture.
Setiap divisi membawahi beberapa arah perusahaan raksasa, berbentuk perseroan-perseroan
terbatas. Pelbagai kemungkinan untuk lebih mengembangkan lajunya perusahaan sekalipun tidak
akan meningkatkan permodalan, seperti go-public di pasar saham Jakarta, dilangsungkan group
Soedono Lem Salim dengan gencar. Halangan maupun isu bisnis yang mengancam perusahaannya,
nampak tak membuat Liem cemas. Seperti katanya kepada Review, Jika anda hanya
mendengarkan apa yang dikatakan orang, anda akan gila. Anda harus melakukan apa yang anda
yakini.
Bermodal kalimat pendeknya itu pulalah mengantar Liem Sioe Liong muda di Kudus yang
juga terkenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim si Raja Dagang Indonesia,
belakangan ini. Sudono Salim atau Liem Sioe Liong meninggal dunia dalam usia 96 tahun.
Berdasarkan informasi yang beredar, pengusaha kakap itu wafat di Singapura pada tanggal 10 Juni
2012.
2. Hary Tanoesoedibjo
Hary Tanoesoedibjo dilahirkan di Kota Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 26 September
1965. Ia merupakan pengusaha sukses asal Indonesia, julukannya sebagai Raja Multimedia
Indonesia dan termasuk dalam urutan orang terkaya asal Indonesia menurut majalah Forbes.
Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas, ia kemudian memilih masuk ke perguruan tinggi di
negara Kanada yaitu Carleton University, Ottawa Kanada. Kemudian setelah menamatkan
pendidikan dan mendapatkan gelar Bachelor of Commerce pada tahun 1988, Hary Tanoesoedibjo
pun melanjutkan pendidikannya di Universitas yang sama yaitu Carleton University dengan
mengambil jurusan magister untuk program Master of Business Administration pada tahun 1989.
Hary Tanoesedibjo memang terkenal amat pandai Gelar master of Business Administration hanya ia
capai dalam waktu satu tahun saja.
Hary Tanoesoedibjo merupakan adik kandung dari Hartono Tanoesoedibjo dan Bambang
Rudijanto Tanoesoedibjo. Beliau mempunyai istri bernama Liliana Tanaja Tanoesoedibjo dan
memiliki 5 orang anak. Ketika tahun 2000 yang lalu Hary Tanoesoedibjo kemudian mengambil alih
kepemilikan dari PT Bimantara Citra Tbk yang sebelumnya dimiliki oleh anak mantan Presiden
Soeharto yaitu Bambang Trihatmodjo, Hary Tanoesoedibjo kemudian mengusung ambisi ingin
menjadi jawara bisnis media penyiaran dan telekomunikasi. Dan, mimpi itu terbukti. Kini Hary
Tanoesoedibjo mempunyai banyak stasiun TV swasta seperti RCTI, MNC TV, dan Global TV,
perusahaan TV berlangganan Indovision, juga stasiun radio Trijaya FM dan media cetak Harian
Seputar Indonesia dan Majalah Ekonomi.
Di bawah naungan PT Media Nusantara Citra (MNC), tak sampai lima tahun, Hary kemudian
berhasil menguasai saham mayoritas di stasiun TV tersebut. Saham MNC sendiri 99,9% dimiliki
oleh Bimantara Citra. Sejak memiliki Bimantara, Hary kian agresif di bidang media. Ditambah lagi,
Hary mempunyai kemampuan menentukan perusahaan-perusahaan media mana yang berpotensi
untuk berkembang. Selain itu, banyak orang mengakui, kunci sukses Hary terletak pada
kemampuannya menata kembali perusahaan yang sudah kusut alias bermasalah. Ini terbukti ketika
pria yang kabarnya pernah tidak naik kelas di masa SMA ini membenahi Bimantara yang terbelit
utang.
Sebelumnya, Bimantara juga memiliki stasiun radio Trijaya FM. Belakangan, untuk
menambah eksistensinya dalam dunia media, Bimantara juga menerbitkan media cetak. Sampai
saat ini ada majalah, tabloid, dan koran yang bergabung di bawah bendera Grup Bimantara. Ada
majalah ekonomi dan bisnis Trust, tabloid remaja Genie, dan pertengahan 2005 lalu menerbitkan

harian Seputar Indonesia. Ke depan, MNC diproyeksikan menjadi perusahaan subholding yang
bertindak sebagai induk media penyiaran di bawah Grup Bimantara. MNC juga bakal menjadi
rumah produksi yang akan memasok acara-acara ke RCTI, TPI, Global TV, dan semua jaringan
radionya. Selain itu, MNC akan membangun jaringan radio nasional di seluruh wilayah Tanah Air.
Hary telah membuktikan kemampuannya membangun dinasti bisnis, dengan nilai aset US$ 7,2
miliar. Kinerja bisnis cemerlang itu ia lakukan hanya dalam tempo 14 tahun.
Saat ini Hary memegang beberapa jabatan strategis di berbagai perusahaan terkemuka di
Indonesia. Ia ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Global Mediacom Tbk (sejak tahun 2002)
setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris perusahaan tersebut. Ia adalah
pendiri, pemegang saham, dan Presiden Eksekutif Grup PT Bhakti Investama Tbk sejak tahun
1989.
Selain itu, Hary saat ini juga memegang berbagai posisi di perusahaan-perusahaan lainnya,
3. Houtman Zainal Arifin
Houtman Zainal Arifin dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1950 di Kota Kediri Jawa Timur.
Pengalaman hidupnya yang amat inspiratif patut untuk disimak, yang awalnya ia hanya seorang
office boy hingga bisa menduduki jabatan nomor satu sebagai seorang Vice President Citibank.
Sekarang beliau berkerja sebagai direksi di perusahaan swasta, pengawas keuangan di beberapa
perusahaan swasta, komite audit BUMN, konsultan, penulis serta dosen pasca sarjana di sebuah
Universitas. Beliau dilahirkan dari keluarga pas-pasan. Kisah hidup beliau dimulai ketika lulus dari
SMA, Hotman merantau ke Jakarta dan tinggal di daerah Kampung Bali dari tahun 1951-1974,
Houtman membawa mimpi di Jakarta untuk hidup berkecukupan dan menjadi orang sukses di
Ibukota, namun apa daya Di Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa
kehidupan ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi seorang lulusan
SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh.
Sewaktu tinggal di tanah abang, ayah beliau sakit keras. Orang tuanya ingin berobat, tetapi
tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat keadaan seperti itu, beliau tidak mau menyerah.
Dengan bermodal hanya Rp 2.000,- hasil pinjaman dari temannya, beliau menjadi pedagang
asongan menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan mengarungi
kerasnya kehidupan ibukota. Usaha dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah
menuai hasil dari usahanya, ternyata Tuhan memberinya cobaan, ketika petugas penertiban datang,
dagangannya di injak hingga jatuh ke lumpur. Ketika semua dagangan beliau sudah rusak
bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang
sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau. Disini beliau mulai
mendapatkan pengalaman berharga tentang kerasnya kehidupan Ibukota.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu
ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan
mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren
dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin,
berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman
menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya.
Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa
menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung
bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera
dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya
dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai di rumah, beliau melihat ada orang gila wara-wiri di sekitar rumah beliau. Orang gila
itu hampir nggak pake baju. Beliau pada saat itu cuma punya baju 3 pasang. Hebatnya, beliau
ikhlas memberi ke orang gila itu sepasang baju plus sabun plus sisir. Tuhan memang Maha Adil,
Pada hari ketiga setelah kejadian tersebut, Tiba-tiba datang surat yang menyatakan bila beliau
diterima menjadi OB disebuah perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First
National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun diterima bekerja
sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki
organisasi dengan tugas utama membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya.

Waktu jadi OB, beliau melihat training. Karena jabatan beliau hanya OB, beliau tentu tidak
dianggap. Bahasa Inggris beliau pun cuma sekedar yes-no. Tapi beliau berprinsip, Saya harus
berbuat. Saya harus pintar. Setiap hari selama training itu, beliau ada di depan pintu dan mencatat
semuanya. Training officer-nya lama-lama jadi menyuruh beliau masuk (tapi secara kasar). Si
training officer mengumumkan pada para trainer, Pengumuman, dia tidak terdaftar dan dia tidak
akan diuji, kata training officer. Mendengarnya, Houtman tidak terima. Dia sudah berada di
ruangan yang sama berarti dia sudah menjadi salah satu trainer juga dan juga harus diuji.
Pak Houtman lalu menantang diri beliau sendiri, Saya harus lulus! batin beliau. Padahal saingan
beliau adalah lulusan UI, Michigan, Ohio, ITB dan banyak universitas TOP lainnya. Sementara
beliau, SMA bisa lulus aja udah untung. Pokoknya harus lulus dan gak boleh jadi yang terakir,
tekad beliau. Tuhan memang Maha Besar, dari 34 orang beliau termasuk 4 besar dan beliau pada
tahun 1978 dikirim ke Eropa.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik. Terkadang
dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore saat seluruh pekerjaan telah usai
Houtman berusaha menambah pengetahuan dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia
bertanya mengenai istilah istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat bertanya dia menjadi
bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin dalam benak pegawai ngapain
nih OB nanya-nanya istilah bank segala, kayak ngerti aja. Sampai akhirnya Houtman sedikit demi
sedikit familiar dengan dengan istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring,
dll.
Suatu saat Houtman tertegun dengan sebuah mesin yang dapat menduplikasi dokumen (saat ini
dikenal dengan mesin photo copy). Ketika itu mesin foto kopi sangatlah langka, hanya perusahaan
perusahaan tertentu lah yang memiliki mesin tersebut dan diperlukan seorang petugas khusus untuk
mengoperasikannya. Setiap selesai pekerjaan setelah jam 4 sore Houtman sering mengunjungi
mesin tersebut dan minta kepada petugas foto kopi untuk mengajarinya. Houtman pun akhirnya
mahir mengoperasikan mesin foto kopi, dan tanpa di sadarinya pintu pertama masa depan terbuka.
Pada suatu hari petugas mesin foto kopi itu berhalangan dan praktis hanya Houtman yang bisa
menggantikannya, sejak itu pula Houtman resmi naik jabatan dari OB sebagai Tukang Foto Kopi
Menjadi tukang foto kopi merupakan sebuah prestasi bagi Houtman, tetapi Houtman tidak cepat
berpuas diri. Disela-sela kesibukannya Houtman terus menambah pengetahuan dan minat akan
bidang lain. Houtman tertegun melihat salah seorang staf memiliki setumpuk pekerjaan di mejanya.
Houtman pun menawarkan bantuan kepada staf tersebut hingga membuat sang staf tertegun. bener
nih lo mo mau bantuin gua begitu Houtman mengenang ucapan sang staff dulu. iya bener saya
mau bantu, sekalian nambah ilmu begitu Houtman menjawab. Tapi hati-hati ya ngga boleh salah,
kalau salah tanggung jawab lo, bisa dipecat lo, sang staff mewanti-wanti dengan keras.
Akhirnya Houtman diberi setumpuk dokumen, tugas dia adalah membubuhkan stempel pada Cek,
Bilyet Giro dan dokumen lainnya pada kolom tertentu. Stempel tersebut harus berada di dalam
kolom tidak boleh menyimpang atau keluar kolom. Alhasil Houtman membutuhkan waktu berjamjam untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena dia sangat berhati-hati sekali. Selama
mengerjakan tugas tersebut Houtman tidak sekedar mencap, tapi dia membaca dan mempelajari
dokumen yang ada. Akibatnya Houtman sedikit demi sedikit memahami berbagai istilah dan teknis
perbankan. Kelak pengetahuannya ini membawa Houtman kepada jabatan yang tidak pernah
diduganya.
Houtman cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu mengerjakan seluruh
tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk membantu orang lain, para staff dan atasannya.
Sehingga para staff pun tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya. Sampai suatu saat pejabat di
Citibank mengangkatnya menjadi pegawai bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya,
padahal Houtman hanyalah lulusan SMA. Kemudian ia pun di angkat menjadi pegawai di bank
Citibank tersebut, Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar
biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff, bahkan rekan sesama OB
mencibir Houtman sebagai orang yang tidak konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan
tugasnya, jika masuk OB, ya pensiun harus OB juga begitu rekan sesama OB menggugat.

Houtman tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun tidak membuat
goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi membantu rekan kerjanya yang lain.
Hanya membantulah yang bisa diberikan oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman
tidak pernah lama dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus akan
ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru. Sehingga karir Houtman
melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah
bank.
Sekitar 19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First National City
Bank, Houtman kemudian mencapai jabatan tertingginya yaitu Vice President. Sebuah jabatan
puncak Citibank di Indonesia. Jabatan tertinggi Citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden
Director yang tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia. Sampai dengan saat ini belum ada yang
mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun sebagai Vice President, dan hanya
berpendidikan SMA. Houtman pun kini pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya,
menjadi staf ahli citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur, menjabat
CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak orang.
Pelajaran yang dapat dipetik adalah kita tidak akan pernah kekurangan apa bila kita mau saling
memberi, jika kita mau bersilaturahmi dan banyak berteman dengan siapa saja kita akan
mendapatkan rezeki yang lebih banyak, dan jika kita iklash memberi Allah swt pasti akan
memberikan kita sesuatu yang lebih.
4. Chairul Tanjung
Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962, dilahirkan di Jakarta dalam keluarga yang cukup
berada. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar
beroplah kecil. Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara lainya. Ketika Tiba di zaman
Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat
itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen
yang sempit. Dia merupakan adalah pengusaha asal Indonesia. Namanya dikenal luas sebagai
usahawan sukses bersama perusahaan yang dipimpinnya, Para Group, Chairul telah memulai
berbisnis ketika ia kuliah dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Sempat jatuh
bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Perusahaan konglomerasi miliknya, Para
Group menjadi sebuah perusahaan bisnis membawahi beberapa perusahaan lain seperti Trans TV
dan Bank Mega.
Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi Oetomo pada 1981, Chairul masuk Jurusan
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (lulus 1987). Ketika kuliah inilah ia mulai masuk dunia
bisnis. Dan ketika kuliah juga, ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat
Nasional 1984-1985. Demi memenuhi kebutuhan kuliah, Ia mulai berbisnis dari awal yakni
berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan lainnya di kampusnya. Ia juga membuka usaha foto kopi
di kampusnya. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium
di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi bangkrut.
Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama bersama tiga rekannya pada
1987. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk
ekspor. Keberuntungan berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan
160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi, karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha,
Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha sendiri.
Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha membuat bisnisnya semakin
berkembang. Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga bisnis
inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Karman
yang kini bernama Bank Mega. Ia menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group.
Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company,
yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan),
Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti).
Di bawah grup Para, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial antara lain
Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega Tbk, Mega
Capital Indonesia, Bank Mega Syariah dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan

investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung propertindo, Para Bali Propertindo,
Batam Indah Investindo, Mega Indah Propertindo. Dan di bidang penyiaran dan multimedia, Para
Group memiliki Trans TV, Trans 7, Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans
Studio. Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini
menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central
Business District pada 1999. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui
anak perusahaannya, Trans Corp. membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40
persen. Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of understanding) pembelian
saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Perancis.
Majalah ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia 2010. Sebagai sebuah pencapaian,
menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia.
Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total kekayaan
US$ 1 miliar.
Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan (network) adalah
penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik diperlukan. Membangun relasi pun bukan hanya
kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi
Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika
bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul,
bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting. Dalam hal investasi, Chairul
memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi
dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan
perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi,
ini merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di
negeri sendiri.
Menurut Chairul, modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Baginya,
kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang yang ingin sukses berbisnis. Namun
mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama
halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam
menjalankan bisnis.
Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau
menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti
membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan
sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instant), karena dalam dunia usaha kesabaran
adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar. Membangun integritas adalah penting bagi
Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha,sesorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak
semua hasil bisa diterima secara langsung.
5. Bob Sadino
Titik balik yang getir menimpa keluarga Bob Sadino. Bob rindu pulang kampung setelah merantau
sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburg, Jerman, sejak tahun 1958. Ia membawa
pulang istrinya, mengajaknya hidup serba kekurangan. Padahal mereka tadinya hidup mapan
dengan gaji yang cukup besar.
Sekembalinya di tanah air, Bob bertekad tidak ingin lagi jadi karyawan yang diperintah atasan.
Karena itu ia harus kerja apa saja untuk menghidupi diri sendiri dan istrinya. Ia pernah jadi sopir
taksi. Mobilnya tabrakan dan hancur. Lantas beralih jadi kuli bangunan dengan upah harian Rp 100.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang
dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob
memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang
untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam
tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing,

karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di
mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka
mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob,
dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi
pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan
kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura,
mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga
menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan
wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang
nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan
kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan.
Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera
melangkah. "Yang paling penting tindakan," kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan.
Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda
dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan
profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan,
karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.
Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut
Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha
melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks
harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir
sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima
bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru
kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk
membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih
terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang
menghancurkan mobilnya. ''Hati saya ikut hancur,'' kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob
lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang
berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob
bersikeras, ''Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.''
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri
Mulyono Herlambang. Dari sini Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks
dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan
daging di Pulogadung, dan sebuah ''warung'' shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan
awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob menjual 40 sampai 50 ton daging
segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.

''Saya hidup dari fantasi,'' kata Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu
memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ''Di mana pun
tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,'' kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya,
bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang
macam-macam. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz.
Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Anda mungkin juga menyukai