Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, mengasihi, menyayangi,
medoakan, taat dan patuh kepada apa yang mereka perintahkan, melakukan hal-hal
yang mereka sukai dan meninggalkan sesuatu yang tidak mereka sukai adalah
kewajiban yang harus dilaksanakan si anak, kesemuaan ini disebut Birrul Walidain.
Birrul Walidain adalah hak kedua orang tua yang harus dilaksanakan oleh sang
anak, sesuai dengan perintah Islam, sepanjang orang tua tidak memerintahkan atau
menganjurkan pada anak-anaknya untuk melakukan hal-hal yang dibenci Allah SWT.
Perintah yang menyimpang dari aturan-Nya, anjuran yang bertentangan dengan
syariat-Nya, tak patut dipatuhi sang anak, meski diperintah oleh kedua orang tua.
Orang tua yang berani menghalalkan yang haram, mengharamkan sesuatu yang halal,
berarti telah menyimpang dari ajaran Islam dan sang anak diperbolehkan untuk
melawan perintahnya.
Islam mengajarkan kita untuk berbakti terhadap orang tua, karena dengan
perantara orang tua lah kita dapat merasakan hidup yang sekarang ini. Selain itu,
mengingat betapa mulianya, betapa kerasnya dan betapa banyaknya jasanya untuk
memelihara dan mendidik kita dengan semua kasih sayang yang mereka miliki,
bahkan marah mereka pun merupakan suatu bentuk sayang yang teramat terhadap kita
sehingga kita dapat tumbuh besar seperti sekarang ini.
Dengan landasan inilah kita dapat mengerti bahwa taat dan patuh kepada
orang tua adalah salah satu kewajiban utama dalam taqarrub kepada Allah, dan
durhaka kepada orang tua merupakan salah satu dosa besar.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini :
1. Apa yang dimaksud dengan Birrul Walidain?
2. Apa hukum dan anjuran melaksanakan Birrul Walidain?
3. Bagaimana cara berperilaku dalam Birrul Walidain?
4. Apa balasan Melaksanakan Birrul Walidain?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Agar pembaca memahami makna dari Birrul Walidain.
2. Agar pembaca memahami hukum dan anjuran melaksanakan Birrul Walidain.
3. Agar pembaca memahami bagaimana cara berperilaku dalam Birrul Walidain.
4. Agar pembaca memahami apa Balasan Melaksanakan Birrul Walidain.

BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Birrul Walidain
Birr

berasal

dari

kata

bahasa

arab

yang

berarti

taat

dengan

mempergaulinya secara baik atas dasar cinta dan kasih sayang. Menurut Imam
Nawawi, Birrul Walidain adalah berbuat baik kepada orang tua, bersikap baik
kepadanya serta melakukan hal-hal yang membuatnya bahagia serta berbuat baik
kepada teman dan sahabat-sahabatnya.
Menurut Al-Ustadz Ahmad Isa Asyur, Birrul Walidain adalah hak kedua
orangtua yang harus dilaksanakan oleh sang anak, sesuai dengan perintah Islam,
sepanjang orang tua tidak memerintahkan atau menganjurkan pada anak-anaknya
untuk melakukan hal-hal yang dibenci Allah Swt. Perintah yang menyimpang dari
aturan-Nya, anjuran yang bertentangan dengan syariat-Nya, tak patut dipatuhi
sang anak, meski diperintah oleh kedua orangtua. Orangtua yang berani
menghalalkan yang haram, mengharamkan sesuatu yang halal, berarti telah
menyimpang dari ajaran Islam dan sang anak diperbolehkan untuk melawan
perintahnya.1
Al-Imam adz-Dzahabi menjelaskan bahwa Birrul Walidain

itu hanya

dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban yaitu pertama,


menaati segala perintah orang tua kecuali dalam maksiat. Kedua, menjaga amanat
harta yang dititipkan orang tua atau diberikan oleh orang tua. Ketiga, membantu
atau menolong orang tua apabila mereka membutuhkan.2
B. Hukum dan Anjuran Birrul Walidain
Baik menurut Al-Quran, Hadits ataupun Ijmail Ummah, Birrul Walidain
atau berbuat baik kepada kedua orang tua, hukumnya wajib. Nabi besar
Muhammad Saw bersabda: Takwalah kepada Allah, tegakkah sholat, bayarkanlah
zakat, tunaikanlah haji dan umrah, berbakti kepada kedua ibu-bapakmu,
1 Al-Ustadz Ahmad Isa Asyur, Berbakti Kepada Ibu-Bapak, dalam
https://books.google.co.id, diakses pada 27 Agustus 2015
2 Juwariyah, Hadits Tarbawi, (Yogyakarta : Teras, 2010), hlm. 15-16, dalam
http://khafidhohluthfiana.blogspot.com, diakses pada 27 Agustus 2015.

peliharalah

hubungan

baik

dengan

kerabatmu,

menghormati

tamumu,

menganjurkan orang berbuat maruf dan mencegah mereka melakukan


kemunkaran. (R. Abu Yula dan At-Thabarani dalam Al-Kabier)3
Dengan demikian, Syariat Islam meletakkan kewajiban Birrul Walidain
menempati ranking kedua setelah beribadah kepada Allat SWT dengan
mengesakan-Nya. Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) banyak sekali, diantaranya
terdapat beberapa yang menunjukkan kewajiban yang khusus yang menganjurkan
untuk berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul Walidain).
1. Firman Allah dalam surah Al-Isra : 23-24






Artinya : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduaduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan hendaklah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah Wahai Tuhanku, kasihanilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu
kecil.
Ayat di atas mengandung dua maksud, yang pertama adalah kita
dilarang untuk menyekutukan Allah pada suatu apapun karena menyekutukan
Allah (syirik) termasuk dosa besar yang tidak akan diampuni dosanya kecuali
dengan taubat nasuha. Yang kedua, kita diperintahkan untuk berbuat baik
kepada kedua orang tua, kewajiban anak berbakti pada orang tua bukan hanya
pada waktu mereka masih hidup, bahkan setelah meninggal dunia, anak harus
tetap berbakti kepadanya. Jangan sekali-kali mengatakan ah apalagi

3 Al-Ustadz Ahmad Isa Asyur, op. Cit., hlm. 17.


4

membentak, memukul dan yang lebih dari itu. Karena ucapan ah saja sudah
membawa dosa apalagi jika berbuat lebih.4
2. Firman Allah dalam surah An Nisa : 36

Artinya: Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu
sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua dan hendaklah kamu berbuat baik
kepada kedua ibu bapak. (QS. An Nisa : 36)
Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah,
dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak
setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan)
Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari
perintah ini (Al Adaabusy Syariyyah 1/434)5
3. Firman Allah dalam surah Luqman : 14-15





(14)

Artinya : Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-bapakmu, hanya kepadaKu lah kembalimu.

4 Hamzah Muhammad Shalih Ajaj, Menyingkap Tirai 55 Wasiat Rasul, (Jakarta : Puataka
Panjimas, 1993), hlm. 136, dalam http://khafidhohluthfiana.blogspot.com, diakses pada
27 Agustus 2015

5 Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Adab Islam Menurut
AL-Quran dan As-Sunnah Jilid I, (Pustaka Imam Asy-Syafi, 2007), hlm. 171-179,
dalam https://ganeshara09.wordpress.com, diakses pada 27 Agustus 2015.
5




(15)
Artinya : Dan jika keduanya memaksa kamu untuk mempersekutukan
Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka jangan
lah engkau mematuhi keduanya, dan pergauli lah keduanya di dunia dengan
baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Ku-lah kembali kamu, maka Ku-beritakan kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.
Ayat ini mengandung pesan, yang pertama, bahwa mempergauli
dengan baik itu hanya dalam urusan keduniaan, buka keagamaan. Yang kedua,
bertujuan meringankan beban tugas itu, karena ia hanya untuk sementara
yakni selama hidup di dunia yang hari-harinya terbatas, sehingga tidak
mengapalah memikul beban kebaktian kepada-Nya. Dan yang ketiga,
bertujuan menghadapkan kata dunia dengan hari kembali kepada Allah yang
dinyatakan di atas dengan kalimat hanya kepada-Ku kembali kamu.6
4. Sabda Rasulullah SAW
Rasulullah SAW bersabda :



:

Artinya : Diceritakan dari Abu hafsin Amr ibn Ali, diceritakan dari
Khalid ibn Harits, dari Syubah, dari Yala ibn Atha, dari ayahnya, dari
Abdillah ibn Amr, dari Nabi SAW. beliau bersabda : Keridhaan Allah
terletak kepada keridhaan kedua orang tua dan kemarahan Allah terletak
pada kemarahan kedua orang tua. (HR.at-Tirmidzy)

6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003 h. 131-133, dalam
http://alkhiridamiroh.blogspot.com, diakses pada 27 Agustus 2015.

Nabi SAW bersabda bahwa ridha Allah terletak pada ridha kedua orang
tua dan demikian pula murka-Nya. Haidts di atas jelas mengutamakan
keridhaan kedua orang tua, demikian gambaran betapa seorang anak harus
memuliakan kedua orang tuanya karena memang jasa kedua orang tua tidak
bisa dihitung-hitung dan tidak bisa ditimbang dengan apapun. Karena jasa-jasa
yang sangat besar, begitu pula tanggungjawab terhadap anaknya tersebut.
Ungkapan Nabi SAW tersebut mengisyaratkan kepada umatnya bahwa tidak
ada alasan bagi seorang anak manusia muslim untuk tidak taat dan patuh
terhadap kedua orang tuanya, seorang anak diwajibkan berbuat baik kepada
orang tuanya dalam keadaan bagaimanapun, artinya jangan sampai si anak
menyinggung perasaan kedua orang tuanya, Birrul Walidain merupakan
perintah Allah yang telah menjadi ketetapan-Nya untuk dilaksanakan oleh
setiap anak manusia. Walaupun seandainya orang tua berbuat dzalim kepada
anaknya, dengan melakukan tidak semestinya, maka jangan sekali-kali si anak
berbuat tidak baik, atau membalas dan mengimbangi ketidakbaikan tersebut,
karena Allah tidak akan meridhainya.7
C. Bentuk Perilaku Birrul Walidain
Bentuk perilaku dalam melaksanakan Birrul Walidain terbagi menjadi 2,
yaitu hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup dan hak-hak
orang tua setelah mereka meninggal dunia8, diantaranya:
1. Hak-Hak Yang Wajib Dilaksanakan Semasa Orang Tua Masih Hidup
Di antara hak orang tua ketika masih hidup adalah:
a. Mentaati Mereka Selama Tidak Mendurhakai Allah
Mentaati kedua orang tua hukumnya wajib atas setiap Muslim. Haram
hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikit pun
mendurhakai mereka berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk
menyekutukan Allah atau mendurhakai-Nya.

7 Rochmat djatnika, sistem etika islami, (jakarta : pustaka panjimas,1996) ha


l204-205, dalam http://khafidhohluthfiana.blogspot.com, diakses pada 27
Agustus 2015.
8 Syaikh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, loc. Cit.
7

Adapun jika bukan dalam perkara yang mendurhakai Allah, wajib mentaati
kedua orang tua selamanya dan ini termasuk perkara yang paling
diwajibkan. Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mendurhakai apa
saja yang diperintahkan oleh kedua orang tua.
b. Berbakti dan Merendahkan Diri di Hadapan Kedua Orang Tua
Perintah berbuat baik ini lebih ditegaskan jika usia kedua orang tua
semakin tua dan lanjut hingga kondisi mereka melemah dan sangat
membutuhkan bantuan dan perhatian dari anaknya.
Di antara bakti terhadap kedua orang tua adalah menjauhkan ucapan dan
perbuatan yang dapat menyakiti kedua orang tua, walaupun dengan isyarat
atau dengan ucapan ah. Termasuk berbakti kepada keduanya ialah
senantiasa membuat mereka ridha dengan melakukan apa yang mereka
inginkan, selama hal itu tidak mendurhakai Allah Subhanahu wa Taala,
sebagaimana yang telah disebutkan.
c. Merendahkan Diri Di Hadapan Keduanya
Tidak boleh mengeraskan suara melebihi suara kedua orang tua atau di
hadapan mereka berdua. Tidak boleh juga berjalan di depan mereka,
masuk dan keluar mendahului mereka, atau mendahului urusan mereka
berdua. Rendahkanlah diri di hadapan mereka berdua dengan cara
mendahulukan segala urusan mereka, membentangkan dipan untuk
mereka, mempersilakan mereka duduk di tempat yang empuk,
menyodorkan bantal, janganlah mendului makan dan minum, dan lain
sebagainya.
d. Berbicara Dengan Lembut Di Hadapan Mereka
Berbicara dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua
orang tua dan merendahkan diri di hadapan mereka, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Taala:
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-Israa: 23)
e. Menyediakan Makanan Untuk Mereka
Menyediakan makanan juga termasuk bakti kepada kedua orang tua,
terutama jika ia memberi mereka makan dari hasil jerih payah sendiri.
Jadi, sepantasnya disediakan untuk mereka makanan dan minuman terbaik
8

dan lebih mendahulukan mereka berdua daripada dirinya, anaknya, dan


istrinya.
f. Meminta Izin Kepada Mereka Sebelum Berjihad dan Pergi Untuk Urusan
Lainnya
Izin kepada orang tua diperlukan untuk jihad yang belum ditentukan.
Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam dan bertanya: Ya, Raslullah, apakah aku boleh ikut berjihad?
Beliau balik bertanya: Apakah kamu masih mempunyai kedua orang
tua? Laki-laki itu menjawab: Masih. Beliau bersabda: Berjihadlah
(dengan cara berbakti) kepada keduanya. (HR. Bukhari no. 3004, 5972,
dan Muslim no. 2549, dari Ibnu Amr radhiyallahu anhu)
g. Memberikan Harta Kepada Orang Tua Menurut Jumlah Yang mereka
Inginkan
Hendaknya seseorang jangan bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang
menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah,
serta telah berbuat baik kepadanya.
h. Membuat Keduanya Ridha Dengan Berbuat Baik Kepada Orang-orang
yang Dicintai Mereka
Hendaknya seseorang membuat kedua orang tua ridha dengan berbuat baik
kepada para saudara, karib kerabat, teman-teman, dan selain mereka.
Yakni, dengan memuliakan mereka, menyambung tali silaturrahim dengan
mereka, menunaikan janji-janji (orang tua) kepada mereka.
i. Memenuhi Sumpah Kedua Orang Tua
Apabila kedua orang tua bersumpah kepada anaknya untuk suatu perkara
tertentu yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat, maka wajib
bagi seorang anak untuk memenuhi sumpah keduanya karena itu termasuk
hak mereka.
j. Tidak Mencela Orang Tua atau Tidak Menyebabkan Mereka Dicela Orang
Lain
Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk
salah satu dosa besar. Perbuatan ini merupakan perbuatan dosa yang paling
buruk. Orang-orang sering bergurau dan bercanda dengan melakukan
perbuatan yang sangat tercela ini. Biasanya perbuatan ini muncul dari
orang-orang rendahan dan hina.
9

k. Mendahulukan Berbakti Kepada Ibu Daripada Ayah


Maksud lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibu, yaitu lebih bersikap
lemah-lembut, lebih berperilaku baik, dan memberikan sikap yang lebih
halus daripada ayah. Hal ini apabila keduanya berada di atas kebenaran.
2. Hak-Hak Orang Tua Setelah Mereka Meninggal Dunia
a. Menshalati Keduanya
Maksud menshalati di sini adalah mendoakan keduanya. Yakni, setelah
keduanya meninggal dunia, karena ini termasuk bakti kepada mereka.
Oleh karena itu, seorang anak hendaknya lebih sering mendoakan kedua
orang tuanya setelah mereka meninggal daripada ketika masih hidup.
Apabila anak itu mendoakan keduanya, niscaya kebaikan mereka berdua
akan semakin bertambah.
b. Beristighfar Untuk Mereka Berdua
Orang tua adalah orang yang paling utama bagi seorang Muslim untuk
didoakan agar Allah mengampuni mereka karena kebaikan mereka karena
kebaikan mereka yang besar.
c. Menunaikan Janji Kedua Orang Tua
Hendaknya seseorang menunaikan wasiat kedua orang tua dan
melanjutkan secara berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang
dahulu pernah dilakukan keduanya. Sebab, pahala akan terus mengalir
kepada mereka berdua apabila amalan kebaikan yang dulu pernah
dilakukan dilanjutkan oleh anak mereka.
d. Memuliakan Teman Kedua Orang Tua
Memuliakan teman kedua orang tua juga termasuk berbuat baik pada
orang tua, sebagaimana yang telah disebutkan. Ibnu Umar radhiyallahu
anhu pernah berpapasan dengan seorang Arab Badui di jalan menuju
Makkah. Kemudian, Ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan
mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi. Selanjutnya, ia
juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkata: Semoga
Allah memuliakanmu. Mereka itu orang Arab Badui dan mereka sudah
biasa berjalan. Ibnu Umar berkata: Sungguh dulu ayahnya teman Umar
bin al-Khaththab dan aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda: Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang
10

anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya


setelah ayahnya tersebut meninggal. (HR. Muslin no. 2552 dari Ibnu
Umar radhiyallahu anhu)
e. Menyambung Tali Silaturahim Dengan Kerabat Ibu dan Ayah
Hendaknya seseorang menyambung tali silaturahim dengan semua kerabat
yang silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti
paman dari pihak ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek,
dan anak-anak mereka semua. Bagi yang melakukannya, berarti ia telah
menyambung tali silaturahim kedua orang tuanya dan telah berbakti
kepada mereka.
D. Balasan Melaksanakan Birrul Walidain (Berbakti Kepada Orang Tua)
Balasan melaksanakan Birrul Walidain diantaranya:
1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta
ijin berjihad kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam, Beliau bertanya,
Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Lelaki itu menjawab, Masih. Beliau
bersabda, Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya. (Riwayat AlBukhari dan Muslim).
2. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, Sungguh kasihan,
sungguh kasihan, sungguh kasihan. Salah seorang sahabat bertanya, Siapa yang
kasihan, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Orang yang sempat berjumpa dengan
orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur
mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga. (Riwayat Muslim)
3. Keridhaan Allah Subhanahu Wataala berada di balik keridhaan orang tua
Keridhaan Allah Subhanahu Wataala bergantung pada keridhaan kedua orang
tua. Kemurkaan Allah Subhanahu Wataala bergantung pada kemurkaan kedua
orang tua.
4. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa
Sallam sambil mengadu, Wahai Rasulullah! Aku telah melakukan sebuah perbuatan
dosa. Beliau bertanya, Engkau masih mempunyai seorang ibu? Lelaki itu
menjawab, Tidak. Bibi? Tanya Rasulullah lagi. Masih. Jawabnya. Rasulullah
Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, Kalau begitu, berbuat baiklah
11

kepadanya.Dalam pengertian yang lebih kuat, riwayat ini menunjukkan bahwa


berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses
taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal
ibadah yang paling utama.9

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang anak diharuskan untuk dapat bergaul dengan orang tuanya
sebaik mungkin. Itu diwujudkan sebagai ungkapan syukur anak atau
terima kasih karena adanya anak tersebut semua melalui perantara orang
tua yang mahu mengandung, melahirkan, merawat, mendidik dan
memenuhi kebutuhan anaknya. Mereka akan melakukan apapun untuk
anaknya, demi keberhasilan anaknya. Mereka mendidik anaknya dengan
akhlaq yang baik maka anaknya juga harus berakhlaq baik pada orang
tuanya.
B. Saran
Tujuan kita hidup untuk mencari ridho Allah dan salah satu cara
mendapatkan ridho-Nya adalah dengan kita mencari ridho dari orang tua
kita. Sehingga dapatlah kita hidup dengan kemudahan dan bisa lebih dekat
dengan sang Khaliq. Janganlah sampai melukai hatinya, buatlah mereka
bangga dengan anaknya. Sehingga timbulah kepuasan dalam hatinya,
bahwa dia telah berhasil mendidik anaknya.

9 Aditya Adiaksa, Birrul Walidain, dalam http://www.academia.edu, Diakses pada


27 Agustus 2015.
12

DAFTAR PUSTAKA

Asur, A.I. (2006). Berbakti Kepada Ibu-Bapak. Jakarta : Gema Insani Press.
<https://books.google.co.id> (diakses pada 27 Agustus 2015).
Aziz, A. (2007). Ensiklopedi Adab Islam Menurut AL-Quran dan As-Sunnah Jilid I. Pustaka
Imam Asy-Syafii. < https://ganeshara09.wordpress.com> (diakses pada 27 Agustus
2015).
Djatnika,

R.

(1996).

Sistem

Etika

Islami.

Jakarta

Pustaka

Panjimas

<http://khafidhohluthfiana.blogspot.com> (diakses pada 27 Agustus 2015)


Mashadi, I., Luthfiana, K., & Hidayah, L. (2011). Makalah Hadits Tentang Birr Al-Walidain.
Fakultas

Tarbiyah

Institut

Agama

Islam

Negeri

Walisongo

Semarang.

<http://khafidhohluthfiana.blogspot.com> (diakses pada 27 Agustus 2015).


Shihab,

M.

Q.

(2003).

Tafsir

al-Misbah,

Jakarta:

Lentera

Hati.

<http://alkhiridamiroh.blogspot.com> (diakses pada 27 Agustus 2015).

13

Anda mungkin juga menyukai