BAB I
IDENTIFIKASI DAN INTERVENSI BAHASA
PENDERITA STROKE ISKEMIK:
Suatu Pendekatan Neurolinguistik
1 PENDAHULUAN
mengalami afasia (Salter, Jutai, Hellings & Teasell, 2006). Afasia terjadi akibat
cedera otak atau proses patologik stroke, perdarahan otak dan dapat muncul
perlahan pada kasus tumor otak pada lobus frontal, temporal atau parietal
yang mengatur kemampuan berbahasa yaitui area Broca atau Wernicke dan
jalur yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak
pada hemisfer kiri otak dan pada umumnya bagian hemisfer kiri merupakan
tempat kemampuan berbahasa (Kirshner, 2009; Price & Wilson, 2006).
Beberapa bentuk afasia mayor menurut Smeltzer & Bare, 2008;
Lumbangtobing, 2011 adalah afasia sensoris (Wernicke) motorik (Broca) dan
Global. Afasia sensoris terjadi akibat gangguan yang melibatkan girus
temporal superior, yang ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa
lisan dan bila menjawab ia pun tidak mampu mengetahui jawabannya salah.
Pada afasia motorik terjadi akibat lesi pada area Broca pada lobus frontal
yang ditandai dengan kesulitan dalam mengoordinasikan pikiran, perasaan,
dan kemauan menjadi simbol bermakna dan dimengerti oleh orang lain dalam
bentuk ekspresi verbal dan tulisan. Adapun afasia Global disebabkan oleh lesi
yang luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah bahasa yang
ditandai dengan adanya lagi bahasa spontan dan menjadi beberapa patah
kata yang berulang-ulang (itu-itu saja) disertai ketidakmampuan memahami
yang diucapkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sastra G. (2005) menemukan data
secara kuantitatif dan kualitatif, bahwa akibat stroke menyebabkan terjadi
pelbagai kesilapan verbal, yaitu verbal penggantian (32%), pengguguran
(48%), tidak berurutan (10%), penambahan (8%), dan pemendekan (12%).
Di Amerika Serikat lebih dari 700 stroke terjadi setiap tahun dan kirakira 170.000 kasus baru dari afasia setiap tahun berhubungan dengan stroke.
Diperkirakan sekitar 1 sampai 1,5 juta orang dewasa Amerika mengalami
afasia (Kirshner, 2009; Smeltzer, dan Bare, 2002). Jumlah pasien afasia akan
terus bertambah karena lebih banyak pasien stroke yang bertahan hidup
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Defek dasar pada afasia adalah pada pemrosesan bahasa di tingkat
integratif yang lebih tinggi. Gangguan bahasa ini dapat melibatkan semua
komponen bahasa (fonology, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik),
begitu juga modalitas lainnya (berbicara, membaca, menulis, menandai) dan
output (ekspresi) juga input (pemahaman) (Papathanasioau, Ilias, 2013).
Kemampuan linguistik penderita stroke (Sastra G., 2005) sangat
ditentukan oleh terapi linguistik yang dilakukan. Karena dengan adanya terapi
linguistik oleh neorolinguis, penderita akan memiliki rasa percaya diri untuk
berkomunikasi dengan lawan tutur, yaitu melalui kaidah terapi perilaku, terapi
intonasi, dan perbandingan pendengaran. Setiap kaidah terapi, didasarkan
kepada kemampuan verbal dan bentuk-bentuk kesalahan linguistik setiap
penderita. Namun, kemampuan linguistik penderita stroke sangat ditentukan
juga oleh kemampuan nonlinguistiknya, seperti motivasi, ekspresi diri, dan
aspek sosial yang memengaruhi seorang penderita.
Agar para penderita afasia dapat memeroleh kembali bahasanya,
ditempuh berbagai perlakuan (treatment), seperti rehabilitasi, training, dan
terapi. Treatment dan prosedur treatment didefinisikan sebagai suatu hal yang
perlu sebagai prasyarat jawaban bersifat percobaan. Treatment yang
didasarkan pada prosedur pembiasaan, latihan, dan target pencapaian waktu
pada umumnya tergambar dengan baik dan menjadi hal menarik serta dapat
menjadi model bagi para perancang terapi bicara dan bahasa pada afasia
agar lebih efektif, efisien, dan manjur (Siguroardottir & Sighvatsson, 2006).
Beberapa di antara perlakuan tersebut adalah terapi melalui Speech
Language Therapy (SLT), Melody Intonation Therapy (MIT), Semantic and
Phonological Treatment, Word Treatment, ConstraintInduced Aphasia
Therapy (CIAT)dan Metoda Terapi Perilaku (MTP).
Dalam rehabilitasi penderita stroke yang disertai afasia, unsur musik
sendiri masih sedikit mendapat perhatian (Forsblom A., dkk., 2009). BWE
merupakan aktivasi otak yang dilakukan berulang-ulang/rhythmic dalam
jangka waktu tertentu yang dapat berupa stimulasi visual dan auditory (Demos
ini diharpkan dapat memberi daya ungkit yang signifikan terhadap perbaikan
fungsi bahasa penderita stroke dengan afasia. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan meneliti sejauh mana efikasi kombinasi BWE dan terapi semantik
dan fonologi terhadap perbaikan fungsi penamaan penderita afasia broca.
HIPOTESIS
Kombinasi terapi musik BWE dan terapi semantik-fonologi memperbaiki
gangguan penamaan pada penderita afasia broca.
TUJUAN PENELITIAN
A. Tujuan Umum
Mengetahui dan menilai efikasi intervensi kombinasi terapi musik BWE
dan terapi semantik-fonologi terhadap perbaikan gangguan sistem
bahasa penderita afasia broca.
B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan Menilai hubungan tingkat pendidikan dengan efikasi
intervensi kombinasi terapi musik BWE dan terapi semantik-fonologi
terhadap perbaikan gangguan sistem bahasa penderita afasia broca.
2. Mengetahui dan menilai hubungan umur dengan efikasi intervensi
kombinasi terapi musik BWE dan terapi semantik-fonologi terhadap
perbaikan gangguan sistem bahasa penderita afasia broca.
terjadi.
Penderita stroke yang telah diketahui mengalami gangguan di hemisfer
kiri otaknya, menyebabkan gangguan pertuturan. Gejalanya memperlihatkan
sulitnya penderita melafazkan suatu tuturan secara lancar. Ekspresi penderita
menjadi tidak fasih.
Cacat bahasa terjadi pada penderita stroke, karena kacau-balaunya
pikiran. Ini disebabkan karena terganggunya area otak sebelah kiri, maka
perintah otak pun tidak jelas, sehingga bahasa yang dituturkan menjadi tidak
beraturan. Apabila seseorang terserang stroke, area yang pertama kali terluka
tidak saja lobus frontal, tetapi juga area temporal-parietal-oksipital, yaitu pusat
perintah bahasa yang mengawali saraf-saraf motorik bunyi vokal dan bunyi
konsonan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2005).
Sedangkan
menurut
Lumbangtobing
(2011)
afasia
area Broca dan area Wernicke dan jalur yang menghubungkan antara
keduanya. Kedua area ini biasanya terletak dihemisfer kiri dan pada
kebanyakan orang bagian hemisfer kiri merupakan tempat kemampuan
berbahasa diatur (Kirshner, 2009; Aini, 2006).
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia
disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak dan
sebagainya. Sekitar 80% afasia disebabkan oleh infark iskemik,
sedangkan hemoragik jarang. Afasia disebabkan oleh kerusakan pada
area otak yang berperan dalam mengatur fungsi bahasa. Kerusakannya
disebabkan oleh stroke, trauma kepala injury, tumor otak, neurosurgery,
dan infeksi otak. Karena kerusakan tersebut pathway pemahaman
bahasa dan produksinya terganggu bahkan rusak. Demikian pula
menimbulkan gejala-gejala yang melibatkan semua komponen bahasa
sesuai dengan daerah kerusakannya. (RCSLT, 2009).
linguistik. Beberapa bentuk afasia menurut Smeltzer & Bare (2008); Rasyd
(2007
a. Afasia Broca
Adapun ciri klinik afasia broca adalah:
- Bicara tidak lancar
- Tampak sulit memulai bicara
- Kalimatnya pendek (5 kata atau kurang per kalimat)
- Pengulangan (repetisi) buruk
- Kemampuan menamai buruk
- Kesalahan parafasia
- Pemahaman
lumayan
(namun
mengalami
kesulitan
-
1. Afasia Wernicke
Adapun ciri klinik afasia Wernicke adalah:
- Bicara lancar
- Panjang kalimat normal
- Artikulasi baik
- Prosodi baik
- Anomia (tidak dapat menamai)
- Parafasia fonemik dan semantik
- Komprehensi auditif dan membaca buruk
- Repetisi terganggu
- Menulis lancar tapi isinya kosong
2. Afasia Konduksi
Adapun ciri klinik afasia konduksi adalah:
- Bicara lancar
- Gangguan yang berat pada repetisi
- Kesulitan dalam membaca kuat-kuat
- Pemahaman bahasa lisan terpelihara dan membaca baik
- Gangguan dalam menulis
- Parafasia yang jelas
- Anomia berat
3. Afasia sensorik transkortikal
Adapun ciri klinik afasia sensorik transkortikal adalah:
- bicara lancar
- pemahaman buruk
4.
5.
6.
7.
- repetisi baik
- echolalia
- komprehensi auditif dan membaca terganggu
- defisit motorik dan sensorik jarang dijumpai
- didapatkan defisit lapangan pandang di sebelah kanan
Afasia Motorik Transkortikal
Adapun ciri klinik afasia motorik transkortikal adalah:
- Bicara tidak lancar
- Komprehensi baik
- Repetisi baik
- Inisiasi output terlambat
- Ungkapan-ungkapan singkat
- Parafasia semantik
- Echolalia
Afasia transkortikal campuran
Adapun ciri-ciri klinik afasia transkortikal campuran adalah:
- Bicara tidak lancar
- Komprehensi buruk
- Repetisi baik
- Echolalia mencolok
Afasia Anomik
Adapun ciri-ciri klinik afasia anomik adalah:
- Bicara lancar
- Komprehensi baik
- Repetisi baik
- Gangguan (deficit) dalam menemukan kata
Afasia Global
Adapun ciri-ciri klinik afasia global adalah:
- Bicara tidak lancar
- Komprehensi buruk
- Repetisi buruk
- Membaca dan menulis terganggu
KELANCAR
AN
KOMPREH
ENSI
BAIK
REPETI
SI
JENIS
AFASIA
BAIK
ANOMIK
BURUK
KONDUKSI
LANCA
R
AFASI
A
BURUK
BAIK
BURUK
BAIK
TRANSKORTIKAL
TRANSKORTIKAL
WERNICKE
SENSORIK
MOTORIK
BURUK
BROCA
BAIK
I.
TIDAK
Pemeriksaan Afasia
LANCA
TRANSKORTIKAL
CAMPURAN
BAIK
GLOBAL
aspek
perilaku
verbal,
seperti
bahasa
spontan,
oleh
anggota
keluarga
terdekat.
Dalam
rehabilitasi,
Screening
repetisi
(mengulang),
dan
menamai
(naming).
berbicara
verbal
merupakan
refleksi
dari
efisiensi
pada demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes
kelancaran, menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang dapat
diproduksi selama jangka waktu yang terbatas. Misalnya, menyebutkan
sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu 1 menit,
atau menyebutkan kata-kata yang dimulai dengan huruf tertentu,
misalnya huruf S atau huruf B dalam 1 menit.
Menyebutkan nama hewan: Pasien
disuruh
menyebutkan
dapat
berbicara
verbal.
Namun,
kita
harus
hati-hati
dapat
digunakan
untuk
mengevaluasi
pemahaman
mengajak
pasien
bercakap-cakap
dapat
dinilai
dalam
mengulang
(repetisi),
namun
ada
juga
yang
namun
tidak
dapat
menamainya.
Misalnya,
bila
lensa kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan:
objek yang ada di ruangan: meja, kursi, pintu, dan jendela. Bagian dari
tubuh: mata, hidung, gigi, ibu jari, dan mulut. Warna: merah, biru, hijau,
kuning, dan ungu. Bagian dari objek: jarum jam, lensa kacamata, sol
sepatu, kepala ikat pinggang, dan bingkai kacamata.
Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek
dengan
cepat
atau
lamban
atau
tertegun
atau
menggunakan
II.
PENATALAKSANAAN AFASIA
Rehabilitasi afassia saat ini berfkus pada status fungsional
pasien afasia dalam melaksanakan aktivitas ehari-hari (Sundin
dan Janson, 2003). Rehabilitasi afasia dapat memperbaiki
pasien dengan gangguan berbahsa agar menjadi produktif atau
memperbaiki kualitas hidupnya ( Goldstein, 1987 dalam
lebih
membvuat
suara
baik.
dan
Didalamnya
bahasa,
meliputi
termasuk
bagaimana
pengertian
dan
Menurut
ateredapt
Smeltzer
empat
&Bare
minimal
(2002),
empta
pada
ghal
dasrany
yang
harus
Sebagai
contoh
beberapa
latihan
akan
Ada
juga
yang
meinya
penderita
seperti
ini
mmemprkatikkan
akan
membantiu
kemampuan
pasien
komprehnesif
berbagai
modalita
dengaqn
tingkat
kesukaran
yang
terpai
ini
yaitu
peningkatana
kemampuan
komunikasi
yang
telah
(Promoting
Aphasicks
Communicative
Effectiveness)
Ini merupakan bentuk terpai pragmatik yang paling
terkenal.
Jensi
terapi
ini
bertujuan
meningkatka
dipergunakan
untuk
pasien
kemungkinan
gangguan
tambahan.
dengan
proses
berbicara),
gangguaj
b. Letak cedera
Afasia akibat kerusakan transkortikal memunyai
prognosis yang lebih baik dari pada afasia akibat
kerusakan perisilvis. Tersumbatnya arteri serebri
posterior
afasia,
pada
tetapi
mulanya
ini
hanya
dapat
mengakibatkan
bersifat
sementara.
dan
menyeluruh
seperti
yang
dulu
diperkirakan.
c. Keparahan afasia
Parahnya afasia pada periode awal biasanya bukan
merupakan faktor peramal yang baik mengenai
pemulihan
karena
berkurangnya
pembentukan
persediaan
darah
edema
dapat
dan
embuat
pada
orang
dewasa
memiliki
intelegensi
dan
pemulihan
didukung
oleh
afasia
bukti.
dtidak
intelegenis
dan
dengan
keuntungan
komunikatif
yang
cocok
kemampuan
berbahsa
untuk
afasia
menstimulasi
karena
stimujlasi
membutuhkan
kesempatan
afasia,
misalnya
mendiamkan
atau
keluarga,
pasien
akan
merasa
mengikutk
sertakan
dalam
club
stroke(htttp://www.nidcd.nih.gov)
II.3
praktis
disebut
disartria
yang
terdiri
dari
sedangkan
afasia
merupakan
gangguan
(mengulang),
membaca
dan
menulis
pasien
mengalami
hambatan
dalam
seseorang
dapat
mengekspresikan
dalam
alasan
emosional,
maka
linguistics
harus
pada
meningkatkan
pasienj
afasia
keterampilan
kemampuan
adalah
dengan
berkomunikasi.
frustasi.
Pasien
harus
dianjurkan
untuk
papan
tulis
bila
tidak
mampu
mengekspresikan
komunikasi
Quisioner
(SQ)
dan
lain,
sepertiFAST,
Edinburgh
Speech
Fungtionale
Nilai 0 berarti
Augmentative
dan
Alternative
Communication
(AAC)
2.4.1. Menurut Mustonen et al (1991,dalam Johnson,
Haugh, King Vost, Paul & Jeffs, 2008, AAC merupakan
perangkat
pendukung
atau
pengganti
kemampuan
Poslawsky,
Schuurmans,
Lindermann
&
berpartisipasi
secara
verbal
dalam
ineraksi
dengan
keterbatasan
komunikasi
verbal.
dan
kebutuhan
komunikasi
yang
kompleks
memfasilitasi
komunikasi
(Beulkelman&
La
Ponte,
2005
dalam
Wikipedia
2011).
&
Kitko
008;
Wikipedia,
2011).
Adapun
metode
mkenfgguankan
alat
menggunakan
sistem
komp[uter
atau
menganding
mikrokomputer
yang
dapat
Aac
dapat
meningkatkan
mkemampuan
wicara-bahasa
.Hasil
peneltiain
aoleh
melakukan pervobaan
dllam
menemukan
kata
setelah
familiar
dengan
dikomputer
sehingga
melakukan
tugas-tuigas
menu0-menu
dopaat
yang
yang
ada
menghambat
untuk
diberikan
melaui
Grant
dalam
Pow
Lasky,
Schuurmans,
2005
menjelaskan
dan
mengenalkan
&
Hafsteindottir,
dengan
2010)
menggunakan
melakukan
media
gambar
constraint
induced
tyherapi
membandingkan
kelompokm
yang
yang
memnunjukkkan
menerima
jam
pwerbadaabn
mminggu
signifikan
pada
jukkan
TEMAN,
DAN
AKTIVITAS
HIDUP
YANG
MENYENANGKAN.
Masalah
yang
berhubungan
dengan
kemampuan
komunikasi
pasien,
memperbaiki
dan stabil,
fungsi
pendengaran
, fungisi
seperti
pelpaksanaan
dna
membantu
dapat
dalam
melakukan
pasien
keterbatasannya.
merasa
lebih
frustasi
dengan
simbol
gambar
menjadi
lebih
familiar, jelaskan
lain.
Misalnya
simbol
piring
sendok
yang
dapat
diinformasikan
menggunakan
pulpen
dan
keinginannya.
Minta
pasien
keinginannya
dikertas,
dan
kertas
seperti
dibantu
untuk
untuk
mau
untuk
menyatakan
menulis
makan,
setiap
minum,
ini
adalah
mengembangkan
kemampuan
komunikasi.
e) mendengarkan musik atau lagu lagu. Dengarkan sebuah
lagu yang disenangi pasien, kemudian pasien diajarkan
untuk mengambil lagu lagu tersebut, kemudian diajarkan
nama
anggota
keluarganya,
meminta
mengulanginya kembali.
5. berikan pujian atas setiap keberhasilan, bila pasien belum
menunjukkan kemajuan, berikan motivasi kepada pasien dan
keluarga untuk tetap melanjutkan latihan.
6. gunakan perangkat lain, seperti rekaman rekorder untuk
menilai kemajuan bicara bahasa/ komunikasi pasien.
Terapis dapat memutar kembali hasil rekaman tentang
perkembangan wicara bahasa dan tunjukkan
kepada
lainnya.
Terapi Farmakologis
Piracetam merupakan turunan -aminobutyrate, agen farmakologis
dengan efek potensial terhadap kognisi dan memori. Piracetam adalah aminobutyrate
derivatif,
Piracetam
diperkirakan
meningkatkan
Terapi Bahasa
Terapi
bahasa
ampuh
untuk
mengobati
afasia
jika
(RTMS)
Penilaian
luaran
stroke
berdasarkan
NIHSS
dilakukan
setelah
PROGNOSIS
Prognosis untuk pemulihan bahasa bervariasi bergantung pada
ukuran dan sifat lesi dan usia dan kesehatan secara keseluruhan dari
pasien. Secara umum, pasien dengan diawetkan fungsi bahasa reseptif
adalah kandidat yang lebih baik untuk rehabilitasi daripada orang-orang
dengan gangguan pemahaman. Potensi untuk pemulihan fungsional afasia
ekspresif terutama (yaitu, afasia Broca) setelah stroke sangat baik, untuk
pemulihan dari Wernicke-jenis afasia akibat stroke tidak sebagus itu untuk
afasia Broca. Potensi untuk pemulihan afasia karena tumor diobati atau
penyakit neurodegeneratif (Yavuzer,Gunes, 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
Analisis Data
Data yang terkumpul diolah melalui analisis statistik dengan SPSS for
Windows Version 17. Untuk melihat perubahan skor NIHSS sesudah terapi
pada
masing-masing
kelompok
digunakan
uji
berpasangan
dan
Namun hal ini tidak terjadi pada kasus kerusakan parah sehingga pasien
mungkin memerlukan terapi bicara dan bahasa untuk merehabilitasi
kemampuan bahasa mereka. Agar lebih efektif, terapi harus dimulai segera
setelah afasia terjadi. Terapi bisa berisi latihan untuk meningkatkan dan
mempraktikkan keterampilan komunikasi.
kata yang umum digunakan. Agar lebih efektif, terapi juga harus diiringi
dengan praktik langsung. Pasien bisa mengunjungi berbagai tempat dan
menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Bekerja dalam kelompok akan
membantu membangun kepercayaan dan dukungan antar pasien.
Terapi afasia akan berlangsung lebih baik dengan bantuan keluarga yang
selalu mendukung disertai mengulang latihan sesampainya di rumah. Untuk
mengatasi hal ini, salah satu metode yang bisa digunakan untuk membantu
kemampuan berbahasa dan berbicara pasien adalah dengan menggunakan
terapi afasia.
Secara
umum,
afasia
merupakan
gangguan
produksi
Ada berbagai bentuk terapi afasia. Dari berbagai jenis ini, hanya
beberapa terapi yang telah diteliti tingkat efektivitasnya. Akan tetapi,
berdasarkan pengalaman pasien, para terapis dan dokter, terapi afasia
bermanfaat
bagi
Prinsip Umum
perkembangan
kemampuan
berbahasa
pasien.
Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik
jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih
baik jika pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari
dibandingkan dengan melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan
jumlah hari yang lebih banyak pula.
Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan
berbagai bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam
bentuk musik, dan stimulus visual dalam bentuk gambar-gambar, serta
lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya digunakan secara rutin selama mengikuti
sesi terapi afasia.
Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama
mengikuti sesi terapi akan memberikan hasil yang lebih baik. Berikut
merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering digunakan,
seperti diuraikan dalan situs about:
Terapi Kognitif Linguistik
Bentuk terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa.
Sebagai contoh, beberapa latihan akan mengharuskan pasien untuk
menginterpretasikan karakteristik dari suara dengan nada emosi yang
berbeda-beda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata
seperti kata gembira. Latihan-latihan seperti ini akan membantu pasien
Stimulus
tercinta
mereka.
bergiliran
akan
menyampaikan
ide-ide
mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin. 2010. Neuropsikolinguistik. Rajawali Pers, Jakarta.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Dachrud, Musdalifah. 2010. Studi Metaanalisis terhadap Intensitas Terapi
pada Pemulihan Bahasa Afasia. Jurnal Psikologi. Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Manado.
Esi, R.S., Tammase, J., Muis A. & Gunawan, D. (2012). Pengaruh Terapi
Musik Terhadap Peningkatan Skala Motorik pada Penderita Strok Iskemik
Akut. Neurona; 29(2): 33-42