Anda di halaman 1dari 52

Tugas Akhir

PELAYANAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI


DI PUSKESMAS TALANG RATU PALEMBANG

Oleh :
Hajrini Andwiarmi Adfirama, S.Ked

04054821517043

Mutiara Khalida, S.Ked

04084821517021
Pembimbing :

dr. E. Linda Tedja, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Tugas Akhir dengan Judul :
Pelayanan Imunisasi Dasar pada Bayi di Puskesmas Talang Ratu Palembang
Disusun Oleh:
Hajrini Andwiarmi Adfirama, S.Ked

04054821517043

Mutiara Khalida, S.Ked

04084821517021

Telah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang periode 28 Mei 2016 8 Agustus 2016.

Palembang,

Juli 2016

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Talang Ratu

Drg. Indriati
NIP. 196198981989122001

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir ini dengan judul Pelayanan Imunisasi Dasar di Puskesmas Talang Ratu
Palembang. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik senior di bagian IKM-IKK FK UNSRI.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Pimpinan Puskesmas Talang Ratu drg. Indriati dan dr.
Vera Trihandayani selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan
saran yang mendukung sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada staf-staf di Puskesmas Talang Ratu, temanteman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan
tugas akhir ini, semoga bermanfaat, Amin.
Palembang,

Juli 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul...................

Halaman Pengesahan.................

ii

Kata Pengantar.......

iii

Daftar Isi............

iv

BAB I PENDAHULUAN... .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pelayanan Kesehatan Tradisional (Yankestrad) 3
2.1.1 Definisi...... 3
2.1.2 Tujuan................ 3
2.1.3 Pembinaan Dan Pengawasan.. 3
2.1.4 Upaya Pembinaan ... 5
2.1.5 Pemberdayaan Masyarakat..................................................................... 6
2.1.6 Asosiasi Battra . 8
2.2 Masa Nifas .........8
2.2.1 Definisi.......8
2.2.2 Perubahan Masa Nifas ....9
2.2.3 Perawatan Masa Nifas...16
2.3 Perawatan Nifas Secara Tradisional.....21
2.3.1 Urutan Perawatan .....21
2.3.2 Ramuan Herbal.......21
BAB III KESIMPULAN 25
DAFTAR PUSTAKA...........................

24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Angka kematian bayi merupakan indikasi derajat kesehatan penduduk.

Jika angka kematian bayi dapat diturunkan akan mengindikasikan peningkatan


derajat kesehatan penduduk. Data The United Nations Childrens Fund (UNICEF
tahun 2013 menyebutkan 6,5 juta per tahun anak-anak meninggal karena penyakit
yang sebenarnya masih dapat dicegah. Di Indonesia pada tahun 2012 tercatat
152.000 bayi meninggal. Angka kematian bayi di Indonesia sudah mengalami
penurunan yang cukup signifikan dari 68 pada tahun 1991 menjadi 34 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2007 dan saat ini pada tahun 2012 angka kematian
bayi di Indonesia menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan berdasarkan
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2014 angka kematian bayi yaitu sebesar 29 per
1.000 kelahiran hidup, angka ini sudah lebih rendah dibandingkan data tahun
2012 yaitu 42 per 1.000 kelahiran hidup. Melihat hal ini maka diharapkan target
Millenium Development Goals (MDGs) yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup tahun
2015 dapat tercapai. Namun untuk mencapai hal ini tentu diperlukan upaya-upaya
untuk mencegah kesakitan pada bayi.
Infeksi merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi. Sampai saat
ini terdapat tujuh penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian
dan cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan kemudian menjadi kebal.
Ketujuh penyakit tersebut dimasukkan dalam program imunisasi. Imunisasi
merupakan salah satu dari 8 target dalam pencapaian Millenium Development
Goals (MDGs) untuk menurunkan angka kematian bayi.
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif
dengan cara memasukkan antigen lemah agar merangsang antibodi keluar
sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi yang
sudah ada sampai saat ini yaitu penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus,
polio, campak dan hepatitis B.2 Dengan dimasukkannya ke tujuh penyakit infeksi
tersebut ke dalam program imunisasi diharapkan akan menurunkan angka
kesakitan, kematian, dan kecacatan bayi serta balita.

Imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program imunisasi yang


sudah dimulai sejak tahun 1956. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesian tahun
2014, cakupan imunisasi dasar di tahun 2014 adalah 89,9%. Angka ini naik dari
tahun sebelumnya yaitu 89,8%. Namun belum mencapai target Renstra pada tahun
2014 yang sebesar 90%. Dari data yang ada, terlihat angka cakupan imunisasi
dasar di Indonesia sudah cukup baik.3 Di Puskesmas Talang Ratu Palembang
sendiri cakupan imunisasi dasar empat tahun terakhir terlihat tren meningkat. Pada
tahun 2015 cakupan imunisasi dasar sebesar 253 bayi dari 295 bayi yang ada
(85,75%). Jika data ini dibandingkan dengan data tahun 2012-2015 maka angka
persentase DPT1 + HB1 terjadi peningkatan dari 82,3% tahun 2012 menjadi 93,9%
tahun 2015. DPT3 + HB3 juga mengalami peningkatan dari 90% di tahun 2013
menjadi 93,6% di tahun 2015. Untuk Campak terjadi penurunan dimana tahuntahun sebelumnya mencapai angka 90 namun di tahun 2015 cakupan campak
sebesar 87,8%. Cakupan BCG juga mengalami sedikit penurunan dari 96% tahun
2012, 95% tahun 2013 dan 94% tahun 2015. Sedangkan untuk cakupan polio 4
mengalami peningkatan dari 90% di tahun 2013 menjadi 94,92% di tahun 2015.
Cakupan Hb0 tahun 2015 80,3% angka ini belum mencapai target sasaran sebesar
85%.
Berdasarkan hal diatas, dalam makalah ini akan dibahas pelayanan
imunisasi dasar yang dilaksanakan di Puskesmas Talang Ratu serta masalah yang
dihadapi dalam pelaksanaan imunisasi di Puskesmas Talang Ratu Palembang.
1.2.

Rumusan Masalah
Bagaimana pelayanan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Talang

Ratu Palembang?.

1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelayanan imunisasi dasar yang didapat oleh bayi yang
datang ke Puskesmas Talang Ratu Palembang.
1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui alur pelayanan imunisasi dasar pada bayi yang datang ke


Puskesmas Talang Ratu Palembang.
2. Mengetahui ketepatan pemberian imunisasi dasar berdasarkan usia bayi
yang datang ke Puskesmas Talang Ratu Palembang.
3. Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program
imunisasi dasar di Puskesmas Talang Ratu Palembang.
1.4.

Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis


Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dalam bidang kesehatan
khususnya terkait bayi dalam pelayanan imunisasi dasar di Puskesmas Talang
Ratu Palembang.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Memberi informasi bagi klinisi mengenai pelayanan imunisasi yang baik
dan benar.
2. Hasil kajian masalah ini dapat digunakan sebagai informasi kepada
masyarakat bahwa imunisasi menjadi hal penting untuk menurunkan
angka kesakitan bayi dan waktu yang tepat untuk mendapatkan pelayanan
imunisasi dasar di puskesmas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Imunisasi

2.1.1. Definisi
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen

yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang
berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan
memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk
terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya. 1-3
Imunisasi merupakan suatu proses transfer antibodi secara pasif dengan
memberikan imunoglobulin. Imunisasi biasanya terutama diberikan pada anakanak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa,
sehingga rentan terhadap serangan penyakit infeksi yang berbahaya. Beberapa
imunisasi tidak cukup diberikan hanya satu kali, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dan lengkap untuk mendapatkan kekebalan dari berbagai penyakit yang
sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.1
Vaksinasi merupakan tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan
pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat
demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit
yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang
tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan kekebalan. Tujuannya adalah
memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya namun cukup untuk
menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang sesungguhnya
dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk
antibodi dan mematikan antigen yang masuk tersebut.
Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid
yang diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga patogenisitas
atau toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat antigenisitas. Bila vaksin
diberikan kepada manusia maka akan menimbulkan kekebalan spesifik secara
aktif terhadap penyakit tertentu.
Vaksinasi merupakan upaya pencegahan primer. Secara konvensional,
upaya pencegahan penyakit dan keadaan apa saja yang akan menghambat tumbuh
kembang anak dapat dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan primer adalah semua
upaya

untuk

menghindari

terjadinya

sakit

atau

kejadian

yang

dapat

mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat. Pencegahan

sekunder adalah upaya kesehatan agar tidak terjadi komplikasi yang tidak
diinginkan, yaitu meninggal atau meninggalkan gejala sisa, cacat fisik maupun
mental. Pencegahan tersier adalah membatasi berlanjutnya gejala sisa tersebut
dengan upaya pemulihan seseorang penderita agar dapat hidup mandiri tanpa
bantuan orang lain.
2.1.2. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian
sebanyak 2,5 juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui
vaksinasi. Radang paru yang disebabkan oleh pneumokokus menduduki peringkat
utama (716.000 kematian), diikuti penyakit campak (525.000 kematian), rotavirus
(diare), Haemophilus influenza tipe B, pertusis dan tetanus. Dari jumlah semua
kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi dinegara-negara sedang
berkembang, khususnya Afrika dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia).1
WHO mengatakan bahwa penyakit infeksi yang dapat dicegah melalui
vaksinasi akan dapat diatasi bilamana sasaran imunisasi global tercapai. Dalam
hal ini bisa tercapai bila lebih dari > 90% populasi telah mendapatkan vaksinasi
terhadap penyakit tersebut.1,2
2.1.3. Tujuan
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu dari dunia.3
2.1.4. Respons Imun
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua
macam pertahanan tubuh yaitu; 1) mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut
juga komponen nonadaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu
macam antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan
tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis
antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian

antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada
pengenalan antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat
mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang.
Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan
oleh sel makrofag pada sel T untuk antigen TD (T dependent) sedangkan antigen
TI (T independent) akan langsung diperoleh oleh sel B.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas
humoral. Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh
antigen. Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut
imunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu yang
lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas selular hanya dapat
dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi
oleh sel limfosit dan pada graft versus-host-disease.
Proses imun terdiri dari dua fase, yang pertama adalah fase pengenalan,
diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC atau antigen
presenting cells), sel limfosit B dan limfosit T, fase kedua adalah fase efektor,
diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor.
2.1.5

Keberhasilan Imunisasi
Tergantung dari beberapa faktor, yaitu status imun pejamu, faktor genetik

pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin.


Status imun pejamu
Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan
akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa
fetus mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campsk, bila vaksinasi
campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik campak masih tinggi akan
membeikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang
mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi
keberhasilan vaksinasi polio yang diberikan secara oral. Namun pada umumnya
kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur

beberapa bulan. Pada penelitian di Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA


FKUI/RSCM, Jakarta ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI
setelah bayi berumur 5 bulan. Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena
itu bila vaksinasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum (kurang atau
sama dengan 3 hari setelah bayi lahir), hendaknya ASI (kolostrum) jangan
diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.
Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi
neonatus fungsi makrofag masih kurang. Pembentukan antibodi spesifik terhadap
antigen tertentu masih kurang. Jadi dengan sendirinya, vaksinasi pada neonatus
akan memberikan hasil yang kurang dibandingkan pada anak. Maka, apabila
imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan, jangan lupa memberikan
imunisasi ulangan.
Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat
obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita
penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit
keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan adanya
defisiensi imun merupakan kontraindikasi pemberian vaksin hidup karena dapat
menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi pada
individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak, tuberkulosis
milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti
makrofag dan limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral
spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin normal atau bahkan meninggi,
imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena
terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar
komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya
respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang.
Faktor genetik pejamu
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik.
Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup,
dan rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah

terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena
itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%.
Kualitas dan kuantitas vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa
sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung
sifat antigenisitas. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat
menentukan keberhasilan vaksinasi, seperti cara pemberian, dosis, frekuensi
pemberian ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.
Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul.
Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik,
sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja. Dosis
vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang
terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan.
Sedang dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang
tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai
dengan dosis yang direkomendasikan. Frekuensi pemberian juga mempengaruhi
respons imun yang terjadi. Disamping frekuensi, jarak pemberianpun akan
mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya
diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang
masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi tersebut
sehingga tidak sempat merangsang sel imunkompaten. Bahkan dapat terjadi apa
yang dinamakan reaksi arthus, yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan
antigen akibat pembentukan kompleks antigen antibodi lokal sehingga terjadi
peradangan lokal. Karena itu pemberian ulang ( booster ) sebaiknya mengikuti apa
yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.
Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons
imun terhadap antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan
mempertahankan antigen pada atau dekat dengan tempat suntikan, dan
mengaktivasi APC ( antigen presenting cells ) untuk memproses antigen secara
efektif dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten
lainnya.

Jenis Vaksin, vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik
dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi ( killed atau inactivated ) atau bagian
( komponen ) dari mikroorganisme. Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi.
Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat
menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan
memodifikasi kondisi tempat tubuh mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi
atau rendah, kondisi anerob, atau menambah empedu pada media kultur seperti
pada pembuatan vaksin BCG yang sudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula
dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia
avirulen, misalnya virus cacar sapi.
2.1.6. Persyaratan vaksin
Terdapat empat persyaratan vaksin virus hidup antara lain; mengaktivasi
APC

untuk

mempresentasikan

antigen

dan

memproduksi

interleukin,

mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel memori, mengaktivasi
sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi respons imun
yang ada dalam populasi karena adanya polimorfisme MHC serta memberi
antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan limfoid
tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel B sewaktu-waktu
menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terus-menerus sehingga kadarnya
tetap tinggi.
2.1.7

Jenis Vaksin
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)

Inactivate (bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif)

Vaksin hidup attenuated


Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau
bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih
memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan
kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Vaksin hidup dibuat dari virus atau

bakteri liar penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan ( attinuated )
dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Misalnya vaksin
campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah virus liar
campak menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara melakukan
penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang anak yang
menderita penyakit campak pada tahun 1954.
Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus
berkembang biak ( mengadakan replikasi ) di dalam tubuh resipien. Apapun yang
merusak organisme hidup dalam botol ( misalnya panas atau cahaya ) atau
pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh ( antibodi yang beredar )
dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif. Respons imun terhadap vaksin
hidup attenuated pada umumnya sama dengan yang diakibatkan oleh infeksi
alamiah. Respons imun tidak membedakan antara suatu infeksi dengan virus
vaksin yang dilemahkan dan infeksi dengan virus liar. Vaksin virus hidup
attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula.
Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup. Antibodi dapat mempengaruhi
perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan tidak adanya respons.
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila kena
panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik
dan hati-hati.

Vaksin hidup attenuated yang tersedia

Berasal dari virus hidup terdiri dari vaksin campak, gondongan (parotitis),
rubela, polio, rotavirus, demam kuning (yellow fever).

Berasal dari bakteri, contohnya vaksin BCG dan demam tifoid oral.

Vaksin Inactivated
Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus
dalam media pembiakan untuk kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan
bahan kimia (biasanya formalin). Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat

tumbuh, maka seluruh dosis antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak
menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak
dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak
dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan saat
antibodi berada di dalam sirkulasi darah. Vaksin inactivated selalu memerlukan
dosis ganda. Pada umumnya pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas
protektif, tetapi hanya memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun
protektif baru timbul setelah dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan
vaksin hidup, yang mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan
infeksi alami, respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral,
hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap
antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu. Vaksin Inactivated yang
tersedia saat ini berasal dari:

Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.

Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.

Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis


a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.

Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.

Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan haemophilus


influenzae tipe b.

Gabungan polisakarida (haemophillus influenzae tipe B dan pneumokokus).

2.1.8. Vaksin dan Sistem Kekebalan


Sebelum membahas bagaimana pemberian vaksin dapat memberikan
perlindungan terhadap seseorang, terlebih dahulu perlu diketahui sistem kekebalan
tubuh kita bekerja melawan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, dsb).1

Gambar 11

Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena telah
dilengkapi dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu :1
1. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance)

Disebut sebagai sistem imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita
tidak ditujukan terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh
bentuk kekebalan non-spesifik:
-

Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang
berfungsi untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas
bagian bawah.

Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin berperan sebagai antibakteri

Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan
memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut.

Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan nonspesifik yang diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag)
akan menangkap, mencerna, dan membunuh mikroorganisme tersebut.

2. Kekebalan Spesifik (Spesific Resistance)

Sistem kekebalan spesifik dimainkan oleh dua komponen utama, yaitu sel T
dan sel B. Sistem kekebalan spesifik tidak mengenali seluruh struktur utuh
mikroorganisme, melainkan sebagai prrotein saja yang akan merangsang
sistem kekebalan. Bagian dari struktur protein mikroorganisme yang dapat

merangsang sistem kekebalan spesifik ini disebut antigen. Adanya antigen


akan merangsang diaktifkannya sel T atau sistem kekebalan selular.
Selanjutnya sel T ini akan memacu sel B atau sel humoral untuk mengubah
bentuk dan fungsi menjadi sel plasma yang selanjutnya akan memproduksi
antibodi. Kelebihan dari sistem kekebalan spesifik adalah dilengkapi dengan
sel memori. Semakin sering tubuh kita kontak dengan antigen dari luar, maka
semakin tinggi pula peningkatan kadar antibodi tubuh karena sel-sel memori
telah mengenali antigen tersebut.
Yang membangkitkan sistem kekebalan spesifik kita adalah antigen yang
merupakan bagian dari mikroorganisme (virus atau bakteri). Antigen ini
selanjutnya akan ditanggapi oleh sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi
antibodi. Berdasarkan cara memperoleh kekebalan, maka kekebalan dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :1,3
1. Kekebalan pasif
Kekebalan yang diperoleh dari luar, yang berarti bahwa tubuh mendapat
bantuan dari luar antibodi yang sudah jadi. Sifat kekebalan pasif tidak
berlangsung lama, umumnya tidak kurang dari 6 bulan. Misalnya bayi yang
secara alami telah memiliki kekebalan pasif dari ibunya.
2. Kekebalan aktif
Yang umum disebut imunisasi diperoleh melalui pemberian vaksinasi dan
berlangsung bertahun tahun, karena tubuh memiliki sel memori terhadap
antigen tertentu.

2.1.9. Pemberian Imunisasi


Tata cara pemberian imunisasi
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai
berikut:

1. Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila


tidak divaksinasi.
2. Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila
terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.
3. Baca dengan teliti informasi tentang vaksin yang akan diberikan dan
jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab
dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
4. Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.
5. Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
6. Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik.
7. Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.
Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya
perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
8. Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan
pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up
vaccination) bila diperlukan.
9. Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai
pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan
posisi bayi/anak penerima vaksin.
10. Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :

Berilah petunjuk kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus
dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan
yang lebih berat.

Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan


klinis.

Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas


Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.

Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan


vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

Penyimpanan

Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus


didinginkan pada temperatur 2-8C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin ( DPT,
Hib, hepatitis B, dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku.
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke
arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900.
Cara Penyuntikan Vaksin
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi
pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam
batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling
tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang
lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa. Pemilihan otot
vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan dikarenakan untuk
menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal, daerah
deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara
adekuat, menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat
suntikan yang menahun serta menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal
pada paha bagian anterior.

Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)

Penyuntikan Subkutan
Perhatian
Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela, meningitis
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur
Bayi (lahir
bulan)
1-3 tahun

Tempat
s/d12 Paha

Ukuran jarum
Jarum 5/8-3/4

Insersi jarum
Arah jarum 45o

anterolateral
paha

Spuit no 23-25
Jarum 5/8-3/4

Terhadap kulit
Cubit tebal untuk

anterolateral/

Spuit no 23-25

suntikan subkutan

lengan atas
Lateral

Jarum 5/8-3/4

Aspirasi

lengan atas

Spuit no 23-25

sebelum

Lateral
Anak > 3 tahun

spuit

disuntikan
Untuk

suntikan

multipel diberikan
pada

ekstremitas

berbeda

Penyuntikan Intramuskular
Perhatian
Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.
Perhatikan rekomendasi untuk umur anak
Umur
Tempat
Bayi (lahir s/d Otot
12 bulan

lateralis
paha

1-3 tahun

Ukuran jarum
vastus Jarum 7/8-1

Insersi jarum
1. Pakai jarum yang

pada Spuit n0 22-25

cukup panjang untuk

daerah

mencpai otot

anterolateral
Otot
vastus Jarum
lateralis
paha

otot
cukup

daerah suntikan

di lakukan

dengan
dengan

deltoid umur 12- cepat

masa 15 bulan
deltoid Spuit no 22-25
besar

(pada umumnya
Anak > 3 tahun

Suntik

pada (5/8 untuk arah jarum 80-90o.

anterolateral
sampai

5/8-1 2.

umur 3 tahun
Otot deltoid, di Jarum 1-1
bawah akromion Spuit no 22-25

1. Tekan
kulit
sekitar tepat suntikan
dengan ibu jari dan
telunjuk saat jarum
ditusukan
2. Aspirasi
spuit
sblm
vaksin
disuntikan,
untuk
meyakinkan
tidak
masuk ke dalam
vena.Apabilaterdapat
darah, buang dang
ulangi dengan suntik
yang baru.
3. Untuk suntikan
multipel diberikan
pada
bagian
sekstremitas berbeda

Keadaan Bayi Sebelum Imunisasi


Orangtua atau pengantar bayi dianjurkan mengingat dan memberitahukan
secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang berkaitan dengan
indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini :

Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat.

Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin.

Sedang mendapat pengobatan Steroid jangka panjang, radioterapi, atau


kemoterapi.

Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun ( leukimia,


kanker, HIV/AIDS ).

Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan


imunitas ( radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid ).

Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup ( vaksin
campak, poliomielitis, rubela ).

Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah.

Menderita penyakit susunan syaraf pusat

Pencatatan Imunisasi dan Kartu Imunisasi


Setiap bayi sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi seperti kartu
imunisasi yang dipegang oleh orangtua atau pengasuhnya. Setiap dokter atau
tenaga paramedis yang memberikan imunisasi harus mencatat semua data-data
yang relevan pada kartu imunisasi tersebut. Orangtua/pengasuh yang membawa
anak ke tenaga medis atau paramedis untuk imunisasi diharapkan senantiasa
membawa kartu imunisasi tersebut.
Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi adalah sebagai berikut :

Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang

Tanggal melakukan vaksinasi

Efek samping bila ada

Tanggal vaksinasi berikutnya

Nama tenaga medis/paramedis yang memberikan vaksin

2.1.10. KIPI (KEJADIAN IKUTAN PASCA-IMUNISASI)1


Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi pasien baik
dalam skala ringan maupun berat. Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi,
reaksi yang timbul setelah pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) atau Adverse Following Immunization (AEFI). Dengan semakin
canggihnya teknologi pembuatan vaksin dan semakin meningkatnya teknik
pemberian vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat diminimalisasi. Meskipun risikonya
sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja terjadi. Secara khusus KIPI dapat
didefinisikan sebagai kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik
oleh karena efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis, kesalahan program, reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak
dapat ditentukan. Secara umum, reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat
kesalahan program, reaksi suntikan, dan reaksi vaksin.
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan kesalahan teknik
pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan dosis, kesalahan memilih lokasi dan
cara

menyuntik,

sterilitas,

dan

penyimpanan

vaksin.

Dengan

semakin

membaiknya pengelolaan vaksin, pengetahuan, dan ketrampilan petugas pemberi


vaksinasi, maka kesalahan tersebut dapat diminimalisasi. Selain itu reaksi
suntikan tidak berhubungan dengan kandungan vaksin, tetapi lebih karena trauma
akibat tusukan jarum, misalnya bengkak, nyeri, dan kemerehan di tempat
suntikan. Selain itu, reaksi suntikan dapat terjadi bukan akibat dari trauma
suntikan melainkan karena kecemasan, pusing, atau pingsan karena takut terhadap
jarum suntik. Reaksi suntikan dapat dihindari dengan melakukan teknik
penyuntikan secara benar. Gejala yang muncul pada reaksi vaksin sudah bisa
diprediksi

terlebih

dahulu,

karena

umumnya

perusahaan

vaksin

telah

mencantumkan reaksi efek samping yang terjadi setelah pemberian vaksinasi.


Keluhan yang muncul umumnya bersifat ringan (demam, bercak merah, nyeri
sendi, pusing, nyeri otot). Meskipun hal ini jarang terjadi, namun reaksi vaksin
dapat bersifat berat, misalnya reaksi anafilaksis dan kejang. Untunglah bahwa

reaksi alergi serius relatif jarang terjadi, misalnya reaksi alergi serius akibat
campak kemungkinan kejadiannya hanya 1/1000.000 dosis.
Mengingat hampir setiap vaksin mempunyai potensi memberikan reaksi
efek samping atau KIPI, maka sebaiknya bertanya terlebih dahulu kepada petugas
gejala apa saja yang dapat terjadi setelah vaksinasi. Bila keluhan KIPI bersifat
ringan, misalnya demam, nyeri tempat suntikan, atau bengkak maka dapat
dilakukan pengobatan sederhana, misalnya dengan minum obat antipiretik saja.
Tetapi bila kejadian pasca imunisasi bersifat serius, maka harus secepat mungkin
dibawa kerumah sakit. Setiap pelayanan kesehatan yang melakukan pemberian
vaksinasi mempunyai kewajiban untuk melaporkan KIPI ke Dinas Kesehatan
Tingkat Kabupaten, dengan tembusan ke Sekretariat KOMDA PP KIPI yang
berkedudukan di setiap provinsi.
2.2.

Imunisasi Dasar
Tidak semua negara menerapkan kebijaksanaan vaksinasi yang sama pada

masyarakatnya. Namun, biasanya rekomendasi vaksinasi lebih diprioritaskan bagi


bayi dan anak-anak, karena kelompok usia ini dianggap belum mempunyai sistem
kekebalan tubuh sempurna. Di Indonesia, pemerintah mengambil kebijakan dalam
pemberian vaksinasi menjadi dua, yaitu vaksin wajib (sebagai program imunisasi
nasional) serta vaksin yang dianjurkan (bukan merupakan program imunisasi
nasional).
2.2.1. Imunisasi BCG
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis dibiakkan
secara berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak virulen
tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG merupakan vaksin hidup
yang memberi perlindungan terhadap penyakit tuberkulosis. Vaksin TB tidak
mencegah infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB
milier). Vaksin BCG membutuhkan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek
perlindungannya.

Di Indonesia, imunisasi BCG merupakan vaksin yang diwajibkan


pemerintah. Vaksin ini diberikan pada bayi yang baru lahir dan sebaiknya
diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun
adalah untuk 0,05 ml diberikan secara intrakutan di daerah insersio M. deltoideus
kanan. WHO tetap menganjurkan pemberian vaksin BCG di insersio M. deltoid
kanan dan tidak di tempat lain (bokong, paha), penyuntikan secara intradermal di
daerah deltoid lebih mudah dilakukan (tidak terdapat lemak subkutis yang tebal),
ulkus yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan
pemberian di daerah gluteal lateral atau paha anterior) dan sebagai tanda baku
untuk keperluan diagnosis apabila diperlukan.
KIPI yang didapat setelah vaksinasi adalah papul merah yang kecil timbul
dalam waktu satu sampai tiga minggu. Papul ini akan semakin lunak, hancur, dan
menimbulkan parut. Luka ini mungkin memakan waktu sampai 3 bulan untuk
sembuh.
2.2.2. Imunisasi Hepatitis B1,3
Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi bayi
dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Ada berbagai jenis pilihan
vaksin yang diproduksi oleh beberapa perusahaan farmasi dan dosis serta cara
pemberiannya sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.
Nama
Dagang

Produsen

Cara
Pemberian

Dosis

Engerix B

GSK

IM

Anak

10 mcg

Euvax

Sanofi
pasteur
MSD

IM

Anak

10 mcg

IM

Anak

10 mcg

Kalbuitech

IM

Anak

10 mcg

Bio Farma

IM

Anak

10 mcg

HB VAX II
Hepavax
Gene
Hepatitis B

Interval
Pemberian
Bulan ke0,1,6
Bulan ke0,1,6
Bulan ke0,1,6
Bulan ke0,1,6
Bulan ke0,1,6

Tabel 2. Produsen, Jenis, Cara pemberian, Dosis, dan Interval Pemberian Vaksin Hepatitis B
(Ali sulaiman dan J. Sundoro,2007)

Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara dalam


(sampai ke otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan (kontak
pertama, 1 bulan, dan 6 bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi baru lahir
diberikan dengan jadwal berikut :
1. Dosis pertama

: sebelum umur 12 jam

2. Dosis kedua

: umur 1-2 bulan

3. Dosis ketiga

: umur 6 bulan

Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh


imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan. Reaksi KIPI yang sering terjadi
umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara, terkadang dapat
menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari. Sampai saat ini tidak ada
kontraindikasi absolut pemberian vaksin Hepatitis B. Kehamilan dan laktasi
bukan kontraindikasi vaksin Hepatitis B.
2.2.3. Imunisasi DPT1,3
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap
Difteri, Tetanus dan Pertusis. Biasanya vaksin DPT atau DT diberikan dalam
bentuk suntikan,

yang disuntikkan pada otot lengan atau paha secara

intramuskular atau subkutan sebanyak 0,5 ml.2 Imunisasi DPT diberikan 3 kali
yaitu sejak umur 2 bulan (DPT I), umur 3 bulan (DPT II) dan pada umur 4 bulan
(DPT III) dengan selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT
ulangan (DPT IV) diberikan 1 tahun setelah DPT III yaitu pada umur 18-24 bulan
dan DPT V diberikan pada saat usia prasekolah (5-6 tahun).2
Imunisasi Difteri
Jenis vaksin difteri yang diberikan harus sesuai dengan usia saat
pemberian. Sebagai imunisasi dasar, vaksin difteri diberikan bersamaan dengan
imunisasi tetanus dan pertusis, dalam bentuk vaksin DPT. Pada beberapa dekade
terakhir, pemberian vaksin DPT telah menjadi imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah. Vaksin DPT diberikan untuk anak usia diatas 6 minggu sampai 7

tahun. Jadwal vaksinasi yang dianjurkan saat ini dimulai pada usia 2 bulan,
melalui suntikan intramuskular. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dengan selang
waktu 6-8 minggu (usia 2-4-6 bulan). Ulangan pertama dilakukan 1 tahun
sesudahnya (usia 15-18 bulan) dan ulangan kedua diberikan 3 tahun setelah
ulangan yang pertama (4-6 tahun).
Reaksi KIPI dari vaksin DPT adalah terjadinya demam ringan dan reaksi
lokal berupa kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang
timbul dapat mengakibatkan kejang demam (sekitar 0,06%). Vaksin DPT tidak
boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi dan kejang pada pemberian
vaksin yang pertama.
Imunisasi Pertusis
Bayi baru lahir memiliki kekebalan terhadap pertusis yang didapat dari
ibu, namun kekebalan ini hanya bertahan sampai usia 4 bulan. Oleh karena itu,
sebaiknya anak usia kurang dari 1 tahun diberikan vaksin. Vaksin pertusis
diberikan dalam bentuk vaksin DPT dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan
melalui suntikan ke dalam otot. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan
selang waktu 6-8 minggu (usia 2-4-6 bulan). Pada awal pembuatan vaksin DPT,
komponen pertusis yang digunakan merupakan whole pertusis (DTwP), yaitu
seluruh bakteri Bordetella pertusis yang telah di non aktifkan. Namun, sejak tahun
1962 mulai beredear vaksin dengan menggunakan fraksi sel/aselular (DtaP) yang
mengandung satu atau lebih protein Bordetella pertusis. Dengan penggunaan
vaksin DtaP, ternyata efek samping, baik lokal maupun sistemik yang ditimbulkan
lebih rendah (75%) jika dibandingkan dengan vaksin DTwP. Vaksin ini tidak dapat
mencegah pertusis seluruhnya, namun terbukti dapat meperingan durasi dan
tingkat keparahan pertusis.
Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan
ensefalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu
mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian pertama dijumpai
riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang kurang (hipotonik- hiporesponsif)
dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 2 jam, dan riwayat kejang
dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT. Demam ringan dengan reaksi lokal berupa

kemerahan, bengkak, dan nyeri pada lokasi suntikan. Demam yang timbul dapat
mengakibatkan kejang demam (0,06%), anak gelisah dan menangis terus menerus
selama beberapa jam pasca suntikan (inconsolable crying). KIPI yang berat dapat
terjadi ensefalopati akut atau reaksi alergi berat (anafilaksis).
Imunisasi Tetanus
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT.
DPT diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6
bulan, 15-18 bulan, dan terakhir saat sebelum masuk sekolah (4-6 tahun).
Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus ditunda jika anak mengalami
demam tinggi, memiliki kelainan saraf, atau mengalami gangguan pertumbuhan.
KIPI pemberian vaksinasi tetanus biasanya bersifat ringan, berupa rasa nyeri,
warna kemerahan dan bengkak di tempat penyuntikan, dan demam.
2.2.4. Vaksinasi Polio1,3
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine) dan
IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut, sedangkan
IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan suntikan subkutan
dalam 3 kali di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin polio oral diberikan pada bayi
baru lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar, diberikan pada usia 2, 4,
dan 6 bulan. Pada PIN (pekan imunisasi nasional) semua balita harus mendapat
imunisasi tanpa memandang status imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya
tahan tubuh menurun (imunokompromais).
Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan gejala pusing,
diare ringan, dan nyeri otot. Vaksinasi polio tidak dianjurkan diberikan ketika
seseoarang sedang demam, muntah, diare, sedang dalam pengobatan radioterapi
atau obat penurun daya tahan tubuh, kanker, penderita HIV, dan alergi pada vaksin
polio. OPV tidak diberikan pada bayi yang masih dirumah sakit karena OPV
berisi virus polio yang dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa diekskresikan melalui
tinja selama 6 minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bayi yang
dirawat dirumah sakit, disarankan pemberian IPV.

2.2.5. Imunisasi Campak1,3


Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan
campak jerman (vaksin MMR). Jika hanya mengandung campak vaksin diberikan
pada usia 9 bulan dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan dalam. Terdapat 2 jenis vaksin
campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan dilemahkan (tipe
Edmonston-B) dan vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus
campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam
aluminium).
Vaksin campak ini kontraindikasi pada penderita menderita demam tinggi,
sedang memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat alergi,
sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari
darah, alergi terhadap protein telur. Reaksi KIPI yang mungkin timbul antara lain;
demam lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam dijumpai pada
hari ke-5 sampai ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari, kejang
demam, ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2-4 hari dan reaksi KIPI yang berat dapat menyerang sistem
saraf, yang reaksinya diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunisasi.
2.2.6. Imunisasi Hib (Haemophilus influenza tipe b)1,3
Vaksin Hib merupakan vaksin yang tidak aktif, dibuat dari kapsul
Haemophilus influenza Tipe B yang disebut polyribosribitol phospat (PRP).
Terdapat 2 jenis vaksin Hib di Indonesia yaitu PRP-T dan PRP-OMP. Kedua
vaksin ini termasuk vaksin konjugasi. Vaksin Hib PRP-T diberikan pada usia 2, 4
dan 6 bulan. Vaksin Hib PRP-OMP diberikan pada usia 2 dan 4 bulan. Dosis
ketiga tidak diperlukan. Kekebalan tubuh akan mulai terbentuk setelah pemberian
suntikan yang pertama dengan vaksin jenis PRP-OMP dan setelah 2 kali suntikan
dengan vaksin jenis PRP-T.

Reaksi KIPI setelah pemberian vaksinasi Hib, 5%-30% anak memperoleh


vaksinasi bisa mengalami demam, bengkak kemerahan, dan nyeri pada tempat
suntikan selama 1-3 hari. Vaksin Hib tidak direkomendasikan diberikan bila
seseorang sedang demam, mengalami infeksi akut, dan orang dengan riwayat
alergi yang mengancam jiwa.
2.3.

Jadwal Imunisasi
Jadwal Imunisasi IDAI 2008 secara garis besar sama dibandingkan dengan

jadwal 2004. Perbedaan terletak pada penambahan vaksin pneumokokus


konjugasi (PCV=pneumococcal conjugate vaccine), vaksin influenza pada
program imunisasi yang dianjurkan (non-PPI) serta jadwal imunisasi varisela
yang dianjurkan diberikan pada umur 5 tahun (jadwal tahun 2007). Pada jadwal
2008 ditambahkan vaksin Rotavirus untuk diare pada anak dan HPV (Human
Papilloma Virus). Pada tahun 2010 ini berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan
Dokter Anak Indonesia) tidak adanya lagi perbedaan program imunisasi yang
diwajibkan dan dianjurkan serta ada perbedaan waktu pemberian awal imunisasi
seperti varisela atau imunisasi ulangan seperti hepatitis B.

Gambar. Jadwal imunisasi 2011-20127

BAB III
PROFIL PUSKESMAS TALANG RATU
(GAMBARAN UMUM PUSKESMAS TALANG RATU PALEMBANG)
3.1.

Sejarah Singkat Puskesmas Talang Ratu Palembang

3.1.1. Sejarah Berdirinya Puskesmas Talang Ratu


Puskesmas Talang Ratu sebelum menjadi Puskesmas merupakan sebuah
balai pengobatan yang berdiri pada tahun 1965. Pada awal berdiri balai
pengobatan dipimpin oleh Bapak Amin sampai tahun 1966. Kemudian pada tahun
1966 sampai 1970 balai pengobatan tersebut dipimpin Bapak Tiyo. Pada tahun
1970 balai pengobatan berubah menjadi Puskesmas Pembantu yang induknya
Puskesmas Dempo. Puskesmas ini dipimpin oleh dr. Ahmad Tiar 1970-1975.
Kemudian pada tahun 1975, Puskesmas pembantu diganti menjadi Puskesmas

Induk yaitu Puskesmas Talang Ratu yang diresmikan pada tahun 1984 tetapi tidak
membawahi Puskesmas lainnya.
3.1.2. Sejarah Pemegang Jabatan
1. dr. Aryani (1975-1978)
2. dr. Isnawati (1979-1986)
3. dr. Habibah (1987-1997)
4. dr. Rindang Indah Yani (1997-2000)
5. dr. Nurda (2000-2004)
6. dr. Winata (2004-2009)
7. drg. Indriati (2009-sekarang)
3.2.

Profil Wilayah

3.2.1. Letak Geografis


Puskesmas Talang Ratu terletak di kecamatan Ilir Timur I tepatnya di
kelurahan 20 Ilir D-IV. Puskesmas ini terletak di jalan Letnan Murod No. 986 RT.
13A KM. 5, dan mempunyai luas wilayah 96 Ha atau 0,96 km 2. Lokasinya relatif
mudah dijangkau oleh masyarakat dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan
ojek dan lain-lain. Mayoritas pasien yang berobat adalah warga di sekitar
Puskesmas Talang Ratu dan ada juga yang berasal dari luar wilayah kerja
Puskesmas Talang Ratu. Wilayah kerja Puskesmas Talang Ratu terdiri dari satu
kelurahan yaitu kelurahan 20 Ilir D-IV yang mempunyai batas wilayah sebagai
berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Ario kemuning
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Siring Agung
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Srijaya
4. Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan 20 Ilir D-III
3.2.2. Kependudukan
Tingkat pertumbuhan penduduk di suatu daerah dapat dilihat dari angka
pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Talang

Ratu 15.221 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 3.587 KK dan kepadatan
penduduknya 15.855,21 jiwa/km2.
Tabel 1.
Demografi Kependudukan di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ratu
Tahun 2015
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Keterangan
Jumlah Penduduk
Jumlah Kepala Keluarga (KK)
a. KK Gakin
b. KK Non Gakin
Jumlah Ibu Bersalin (Bulin)
Jumlah Ibu Hamil (Bumil)
Jumlah Ibu Nifas (Bufas)
Jumlah Wanita Usia Subur (WUS)
Jumlah Wanita Peserta KB Aktif
Jumlah Bayi
Jumlah Anak Balita
Jumlah Anak Batita
Jumlah Anak Baduta
Jumlah Remaja
Jumlah Usila
Jumlah Taman Kanak Kanak (TK)

Jumlah
15.221
3.587
409
3178
295
305
295
5.491
2.351
295
1.239
767
526
2.529
1.962
5

15.

Jumlah SD / Madrasah Ibtidaiyah


a. Negeri
3
b. Swasta
0
16. Jumlah SMP / Madrasah Tsanawiyah
a. Negeri
1
b. Swasta
1
17. Jumlah SMA / Madrasah Aliyah
a. Negeri
1
b. Swasta
1
18 Jumlah Rumah
5.155
19 Jumlah Rumah Sehat
5.124
Sumber : Data Dasar Puskesmas Talang Ratu Tahun 2015
3.2.3. Distribusi Penduduk Menurut Golongan Umur dan Sex Ratio
Bila distribusi penduduk dilihat menurut golongan umur, maka jumlah
penduduk yang terbesar adalah golongan umur 15-44 tahun, dengan jumlah lakilaki 5.050 dan perempuan 5.130 orang dari jumlah penduduk. Pada kelompok

umur 0-4 tahun jumlah laki-laki 473 orang dan perempuan 524 orang, sedangkan
kelompok umur 5-14 tahun laki-laki berjumlah 986 orang dan perempuan 1.076
orang dari jumlah seluruh penduduk. Untuk kelompok umur 45-64 tahun jumlah
laki-laki 691 orang dan perempuan 582 orang dari jumlah penduduk. Sedangkan
untuk kelompok umur lebih dari 65 tahun jumlah laki-laki 337 dan perempuan
372 orang dari jumlah penduduk. Sehingga dari data di atas dapat dilihat bahwa
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Talang Ratu lebih banyak perempuan
dibandingkan laki-laki. Angka sex ratio adalah perbandingan antara jumlah
penduduk laki-laki dan perempuan pada suatu daerah. Untuk wilayah kerja
Puskesmas Talang Ratu kelurahan 20 Ilir D-IV tahun 2015 angka sex ratio adalah
98,08%. Jadi dalam setiap 100 orang perempuan terdapat 98,08% laki-laki.
3.2.4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk, dalam hal ini adalah angka melek huruf 10
tahun keatas, masih dipakai sebagai indikator tingkat kesejahteraan keluarga
dalam kaitannya dengan kemampuan keluarga meningkatkan penghasilannya.
Untuk wilayah kerja Puskesmas Talang Ratu kelurahan 20 Ilir D-IV menurut data
kelurahan tahun 2015, jumlah penduduk laki-laki 6.792 dan perempuan 9.814 atau
100% penduduk di wilayah kerja Puskesmas tidak buta huruf.
3.2.5. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Talang Ratu
meliputi TK / PAUD, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah
Menengah Atas.
Tabel 2.
Data TK / PAUD di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ratu
Tahun 2015
NO
1
2
3
4
5

TK/PAUD
Rossi
Cahaya Muslimah
Panca Bakti
Mawar
Anggrek
TOTAL

JUMLAH SISWA
PEREMPUAN
LAKI-LAKI
12
16
37
17
21
36
76
115
21
25
167
209

Tabel 3.
Data Penjaringan Murid SD, SMP dan SMA
di Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ratu
Tahun 2015
NO

SEKOLAH

JUMLAH SISWA
PEREMPUAN

LAKI-LAKI

60
83
51
194

69
69
78
216

1
153
154

2
137
139

933
14
947
167

66
6
72
209

SD
SDN 042
SDN 043
MIN 01
TOTAL SD
2
SMP
SMP BINA KARYA
MTSN 01
TOTAL SMP
3
SMA
1. SMKN 02
2. SMA BINA KARYA
TOTAL SMA
TOTAL SD, SMP, SMA

Sumber : Data Dasar Puskesmas Talang Ratu Tahun 2015


PROFIL PUSKESMAS TALANG RATU PALEMBANG
Produk / Fasilitas Pelayanan Puskesmas Talang Ratu Palembang
Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Puskesmas Talang Ratu
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui 6 (enam) program pokok
Puskesmas beserta 2 Program Spesifik yang ditentukan berdasarkan banyaknya
permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan dan kebutuhan
masyarakat. Program pokok Puskesmas tersebut adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Promosi Kesehatan (Promkes)


Sanitasi (Kesehatan Lingkungan)
KIA/KB
Gizi
Pencegahan dan penanggulangan Penyakit (P2P)
Pengobatan

Program Spesifik yang dilakukan di Puskesmas Talang Ratu adalah:


1. Klinik Gilingan Mas
2. Klinik Kesehatan Reproduksi (Kespro)

Seluruh program kegiatan tersebut di dalam gedung difasilitasi dengan adanya


ruang dan peralatan yang memadai, program kerja, sumber daya manusia yag
selalu

diingatkan

kemampuannya

dan

protap-protap

sebagai

standar

pelayanannya.
a.

Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB)

Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayanan kebidanan terhadap ibu
hamil (Bumil), ibu bersalin (Bulin), ibu yang telah bersalin (Bufas), dan ibu
menyusui (Busui).
Untuk kegiatan KB, Puskesmas Talang Ratu melayani kebutuhan masyarakat,
dalam hal ini pelayanan yang telah dilakukan di Puskesmas berupa IUD, implant,
pil, suntikan, kondom, dan pemeriksaan tes kehamilan.
b.

Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (BP Umum)

Klinik ini melayani pengobatan umum bagi pasien umum, meliputi pasien dewasa
dan anak-anak yang usianya diatas lima tahun. Pelayanan kesehatan bagi balita
ditempatkan tersendiri, yaitu di bagian MTBS. Pada pelaksanaannya klinik ini
dilayani oleh seorang dokter umum yang dibantu oleh 3 (tiga) orang perawat
terlatih.
c.

Klinik Pelayanan Kesehatan Gigi (BP Gigi)

Klinik ini melayani pengobatan dan perawatan gigi bagi seluruh lapisan
masyarakat

yang

membutuhkannya,

terutama

pengobatan

dasar

seperti

pencabutan, penambalan gigi dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaannya klinik


ini dilayani oleh seorang dokter gigi dan dibantu oleh 3 (tiga) orang perawat gigi
yang berpengalaman.
d.

Klinik Gilingan Mas

Klinik ini melayani:


1.

Konsultasi Gizi

Melayani konsultasi Gizi Masyarakat dan Gizi Perorangan, baik di dalam


maupun di luar gedung. Dilaksanakan oleh seorang petugas Gizi (SPAG)
setiap hari.
2.

Imunisasi
Melayani imunisasi BCG, HB 0 hari, DPT Combo, Hepatitis, Campak, TT
Bumil/Caten. Dilaksanakan setiap hari selasa dan kamis yang dilakukan
oleh seorang Juru imunisasi (Jurim) yang berpengalaman dan terlatih.

3.

Konsultasi Kesehatan Lingkungan (Sanitasi)


Memberikan konsultasi mengenai kesehatan dan kebersihan lingkungan
rumah sehat, jamban sehat, sarana air bersih, pemberantasan sarang
nyamuk (PSN). Dilaksanakan oleh seorang sanitarian (SPPH) setiap hari,
baik di dalam maupun diluar gedung.

e.

Laboratorium

Melayani pemeriksaan laboratorium sederhana seperti BTA Sputum. Khusus


untuk pemeriksaan BTA sputum, di Puskesmas Talang Ratu setelah petugas
memeriksa sputum pasien, pasien tidak langsung mendapatkan hasilnya.
Pembacaan hasilnya akan dikirim ke Puskesmas yang ditunjuk yaitu Puskesmas
Dempo karena alat yang dibutuhkan tidak tersedia. Selain itu, Puskesmas juga
melayani pemeriksaan gula darah, golongan darah, protein urine dan reduksi
urine, pemeriksaan Hb, PT, kolesterol, dan asam urat. Pelayanan dilakukan setiap
hari kerja bagi pasien yang membutuhkan.
f.

Klinik MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)

Klinik MTBS melayani pengobatan umum bagi pasien yang usianya dibawah lima
tahun (Balita). Pada pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh seorang dokter umum
dan dibantu oleh 2 (dua) orang bidan dan satu orang perawat yang berpengalaman
dan terlatih.
g.

Ruang TU (Tata Usaha)

Ruang Tata Usaha merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan setiap bagian
atau setiap poli dalam Puskesmas Talang Ratu. Semua perencanaan dan

pembuatan anggaran dilaksanakan di ruang tata usaha. Semua arsip baik surat
masuk maupun surat keluar dan data-data dari setiap bagian disimpan di ruang
tata usaha. Selain melayani setiap bagian dari Puskesmas Talang Ratu, ruangan ini
juga digunakan sebagai tempat untuk mengambil surat rujukan baik rujukan
Askes, Jamkesmas, dan Jamsoskes.
h.

Penyuluh Kesehatan

Dilakukan pada perorangan atau perkelompok, baik dilaksanakan di dalam


maupun di luar gedung (puskesmas, sekolah ataupun di tempat lain yang
membutuhkannya). Pelayanan ini akan dilaksanakan oleh tenaga penyuluh yang
menguasai materi yang akan dibahas bilamana ada pertemuan dan penyuluhan.
i.

Apotek

Tempat pengambilan obat setelah pasien berobat, dilayani oleh satu orang asisten
apoteker yang untuk memberikan obat dan seorang apoteker yang bertugas
sebagai pengatur obat di Puskesmas.

j.

Lain-lain

Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas Talang


Ratu melakukan kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah Posyandu Balita di
17 Posyandu dan Posyandu Lansia ada 6 Posyandu, serta melakukan kunjungan
ke rumah pasien bagi pasien-pasien yang membutuhkannya.
Struktur Organisasi Puskesmas dan Sumber Daya Manusia
a.

Struktur Organisasi

Untuk kelancaran tugas dan memenuhi kewajiban dalam memberikan pelayanan


kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkannya dan berbagai kegiatan
administrasi lainnya, maka Puskesmas Talang Ratu menyusun suatu organisasi
yang dipimpin oleh Pimpinan Puskesmas. Pelaksanaan kegiatan disesuaikan
dengan program kerja masing-masing di bawah tanggung jawab pemegang
program. Susunan struktur Organisasi Puskesmas yaitu sebagai berikut:

1.

Pimpinan Puskesmas

2.

Kepala Bagian Tata Usaha membawahi:


- Bagian Kepegawaian
- Bagian Keuangan
- Bagian Inventaris dan Perlengkapan
- Bagian Pelaporan SP2TP

3.

Pelayanan Kesehatan Perorangan, meliputi Pelayanan Kesehatan Wajb dan


Pelayanan Kesehatan Pengembangan.

4.

Pelayanan Kesehatan Masyarkat, meliputi Pelayanan Kesehatan Wajib dan


Pelayanan Kesehatan Pengembangan.

Untuk lebih jelasnya Susunan Organisasi Puskesmas Talang Ratu Tahun 2015
dapat dilihat pada gambar berikut:

b. Sumber Daya
Sumber daya adalah suatu nilai atau potensi yang dimiliki oleh suatu materi
tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan manusia agar dapat
hidup lebih sejahtera, meliputi sumber daya alam fisik (tangible) dan non fisik
(intagible) dan sumber daya manusia. Nilai dan potensi yang dimiliki oleh
Puskesmas Talang Ratu antara lain meliputi:
1.

Puskesmas Talang Ratu memiliki 17 Posyandu, dengan klasifikasi


Posyandu Purnama sebanyak 9 Posyandu dan Posyandu Mandiri sebanyak 8
Posyandu.

2.

Poskeskel
Poskeskel di wilayah kerja Puskesmas Talang Ratu berjumlah 1 unit, terdapat
di jalan Kasnariansyah Rt.14 Nomor 1038. Penanggung jawab Poskeskel
tersebut yaitu Bidan Rosnani Karim.

3.

Anggaran / Dana
Anggaran / Dana Puskesmas Talang Ratu bersumber dari Retribusi Umum,
Dana BOK, Dana Kapitasi BPJS (J K N), dan Jamsoskes Sosial Sumsel
Semesta.

4.

Tenaga (Sumber Daya Manusia)


Adapun sumber daya manusia yang ada di Puskesmas Talang Ratu meliputi
tenaga medis, paramedis dan non kesehatan yang masing-masing bertanggung
jawab terhadap tugas pokok atau tugas integrasi dan fungsinya.

Peta Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ratu Palembang


Gambar 3.1

3.5.

Program-Program yang Dilaksanakan Puskesmas Talang Ratu


1. KESGA
- Pemeriksaan ANC (Antenatal Care, ibu menyusui dan ibu nifas)
- Penyuluhan pada ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui
- Pembinaan Posyandu Lansia
2. Keluarga Berencana
- Pelayanan KB
- Penyuluhan KB
3. Gizi
- Pembinaan posyandu
- Pemberian kapsul vitamin A untuk bayi diatas 6 bulan dan balita
- Pemberian tablet tambah darah
- Penyuluhan pemanfaatan perkarangan untuk tanaman obat
- Pemberian makanan tambahan untuk balita dengan program

Jamkesmas
- Penyuluhan kegiatan gizi, kesehatan lingkungan / sanitasi masyarakat
4. Kesehatan Lingkungan
- Penyuluhan kesehatan lingkungan sekolah
- Pendataan rumah sehat
- PHBS
- Pendataan TPM dan TTU
- Penyuluhan Gilingan Mas
5. P2P
P2 ISPA
- Penyuluhan penyakit ISPA
- Pengobatan penderita ISPA
P2 Diare
-

Penyuluhan tentang penyakit diare

Penyuluhan untuk penderita diare

Penyuluhan penyakit TB Paru


Pengobatan Penderita TB Paru
Pemeriksaan dahak/sputum dirujuk ke puskesmas Dempo

Penyuluhan penyakit DBD


Pengobatan penderita DBD

P2TB

DBD

Imunisasi
- Penyuluhan Gilingan Mas
- Pelayanan imunisasi bayi, bumil dan caten
- Pelayanan imunisasi anak SD
6. Pengobatan
- Pengobatan umum, Jamsoskes
- Pengobatan peserta Askes
- Pengobatan Keluarga Miskin
- MTBS
- Rujukan
7. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
- Pendataan dan penimbangan anak TK
- Pendataan dan screening anak SD kelas I
- Imunisasi (BIAS)
- Penyuluhan kesehatan SD, SMP, SMA
8. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
- Di dalam gedung puskesmas
- Di luar gedung puskesmas
9. Perawatan Kesehatan Masyarakat
- Rujukkan kasus resiko tinggi
- Kunjungan rumah penderita TB Paru dan lain-lain
- Kunjungan rumah bumil, bayi, balita resiko tinggi
10. Kesehatan Gigi dan Mulut
- Pengobatan penyakit gigi dan mulut
- UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah)
- UKGMD (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa)
11. Kesehatan Jiwa
- Penyuluhan kesehatan jiwa
- Pengobatan dan rujukan penderita
12. Kesehatan Mata
- Penyuluhan penyakit mata
- Pencarian penderita penyakit katarak
- Pengobatan dan rujukan penderita
13. Laboratorium sederhana
- Pembuatan sediaan untuk pemeriksaan dahak suspek TBC

Pemeriksaan gula darah


Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan protein urine dan reduksi urine
Pemeriksaan Hb
Pemeriksaan PT
Pemeriksaan kolesterol dan asam urat

Daftar 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Talang Ratu


Melalui data yang diperoleh pada tahun 2015 untuk sepuluh penyakit terbanyak
pada kunjungan rawat jalan Puskesmas Talang Ratu yaitu:
Tabel 7.
Data 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Talang Ratu
Tahun 2015
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

3.7.

Nama
ISPA
Hipertensi
Gastritis
Rheumatik
Dermatitis dan Eksim
Diare dan Gastroenteritis
Diabetes Melitus
HHD
Gangguan Refraksi dan Akomodasi
Penyakit Mata lainnya
Jumlah ------->

Jumlah
4.451
1.644
1.577
1.258
1.062
507
481
394
341
330
12.045

Visi dan Misi Puskesmas Talang Ratu Palembang

3.7.1. Visi
Tercapainya kelurahan 20 Ilir D-IV sehat yang optimal dengan bertumpu pada
pelayanan prima dan pemberdayaan masyarakat.
3.7.2
1.
2.
3.
4.

Misi
Meningkatkan kemitraan semua pihak
Meningkatkan Profesionalisme Provider dan Pemberdayaan Masyarakat
Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal
Menurunkan resiko kesakitan dan kematian dan meningkatkan capaian
program

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Alur Pelayanan Imunisasi Dasar di Puskesmas Talang Ratu


Alur pelayanan imunisasi dasar bayi di Puskesmas Talang Ratu Palembang

dilakukan dua kali selama satu minggu yaitu setiap hari selasa dan hari kamis.
Pelayanan yang diberikan berupa imunisasi HB0 hari, BCG, DPT COMBO,
Hepatitis, dan campak. Pelayanan imunisasi di Puskesmas Talang ratu
dilaksanakan oleh seorang kordinator imunisasi (Korim) yang berpengalaman dan
terlatih. Pelayanan pemberian imunisasi dasar di Puskesmas Talang Ratu
Palembang dimulai dengan pendaftaran bayi pada loket untuk mendapatkan
nomor antrian, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan umum bayi berupa berat
badan, panjang badan dan suhu tubuh di poli Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS). Jika didapatkan kondisi bayi sehat, Ibu diminta untuk membawa bayinya
ke ruang imunisasi. Di ruang imunisasi, Ibu diminta untuk menunjukkan kartu
KMS untuk mengetahui jenis imunisasi yang akan diberikan selanjutnya. Setiap
bayi yang datang untuk imunisasi di Puskesmas Talang Ratu Palembang
mempunyai dokumentasi imunisasi seperti kartu imunisasi yang dipegang oleh
orangtua atau pengasuhnya. Sebelum Imunisasi pada bayi diberikan, petugas di
ruang imunisasi memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko
apabila tidak divaksinasi. Ibu diminta untuk mengisi surat persetujuan untuk
dilakukan imunisasi pada anaknya. Vaksin diberikan sesuai dengan kebutuhan
bayi setelah kembali melakukan pemeriksaan identitas pada bayi yang akan diberi
vaksinasi. Setelah imunisasi, petugas mencatat kembali imunisasi yang telah
diberikan pada buku KMS serta memberikan obat anti demam guna mencegah
reaksi dari vaksin imunisasi tersebut.
Dari segi tempat penyimpanan vaksin di Puskesmas Talang Ratu sudah
memenuhi standar dimana penyimpanan yang baik di suhu 2-8 0C agar vaksin
tidak beku. Vaksin imunisasi diminta 1 kali/ bulan ke gudang obat dan disimpan
dalam wadah dingin dengan suhu 50C.
ALUR PELAYANAN IMUNISASI DASAR DI PUSKESMAS TALANG
RATU PALEMBANG
LOKET
PENDAFTARAN
Mendapat tiket
POLI MTBS
Dilakukan

pemeriksaan

umum bayi (BB, PB, Suhu


Badan)

Sehat

Sakit

Ruang
Tidak
memungkinkan

Memungkinkan

Imunisasi

Imunisasi ditunda

Ibu

Imunisasi

menunjukkan

1-2 minggu

kartu KMS
Petugas
memberi Surat
Persetujuan
Imunisasi
Vaksinasi
Pemberian obat
antipiretik setelah
Imunisasi
Pencatatan Imunisasi
dan Kartu Imunisasi

4.2.

Ketepatan Pemberian Imunisasi Dasar Berdasarkan Usia


Data yang diambil merupakan data rekam medis bayi (0-9 bulan) yang

melakukan imunisasi dasar di Puskesmas Talang Ratu pada Januari-Desember


2015.
Tabel 4.2. Ketepatan Pemberian

Imunisasi Sesuai Usia


Sesuai Usia

Frekuensi
284

Persentase (%)
96,3%

Tidak Sesuai

11

3,7%

Total

295

100 %

Tabel diatas menunjukkan bahwa bayi yang mendapat imunisasi dasar


sesuai dengan usia sekitar 96,3% (284 orang) sedangkan bayi yang mendapat
imunisasi dasar yang tidak sesuai dengan usia sekitar 3,7% (11 orang).

Imunisasiatauvaksinmerupakan salahsatucarayangdilakukanuntuk
memberikankekebalanpadabayi,anakdanbalitadalamkeadaansehat.Secara
alamiahtubuhjugamemilikipertahananterhadapberbagaikumanyangmasuk.
Padakenyataannyamemangbanyakpenyakitinfeksiyangdapatdicegahdengan
imunisasi. (Ranuh, I.G.N, dkk. 2008). Pada tabel 4.2 didapatkan bahwa bayi
berusia 09 bulan yang mendapat imunisasi dasar tidak sesuai dengan usia
mencapai3,7%.Halinidapatmengindikasikanbahwamasihbanyakfaktoryang
berpengaruhdalampemberianimunisasidasarpadabayiusia09bulan.Faktor
yangberperansehinggabanyakorangtuayangtidakrutinmelakukanimunisasi
dasar seperti faktor pendidikan, sosial ekonomi, kebudayaan, dan lingkungan
sehinggamasyarakatbelummengetahuisepenuhnyamengenaiimunisasidarisegi
bahanvaksin,manfaatdanefeksamping. Selainitu,menurutGiatiningsihdkk,
2013, kurangnya jumlah tenaga kesehatan, kader dan posyandu yang kurang
berjalan didalam wilayah yangmenyebabkan perankeluarga tidakmendukung
dalampelaksanaanimunisasidasarlengkap.
Menurut Paridawati dkk, 2013, ada hubungan antara tingkat pendidikan
ibu dengan tindakan pemberian imunisasi dasar. Semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu, semakin meningkat pula kesadaran ibu akan pentingnya manfaat
imunisasi dan semakin mudah pula informasi yang akan diberikan kepada ibu
mengenai jadwal imunisasi dan efek samping imunisasi. Selain itu juga, tingkat
pengetahuan ibu akan pentingnya imunisasi dasar bagi balita juga berpengaruh
dalam tindakan pemberian imunisasi.
Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap positif responden yaitu
tentang pemberian imunisasi dasar, program imunisasi dasar, dan dukungan
masyarakat dengan tindakan ibu dalam mengimunisasikan anaknya. Salah satu
yang melatarbelakangi sikap ibu yang positif terhadap imunisasi dasar karena
selain petugas imunisasi yang aktif dan secara rutin memberikan pelayanan
imunisasi di puskesmas juga tersedianya sarana dan prasarana dimana puskesmas
terletak di dekat perumahan penduduk. Sedangkan yang melatarbelakangi sikap

ibu yang negatif terhadap imunisasi dasar adalah kurangnya sosialisasi atau
penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit yang timbul akibat imunisasi
yang tidak lengkap dan jadwal pemberian imunisasi sesuai jenis imunisasi
masing-masing. (Paridawati dkk, 2013).
Pada Tabel 4.2 didapatkan bahwa sekitar 3,7% tidak mendapatkan imunisasi
sesuai usia. Hal ini menunjukkan ketepatan pemberian imunisasi dasar di
Puskesmas Talang Ratu Palembang sudah baik.
4.3.

Cakupan Imunisasi HB0 Rendah di Puskesmas Talang Ratu

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan

5.2.

Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai