Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker
serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan
urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), diketahui terdapat 493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia
dengan angka kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun (Emilia, 2010).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks disebabkan oleh infeksi
virus HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam waktu yang lama. Jika
kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi ini bisa mengganas dan menyebabkan terjadinya
kanker serviks. Kanker serviks mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang
berkembang yaitu menempati urutan pertama, sedangkan di negara maju ia menempati urutan ke
10, atau secara keseluruhan ia menempati urutan ke 5 (Ramli, 2005).
Di negara maju, angka kejadian kanker serviks sekitar 4% dari seluruh kejadian kanker
pada wanita, sedangkan di negara berkembang mencapai diatas 15%. Amerika Serikat dan
Eropa Barat, angka insiden kanker serviks telah terjadi penurunan. Hal ini disebabkan oleh
alokasi dana kesehatan yang mencukupi, promosi kesehatan yang bagus, serta sarana pencegahan
dan pengobatan yang mendukung (Emilia, 2010).
Di Indonesia, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya,
sedangkan angka kematiannya di perkirakan 7500 kasus per tahun (Emilia, 2010). Menurut data
Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penyakit ini telah merenggut lebih dari 250.000 perempuan di

dunia dan terdapat lebih 15.000 kasus kanker serviks baru, yang kurang lebih merenggut 8000
kematian di Indonesia setiap tahunnya (Diananda, 2009).
Pada tahun 2004 jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit di Indonesia
mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker serviks yang rawat jalan adalah 16,47% dan
rawat inap adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker serviks datang ke rumah sakit
dalam keadaan stadium lanjut (Depkes RI, 2005).
Di Sumatera Utara diperoleh data dari dinas Kesehatan Propinsi jumlah penderita kanker
serviks pada tahun 2000 sebanyak 548 kasus, tahun 2001 sebanyak 683 kasus. Di RSUD dr.
Pirngadi Medan Tahun 2007 sebanyak 345 kasus, tahun 2008 sebanyak 25 kasus, tahun 2009
sebanyak 48 kasus dan tahun 2010 sebanyak 40 kasus.
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian akibat kanker serviks,
diperkirakan bahwa sekitar 10 persen wanita di dunia telah terinfeksi Human Papiloma Virus
(HPV), muncul fakta bahwa semua perempuan mempunyai resiko untuk terkena infeksi HPV.
Jenis HPV tertentu merupakan penyebab utama kanker serviks. Sementara itu, seseorang yang
terkena infeksi ini memiliki kemungkinan terkena kanker serviks hampir 20-100 kali lipat
(Emilia, 2010).
Perjalanan dari infeksi HPV (Human Pappiloma Virus), tahap pra kanker hingga menjadi
kanker serviks memakan waktu 10 sampai 20 tahun. Disinilah tujuan dari deteksi dini yaitu
memutuskan perjalanan penyakit pada tahap pra kanker dan mendapatkan pengobatan sesegera
mungkin sehingga kanker serviks diharapkan dapat sembuh sempurna (Widyastuti, 2009).

Masih tingginya angka penderita kanker serviks di Indonesia disebabkan karena penyakit
ini tidak menimbulkan gejala dan rendahnya kesadaran wanita untuk memeriksakan kesehatan
dirinya. Padahal sekarang penyakit apapun sudah dapat diobati dan ditangani dengan cepat
apabila deteksi dini dilakukan secara berkala sehingga dapat mengurangi risiko angka kematian.
Jika semakin banyak wanita terbiasa melakukan deteksi dini, apabila penyakit sudah berjangkit
pada seseorang maka bisa lebih cepatditangani (Septiyaningsih, 2010).
Menurut Wiknjosastro (1999) kanker serviks dapat disembuhkan jika dideteksi dan
ditanggulangi sejak dini, malahan sebenarnya kanker serviks ini dapat dicegah. Menurut ahli
Obgyn dari Newyork University Medical Center, Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan, dan kanker serviks
ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak
mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker servik terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit kanker serviks suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya polio
(Depkes RI, 2005).
Budaya dan adat ketimuran di Indonesia telah membentuk sikap dan persepsi yang jadi
penghalang bagi perempuan untuk membuka diri kepada profesional medis dan mampu
melindungi kesehatan reproduksinya. Akibatnya, kebanyakan pasien datang sudah pada stadium
lanjut, hingga sulit diobati ( Ramli, 2005). Menurut Wilopo (2010) saat ini diperkirakan baru
sekitar 5% wanita yang mau melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks, mengakibatkan
banyak kasus ini ditemukan sudah pada stadium lanjut yang sering kali mengakibatkan kematian.

Faktor-faktor risiko terjadinya kanker serviks meliputi, hubungan seksual pada usia dini
(< 20 tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok, trauma kronis pada serviks uteri dan
hygiene genetalia. Lebih dari separuh penderita kanker serviks berada dalam stadium lanjut
yang memerlukan fasilitas khusus untuk pengobatan seperti peralatan radio terapi yang hanya
tersedia dibeberapa kota besar saja. Disamping mahal, pengobatan tehadap kanker stadium lanjut
memberikan hasil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah (Ramli,
2005).
Seringnya terjadi keterlambatan dalam pengobatan mengakibatkan banyaknya penderita
kanker serviks meninggal dunia, padahal kanker serviks dapat diobati jika belum mencapai
stadium lanjut, tentunya dengan mengetahui terlebih dahulu apakah sudah terinfeksi atau tidak
dengan menggunakan beberapa metode deteksi dini, antara lain metode
(Inspeksi Visual dengan

Asam asetat), Thin Prep,

Pap Smear, IVA

dan Kolposkopi, vikografi, papnet

(komputerisasi) (Nugroho, 2010).


Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan
adanya pilihan metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi
visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk
kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode
skrining IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat
pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining
IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.
Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari segi
harapan hidup, lamanya penderitaan, serta tingginya biaya pengobatan, sudah sepatutnya apabila

kita memberikan perhatian yang lebih besar terhadap penyakit yang sudah terlalu

banyak

meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut serta upaya-upaya
preventif yang dapat dilakukan. (Bustan, 2007).
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
Pemeriksaan lebih sering dilakukan pada wanita yang memiliki factor-faktor resiko (Bustan,
2007). Hal yang perlu diingat adalah tidak ada kata terlambat untuk melakukan deteksi dini
terhadap kanker serviks, tetap perlu biarpun anda tidak lagi melakukan aktifitas seksual
(Yohanes, 1999).
1.2. Permasalahan

Berapa presentase WUS dan lansia yang sudah memeriksakan IVA tes di wilayah
Kelurahan Rambutan.

Apakah sudah mencapai target pencapaian pemeriksaan iva tes bagi WUS dan lansia di
Wilayah Kelurahan Rambutan.

1.3 RUANG LINGKUP


Mini project ini mencari informasi mengenai jumlah kunjungan pemeriksaan iva tes pada
bulan Januari-Desember 2015 di Puskesmas Kelurahan Rambutan. Data yang dikumpulkan
dari periode bulan Januari-Desember 2015. Mini project ini juga memiliki beberapa kendala,
diantaranya karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis presentase pencapaian hasil pemeriksaan iva test bagi WUS dan
lansia di wilayah Kelurahan Rambutan.

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil pemeriksaan iva


tes di wilayah Kelurahan Rambutan

Memberikan solusi untuk memaksimalkan pencapaian hasil iva tes.

1.5. Manfaat Penelitian


1. Bagi Dinas Kesehatan untuk mengambil kebijakan melalui kegiatan promosi kesehatan agar
masyarakat termotivasi untuk melakukan pemeriksaan iva tes dalam upaya deteksi dini kanker
serviks
2. Untuk Puskesmas Rambutan sebagai masukan agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
yang lebih baik khususnya terhadap pemeriksaan iva tes untuk menurunkan insiden kanker
serviks.
3. Bagi dokter internship.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan pencapaian hasil pemeriksaan iva test pada WUS dan lansia
di wilayah kelurahan Rambutan, faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil iva tes, dan
strategi untuk memaksimalkan pencapaian hasil iva tes dalam upaya deteksi dini kanker serviks.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KANKER LEHER RAHIM


1. Pengertian Karsinoma Leher rahim
Karsinoma adalah tumor yang bersifat ganas yang khusus di berikan untuk tumor
epiteliel dan sebabkan oleh neoplasma. Neoplasma adalah penyakit pertumbuhan sel yang
terjadi karena didalam tubuh timbul dan terjadi perkembangbiakan sel-sel yang baru, yang
bentuk dan sifat kinetiknya berbeda dari sel-sel normal asalnya sehingga merusak bentuk
atau fungsi organ yang terkena. Neoplasma ini terjadi karena mutasi atau transformasi sel
akibat ada kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel (Nada, 2007: 1).
Leher rahim merupakan bagian dari uterus yang menjorok kedalam vagina yang
terdiri dari pars vaginalis atau portio dan pars supra vaginalis uteri atau bagian kanalis yang
berada diatas vagina saluran yang berada pada leher rahim disebut kanalis servikkalis,
panjangnya

2,5 cm yang dilapisi kelenjar-kelenjar bersilia yang berfungsi sebagai

reseptakulum seminis dengan pintu saluran leher rahim sebelah dalam atau OUI (Ostium
Uteri Internum ) dan pintu saluran leher rahim di vagina atau OUE (Ostium Uteri Eksternum )
(Prawirohardjo, 2001: 9-10).
Karsinoma Leher rahim

adalah tumor yang timbul diantara epitel yang

melapisi ektoleher rahim portio dan endoleher rahim kanalis servikalis yang disebut
sebagai scuomosa columner junction (SCJ) (Nada, 2007: 1).
Dari pengertian Kanker leher rahim diatas, penulis menyimpulkan bahwa Kanker
leher rahim adalah proses keganasan yang terjadi pada leher rahim dimana pada keadaan

ini terdapat kelompok-kelompok sel abnormal, yang timbul diantara epitel, yang melapisi
ektoleher rahim maupun endoleher rahim kanalis servikalis yang sebagai scuamosa columner
junction atau SCJ yang terbentuk oleh sel-sel jaringan yang tumbuh terus-menerus tak
terbatas.
2. Penyebab Karsinoma leher rahim
Penyebab

langsung dari Kanker

leher rahim belum diketahui. Ada bukti kuat

kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang
penting adalah : (a) Jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden lebih tinggi pada mereka
yang kawin dari pada yang tidak kawin, (b) Insiden tinggi pada mereka yang kawin atau
coitarche pada usia yang sangat muda (kurang 16 tahun ), (c) Insiden meningkat dengan
tingginya paritas dengan jarak persalinan yang terlampau dekat, (d) Aktifitas seksual yang sering
berganta-ganti pasangan/promiskuita, (e) Insiden banyak

dari

golongan

sosial

ekonomi

rendah, hygiene seksual yang jelek, (f) Sering terjadi pada masyarakat, dimana suaminya
tidak disunat/sirkumsisi, (g) Sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus
HPV atau Human Papiloma Virus tipe 16-18, (h) Sering pada ibu yang mempunyai kebiasaan
merokok (Prawirohardjo, 2001: 381).
3. Patologi Karsinoma serviks
Kanker servisks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoleher rahim dan
endoleher rahim yang disebut scuomosa columner junction. Pada masa kehidupan wanita terjadi
perubahan fisiologis pada epitel leher rahim dimana epitel kolumner akan digantikan oleh
epitel skuomosa yang diduga berasal dari epitel kankerdangan kolumnar. Proses pergantian
epitel kolumner menjadi epitel skuomosa disebut proses metaplasia. Pada wanita muda, SCJ

berada diluar OUE sedangkan pada wanita berumur lebih dari 35 tahun SCJ berada didalam
uteri.
Pada awal perkembangan Kanker leher rahim tidak memberikan tanda-tanda dan
keluhan. Pada pemeriksaan spekulum tampak sebagai portio yang erosi atau metaplasia
scuamosa yang fisiologik atau patologi. Tumor dapat tumbuh secara : (a) Eksofilik, mulai dari
SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis, (b) Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma leher rahim dan cenderung
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus yang luas, (c) Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung
merusak struktur jaringan leher rahim dengan melibatkan awal fornises vagina menjadi ulkus
yang luas.
Metaplasia skuomosa yang fisiologi dapat berubah menjadi patologi displasia
melalui tingkatan neoplasma insitu I, II, III dan karsinoma insitu akhirnya menjadi
karsinoma invasif sekali lalu menjadi makro invasif/invasif, proses keganasan akan
berjalan terus (Prawiroharjo, 2001: 382).

4. Penyebaran Karsinoma leher rahim


Berdasarkan biopsi yang dilakukan secara berurutan diketahui bahwa proses perubahan
dari displasia ringan ke karsinoma in situ, sampai karsinom invasif berjalam lambat,
dimana memerlukan waktu sampai beberapa tahun yaitu 10 sampai 15 tahun.
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju ke 3 arah : (a)
Ke arah forniks dan dinding vagina, (b) Ke arah korpus uteri, (c) Ke arah parametrium dan
dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rectovaginal dan kandung kemih.

Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat
menyebar ke kelenjar iliaka luar dan iliaka dalam (hipogastrika), menjadi hal
yang tidak lazim jika terjadi penyebaran lewat pembuluh darah.
Karsinoma leher rahim umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Bila sel tumor
sudah terdapat lebih dari 1 mm dari membran basalis, atau sudah tampak berada dalam
pembuluh

limfa

atau

darah, maka

prosesnya

sudah

invasif.

Tumor mungkin telah

menginfiltrasi stroma leher rahim, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai
karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai praklinik (tingkat IB-occult).
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa
regional dan secara perkontinuatum (menjalar) menuju fornises vagina, korpus uteri, rectum,
dan kandung kemih yang pada tingkat akhir dapat menimbulkan fistula
rectum atau kandung kemih.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan perdarahan-perdarahan
yang eksisif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstuksi ureter ditempat ureter
masuk kedalam kandung kemih (Prawirohardjo, 2001: 382-383).
5. Gambaran klinik Karsinoma leher rahim
Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma leher rahim dan merupakan gejala yang
sering di temukan pada karsinoma leher rahim adalah:
a.

Masa tanpa gejala, pada masa ini penderita tidak mengeluh dan tidak merasakan suatu

gejala meskipun sebenarnya pasien sudah mengidap penyakit kanker leher rahim. Hal ini
terjadi pada stadium dini (Ramli, 2002: 104).

b. Keputihan, merupakan gejala yang sering di temukan. Getah yang keluar dari vagina
makin lama makin banyak, berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan (Manuaba,
2001: 640).
c. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah yang makin lama makin
lebih sering terjadi, misalnya setelah melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih
banyak, atau bisa juga diluar senggama/spontan, biasanya terjadi pada tingkat klinik lanjut
stadium II-III (Yatim, 2005: 47).
d. Rasa nyeri, terjadi karena infiltrasi sel tumor ke serabut saraf (Prawirohardjo,2001: 386).
e. Anemia, sering ditemukan pada stadium lanjut sebagai akibat dari perdarahan
pervaginam dan akibat penyakitnya (Prawirohardjo, 2001: 385).
f. Gejala yang dapat timbul karena metastasis jauh, misalnya obstruksi total vesika urinaria,
cepat lelah, penurunan berat badan (Mansjoer, 2005: 379).
6. Pembagian tingkat keganasan karsinoma leher rahim
Tabel 1 : Pembagian Tingkat Keganasan Karsinoma Leher rahim FIGO

7. Diagnosa Karsinoma leher rahim


Diagnosis kanker adalah usaha untuk mengidentifikasi jenis kanker yang diderita
dengan cara pemeriksaan tertentu (Scoot, 2002: 474).
Pemeriksaan yang dilakukan pada kanker leher rahim meliputi :
a. Pemeriksaan Ginekologi
Dengan melakukan Vaginal tauche atau rectal

tauche yang

berguna untuk

mengetahui keadaan leher rahim serta sangat penting untuk mengetahui stadium kanker
leher rahim (Prawirohardjo,2001: 150).
b. Pemeriksaan Pap smear
Pemeriksaan pap smear adalah pemeriksaan sitologi epitel porsio dan leher rahim untuk
menentukan tingkat praganas dan ganas pada portio dan leher rahim serta diagnosa dini
karsinoma leher rahim.
c. Pemeriksaan Kolposkopi
Kolposkopi adalah mikroskop teropong stereoskopis dengan pembesaran yang rendah 10-40
X, dengan kolposkopi maka metaplasia scuomosa infeksi HPV, neoplasma Intraepiteliel
leher rahim akan terlihat putih dengan asam asetat atau tanpa corak pembuluh darah.
Kelemahanya: hanya dapat memeriksa daerah terlihat saja yaitu portio, sedangkan kelainan pada
SCJ dan intraepitel tidak bisa dilihat (Jones, 2002: 274).

d. Pemeriksaan Biopsi
Pemeriksaan ini dikerjakan dengan mata telanjang pada beberapa tempat di leher rahim
yaitu dengan cara mengambil sebagian/seluruh tumor dengan menggunakan tang oligator,
sampai jaringan lepas

dari tempatnya (Manuaba, 2002: 633).

e. Konisasi
Adalah suatu tindakan operasi untuk mengambil sebagian besar jaringan leher
rahim sehingga berbentuk menyerupai

kuretase dengan alat di ektoleher rahim dan pun

kankernya pada kanalis servikalis, kemudian dilakukan pemotongan maupun pemeriksaan


mikroskopis secara serial sehingga diagnosa lebih tepat.
Konisasi di laksanakan bila hasil pap smear mencurigakan, biasanya dikerjakan
pada karsinoma insitu serta untuk mengatahui apakah sudah ada penembusan sel kanker
dibawah membran basalis (Jones, 2002: 274).
f. Diagnosa Pasti
Diagnosa pasti dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi ( patologi
Anatomi).

B. PEMERIKSAAN KARSINOMA LEHER RAHIM DENGAN METODE IVA


1. Mengapa perlu Metode Alternatuf di Indonesia ?
Pemikiran perlunya metode skrining alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa temuan
sensitivitas dan spesifisitas Tes Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga kenyataannya
skrining massal dengan Tes Pap belum mampu dilaksanakan antara lain karena keterbatasan

ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi
Indonesia) menunjukkan bahwa jumlah ahli patologi 178 orang pada tahun 2001 yang tersebar
baru di 13 provinsi di Indonesia(10) dan jumlah skriner yang masih kurang dari 100
orang(11) pada tahun 2001. Sementara itu Indonesia mempunyai sejumlah bidan; jumlah
bidan di desa 55.000 dan bidan praktek swasta (BPS) kurang sebanyak 16.000(1997) (12).
Bidan adalah tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita, yang
potensinya perlu dioptimalkan, khususnya untuk program skrining kanker leher rahim. Juga
adanya fakta bahwa di antarapetugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan dan kewaspadaan terhadap kanker leher rahim masih perlu diberdayakan.

2. IVA Sebagai Metode Skrining Alternatif Yang Sesuai Untuk Indonesia


Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan
adanya pilihan metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi
visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk
kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode
skrining IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat
pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining
IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.

3. Teknik Skrining dengan Metode IVA


Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
- Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
- Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi.
- Terdapat sumber kanker haya untuk melihat leher rahim
- Spekulum vagina
- Asam asetat (3-5%)
- Swab-lidi berkapas
- Sarung tangan
Dengan spekulum melihat leher rahim yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada
lesi prakanker akan menampilkan warna berkankerk putih yang disebut aceto white
epithelum. Dengan tampilnya porsio dan berkankerk putih dapat disimpulkan bahwa tes
IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA
positif oleh bidan, maka di beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi
dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan
lesi invasif.
Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat
dipergunakan adalah:
a IVA negatif = Leher rahim normal.
b IVA radang = Leher rahim dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip leher
rahim).

c IVA positif = ditemukan berkanker putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi
sasaran temuan skrining kanker leher rahim dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis Leher rahim-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau kanker
leher rahim in situ).
d IVA-Kanker leher rahim Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker leher rahim, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker leher
rahim bila ditemukan masih padastadium invasif dini (stadium IB-IIA).

BAHAN, ALAT, DAN METODE


Sasaran dari usulan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah ibu ibu umur lebih dari
25 tahun yang pernah melakukan hubungan seksual di wilayah kerja Puskesmas Ngoresan
Surakarta. Adapun sasaran dipilihnya ibu-ibu yang berusia lebih lebih dari 25 tahun dan
pernah melakukan hubungan seksual adalah karena kejadian kanker leher rahim banyak
menyerang kelompok ini.
Sebelum dilakukan pemeriksaan, peserta di anjurkan untuk buang air kecil dulu ke
belakang, dan membersihkan vulva bagian luar dengan sabun. Melalui kader RW, peserta
dipesan agar tidak melakukan hubungan seksual 24 jam sebelum di lakukan tindakan
pemeriksaan IVA. Setelah peserta siap diperiksa, peserta ditempatkan pada meja gynekologi
dengan posisi lithotomi.

Dengan spekulum, pemeriksa melihat leher rahim yang dipulas dengan kapas yang
dibasahi dengan asam asetat 3-5%. Tunggu selama 10 detik kemudian melihat hasil
pemeriksaan. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto
white epithelum. Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA
positif. Jika didapatkan hasil pemeriksaan positif, maka peserta diberikan surat rujukan untuk
dilakukan terapi lebih lajut ke puskesmas yang untuk selanjutnya dari pihak puskesmas akan
memberikan surat pengantar rujukan ke RS.
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai
berikut: (1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi, (2) Meja/tempat
tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi, (3) Terdapat sumber
cahaya untuk melihat leher rahim, (4) Spekulum vagina (5) Asam asetat (3-5%), (6)
Swab-lidi berkapas, dan (7) Sarung tangan.
Secara sistematis kerangka penyelesaian masalah melalui penerapan IPTEKS
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah melalui penerapan iptek

adalah dengan melakukan deteksi dini kanker leher rahim salah satunya adalah dengan
metode IVA sehingga akan ditemukan apakah sasaran menderita kanker leher rahim atau
tidak, dan apabila ditemukan hasil positif kemudian dilakukan tindak lanjut untuk melakukan
rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

BAB III
METODE

III.1 Metode Penelitian


Metode yang digunakan pada mini project ini adalah deskriptif dengan tujuan untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan yang akan diteliti yaitu untuk
meningkatkan cakupan pemeriksaan iva tes bagi WUS dan lansia di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.
Penelitian ini dilakukan di lingkungan kerja Puskesmas Kelurahan Rambutan. Data yang
diamati dimulai dari periode Januari-Desember 2015 dengan melihat perkembangan pemeriksaan
iva tes setelah diberikan beberapa intervensi mengenai pentingnya melakukan deteksi dini
kanker serviks dengan pemeriksaan IVA tes di Puskesmas Kelurahan Rambutan.
Tujuan dari mini project ini adalah untuk mengetahui, mendata serta mencari 20ating
yang berpengaruh terhadap WUS dan lansia yang melakukan pemeriksaan IVA tes di Puskesmas
Kelurahan Rambutan.

III.2. Upaya untuk meningkatkan hasil pemeriksaan IVA tes di wilayah Puskesmas
Kelurahan Rambutan
Berikut ini adalah langkah-langkah yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan
hasil pemeriksaan IVA tes di wilayah Puskesmas Kelurahan Rambutan adalah :
3.1.1 Melakukan pendataan jumlah WUS dan lansia yang terdapat di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Rambutan.

Pendataan

dilakukan

dengan

cara

mencatat

data

dari

data

Laporan

Penyelenggaraan Pemerintahan Kelurahan Rambutan, data Puskesmas Kecamatan


Ciracas, data kohort IVA tes dari Puskesmas Kelurahan Rambutan.

3.1.2 Menentukan tempat pengambilan sample.


Tempat pengambilan sample yang dipilih adalah Puskesmas Kelurahan
Rambutan. Alasan saya memilih lokasi Puskesmas Kelurahan Rambutan karena
merupakan ruang lingkup kerja dokter internship, selain itu untuk meningkatkan
promosi kesehatan terutama mengenai pencegahan dini kanker serviks bagi WUS
dan Lansia.
Pengambilan sampel dilakukan kepada seluruh WUS dan Lansia yang melakukan
pemeriksaan IVA tes di Puskesmas Kelurahan Rambutan dan di RW 01,02,03
Kelurahan Rambutan saat acara deteksi dini kanker serviks yang diadakan bulan
Mei 2015.
3.1.3 Melakukan pencatatan mengenai jumlah WUS dan lansia di kelurahan Rambutan
Pencatatan dilakukan dengan melihat data total WUS dan lansia berdasarkan data
PWS. Dari data yang didapat akan dicocokkan dengan data kohort puskesmas,
sehingga dapat dilihat berapa banyak WUS dan lansia yang melakukan
pemeriksaan iva tes di Puskesmas Kelurahan Rambutan dan di RW masing3.1.4

masing.
Melakukan penyuluhan mengenai pentingnya melakukan deteksi dini kanker
serviks dengan melakukan pemeriksaan iva tes di Puskesmas Kelurahan
Rambutan. Penyuluhan dilakukan di wilayah kelurahan rambutan rw 3 karena
merupakan wilayah pemantauan penulis dan penyuluhan secara random kepada
WUS dan lansia yang 21ating berobat ke puskesmas kelurahan Rambutan.

3.1.5. Menyebarkan pamflet deteksi dini kanker serviks saat setiap penyuluhan dan
menitipkan pamflet deteksi dini kanker serviks untuk kader di wilayah rw lain
kepada dokter internship yang bertanggungjawab di wilayah masing-masing.
II.2 Alur dalam mengupayakan peningkatan pemeriksaan IVA tes di wilayah Puskesmas
Kelurahan Rambutan
Menentukan tempat
pengambilan sampel

Melakukan pendataan WUS dan


lansia

Penyebaran pamflet deteksi


dini kanker serviks dengan
iva tes

Melakukan penyuluhan mengenai


pentingnya deteksi dini kanker
serviks dengan metode IVA tes

Mengolah data dan


melaporkan dalam bentuk
mini project

Melakukan pencatatan jumlah


WUS dan lansia yang melakukan
pemeriksaan IVA tes tiap bulan

Pengumpulan data jumlah


WUS dan lansia yang
memeriksa iva tes setelah
dilakukan intervensi
Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi tidak
tercapainya WUS dan lansia
yang melakukan
pemeriksaan IVA tes di
puskesmas Rambutan

BAB IV
HASIL
4.1 Profil Komunitas Umum

Jakarta Timur adalah salah satu kota administratif dari provinsi DKI Jakarta selain Jakarta
Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Secara administratif Jakarta Timur
terbagi menjadi 10 kecamatan, 65 kelurahan, 673 RW dan 7.513 RT serta memiliki penduduk
sebanyak lebih kurang 1.959.022 jiwa atau sekitar 10% dari jumlah penduduk DKI Jakarta
dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per Km 2. Pertumbuhan penduduk 2,4 persen per Tahun
dengan pendapatan per Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00. Kecamatan yang berada di wilayah
Jakarta Timur antara lain, Kecamatan Matraman, Pulogadung, Jatinegara, Kramat Jati, Duren
Sawit, Pasar Rebo, Makasar, Cakung, Ciracas dan Cipayung.16
Gambar 4.1. Peta Wilayah Provinsi DKI Jakarta

Kecamatan Ciracas terletak antara 1060 49 35 BT dan 060 1037 LS, dengan luas
wilayah 16,08 Km2. Jumlah penduduk Kecamatan Ciracas sebanyak 200.806 jiwa, dengan
pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun 0,66%. Jumlah rumah tangga sebanyak 56.291, jumlah
RW 49, RT 594, KK 50.000, dengan luas lahan 1.608 Ha. Secara administratif Kecamatan
Ciracas terdiri atas lima kelurahan yaitu Kelurahan Cibubur, Kelapa Dua Wetan, Ciracas,
Susukan dan Rambutan.16

Gambar 4.2. Peta Wilayah Jakarta Timur

Kelurahan Rambutan merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan Ciracas, Jakarta


Timur yang terbentuk berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 125 tahun 1986 dan akibat
adanya

migrasi

yang

mendorong

pertambahan

penduduk

secara

alamiah

sehingga

mengakibatkan jumlah penduduk setiap tahunnya bertambah cepat. Hal ini akan mendorong
timbulnya berbagai masalah permasalahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah DKI
Jakarta, dalam hal ini Pemerintahan Kelurahan Rambutan.6

Gambar 4.3. Peta Wilayah Kecamatan Ciracas


4.2. Data Geografis
Kelurahan Rambutan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Jl. H Jenih,
Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur dengan luas wilayah 209 Ha atau 2.090 km5. Kelurahan ini
terbagi habis dalam 6 RW dan 87 RT.17
Batas utara wilayah Kelurahan Rambutan adalah Jl. Raya Pondok Gede/Kali Cipinang.
Batas selatan adalah Jl. Penganten Ali/ Kelurahan Ciracas. Batas timur adalah Jl. Tol Jagorawi.
Batas barat adalah Jl. Raya Bogor/ Kali baru.17

Gambar 4.4. Peta Wilayah Kampung Rambutan


Tabel 4.1. Data RT dan RW Kelurahan Kampung Rambutan
Rukun Warga (RW)
01
02
03
04
05
06

Rukun Tetangga (RT)


12
15
16
14
11
19

1.3. Data Demografik


Jumlah penduduk di Kelurahan Rambutan per November 2016 adalah 41.003 jiwa,
dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 12.148 KK. Perbandingan jumlah laki-laki dan
perempuan adalah 21.005 jiwa dan 20.028 jiwa.17 Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:17

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga per November 2015

Bulan

Jumlah Penduduk

Jumlah Kepala Keluarga

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Januari

20.748

19.737

42.485

10.184

1.758

11.942

Februari

20.974

19.795

40.589

10.316

1.758

12.074

Maret

20.819

19.842

40.661

10.334

1.768

12.102

April

20.811

19.854

40.665

10.338

1.783

12.121

Mei

20.848

19.875

40.723

10.346

1.792

12.139

Juni

20.877

19.942

40.819

10.352

1.807

12.159

Juli

20.895

19.949

40.844

10.345

1.812

12.157

Agustus

20.934

19.961

40.895

10.359

1.816

12.175

September

20.947

19.978

40.925

10.355

1.822

12.177

Oktober

20.966

20.016

40.982

10.343

1.814

12.157

November

21.005

20.028

41.033

10.337

1.811

12.148

Desember

--

Kelurahan Rambutan termasuk wilayah padat penduduk, hal ini dikarenakan adanya
mobilitas penduduk yang cepat. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.3. Mobilitas Penduduk Kelurahan Rambutan per November 2015
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustin
September
Oktober
November
Desember
Jumlah

Lahir
Lk
28
33
24
14
30
26
27
39
30
34
36
321

Pr
21
24
19
16
25
31
20
29
33
40
26
284

Datang
Lk
Pr
50
50
55
68
63
77
50
55
60
52
91
107
39
37
82
59
50
56
67
63
57
68
664
692

Mati
Lk
14
10
10
3
5
11
13
9
7
11
6
99

Pr
8
5
6
9
4
6
5
5
8
5
3
64

Pindah
Lk
Pr
45
51
32
29
52
43
56
40
48
52
74
68
35
45
73
71
60
64
71
60
55
69
601
592

Uraian mobilitas penduduk di Kelurahan Rambutan bulan November 2015 sebagai berikut:17
Datang dari dalam wilayah DKI Jakarta

: 62 jiwa

Datang dari luar wilayah DKI Jakarta

: 63 jiwa

Pindah dalam wilayah DKI Jakarta

: 56 jiwa

Pindah ke luar wilayah DKI Jakarta

: 68 jiwa

Tabel 4.6. Jumlah Perbandingan Penduduk Menurut Kelompok Umur Wilayah Kerja
Puskesmas Rambutan per November 2015
No

Kelompok Umur

Laki-Laki

1
0 4 Tahun
2
5 9 Tahun
3
10 14 Tahun
4
15 19 Tahun
5
20 24 Tahun
6
25 29 Tahun
7
30 34 Tahun
8
35 39 Tahun
9
40 44 Tahun
10
45 49 Tahun
11
50 54 Tahun
12
55 59 Tahun
13
60 64 Tahun
14
65 69 Tahun
15
70 74 Tahun
16
75 + Tahun
JUMLAH

1.656
1.974
1.975
1.664
1.748
2.114
2.125
2.006
1.729
1.347
1.041
749
434
258
126
59
21.005

Perempuan

Jumlah
Penduduk

1.694
1.934
1.680
1.599
1.693
2.141
2.128
1.911
1.549
1.245
968
665
393
238
107
83
20.028

41.033

Tabel 4.7. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan


No

RW

1
2
3
4
5
6

RW 1
RW 2
RW 3
RW 4
RW 5
RW 6
Jumlah

Tingkat Pendidikan
Tidak
Sekolah
485
570
730
515
505
635
3.440

SD

SLTP

SLTA

AK/PT

S1

S2

288
385
530
326
214
447
2.190

315
417
519
359
347
488
2.445

335
430
620
375
410
470
2.640

147
220
290
225
285
394
1.561

125
111
145
130
122
158
791

47
38
29
58
32
61
265

Sebagian besar mata pencarian penduduk kelurahan Rambutan adala sebagai buruh, yaitu
sebanyak 3.775 orang. Sebaran mata pencarian penduduk Kelurahan Rambutan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.8 Mata Pencaharian penduduk Kelurahan Rambutan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Jenis Mata Pencaharian


Pegawai Negeri Sipil
TNI
POLRI
Swasta/Pengusaha
Pensiunan
Tani
Buruh
Pedagang
Lain-lain
Pengangguran
Jumlah

Jumlah
1.070
155
890
2.278
948
3.775
3.292
5.531
855
18.794

1.4. Sumber Daya Kesehatan


Jumlah Pegawai di Puskesmas Kelurahan Rambutan sebanyak 32 orang, terdiri dari 20
orang tenaga kesehatan, 4 orang pegawai administrasi, 3 orang pegawai keamanan, 2 juru masak
dan 3 orang pegawai kebersihan. Berikut adalah tabel perincian mengenai jumlah tenaga
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Rambutan:
Tabel 4.5 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rambutan
No

Tenaga Kesehatan

Puskesmas

Keterangan

Dokter Umum

2
3
4
5

Dokter Gigi
Apoteker
Sarjana Kesehatan
Bidan

1
1
11

1 dr. Ka PKM(PNS), 1
Honorer
Honorer

6
Perawat
7
AAK
8
Ahli Gizi
9
Perawat Gigi
Jumlah

2
1
1
1
20

PNS
3 PNS, 1 CPNS, 7
Honorer
PNS
PNS
PNS
PNS

1.5. Sarana Pelayanan Kesehatan


Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kelurahan Rambutan dapat dilihat dalam tabel
berikut.6
Tabel 4. Fasilitas Kesehatan di Kelurahan Rambutan per November 2015
Fasilitas Kesehatan
Puskesmas
Rumah Sakit
Pos Kesehatan
Posyandu
UPGK
Klinik Kesehatan
Rumah Bersalin
Apotik/Toko Obat

Jumlah
1
1
16
15
4
10
4/2

Sejak Indonesia memiliki sistem Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS), dapat
dikatakan pasien yang berobat ke Puskesmas maupun Rumah Sakit Umum Daerah meningkat
cukup signifikan, sehingga terjadi antrian panjang terutama pada rumah sakit-rumah sakit besar.
Oleh sebab itu, diadakan sistem rujukan fasilitas pelayanan kesehatan berjenjang, sehingga
pasien-pasien yang berobat memiliki jenjang rujukan. Puskesmas merupakan jenjang fasilitas
kesehatan pertama yang dapat didatangi masyarakat. Selain itu letak puskesmas yang strategis
dan berada di pemukiman warga Rambutan, membuat pasien yang ingin berobat dapat mencapai
tempat puskesmas dengan mudah. Jika penyakit yang membutuhkan keahlian khusus, maka
sistem rujukan dilakukan pada tingkatan kedua yang merupakan rumah sakit tipe C ataupun D.
Nantinya pihak rumah sakit demikianlah yang akan melakukan rujukan ke rumah sakit tipe B
yaitu rumah sakit rujukan pelayanan kesehatan tingkat 3 regional ataupun nasional.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
No

Rujukan
Pelayanan
Tingkat Satu
PKC. Pulo Gadung
PKC Pasar Rebo
PKC Kramat Jati
PKC Duren Sawit
PKC Cipayung
PKC Ciracas
PKC Jatinegara
PKC Cakung
PKC Matraman

Kesehatan

Rujukan Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

RSJ Klender
RSU Mediros
RSU Kartika Pulomas
RSU Antam Medika
RSU Harapan Bunda
RSU Yadika Pondok Bambu
Yayasan Ginjal Diatrans
RS Gilut TNI AU
RSU Pengayoman Cipinang
RS TK IV Kesdam Cijantung
RSIA Bunda Aliyah
RS Pusdikkes (TK IV)
RSIA Resti Mulia
RSKO Cibubur
RS Bedah Rawamangun
RSU Harapan Jayakarta
RSU Harum
Klinik HD Jati Waring

N
o

Rujukan Pelayanan Kesehatan Tingkat


Ketiga (Regional)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
1
1

RSUD Pasar Rebo


RSU Omni Pulomas
RSUD Budhi Asih
RSU UKI Cawang
RSKD Duren Sawit
RSU Islam Pondok Kopi
RS Bhayangkara Tk I R. Said Sukanto
RSU Premier Jatinegara
RSAU dr. Esnawan Antariksa
RSIA Hermina Jati Negara

Rujukan
Pelayanan
Kesehatan
Tingkat
Ketiga
(Nasional)
RSUP Cipto Mangunkusumo
RSPAD Gatot Subroto
RSUP Fatmawati
RSUP Persahabatan
RSJPD Harapan Kita
RSAB Harapan Kita
RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
RS Kanker Dharmais

RSU Haji Jakarta

Tabel 4.7 Sistem Rujukan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berjenjang Wilayah Jakarta Timur

4.6 Cakupan Kunjungan Pemeriksaan IVA tes di Puskesmas Kelurahan Kampung


Rambutan
Pada mini project ini akan dilampirkan data kunjungan WUS dan Lansia yang melakukan
pemeriksaan IVA tes di Puskemas Kelurahan Rambutan. Data yang ditampilkan dimulai dari bulan
Januari 2015 hingga Januari 2016 dimana intervensi yang dilakukan dimulai dari bulan Oktober 2015.

4.6.1 Cakupan Kunjungan pemeriksaan IVA tes di Puskemas Kelurahan Rambutan.


Data Kunjungan pemeriksaan iva tes di Puskesmas Kelurahan Kampung Rambutan
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
JUMLAH

JUMLAH WUS dan LANSIA YANG MELAKUKAN


PEMERIKSAAN IVA TES DI PUSKESMAS RAMBUTAN
0
0
0
0
222
13
0
0
2
1
2
0
240

Penyebaran Berdasarkan Usia


No.

Golongan Usia

Jumlah Yang Diperiksa

1.

Usia < 30 tahun

14

2.

Usia 30-39 tahun

66

3.

Usia 40-49 tahun

100

4.

Usia 50-59 tahun

60

TOTAL

240

HASIL IVA TES


No.
1.

2.

Hasil IVA Tes


+ (positif)

- (negatif)

Jumlah

Dengan polip

Tanpa polip

0
239

4.

Ca serviks

TOTAL

No.

Hasil IVA (-)

1.

Radang

240

Jumlah
Servisitis
Polip

123
1

2.

Kandidiasis

3.

Iva negatif tanpa radang dan kandidiasis

TOTAL

111
239

TARGET Pencapaian kegiatan BuCeKas (Bulan Cegah Kanker Serviks) 2015 di Jakarta
Timur = 27.400 WUS
Kondisi Puskesmas yang berbeda-beda memaksa untuk pembagian target yang tidak seragam.
Agar pencapaian target lebih rasional, maka target BuCeKas 2015 dibagi sebagai berikut:
1. Jatinegara

: 15%

= 4.110 WUS

2. Duren Sawit

: 12.5%

= 3.425WUS

3. Cakung

:12.5%

=3.425 WUS

4. Cipayung

: 10%

= 2.740 WUS

5. Matraman

: 12.5%

=3.425 WUS

6. Makassar

: 10%

= 2.740 WUS

7. Pasar Rebo

: 7%

= 2.055 WUS

8. Kramat Jati

: 6.5%

= 1.781 WUS

9. Pulo Gadung

: 7.5%

= 2.055 WUS

10. Ciracas

:6.5%

=1.781 WUS

DATA DASAR PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN


TAHUN 2015
(Petikan Lampiran Surat Edaran Kadinkes No. 97/58/2015)
*) Sumber data dari Pusdatin Kemenkes RI
Penduduk Sasaran Program

Kelompok

Jakarta Timur

Umur/ formula
Wanita Usia Subur (WUS)
Target Capaian Pemeriksaan IVA

15-49 Tahun

825.322
660.257

(80% WUS)
Rasio WUS per Wilayah Jakarta

27.400: 10 wilayah =2740:100 = 27.4%

Timur
Target Capaian Pemeriksaan

137.000

IVA/wilayah Jakarta Timur 2015


Target Capaian Pemeriksaan IVA
melalui BuCeKas 2015
Target Capaian IVA/kecamatan

25% x 137.000= 34.250 atau


20%x 137.000= 274.000
34.250/10 kecamatan = 3.420 atau
274.000/10 kecamatan = 2.740

Jumlah kelurahan/wilayah

86 kelurahan

Target capaian Pemeriksaan IVA/

34.250/86 kelurahan = 398 WUS

kelurahan
Target capaian per Hari/
kelurahan

27.400/86 kelurahan = 318 WUS


398 WUS : 20 = 19 WUS
318 WUS : 20= 16 WUS

Target Pencapaian BuCeKas di Kecamatan Ciracas = 1781 WUS /49 RW = 37 WUS/RW

No

Kelurahan

Jumlah RW

Jumlah WUS

1.

Cibubur

13

13x 37 WUS = 481

2.

Ciracas

10

10x37 WUS = 370

3.

Kelapa Dua Wetan

12

12x37 WUS = 444

4.

Susukan

20

20x37 WUS = 740

5.

Rambutan

6x37 WUS

TOTAL

= 222

2.257

No.

Wilayah Kelurahan

Jumlah Pemeriksaan IVA tes

1.

Cibubur

63+125+131+184+187 = 690

2.

Kelapa Dua Wetan

45+42

= 87

3.

Ciracas

63+75

= 138

4.

Susukan

39+25+71+55

= 190

Rambutan

70+75+77

= 222

TOTAL

1.327 WUS

TARGET BuCeKas pemeriksaan IVA tes di kelurahan Rambutan tercapai =222 WUS

Target BuCeKas pemeriksaan IVA tes kecamatan belum tercapai = minimal 1781 WUS
didapat 1327 WUS

Target Pemeriksaan IVA tes/kecamatan adalah= 137.000 : 10 =13.700

Target Pemeriksaan IVA tes/kecamatan yang belum tercapai 13.700-1.327=12.373 WUS

Presentase yang sudah tercapai :1.327: 13.700 x100%= 9.68 %

TARGET YANG BELUM TERCAPAI

No.

Golongan Usia

Jumlah Yang

Jumlah WUS

Diperiksa

Jumlah yang

Presentase iva

belum tercapai

tes pada WUS


dan Lansia

1.

Usia < 30 tahun

14

5.433

5.419

0.26 %

2.

Usia 30-39 tahun

66

4.039

3.978

1.51 %

3.

Usia 40-49 tahun

100

2.794

2.697

3.47 %

4.

Usia 50-59 tahun

60

1.633

1.573

3.67 %

TOTAL

240

14.720

14.478

INTERVENSI
Intervensi yang dilakukan berupa pembagian pamflet kepada dokter koordinator masingmasing wilayah untuk diberikan ke kader, penyuluhan tentang deteksi dini kanker leher rahim
kepada para kader di RW 03 karena saya dokter coordinator di RW 03, penyuluhan satu per satu
secara random kepada ibu-ibu yang berkunjung ke BPU Puskesmas Kelurahan Rambutan,
Penulisan pada kertas Hari pemeriksaan IVA tes didepan pintu ruangan KB, dan menaruh
pamflet didepan loket agar dapat diambil oleh pasien saat mendaftar pelayanan.

PENYULUHAN IVA TES

FOTO PEMERIKSAAN IVA TES

BAB V
DISKUSI
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan. Saat ini kanker
serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang menyerang perempuan di dunia dan
urutan pertama untuk wanita di negara sedang berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia
(WHO), diketahui terdapat 493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia
dengan angka kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun (Emilia, 2010).

Mengkaji masalah penanggulangan kanker leher rahim yang ada di Indonesia dan
adanya pilihan metode yang mudah di-ujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi
visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk
kanker leher rahim. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode
skrining IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh
tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat
pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining
IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.
Partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan pencegahan dini kanker serviks dan
IVA tes dapat dilihat berdasarkan data yang didapatkan dari laporan kohort puskesmas kelurahan
Kampung Rambutan angka kunjungan WUS dan Lansia untuk melakukan pemeriksaan IVA tes
ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan masih rendah. Dari data didapatkan angka
kunjungan IVA tes ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan bervariasi dari Januari 2015
hingga Januari 2016. Dari data kohort puskesmas kelurahan Kampung Rambutan didapatkan
total WUS dan Lansia yang melakukan pemeriksaan iva tes pada bulan Januari-Maret 2015
sebanyak 0 orang, pada bulan April terdapat 2 orang, namun pada bulan Mei 2015 sebanyak
222 orang hal ini dikarenakan adanya program menjemput bola deteksi dini kanker serviks
yang dilakukan dikelurahan RW 1, RW 3, RW 4. Pada bulan Juni terdapat 13 orang yang
melakukan pemeriksaan IVA tes di puskesmas kelurahan rambutan. Sebanyak 7 orang lainnya
melakukan kunjungan

pertama kehamilan (K1) di luar puskesmas. Pada bulan februari

didapatkan data jumlah ibu hamil berdasarkan laporan kohort puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan sebanyak 10 orang dengan rincian K1 di luar puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan sebanyak 9 orang dan hanya 1 orang yang melakukan kunjungan pertama kehamilan
(K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan.
Pemantauan angka kunjungan K1 di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan dimulai
pada bulan Maret 2015, menurut laporan kohort puskesmas kelurahan Kampung Rambutan di
bulan Maret didapatkan data sebanyak 4 dari 10 ibu hamil di RW 3 yang melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan. Sangat disayangkan pada

bulan April 2015 didapatkan penurunan angka kunjungan K1 di puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan., dari total 10 ibu hamil di RW3 kelurahan Kampung Rambutan hanya 1 orang ibu
hamil yang melaukan kunjungan pertama kehamilannya (K1) di puskesmas kelurahan Kampung
Rambutan sedangkan 9 orang lainnya melakukan kunjungan pertama kehamilan di luar
puskesmas.
Berdasarkan data laporan PWS Kesehatan Ibu dan Anak Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur 2015 telah didapatkan presentase kumulatif K1 pada bulan Januari sebesar 7,4%, angka
tersebut cukup rendah karena target PWS untuk K1 setiap bulannya sebesar 8,3%, lalu pada
bulan Februari didapatkan peningkatan presentase kumulatif K1 yaitu 14,4% selanjutnya pada
bulan Maret dan April didapatkan peningkatan presentase kumulatif untuk K1 sebesar 34,2% di
bulan Maret dan 34,4%.(2,4)
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang standar
pelayanan kesehatan minimal di bidang kesehatan di kabupaten atau kota khususnya pelayanan
kesehatan ibu dan anak dengan target tahun 2010 : berupa cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan
K4.(2) K1 yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan Kl di
bawah 70% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun)
menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal yang rendah, yang mungkin disebabkan oleh
kurangnya motivasi ibu hamil dalam pemeriksaan kehamilan dan adanya persepsi ibu hamil yang
menganggap bahwa pemeriksaan kehamilan tidak perlu dilakukan bila tidak ada keluhan karena
masyarakat menganggap kehamilan adalah sesuatu keadaan/kejadian yang biasa dan lumrah
terjadi pada seoarang wanita.(3,4) Rendahnya cakupan K1 menunjukkan bahwa perlu ditingkatkan
kembali penyuluhan tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan dalam mencegah dan mengenali
secara dini komplikasi yang terjadi pada masa kehamilan. Sedangkan K4 : Kontak minimal 4
kali selama masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri atas minimal 1
kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester
ketiga. Cakupan K4 di bawah 60% (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu
satu tahun) menunjukkan kunjungan/kontak ibu hamil ke tenaga kesehatan masih sangat rendah.
(3,4)

Rendahnya K4 menunjukkan rendahnya kesempatan untuk menjaring dan menangani risiko

tinggi obstetrik. Menurut laporan Survey Demografi Kesehatan Indonesia, 2003 menunjukkan
bahwa cakupan K1 secara Nasional sebesar 86,76% serta cakupan K4 sebesar 79,44%, bila
dibandingkan tahun 2001 angka cakupan K1 mengalami penurunan (dari 90,5%), sedangkan

cakupan K4 mengalami sedikit peningkatan (dari 74,25%).(14) Sedangkan data berdasarkan profil
kesehatan Indonesia tahun 2006 juga diketahui bahwa, cakupan kunjungan pemeriksaan
kehamilan K1 sebesar 90,38% dan K4 sebanyak 79,63%.(2)
Kunjungan ibu hamil untuk melakukan ANC ke pelayanan kesehatan erat kaitannya
dengan perilaku kesehatan, yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan ibu dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan ibu dan janin. Ada tiga teori yang menjadi acuan acuan dalam
melakukan penelitian kesehatan di masyarakat. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo,
perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu faktor
predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. (15) Faktor predisposisi (predisposing factors)
ialah faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan ibu untuk melakukan pemeriksaan pertama
kehamilan ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan diantaranya pengetahuan ibu, pekerjaan
ibu dan tingkat pendidikan ibu. Faktor pendukung (enabling factors) ialah faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi agar terjadinya perilaku sehat, misalnya jarak puskesmas
dengan tempat tinggal warga, ketersediaan sumber daya serta keterjangkauan sumber daya.
Faktor ketiga ialah faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor yang mendorong atau
memperkuat perilaku sehat, yang termasuk dalam faktor penguat misalnya keluarga, kelompok
ataupun tokoh masyarakat.
Faktor faktor predisposisi yang mempengaruhi rendahnya angka kunjungan pertama
kehamilan (K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan diantaranya tingkat pendidikan
ibu. Dari data yang didapatkan di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan dan alloanamnesa
dengan ibu hamil yang datang untuk melakukan pemeriksaan kehamilan didapatkan rata rata
pendidikan terakhirnya hanya sebatas sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) hingga sekolah
lanjutan tingkat atas (SLTA). Rendahnya tingkat pendidikan cukup mempengaruhi pengetahuan,
pemahaman dan persepsi ibu dalam melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1). Hasil
penelitian Irma, 2008, ada hubungan yang kuat antara persepsi ibu hamil tentang risiko
kehamilan dengan kepatuhan melakukan antenatal care, dimana semakin baik persepsi ibu hamil
tentang risiko tinggi kehamilan, maka kemungkinan ibu hamil untuk patuh melakukan antenatal
care semakin besar.(14,16) Dan ibu hamil yang paham dengan manfaat antenatal care bagi
kehamilan dan bayi yang dikandungnya akan mempunyai persepsi yang baik sehingga akan
meningkatkan motivasi/keinginan untuk melakukan antenatal care.(16) Dari hasil penelitian

lainnya didapatkan data bahwa faktor pendidikan sangat berpengaruh dalam kepatuhan
pemeriksaan ANC. Tinggi rendahnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola pikir
seseorang. Pola pikir yang baik akan mendorong seseorang untuk memperhatikan masalah
kesehatan seperti melakukan pemeriksaan ANC secara teratur.(16)
Faktor predisposisi yang lain yang ikut mempengaruhi adalah pekerjaan ibu. Berdasarkan
alloanamnesa yang dilakukan terhadap ibu hamil didapatkan salah satu kendala untuk melakukan
kunjungan pertama kehamilan (K1) ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan dikarenakan
saat pagi hingga sore hari sang ibu bekerja dari pagi hingga sore hari. Selain itu banyak ibu yang
mendapatkan pelayanan kesehatan dari tempat mereka bekerja. Oleh karena itu waktu untuk
melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1) ke puskesmas pun tertunda, sehingga banyak dari
ibu hamil di RW 3 melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1) di luar puskesmas.
Selain faktor predisposisi, terdapat pula faktor pendukung antara lain jarak puskesmas,
ketersediaan sumber daya serta keterjangkauan sumber daya. Jarak puskesmas kelurahan
Kampung Rambutan yang cukup jauh menjadi salah satu alasan ibu hamil melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) di luar puskesmas. Kendala jarak memungkinkan ibu hamil untuk tidak
datang melakukan kunjungan kehamilan pertama (K1) di puskesmas. Namun, untuk
memastikannya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah ketersediaan sumber daya di pelayanan
kesehatan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap ibu hamil di RW 3 menyatakan
dikarenakan keterbatasan sumber daya di puskesmas mengakibatkan ibu hamil yang akan
melakukan kunjungan kehamilan harus mengantri cukup lama sehingga hal tersebut membuat
ibu hamil yang melakukan kunjungan merasa kurang nyaman. Berdasarkan kenyataan yang
dilihat di lapangan harus diakui adanya beberapa keterbatasan, diantaranya keterbatasan pada
jumlah sumber daya, ketersediaan ruang periksa dan alat periksa. Saat ibu hamil datang ke
puskesmas untuk melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1) petugas kesehatan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan alloanamnesa secara lengkap dan
pemeriksaan fisik secara teliti terhdapa ibu hamil.
Keterjangkauan sumber daya juga mempunyai peran yang cukup penting dalam hal ini.
Kesulitan yang dialami ibu hamil untuk mencapai puskesmas untuk melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) membuat ibu hamil mencari sumber daya kesehatan yang lebih

terjangkau untuk melakukan kunjungan pertama kehamilan (K1). Namun, untuk memastikannya
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku manusia dalam hal kesehatan adalah faktor
penguat (reinforcing factors). Yang termasuk dalam faktor tersebut diantaranya dukungan dari
keluarga atau tokoh masyarakat. Besarnya dukungan dari pihak keluarga dapat mempengaruhi
perilaku ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dan meningkatkan motivasi ibu
hamil dalam melakukan kunjungan atau pemeriksaan kehamilan sejak sang ibu merasakan
dirinya hamil. Salah satu bentuk dukungan yang diberikan pihak keluarga ialah dukungan
psikologis. Dukungan psikologis adalah suatu sikap yang memberikan dorongan dan
penghargaan moril kepada ibu selama masa kehamilannya, misalnya keluarga sangat membantu
ketenangan jiwa ibu, keluarga mendambakan bayi dalam kandungan ibu, keluarga menunjukkan
kebahagiaan pada kehamilan, keluarga menghibur atau menenangkan ketika ada masalah yang
dihadapi, keluarga berdoa untuk kesehatan atau keselamatan ibu dan anaknya (Retnowati, 2005).
(17)

Wanita hamil yang tidak diperhatikan dan dikasihi oleh keluarganya selama hamil akan

menunjukkan lebih sedikit gejala emosi, fisik, dan sedikit komplikasi persalinan serta lebih
mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas. Salah satu strategi Making Pregnancy Safer
(MPS) adalah mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga. Output yang diharapkan dari
strategi tersebut adalah 4 Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Ibu Hamil
Dalam Pemeriksaan Antenatal Care Di Puskesmas Banyu Biru Kabupaten Semarang menetapkan
keterlibatan keluarga dalam mempromosikan kesehatan ibu dan meningkatkan peran aktif
keluarga dalam kehamilan dan persalinan (Depkes RI, 2007).(16,17) Menurut penelitian Unzila
(2007), menyebutkan bahwa ibu hamil yang mendapatkan dukungan dari keluarga mempunyai
motivasi yang tinggi terhadap pemeriksaan antenatal care, sehingga terdapat hubungan antara
dukungan keluarga dan kualitas pelayanan kebidanan terhadap kepatuhan antenatal care pada ibu
hamil.(18) Dalam penelitian Kusmiyati (2008), menunjukkan bahwa dukungan emosi dari
keluarga merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan perkembangan kehamilan
istrinya, informasi ini dapat diperoleh melalui konseling antara suami atau keluarga dengan
tenaga kesehatan. (17)
Pada bulan Maret 2015, dokter internship bekerja sama dengan para kader untuk
mengumpulkan ibu hamil, wanita usia subur serta pasangan usia subur untuk melakukan

penyuluhan mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin sesuai jadwal
yang telah ditentukan sekaligus memberikan leaflet mengenai pentingnya ANC dan manfaat
yang didapat jika melakukan kunjungan pertama kehamilan di puskesma kelurahan Kampung
Rambutan. Selain itu dokter internship juga memberikan kelas ibu hamil dan memberitahu
manfaat dan keuntungan melakukan pemeriksaan kehamilan ke puskesmas Kelurahan Kampung
Rambutan. Disamping memberikan penyuluhan dan membuka kelas hamil, dokter internship
juga melakukan wawancara terhadap beberapa ibu hamil tentang alasan melakukan kunjungan
pertama kehamilan (K1) di luar puskesmas. Dari hasil yang didapat, ternyata tidak didapatkan
hasil sesuai harapan karena angka kunjungan (K1) di puskesmas kelurahan Kampung Rambutan
belum mengalami peningkatan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena faktor jarak dari tempat
tinggal ke puskesmas kelurahan Kampung Rambutan. Selain faktor jarak, faktor pekerjaan ibu
juga mempengaruhi keengganan untuk melakukan kunjungan pertama kehamilan ke puskesmas
kelurahan Kampung Rambutan. Banyak ibu yang mendapatkan fasilitas kesehatan di tempat
mereka bekerja dan waktu kerja yang tidak sesuai dengan jam pelayanan puskesmas kelurahan
Kampung Rambutan sehingga bayak ibu yang lebih memilih untuk melakukan kunjungan
petama kehamilan (K1) di luar puskesmas.

LEMBAR KUISIONER
Pengaruh pengetahuan wanita berusia 25 45 tahun terhadap perilaku pemeriksaan pap smear
sebagai deteksi dini karsinoma servik uteri di Dusun Peting Desa Talok Kecamatan Dlanggu
Kabupaten Mojokerto
Nama Responden

: .

Tanggal Pengisian

: .

Petunjuk Pengisian I
Kami mohon ibu memberikan jawaban sejujurnya. Jawaban ibu akan kami rahasiakan.
I.

Identitas Responden

Umur Ibu

Pekerjaan

Pendidikan Terakhir
Agama

Penghasilan/Bulan

II.

Pengetahuan wanita berusia 25 45 tahun tentang pap smear sebagai deteksi dini

karsinoma uteri
Petunjuk Pengisian II
1.

Apakah ibu benar-benar mengerti dengan istilah karsinoma servik uteri (kanker leher

rahim)
Tahu
Kurang tahu
Tidak tahu
Tidak pernah dengar
2.

Bagaimana pengaruhnya jika karsinoma servik uteri (kanker leher rahim) tersebut

mengenai ibu
Dapat menyebabkan pengangkatan kandungan
Dapat menyebabkan kematian ibu

Dapat mempersulit proses kelahiran


Dapat menyebabkan kematian bayi
3.

Apabila ibu menderita kanker leher rahim, maka tindakan yang diambil adalah

Segera memeriksakan ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya


Menunggu sementara sampai keluhan hilang
Menunggu sampai sel kanker dapat dibuat secara kasat mata
Menunggu suami datang
4.

Bagaimana cara mengetahui secara dini adanya karsinoma servik uteri

Pap smear atau usapan pada dinding leher rahim


Pap net
Servikogravi
Kolpaslkopi
5.

Apakah ibu mengenal istilah pap smear atau usapan pada dinding leher rahim. (Jika faham

atau tahu lanjutkan ke pertanyaan selanjutnya)


Faham
Tahu
Tidak tahu
Tidak pernah dengar
6.

Dari manakah ibu mengetahui tentang pap smear

Bacaan (majalah, surat kabar)

Penyuluhan (petugas kesehatan, mahasiswa PKL, dsb)


Radio/TV
Sesama ibu (dari mulut ke mulut)
7.

Apakah yang ibu ketahui tentang pap smear ?

Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk mencegah berkembangnya sel kanker payudara
Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk mencegah berkembangnya sel kanker payudara
Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk mencegah berkembangnya sel kanker kulit
Metode pemeriksaan yang paling mudah untuk memusnahkan sel-sel kanker
8.

Bagaimana cara pemeriksaan pap smear tersebut dilaksanakan ?

Dengan berbaring di atas tempat tidur


Dengan berbaring di atas meja biasa
Dengan cara duduk di atas meja
Dengan berbaring di atas meja pemeriksaan kandungan
9.

Mengapa pap smear itu perlu dilakukan ?

Karena dapat mendeteksi secara dini jaringan sel kanker leher rahim
Karena dapat mengobati adanya kanker leher rahim
Karena dapat mengobati adanya kanker leher rahim yang serius
Kanker dapat mematikan adanya sel-sel kanker ganas
10. Apakah yang ibu ketahui tentang manfaat pemeriksaan pap smear ?

Untuk mengetahui secara dini sel kanker leher rahim


Untuk mengetahui secara dini adanya kanker payudara
Untuk mengetahui secara dini adanya sel kanker kulit
Untuk mengetahui secara dini adanya tumor kandungan
11. Bolehkah wanita yang belum menikah melaksanakan pemeriksaan pap smear?
Dianjurkan
Boleh
Tidak boleh
Tidak tahu
12. Kapan sebaiknya pemeriksaan pap smear dilakukan ?
Usia kurang dari 20 tahun dan berhenti pada usia 60 tahun
Usia 25 tahun dan berhenti pada usia 60 tahun
Usia lebih dari 30 tahun dan berhenti pada usia 60 tahun
Usia lebih dari 40 tahun dan berhenti pada usia 60 tahun
13. Kapan sebaiknya pemeriksaan pap smear dilakukan secara rutin ?
Setiap 6 bulan sekali
Setiap 1 tahun sekali
Setiap 2 tahun sekali
Setiap 3 tahun sekali

14. Mengapa pemeriksaan pap smear dilakukan pada usia tersebut di atas (No. 10)
Kanker pada usia di atas dipandang mempunyai resiko yang tinggi untuk timbulnya kanker leher
rahim
Karena pada usia di atas seseorang pasti menderita kanker leher rahim
Karena pada usia tersebut adanya kanker leher rahim baru dapat diketahui
Karena pada usia tersebut pemeriksaan pap smear baru dapat dilakukan
15. Kapan saat yang tepat untuk melaksanakan pemeriksaan pap smear ?
Setelah melahirkan
Pada saat haid
Di luar masa haid
Kapan saja atau setiap saat
16. Dimanakah kita bisa mendapatkan pelayanan pemeriksaan pap smear ?
Rumah Sakit atau puskesmas atau dokter atau bidan
Pak Mantri
Dukun
Semua jawaban di atas benar
17. Mengapa pap smear dilaksanakan di tempat tersebut ?
Karena murah
Karena tenaganya ramah
Karena tenaganya professional dan telah mendapatkan ijin praktek

Semua jawaban benar


18. Bagaimana ketentuan waktu pelayanan pap smear ?
Pada usia lebih dari 40 tahun dan berhenti pada usia 60 tahun yaitu 2 tahun sekali masa haid
Pada usia lebih dari 40 tahun dan berhenti pada usia 60 tahun yaitu 2 tahun sekali di luar masa
haid
Pada usia lebih dari 25 tahun dan berhenti pada usia 60 tahun yaitu 1 tahun sekali di luar masa
haid
Pada usia kurang dari 30 tahun yaitu satu tahun sekali pada masa haid

Anda mungkin juga menyukai