Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih kurang
17.508 pulau, dengan sekitar 6.000 di antaranya merupakan pulau yang berpenduduk.
Indonesia secara keseluruhan juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yakni 81.000
km yang merupakan 14% dari garis pantai yang ada di seluruh dunia. Luas laut Indonesia
mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari luas keseluruhan negara Indonesia.
Ekosistem di laut Indonesia tercatat sangat bervariasi, khususnya ekosistem pesisir.
Ekosistem-ekosistem ini menopang kehidupan dari sekian banyak spesies. Indonesia
merupakan rumah bagi hutan bakau yang sangat luas dan padang lamun, serta juga
menjadi rumah bagi sebagian besar terumbu karang yang luar biasa, yang ada di Asia.
Terumbu karang di Indonesia ditemui sangat berlimpah di wilayah kepulauan bagian
timur (meliputi Bali, Flores, Banda dan Sulawesi). Namun juga terdapat di perairan
Sumatera dan Jawa. Indonesia menopang tipe terumbu karang yang bervariasi (terumbu
karang tepi, penghalang dan atol). Namun tipe terumbu karang yang dominan di Indonesia
ialah terumbu karang tepi.
Terumbu karang memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dan
lingkungan. Terumbu karang (coral reef) bukan sekedar menjadi tempat hidup dan
berkembang biota laut belaka. Namun terumbu karang mempunyai fungsi dan peran yang
tidak bisa diremehkan bagi lingkungan secara keseluruhan (baik di laut, pesisir, maupun
darat), dan bagi kehidupan manusia.
Secara garis besar, fungsi dan manfaat terumbu karang bagi lingkungan dan
manusia dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yakni manfaat secara ekologi,
ekonomi, dan sosial. Manfaat secara ekologi mengandung arti sebagai peran terumbu
karang dalam hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya, manfaat
secara ekonomi mengandung arti sebagai sumber mata pencaharian yang mampu meniliki

nilai jual karna manfaat yg dimilikinya , dan manfaat terumbu karang secara sosial
mengandung arti sebagai penunjang darana pendidikan masyarakat dan sebagai sarana
rekreasi bagi masyarakat.
B. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakan praktek kerja lapang (PKL) ini adalah untuk menambah
pengetahuan yang berhubungan dengan pelaksanaan Manajemen Stock Bahan Baku Koral
pada CV. Rezky Bahari Makassar.
Adapun kegunaan dari praktek kerja lapang ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan khususnya keterampilan lapangan bagi mahasiswa dalam menyempurnakan
pengetahuan dan kemampuannya.
C. Ruang Lingkup dan Batasan
Ruang lingkup praktek kerja lapang ini adalah :
1. Penelitian ini dilaksanakan pada CV. Rezky Bahari Makassar, tanpa membandingkan
dengan perusahaan lain yang mempunyai produksi yang sama.
2. Manajemen stock bahan baku dalam praktek kerja lapang ini membahas tentang
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan dan persediaan
(stock).

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Koral
Terumbu karang terdiri dari dua kata, yaitu terumbu dan karang. Terumbu adalah
endapan zat kapur hasil metabolisme dari ribuan hewan karang. Jadi dalam seonggok
batuan terumbu itu, terdapat ribuan hewan karang yang hidup di dalam celah kecil yang
disebut polip. Hewan karang ini bentuknya renik dan melakukan kegiatan pemangsaan
terhadap berbagai mikro organisme lainnya yang melayang pada malam hari. Berdasarkan
hasil transplantasi karang beberapa jenis memperlihatkan hanya sekitar 1 cm per bulan.
Sebagian besar karang hanya hidup di iklim tropis. Hewan-hewan yang karang ini
bersimbiosis dengan alga Zooxanthellae (Madduppa, 2008).
Terumbu karang (Coral reef ) merupakan organisme yang hidup didasar perairan dan
berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut.
Sedangkan organismeorganisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang
karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga
mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang di atas dibedakan antara binatang
karang atau karang (reef coral) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat
dan terumbu karang (coral reef ) sebagai suatu ekosistem (Sorokin (1993) dalam Dewi
2011).
Terumbu karang merupakan endapan massif (deposit) padat kalsium (CaCO3) yang
dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan
organisme

lain

yang

mensekresikan

kalsium

karbonat

(CaCO3).

Dalam

proses

pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleractina) merupakan penyusun yang
paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (reef building corals). Karang batu
termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota filum Coelenterata yang hanya
mempunyai stadium polip. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua subkelas yaitu
Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul,
morfologi dan fisiologi (Veron (1995) dalam Dewi 2011).

Ada dua tipe terumbu karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur
(hermatypic corals) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic
corals). Hermatypic corals adalah koloni karang yang membentuk bangunan atau terumbu
dari kalsium karbonat(CaCO3), sehingga sering disebut pula reef building corals.
Sedangkan ahematypic corals adalah koloni karang yang tidak dapat membentuk terumbu.
Berdasarkan geomorfologinya, ekosistem terumbu karang dapat dibagi tiga tipe, yaitu
terumbu karang tepi (fringring reef), terumbu karang penghalang (barrier reef), dan terumbu
karang cincin (atoll). Terumbu karang tepi tumbuh dari tepian pantai, terumbu karang
penghalang dipisahkan dari daratan pantai oleh goba (laggon), dan terumbu karang cincin
merupakan terumbu karang yang melingkar atau berbentuk oval yang mengelilingi goba
(Supriharyono, 2007).
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekosistem Terumbu Karang
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kelangsungan hidup ekosistem terumbu karang,
yakni faktor alam dan faktor buatan seperti kegiatan manusia.
Faktor Alam :
1.

Cahaya matahari
Cahaya adalah salah satu faktor yang paling penting yang membatasi terumbu

karang, karena cahaya diperlukan bagi proses fotosintesis. Kedalaman panetrasi sinar
mempengaruhi kedalaman pertumbuhan karang. Intensitas dan kualitas cahaya yang dapat
menembus air laut sangat penting dalam menentukan sebaran vertikal karang batu yang
mengandungnya. Semakin dalam laut, semakin kurang intensitas cahaya yang didapat atau
dicapai yang berarti semakin kecil produksi oksigen. Kedalaman laut maksimum untuk
karang batu pembentuk terumbu karang adalah 45 meter. Lebih dari itu cahaya terlalu
lemah untuk zooxanthella yang merupakan alga mikroskopik bersel tunggal dalam
menghasilkan oksigen yang cukup bagi karang batu (Wells, 1956).
2.

Kejernihan air

Karang batu hidup di bawah permukaan air sehingga untuk hidupnya memerlukan air
laut yang bersih dari kotoran kotoran. Hal tersebut untuk menghindari benda benda yang
terdapat di dalam air dapat menghalangi masuknya cahaya matahari yang diperlukan untuk
hidup zooxanthella. Selain itu, endapan lumpur atau pasir yang terkandung di dalam air
yang diendapkan oleh arus dapat mengakibatkan kematian pada terumbu karang
(Karliansyah, 1988).
3.

Kedalaman
Karang batu hidup subur pada kedalaman tidak lebih dari 40 meter (Molengraaff,

1929). Menurut Wells (1956) pertumbuhan paling subur berada di kedalaman kurang lebih
20 meter.
4.

Suhu perairan
Suhu terendah dimana karang batu dapat hidup, yaitu 15oC, tetapi kebanyakan

ditemukan pada suhu air diatas 18oC dan tumbuh sangat baik antara 25oC 29oC. Suhu
maksimum dimana terumbu karang masih hidup adalah 36oC. Menurut Kuenen ( Sukarno,
1982), suhu terbaik untuk pertumbuhan karang batu adalah 25oC 31oC dan masih dapat
hidup pada suhu 15oC, tetapi perkembangangbiakan, metabolism, dan pengapuran akan
terganggu.
5.

Salinitas
Salinitas Tingkat optimum salinitas untuk komunitas karang kira-kira 35 ppt, tetapi

karang dapat bertahan hidup di atas kisaran salinitas antara 25 sampai 42 ppt, sebaliknya
salinitas dengan konsentrasi yang tetap di bawah 20 ppt untuk waktu lebih dari 24 jam
menyebabkan kematian pada koral dan sebagian besar fauna karang yang lain, sehingga
kejadian kematian lebih cepat dapat terjadi pada tingkat salinitas yang terendah (Smith dan
Buddemeier, 1992).
6.

pH (Derajat Keasaman)
Keputusan

Menteri

Kependudukan

dan

Lingkungan

Hidup

(KLH)

(1988) dalamEdward (1996) menetapkan bahwa nilai kisaran ambang batas pH (derajat
keasaman) yang baik bagi kehidupan biota laut berkisar diantara 6-9. Derajat keasaman

(pH) adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan suatu tolak ukur
keasaman. Biotabiota laut memiliki kisaran untuk hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken,
1992). Menurut Nontji (1993), air laut memiliki nilai pH yang relatif stabil dan biasanya
berkisar antara 7.5 8,4. Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan
biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian
ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak
langsung adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH
sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000 kali (Dinar,
2009).
Faktor Buatan :
Aktivitas Manusia Yang Ada di sekitar Ekosistem Terumbu Karang
Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 km 2 dan mempunyai
kaenekaragaman jenis dan produktivitas primer yang tinggi. Namun dibalik potensi tersebut,
aktivitas manusia dalam rangka pemanfaatan potensi sumberdaya alam didaerah pantai,
baik secara langsung maupun tidak langsung sering merusak terumbu karang. Menurut
Suprihayono (2000) beberapa aktivitas pemanfaatan terumbu karang yaitu :
a) Perikanan terumbu karang
Masalah perikanan merupakan bagian dari ekosistem bahkan keanekaragaman karang
dapat mencerminkan keanekaragaman jenis ikan. Semakin beragam jenis terumbu karang
akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di ekosistem tersebut. Oleh
karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada pengelolaan ekosistem terumbu
karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk saaat ini maka jumlah aktivitas
penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga meningkat. Apabila hal ini dilakukan
secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan terjadinya penurunan stock ikan di
ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan memakan waktu lama untuk bisa pulih
kembali. Pengelolaan yang efektif harus didasarkan pada pengetahuan biologis target
spesies, sehingga teknik penangkapan yang tepat dapat ditentukan. Pengelolaan terumbu
karang ini cenderung lebih banyak ditekankan pada pengambilan karang atau aktivitas

manusia seperti pengeboman ikan karang, dan yang lainnnya secara tidak langsung dapat
merusak karang.
b) Aktivitas Pariwisata Bahari
Untuk menjaga kelestarian potensi sumberdaya hayati daerah-daerah wisata bahari, maka
di Indonesia telah dibentuk suatu kerja sama pengembangan kepariwisataan (Tourism
Development Coorporation) yang modalnya berasal dari dari para investor lokal, pemerintah
lokal dan regional dan masyarakat Badan kerjasama pariwisata dapat dijumpai di Nusa Dua
Bali dan Manado. Adapun tugas badan ini diantaranya adalah :
Menjaga daya tarik masyarakat terhadap pengembangan pariwisata .
Membantu pengusaha menempati kebijaksanaan pemerintah
Pengadaaan dana pinjaman untuk pembangunan infra struktur.
Pemanfaatan taman laut untuk tujuan wisata pada umumnya diperoleh melalui agen-agen
pariwisata

dan scuba

diving .Namun

kedua

agen

atau

arganisasi

tersebut

lebih

mementingkan profit daripada harapan konservasi yaitu pelestarian sumberdaya alam laut.
Sebagai akibatnya aktivitas mereka sering menimbulkan hal hal yang tidak diinginakan atau
bertentangan dengan nilai estetika atau carrying capacity lingkungan laut.
c) Aktivitas Pembangunan Daratan
Aktivitas pembangunan di daratan sangat menentukan baik buruknya kesehatan terumbu
karang. Aktivitas pembangunan yang tidak direncanakan dengan baik di daerah pantai akan
menimbulkan dampak terhadap ekosistem terumbu karang. Beberapa aktivitas seperti
pembukaan hutan mangrove, penebangan hutan, intensifikasi pertanian, bersama-saa
dengan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang jelek umumnya akan meningkatkan
kekeruhan dan sedimentasi di daerah terumbu karang.
d) Aktivitas Pembangunan di Laut
Aktivitas pembangunan di laut, seperti pembangunan darmaga pelabuhan, pengeboran
minyak, penambangan karang, pengambilan pasir dan pengambilan karang dan kerang
untuk cinderamata secara langsung maupun tidak langsung akan memebahayakan
kehidupan terumbu karang. Konstruksi pier dan pengerukan alur pelayanan menaikkan

kekeruhan demikian juga dengan eksploitasi dan produksi minyak lepas pantai, selain itu
tumpahan minyak tanker juga membahayakan terumbu karang seperti yang terjadi di jalur
lintasan international.

C. Manfaat Ekosistem Terumbu Karang


Adapun manfaat dari ekosistem terumbu karang yaitu:
1. Segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai

estetika

dan

tingkat

keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan,
bahan obat obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.
2. Fungsi ekologis, terumbu karang yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan
lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu mampu menahan hempasan
gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi pantai dari abrasi.
3. Segi sosial ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif sehingga
dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa Negara yang
berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.
D. Faktor- faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang
Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati di laut. Salah satu ekosistem yang
memiliki peranan penting yaitu terumbu karang, kini mulai rusak. Hal ini disebabkan oleh :
1. Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan
pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga
karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.
2. Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat
berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak
seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.
3. Berbagai jenis limbah dan sampah, bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber,
diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.
4. Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara.
Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global.
5. Uji coba senjata militer, pengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran dan
buangan reaktor nuklir menyebabkan radiasi di laut.
6. Cara tangkap yang merusak seperti penggunaan racun dan bahan peledak.

7. Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang.
8. Serangan bintang laut berduri, Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar
pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri.
E. Pengertian Manajeman
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno mnagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan
diterima secara universal.
Mary Parker Follet,

misalnya,

mendefinisikan

manajemen

sebagai

seni

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer
bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan
perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar,
terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.
Luther Gulick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan
(science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana
manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat sistematis kerjasama ini
lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Atas dasar uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen
dapat

di

definisikan

sebagai

bekerja

dengan

orang-orang

untuk

menentukan,

menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsifungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing) dan penyusunan personalia
atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan
(controlling).
F. Aspek Manajemen
Aspek-aspek manajemen antara lain :
1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber
yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara
keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu.

2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar


menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer
dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut.
3. Pengkoordinasian, Penggerak dan Pengarah adalah

suatu

tindakan

untuk

mengusahakan dan menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya


atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki
secara efektif.
4. Pengendalian (controlling), adalah pengawasan yang dilakukan untuk memastikan
apakah semua pekerjaan terkontrol dengan baik.
G. Pengertian Persediaan
Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk
memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau untuk
dijual kembali. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam
proses, ataupun barang jadi.
Beberapa fungsi penting persediaan dalam memenuhi kebutuhan perusahaan, yaitu :
1. Menghilangkan resiko keterlambatan pengiriman bahan baku atau barang yang
dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan resiko jika material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan.
3. Menghilangkan resiko terhadap kenaikan harga barang secara musiman atau inflasi.
4. Untuk menyimpan bahan baku yang dihasilkan secara musiman sehingga perusahaan
tidak akan kesulitan jika bahan itu tidak tersedia di pasaran.
Unsur-unsur biaya yang terdapat dalam persediaan (stock) dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu :
1. Biaya Pemesanan adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan bahan/barang, sejak dari penempatan pemesanan sampai tersedianya
barang di gudang. Biaya pemesanan ini meliputi semua biaya administrasi dan
penempatan order, biaya pemilihan vendor/pemasok, biaya pengangkutan dan bongkar
muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang.
2. Biaya Penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya
persediaan barang. Yang termasuk biaya ini, antara lain biaya sewa gudang, biaya
administrasi pergudangan, gaji pelaksana pergudangan, biaya listrik, biaya modal yang

tertanam dalam persediaan, biaya asuransi ataupun biaya kerusakan, kehilangan atau
penyusutan barang selama penyimpanan.
3. Biaya Kekurangan Persediaan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak tersedianya
barang pada waktu diperlukan. Biaya kekurangan persediaan ini pada dasarnya bukan
biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan. Dalam perusahaan
manufaktur, biaya ini merupakan biaya kesempatan yang timbul misalnya karena
terhentinya proses produksi sebagai akibat tidak adanya bahan yang diproses, yang
antara lain meliputi biaya kehilangan waktu produksi bagi mesin dan karyawan.

http://www.terangi.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=37%3Aterumbu-karangindonesia&catid=18%3Aekosistem&Itemid=12&lang=id(Safran Yusri )

http://alamendah.org/2014/04/19/kondisi-terumbu-karang-di-indonesia/
http://bcctadulako.blogspot.co.id/2012/02/terumbu-karang.html
http://diveradios.blogspot.co.id/2013/11/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html

Buddemeier, R. W. and Kinzie, R. A. 1976. In press. Coral Growth. In: Annual Reviews of
Oceanography and Marine Biology, H. Barnes, ed. George Allen and Unwin, Ltd.,
London.
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di. Wilayah Pesisir
Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama
Anonim. 2011. Tentang Terumbu Karang. http://www.goblue.or.id
[22 Oktober 2011].
Anonim. 2010. Index Karang. http://www.ubb.ac.id [22 Oktober 2011].
Anonim. 2010. Solusi Rehabilitas Terumbu Karang di Indonesia. http://www. munrow.com
[22 Oktober 2011].
Anonim. 2008. Ekosistem Terumbu Karang, Definisi, Ragam dan Macam, serta
Distribusinya. http://www.ubb.ac.id [26 Oktober 2011]
Anonim. 2009. Fungsi dan Manfaat Terumbu Karang. http://www.scribd.com
[22 Oktober 2011].
Dewi, E. S. 2011. Ekosistem Terumbu Karang. http://www.damandiri.or.id
[ 25 Oktober 2011]
DKP Kab. Oki. 2011. Lestarikan Terumbu Karang Indonesia. http://www.dkp.kaboki.go.id
[26 Oktober 2011]
Erni. 2007. Analisis Ekonomi Manfaat Ekosistem Terumbu Karang.
http://www.shvoong.com [25 Oktober 2011]
Fadli, Nur. 2008. Tingkat Kelangsungan Hidup Fragmen Karang Acropora formosa yang
Ditransplantasikan pada Media Buatan yang Terbuat dari Pecahan Karang (RUBBLE).
Universitas Syah Kuala. Banda Aceh.
Iwan. 2009. Oseanografi. http://iwangeodrsgurugeografismamuhammadiyah1
tasikmalaya.yolasite.com [22 Oktober 2011].
Kelilauw, Syah. 2011. Hubungan Ekologis dan Biologis yang Terjadi antara Mangrove,
Lamun dan Terumbu Karang. http://www.syahkelilauw.com [25 Oktober 2011].
Kunarso. 2008. Terumbu Karang dalam Masalah dan Terancam Bahaya.
Staf Pengajar Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.
Maduppa, H. 2008. Terumbu Karang Hewan atau Tumbuhan. http://netsains.com
[22 Oktober 2011].
Nybakken, J. W, 1988. Biologi Laut. PT. Gramedia. Jakarta.
Pradono. 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi. BPFE. Yogyakarta.
Prawiro. 1983. Ekonomi Sumberdaya. Penerbit Alumni ITB. Bandung.
Sjamsoeddin, S.B.S. 1997. Tinjaun Terhadap Kebijakan dan Strategi Nasional Konservasi
Ekosistem Terumbu Karang. http://www.isjd.pdii.lipi.go.id
[23 Oktober 2011].
Soerjani, Moh., dkk. 1987. Lingkungan Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam
Pembangunan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah
Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogjakarta.
Trisyani, N., 2010. Kelimpahan Fitoplankton di Lokasi Penanaman Terumbu Karang Buatan

Desa Nginmboh, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik. Oseana Volume XXXV,
Nomor 2, Tahun 2010 : 39-46, LIPI. Jakarta.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional. Sidoarjo.
Ulumuddin, dkk., 2010. Mangrove dan Lamun Dalam Siklus Karbon Global. Oseana
Volume XXXV, Nomor 2, Tahun 2010 : 39-46. LIPI. Jakarta.
Wibisono, M. S, 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai