Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
periode akhir abad 15 dan awal abad 16, seyogyanya memahami lebih dulu gambaran kehidupan masyarakat di
masa itu, termasuk bahasa sastra yang berlaku, yang merupakan peralihan bahasa Jawa Kuno ke Jawa Madya
(Pertengahan); karena dalam suluk-suluknya tidak jarang beliau menggunakan kiasan, perumpamaan dan simbolsimbol yang diambil dari budaya lokal yang kontekstual pada masanya.
Kecenderungan tersebut menurut Prof.Dr.Abdul Hadi WM, lazim berlaku pula dalam sastra sufi Arab, Persia,
Turki, Urdu, Sindi, Melayu dan lain-lain. Sebagaimana puisi para sufi secara umum, jika tidak bersifat didaktis,
suluk-suluk Sunan Bonang ada yang bersifat lirik. Pengalaman dan gagasan ketasawufan yang dikemukakan,
seperti dalam karya penyair sufi di mana pun, biasanya disampaikan melalui ungkapan simbolik (tamzil) dan
ungkapan metaforis (mutasyabihat). Lantaran tasawuf merupakan jalan cinta, maka sering hubungan antara
seorang salik (penempuh suluk) dengan Yang Maha Esa, dilukiskan atau diumpamakan sebagai hubungan antara
Sang Pencinta dengan Sang Kekasih.
Mengenai jumlah karya suluknya, sesungguhnya cukup banyak dan indah-indah, namun sayang sekali tidak
mudah dijumpai masyarakat umum. Demikian pula minat para pakar dan peneliti sastra Jawa, tasawuf maupun
komunikasi dan dakwah terhadap itu juga sangat kurang. Naskah-naskah Sunan Bonang yang ditulis dalam huruf
Jawa, banyak tersimpan di Museum Perpustakaan Leiden. Bersyukur ada peneliti Belanda G.W.J. Drewes, ada
Hussein Djajadiningrat dan Purbatjaraka (keduanya melakukan penelitian di masa sebelum kemerdekaan
Indonesia), dan di awal abad 21 ini ada Prof.Dr.Abdul Hadi yang mengkaji serta mengulas hasil-hasil penelitian
tersebut. Namun seperti halnya karya-karya sastra Jawa abad tersebut, beberapa pakar juga menyangsikan
apakah benar misalnya, Suluk Wujil itu merupakan karya langsung Sunan Bonang, ataukah karya muridnya?
Berikut adalah beberapa kutipan atas ulasan terhadap sejumlah suluk Sunan Bonang:
1. Gita Suluk Latri, menurut GWJ Drewes dalam Abdul Hadi WM (dalam http://setyodh.wordrpess.com), ditulis
dalam bentuk tembang wirangrong, menggambarkan seorang pencinta yang gelisah menunggu kedatangan
Kekasihnya. Suluk yang naskahnya disimpan di Museum Perpustakaan Universitas Leiden ini, menggambarkan
semakin larut malam kerinduan dan kegelisahannya semakin mengusiknya, dan semakin larut malam pula
berahinya (syq) semakin berkobar. Tatkala Sang Kekasih tiba, dia menjadi lupa segalanya, kecuali keindahan
wajah Sang Kekasih. Demikianlah, setelah itu sang pencinta akhirnya hanyut dibawa ombak dalam lautan
ketakterhinggaan wujud.
Sayang sekali penulis masih belum berhasil memperoleh teks lengkap Suluk ini. Mungkin gambaran keindahan
Gita Suluk Latri bisa disejajarkan dengan kerinduan tokoh sufi wanita Rabiyah Adawiyah sebagai berikut:
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
seluk-beluk ajaran keruhanian. Suluk ini dimulai dengan pertanyaan metafisik yang esensial dan menggoda
sepanjang zaman, di Timur maupun Barat.
Mengingat kebiasaan-kebiasaan membaca naskah di jejaring sosial terutama yang menggunakan telpon
genggam, berikut ini kami kutipkan 4 (empat) bait saja terjemahan Suluk Wujil sebagai berikut:
Ingatlah Wujil, waspadalah
hidup di dunia ini
jangan ceroboh dan gegabah
sadarilah dirimu
bukan yang Haq
dan yang Haq bukan dirimu
orang yang mengenal dirinya
akan mengenal Tuhan
asal-usul semua kejadian
inilah jalan makrifat sejati (bait 11).
Oleh karena itu, Wujil, kenali dirimu
kenali dirimu yang sejati
ingkari benda
agar nafsumu tidur terlena
dia yang mengenal diri
nafsunya akan terkendali
dan terlindungi dari jalan
sesat dan kebingungan
kenal diri, tahu kelemahan diri
selalu awas terhadap tindak tanduknya (bait 22).
Bila kau mengenal dirimu
kau akan mengenal Tuhanmu
orang yang mengenal Tuhan
bicara tidak sembarangan
ada yang menempuh jalan panjang
dan penuh kesukaran
sebelum akhirnya menemukan dirinya
dia tak pernah membiarkan dirinya
sesat di jalan kesalahan
jalan yang ditempuhnya benar (bait 23).
Orang berilmu
beribadah tanpa kenal waktu
seluruh gerak hidupnya
ialah beribadah
diamnya, bicaranya
dan tindak tanduknya
malahan getaran bulu roma tubuhnya
seluruh anggota badannya
digerakkan untuk beribadah
inilah kemauan murni (bait 39).
Demikianlah saudaraku, sedikit pengantar untuk mengenal Sunan Bonang dan ajaran-ajaran tasawuf Jawanya.
Semoga beliau bahagia di sisi-Nya, melihat kita mengkaji dengan rendah hati, hakikat tuntunannya. Aamiin.