OLEH
JULIANUS HERMAN KLARAN
5306. 12. 1158
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN BELU
ATAMBUA
2015
OLEH
JULIANUS HERMAN KLARAN
NIM 5306 12 1158
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAHAN KABUPATEN BELU
ATAMBUA
2016
SURAT PERNYATAAN
Nama
NIM
Tanda tangan
Tanggal
LEMBAR PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y.M.M dan Tn. N.B yang Mengalami HIV/AIDS
dengan Kecemasan Di Ruang Mutiara RSUD
Mgr. Gabriel Manek, SVD
Atambua
Telah disetujui pada tanggal : 29 Juni 2016
Oleh
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui
Direktur Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Belu,
Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y.M.M dan Tn. N.B yang Mengalami HIV/AIDS
dengan Kecemasan Di Ruang Mutiara RSUD
Mgr. Gabriel Manek, SVD
Atambua
Telah Diuji dan Dipertahankan Pada
Hari/Tanggal : 01 Juli 2016
Dan dinyatakan : LULUS
Oleh :
Penguji I
Penguji II
Penguji III
Menetapkan
Direktur Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Belu,
MOTTO
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan penyertaan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y.M.M dan Tn. N.B yang
Mengalami HIV/AIDS dengan Kecemasan Di Ruang Mutiara RSUD Mgr.
Gabriel Manek, SVD Atambua ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, banyak
mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang ikut terlibat secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan limpah terima kasih kepada :
1. Wilibrodus Lay, SH, selaku Bupati Belu;
2. Theresia M.B. Saik, SKM., M.Kes, selaku Kepala Dinas Kesehatan
Pemerintah Kabupaten Belu;
3. dr. Joice Manek, MPH, selaku Direktur RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD
Atambua;
4. Djulianus Tes Mau, S,Kep., Ns., M.Kes, selaku Direktur Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Belu;
5. Pak Rufinus Rame, S.Kep., Ns., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
meluangkan
waktu
dengan
rela
membimbing
penulis
dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal hingga akhir penyusunan.
6. Ibu Ike Christine T. Klau, S.Kep., Ns., selaku Dosen Pembimbing II yang
telah meluangkan waktu dengan rela
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dari awal hingga akhir penyusunan;
7. Para dosen dan staf Akademi Keperawatan Kabupaten Belu;
8. Kedua orang tua Bapak Alexander Klaran, Mama Hilaria Tey Seran dan
Kakak King, adik Berto Klaran, adik Intan Tey Seran, yang selama ini
Atambua,
Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM------------------------------------------------------------
SURAT PERNYATAAN------------------------------------------------------
ii
iii
iv
MOTTO ------------------------------------------------------------------------
vi
DAFTAR ISI--------------------------------------------------------------------
viii
xi
xii
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ---------------------------------------------------1.2 Batasan Masalah--------------------------------------------------1.3 Rumusan Masalah -----------------------------------------------1.4 Tujuan Penelitian-------------------------------------------------1.4.1. Tujuan Umum --------------------------------------------1.4.2. Tujuan Khusus --------------------------------------------1.5 Manfaat -----------------------------------------------------------1.5.1. Manfaat Teoritis ------------------------------------------1.5.2. Manfaat Praktis -------------------------------------------1.6 Metode Penulisan ------------------------------------------------1.7 Sistematika Penulisan --------------------------------------------
1
4
4
4
4
5
6
6
6
7
7
2.1.1. Pengertian---------------------------------------------------
12
13
14
16
18
20
23
1.
2.
3.
4.
5.
23
28
31
66
67
68
68
69
71
75
77
80
2.2.7 Pengkajian--------------------------------------------------
81
83
83
2.2.10 Evaluasi---------------------------------------------------
86
87
87
87
88
88
89
89
90
90
92
94
94
95
102
4.1.4 Diagnosa----------------------------------------------------
103
4.1.5 Intervensi----------------------------------------------------
103
106
111
112
112
114
115
117
119
122
122
122
122
123
123
123
124
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
80
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale ----------
75
94
95
96
96
97
98
100
101
103
102
105
110
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Pathway
Lampiran II
: Lembaran Konsul
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
HIV merupakan suatu virus yang tidak pandang bulu dan dapat menyerang
siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status, ras maupun tingkat sosial.
Individu yang terinfeksi HIV/AIDS dikenal dengan sebutan ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS). Setelah dilakukan pemeriksaan darahnya baik dengan test
ELISA maupun Western Blot. Banyak perubahan yang terjadi dalam diri individu
setelah terinfeksi HIV/AIDS, penyakit yang mereka derita ini mempengaruhi
kehidupan
pribadi,
sosial,
belajar,
karier
dan
kehidupan
keluarga
(http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor).
Perubahan yang terjadi dalam diri dan di luar diri ODHA membuat mereka
memiliki
persepsi
yang
negatif
tentang
dirinya
dan
mempengaruhi
sebanyak 95 kasus (15 pasien meninggal) dan pada tahun 2016 Triwulan I
Januari Maret terdapat 15 kasus (3 pasien meninggal).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan UNP dalam Konsep Diri
dan Masalah yang Dialami Orang Terinfeksi HIV/AIDS pada tahun 2012, dari 39
responden, terdapat 16 orang (41,02%) yang mengalami masalah cemas atau
khawatir menghadapi sesuatu yang baru, belum mampu merencanakan masa
depan, terlanjur melakukan sesuatu perbuatan yang salah, atau melanggar nilainilai moral atau adat dan keluarga banyak mengeluh tentang keadaan
keuangan(http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor ).
Dampak emosi, mungkin berupa stress dan kekecewaan berlebihan,perasaan
gelisah memikirkan perjalanan penyakit, merasa tidak bertenaga dan kehilangan
kontrol, tidak mengetahui apa yang akan terjadi, merasa terjadi perubahan
kepribadian, kehilangan ingatan, bingung, depresi, ketakutan dan kecemasan dan
merasa berdosa (http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor).
Solusi psikologis yang dilakukan pada pasien dengan masalah cemas, yaitu
membina hubungan saling percaya, membantu klien untuk mengenal
kecemasannya dan mengajarkan klien teknik relaksasi seperti pengalihan situasi,
relaksasi napas dalam dan teknik hipnotis lima jari (Budi Anna Keliat, dkk,
2011 : 61).
Batasan Masalah
Penulis membatasi pada Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y.M.M Dan Tn. N.B
yang Mengalami HIV/AIDS Dengan Kecemasan Di Ruang Mutiara Rumah Sakit
Umum Daerah Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua.
1.3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah
bagaimana cara memberikan Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y.M.M Dan Tn. N.B
yang Mengalami HIV/AIDS Dengan Kecemasan Di Ruang Mutiara Rumah Sakit
Umum Daerah Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua melalui pendekatan proses
keperawatan?
1.5.
Manfaat
1.5.1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan tentang penerapan Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan HIV/AIDS melalui pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta memperoleh pengalaman
nyata dalam merawat pasien dengan HIV/AIDS.
1.5.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan evaluasi dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan HIV/AIDS dengan Kecemasan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi
2. Bagi Institusi Pendidikan
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam Karya Tulis Ilmiah ini, yaitu studi
PENDAHULUAN
Menguraikan tentang latar belakang, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat, metode
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.
adalah
tubuh
akibat
infeksi
oleh
virus
HIV
(Human
atau melaluinya HIV dapat tertular kepada satu sama lain. Ada 4 hal mendasar
yang menyebabkan atau menularkan HIV, antara lain :
neopterin, CD8,IL-R) dan antibodi upregulation (gp 120, anti p24; IgA)
(Hoffmann, Rockstroh, Kamps, 2006 dalam Nursalam, 2007 Hal : 45-47).
Induksi sel T-helper dan sel sel lain diperlukan untuk mempertahankan
fungsi sel sel faktor system imun agar tetap berfungsi baik. Infeksi HIV
akan menghancurkan sel sel T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan
induksi kepada sel sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanya T-helper,
sel sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit dan sel B
tidak dapat berfungsi secara baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga pasien
jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. Saat ini, darah pasien menunjukkan
jumlah virus yang sangat tinggi, yang berarti banyak virus lain di dalam
darah. Sejumlah virus dalam darah atau plasma per milliliter mencapai 1
(satu) juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom
retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom retroviral akut ini meliputi :
panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari
dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun
dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan
thymus selama waktu tersebut, yang membuat individu yang terinfeksi HIV
akan mungkin terkena infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan
thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibodi HIV menggunakan
Enzym Linked Imunoabsorbent Assay (ELISA) yang akan menunjukkan hasil
positif.
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala).
Masa tanpa gejala ini bisa berlangsung selama 8 10 tahun. Tetapi ada
Stadium
Menurut Nursalam (2007:47), stadium HIV dibagi dalam 4 stadium, yaitu :
1. Stadium Pertama (HIV)
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya
perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah
dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke
dalam sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut
window period. Lama window period antara satu sampai tiga bulan,
bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.
2. Stadium Kedua ( Asimptomatik)
Assimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV
tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala gejala. Keadaan ini dapat
berlangsung rata rata selama 5 10 tahun. Cairan tubuh pasien
HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV
kepada orang lain.
3. Stadium Ketiga
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent
Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu
tempat saja dan berlangsung lebih dari satu bulan.
4. Stadium Keempat (AIDS)
Keadaan ini disertai adanya bermacam macam penyakit, antara
lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf dan penyait infeksi
sekunder.
2.1.6
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Cara langsung, yaitu isolasi virus dan sampel. Umumnya dengan
menggunakan mikroskop electron dan deteksi antigen virus. Salah satu
cara deteksi antigen virus adalah dengan Polymerase Chain Reactin
(PCR). Penggunaan PCR antara lain untuk :
a. Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu masih ada pada bayi
sehingga menghambat pemeriksaan serologis.
b. Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif.
c. Tes pada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA untuk HIV-2
rendah.
2. Cara tidak langsung, yaitu dengan melihat respons zat anti spesifik
tes, misalnya :
a. ELISA, sensitivitasnya tinggi (98,1 100 %). Biasanya
memberikan hasil positif 2 3 bulan sesudah infeksi. Hasil positif
harus dikonfirmasi dengan Western Blot.
b. Western blot, spesifitas sangat tinggi (99,6 100%). Namun,
pemeriksaan ini cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu
sekitar 24 jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA positif.
bersamaan
dengan
berlanjutnya penyakit).
e. Kadar immunoglobulin (meningkat).
(Taqiyyah Bararah & Mohammad Jauhar, 2013:303)
5. Pemeriksaan laboratorium ada 3 (tiga) jenis, yaitu :
a. Pencegahan donor darah, dilakukan satu kali oleh PMI. Bila positif
disebut reaktif.
b. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko,
dilaksanakan dua kali pengujian reagen yang berbeda.
c. Diagnosis, untuk menegakkan diagnosis dilakukan tiga kali
pengujian seperti yang sudah diterangkan di atas, WHO kini
merekomendasikan pemeriksaan dengan Rapid Test (Dipstick)
sehingga hasilnya bisa segera diketahui. (Widoyono, 2012:87).
2.1.7
Pencegahan
1. Upaya pencegahan
ganti
serta
penggunaan
obat
suntik
bergantian
dapat
metode
dekontaminasi
dan
menghentikan
memperkirakan
kebutuhan
mereka
terhadap
terapi
Flikonasol
Rifampisin, INH, etambutol, pirazinamid, stereptomisin
Pirimetamin, sulfadiazine, asam folat
Asiklofir
Kotrimoksasol
f. Didanosin (ddl)
g. Zidovudin ( ZDV)
h. Lamivudine ( 3TC)
i. Stavudin ( d4T)
3. Pengobatan anti retro virus ( ARV)
Obat ini bisa memperlambat progresifiatas penyakit dan dapat
memperpanjang daya tahan tubuh.
Tujuan:
a) Mengurangi kematian dan kesakitan
b) Menurunkan jumlah virus
c) Meningkatkan kekebalan tubuh
d) Mengurangi resiko penularan (Padila, 2012 : ).
4. Nonfarmakologi
Prinsip diet pada pasien dengan HIV/AIDS adalah diet Tinggi
Kalori Tinggi Protein (TKTP) seperti tempe, kelapa, wortel,
kembang kol, sayuran dan kacang-kacangan. Tujuannya :
a. Meningkatkan status gizi dan daya tahan tubuh.
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
c. Memberi asupan zat gizi makro dan mikro sesuai dengan
kebutuhan.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
e. Menjaga interaksi obat dan makanan agar penyerapan obat
lebih optimal.
2.1.9 Komplikasi
1. Penyakit kulit dan mulut
Penyakit ini umum terjadi dan bervariasi mulai dari yang ringan
hingga yang menunjukkan infeksi diseminata atau keganasan yang
mengancam nyawa.Sebagian besar pasien terkena pada saat tertentu
dan jenis serta keparahan seringkali bergantung pada tingginya hitung
CD4.
infeksi
CMV,
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses dari pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer
dkk dalam Nursalam, 2008)
Hal hal yang perlu dikaji pada pasien dengan HIV/AIDS menurut
Doengoes (1999 : 833 836), antara lain :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas,
progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur.
Tanda : kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung,
pernapasan.
b. Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka lambat (bila anemia), perdarahan
lama pada cedera (jarang terjadi).
Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas ego
Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan, misalnya
dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya
hidup tertentu dan distress spiritual. Mengkhawatirkan penampilan :
alopesia, lesi cacat dan menurunnya berat badan. Mengingkari
diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa
bersalah, kehilangan kontrol diri dan depresi.
Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri. Perilaku
marah, postur tubuh mengelak, menangis dan kontak mata yang
kurang. Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan
gejala yang sama.
d. Eliminasi
Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering dengan atau
tanpa disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat
miksi.
Tanda : feses encer dengan atau tanpa disertai mucus atau darah.
Diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan dalam jumlah, warna dan karakteristik urin.
e. Makanan / Cairan
Gejala : Tidak ada napsu makan, perubahan dalam kemampuan
mengenali makanan, mual/muntah, disfagia, nyeri retrosternal saat
menelan, penurunan berat badan yang cepat / progresif.
Tanda : dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, penurunan
berat badan, perawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa
otot, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih
dan perubahan warna, kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi
yang tanggal, edema (umum, dependen)
f. Hygiene
Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : memperlihatkan penampilan yang tidak rapi, kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala : pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman atau kemampuan diri untuk mengatasi masalah,
tidak mampu mengingat dan konsentrasi menurun. Kerusakan sensasi
atau indera posisi dan getaran. Kelemahan, otot, tremor dan
perubahan
ketajaman
penglihatan.
Kebas,
kesemutan
pada
diperkirakan
dapat
terpajan
karena
peningkatan
kekeringan/friabilitas vagina).
Tanda : kehamilan atau resiko terhadap kehamilan. Genitalia
:manifestasi kulit (misalnya herpes, kutil); rabas.
l. Interaksi Sosial
Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, misalnya
kehilangan kerabat/orang terdekat, teman, pendukung. Rasa takut
untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan /
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitis dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah
(Carpenito dalam Nursalam, 2008 ).
Menurut Dongoes (1999 : 838 856), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dengan HIV/AIDS, antara lain :
a. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi menjadi sepsis / awitan
infeksi oportunistik) berhubungan dengan pertahanan primer tak
efektif; depresi sistem imun; teknik invasif.
b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan yang berlebihan : diare berat, berkeringat,
muntah; status hipermetabolisme; pembatasan pemasukan : mual,
anoreksi letargi.
c. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan ketidakseimbangan muskuler (melemahnya otot otot
peningkatan
Tuntutan
kebutuhan
energi
psikologis/emosional
(status
berlebihan;
kematian,
perubahan
pada
satus
kesehatan/status
pada
sistem
imun
dan
mengurangi
dan
komplikasi/infeksi
Mempertahankan
ventilasi/oksigenasi
efektif
untuk
hepar,
munculnya
antibodi
antiplatelet
autoimun,
yang
intestinal
umum
terjadi
dan
ketidaknyamanan
dan
meningkatkan
napsu
makanan
melalui
oral/enteral
tidak
mungkin
dilakukakan.
18) Berikan obat obatan sesuai petunjuk: antiemetik, suplemen
vitamin.
R/ Mengurangi insiden muntah, meningkatkan fungsi gaster.
Kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan pemasukan makanan
dan/ atau kegagalan mengunyah dan absorpsi dalam sistem
gasatrointestinal.
f. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan inflamasi / kerusakan
jaringan; Neuropati perifer; Kejang abdomen.
Hasil yang diharapkan : keluhan hilangnya/terkontrolnya rasa sakit.
Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks.
Dapat tidur/beristirahat adekuat.
Rencana Tindakan :
1)
3)
4)
5)
6)
7)
Menunjukkan
kemajuan
Masase
meningkatkan
sirkulasi
kulit
dan
meningkatkan kenyamanan.
3) Secara teratur ubah posisi, ganti seprei sesuai kebutuhan. Dorong
pemindahan berat badan secara periodik. Lindungi penonjolan
tulang dengan bantal, bantalan tumit/sikut.
R/ Mengurangi stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah
ke jaringan dan meningkatkan proses penyembuhan.
4) Pertahankan seprei bersih, kering dan tidak berkerut.
R/ Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang
menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi.
5) Dorong untuk ambulasi/turun dari tempat tidur jika memungkinkan.
R/ Menurunkan tekanan pada kulit dari istirahat lama di tempat
tidur.
6) Bersihkan area perianal dengan membersihkan feses dengan
menggunakan air mineral. Hindari penggunaan kertas toilet jika
timbul vesikel. Berikan krim pelindung.
R/ Mencegah maserasi yang disebabkan oleh diare dan menjaga
agar lesi perianal tetap kering. Penggunan kertas toilet akan
membuat lesi abrasi.
7) Gunting kuku secara teratur.
R/ Kuku yang panjang/kasar meningkatkan resiko kerusakan
dermal.
8) Tutup luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau
barrier protektif.
R/ Dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses
penyembuhan.
Kolaborasi
9) Berikan matras atau tempat tidur busa/flotasi.
R/ Menurunkan iskemia jaringan, mengurangi tekanan pada kulit,
jaringan dan lesi.
10) Dapatkan kultur dari lesi terbuka.
R/ Mengidentifikasi bakteri pathogen dan pilihan perawatan yang
sesuai.
11) Gunakan/berikan obat obatan topical/sistemik sesuai indikasi.
R/ Digunakan pada perawatan lesi kulit.
12) Lindungi lesi/ulkus dengan balutan basah/salep antibiotic dan
balutan nonstick.
R/ Melindungi area ulserasi dari kontaminasi dan meningkatkan
penyembuhan.
dari
Menunjukkan
inflamasi/ulserasi.
teknik
/mempertahankan
memperbaiki
keutuhan
mukosa
oral.
Rencana Tindakan :
1) Kaji membran mukosa/catat seluruh lesi oral. Perhatikan keluhan
nyeri, bengkak, sulit mengunyah/menelan.
R/ Edema, lesi, membran mukosa oral dan tenggorok kering
menyebabkan rasa sakit dan sulit mengunyah/ menelan.
2) Berikan perawatan oral setiap hari dan setelah makan, gunakan
sikat gigi halus, pasta gigi non-abrasif, obat pencuci mulut non
alkohol dan pelembab bibir.
R/Mengurangi rasa tidak nyaman, meningkatkan rasa sehat dan
mencegah pembentukan asam yang dikaitkan dengan partikel
makanan yang tertinggal.
3) Cuci lesi mukosa oral
dengan
menggunakan
hydrogen
peningkatan
Tuntutan
kebutuhan
energi
psikologis/emosional
(status
berlebihan;
perawat
pada
perubahan
status
yang
dapat
mungkin
memiliki
jangkauan
dari
perubahan
Dorong
diskusi
masalah
perhatian/rasa takut.
R/ Perilaku aneh/penyimpangan kemampuan mungkin sangat
menakutkan bagi orang terdekat dan mempersulit penatalaksanaan
keperawatan/situasi.
11) Kurangi rangsang provokatif/mencemaskan. Pertahankan tempat
tidur pada ruangan yang gelap dan tenang jika diindikasikan.
R/ Jika pasien memiliki kecenderungan agitasi, ada perilaku
bermusuhan/menyerang, maka pengurangan rangsang eksternal
mungkin akan berguna.
12) Kurangi kebisingan, terutama pada malam hari.
R/ Meningkatkan waktu tidur, mengurangi gejala kognitif dan
kurang tidur.
13) Susun batasan pada perilaku maladaptif/menyiksa hindari pilihan
pertanyaan terbuka.
R/ Memberikan
rasa
aman/stabil
pada
situasi
yang
membingungkan.
14) Pertahankan lingkungan yang aman.
R/ Menurunkan kemungkinan pasien terhadap cedera.
15) Berikan informasi mengenai perawatan secara terus menerus.
R/ Dapat menurunkan ansietas dan ketakutan tentang
ketidaktahuan; berusaha meningkatkan pemahaman pasien dan
keikutsertaan/kerja sama dalam perawatan jika memungkinkan.
16) Diskusikan penyebab/harapan di masa depan dan perawatan jika
demensia telah terdiagnosa.
kematian,
perubahan
pada
status
kesehatan/status
untuk
Menunjukkan
perasaan
dan
menghadapinya.
rentang
normal
berkurangnya
dari
rasa
takut/ansietas.Menunjukkan kemampuan
untuk mengatasi masalah. Menggunakan
sumber sumber dengan efektif.
Rencana Tindakan :
1) Jamin pasien tentang kerahasiaan dalam situasi tertentu.
R/ Memberikan penentraman hati lebih lanjut dan kesempatan bagi
pasien untuk memecahkan masalah pada situasi yang diantisipasi.
2) Pertahankan hubungan yang sering dengan pasien. Berbicara dan
berhubungan dengan pasien. Batasi penggunaan baju pelindung dan
masker.
R/ Menjamin bahwa pasien tidak akan sendiri atau ditelantarkan;
menunjukkan rasa menghargai, dan menerima orang tersebut,
membantu meningkatkan rasa percaya.
3) Berikan informasi akurat dan konsisten mengenai prognosis.
Hindari argumentasi mengenai persepsi pasien terhadap situasi
tersebut.
R/ Dapat mengurangi ansietas dan ketidakmampuan pasien untuk
membuat keputusan/pilihan berdasarkan realita.
4) Waspada terhadap tanda tanda penolakan/depresi, misalnya
menarik diri, marah, ucapan ucapan yang tidak tepat. Tentukan
timbulnya ide bunuh diri dan kaji potensialnya pada skala 1 10.
R/ Pasien mungkin akan menggunakan mekanisme bertahan dengan
penolakan dan terus berharap bahwa diagnosanya tidak akurat. Rasa
bersalah dan tekanan spiritual mungkin akan menyebabkan pasien
menarik diri dan percaya bahwa bunuh diri adalah salah satu
alternatif.
5) Berikan lingkungan terbuka di mana pasien akan merasa aman
untuk mendiskusikan perasaan atau menahan diri untuk berbicara.
Berpartisipasi
dalam
aktivitas/
Perlakukan
dengan
penuh
pernghargaan
dan
berhubungan
dengan
mereka.
Mengungkapkan
perasaannya
pada
proses
penyakit
dan
diperlukan
untuk
gejala
yang
dilaksanakan
untuk
memodifikasi
faktor-faktor
yang
pencegahan
penyakit,
pemulihan
kesehatan
dan
oleh
individu
dan
lama
kelamaan
akan
menurunkan
perkembangan
trauma,
seperti
perpisahan
dan
a. Ancaman
terhadap
integritas
seseorang
meliputi
dapat
Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan
4. Panik
Pada tingkat ini persepsi sudah terganggu sehingga individu
sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa apa walaupun sudah diberi pengarahan/tuntunan.
a. Respon Fisiologis
1) Nafas pendek
2) Rasa tercekik dan berdebar
3) Sakit dada
4) Pucat
5) Hipotensi
b. Respon Kognitif
1) Lapang persepsi menyempit
2) Tidak dapat berfikir lagi
c. Respon Perilaku dan Emosi
1) Agitasi, mengamuk dan marah
2) Ketakutan, berteriak teriak, blocking
3) Persepsi kacau
4) Kecemasan yang timbul dapat diidentifikasi melalui
respon yang dapat berupa respon fisik, emosional, dan
kognitif atau intelektual.
d. Respon Fisiologis
1) Kardiovaskuler : Palpitasi berdebar, tekanan darah
meningkat/menurun, nadi meningkat/menurun.
2) Saluran Pernafasan : Nafas cepat dangkal, rasa tertekan di
dada, rasa seperti tercekik.
3) Gastrointestinal : Hilang nafsu makan, mual, rasa tak
enak pada epigastrium, diare.
4) Neuromuskuler : Peningkatan refleks, wajah tegang,
insomnia, gelisah, kelelahan secara umum, ketakutan,
tremor.
5) Saluran Kemih : Tak dapat menahan buang air kecil.
Pertanyaan
Perasaan Cemas
2
Ketegangan
3
Ketakutan
4
Gangguan tidur
5
Gangguan kecerdasan
6
Perasaan depresi
7
Jawaban
Firasat Buruk
Takut Akan Pikiran Sendiri
Mudah tersinggung
Mudah emosi
Merasa tegang
Lesu
Mudah terkejut
Tidak dapat beristirahat dengan tenang
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
Pada gelap
Ditinggal sendiri
Pada orang asing
Pada kerumunan orang banyak
Sukar memulai tidur
Terbangun malam hari
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
Daya ingat buruk
Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
Banyak pertimbangan
Kehilangan minat
Sedih
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah ubah
Nyeri otot
Kaku
8
Gejala sensorik
9
Gejala kardiovaskular
10
Gejala pernapasan
11
Gejala gastrointestinal
12
Gejala urogenitalia
13
Gejala otonom
14
Apakah anda merasakan
Kedutan otot
Gemertak
Suara tak stabil
Telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Denyut nadi cepat
Berdebar debar
Nyeri dada
Rasa lemah seperti mau pingsan
Rasa tertekan di dada
Perasaan tercekik
Merasa napas pendek/ sesak
Sering menarik napas panjang
Sulit menelan
Mual muntah
Perut terasa penuh dan kembung
Nyeri lambung sebelum dan sesudah makan
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Sakit kepala
Bulu roma berdiri
Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi / muka tegang
Napas pendek dan cepat
Jumlah Skor
tidak
disalurkan
oleh
karena
mengganggu
individu
atau
masyarakat.
Contoh : impuls agresif disalurkan ke olahraga, usaha usaha yang
bermanfaat.
14. Supresi
Menekan hal atau pikiran yang tidak menyenangkan, dapat
mengarah ke represi.
15. Undoing
Meniadakan pikiran pikiran, impuls yang tidak baik, seolah olah
menghapus sebuah kesalahan.
Contoh : seoramg ibu yang telah memukul anaknya akan segera
memperlakukan anaknya dengan penuh kasih sayang.
Untuk mekanisme koping terhadap kecemasan meliputi hal hal
sebagai berikut :
1. Menyerang
Pola konstruktif : berupa memecahkan masalah secara efektif
Pola destruktif : marah dan bermusuhan
2. Menarik Diri
Menjauhi sumber stress
3. Kompromi
Mengubah cara bekerja atau cara penyelesaian, menyesuaikan
tujuan atau mengorbankan salah satu kebutuhan pribadi.
2.2.6. Rentang Respon
2.2.6.1. Gambar Rentang Respon Kecemasan
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Antisipasi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Sumber : Ade Herman Surya Direja, 2011 : 42
2.2.7. Pengkajian
1.
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (1998) terdapat beberapa teori yang
dapat menjelaskan anisetas, di antaranya sebagai berikut :
a. Faktor Biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine yang
membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga
berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan
dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorphin.
Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan
selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi
stressor.
b. Faktor Psikologi
a. Pandangan Psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara 2
elemen kepribadian id dan super ego. Id mewakili
dorongan insting dan impuls primitive, sedangkan super
ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan
dan
penolakan
dengan
interpersonal.
perkembangan
Ansietas
trauma,
seperti
meliputi
b. Ancaman
terhadap
sistem
diri
seseorang
yang
dapat
perlu
dipertimbangkan
kenyamanan
pasien
dan
dan
menguraikan
perasaannya.
b. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan
ansietas.
c. Bantu pasien mengenal ansietas.
d. Bantu klien menyadari perilaku akibat ansietas.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab
ini
membahas
pendekatan
yang
digunakan
dalam
saluran
pencernaan,
otak
dan
3.3. Partisipan
Pada jenis penelitian ini, pengamat (observer) benar benar
mengambil bagian dalam kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh sasaran
dengan : 1)
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan.
3. Confidentiality ( kerahasiaan )
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari
hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua
partisipan yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.