Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

G2P1A0 Umur 23 Tahun Gravid 5 Minggu


dengan Abortus Inkomplit

Pembimbing:
dr. Wahdi Sdj, Sp.OG

Oleh
Gulbuddin Hikmatyar S. Ked
1518012124

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JEND. AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama
Umur
Suku/ Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

Istri
Ny. Amalia Malini
23 thn
Jawa
Islam
SMP
Ibu Rumah Tangga
Gondang
Rejo,

Suami
Tn. Salam
26 thn
Jawa/ Indonesia
Islam
SMK
Security
Yosomulyo, Metro

Masuk

Pekalongan
19 Juli 2016

RSUD

Pukul: 17.35 WIB

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 19 Juli 2016 pukul 17.35 WIB
a. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
b. Keluhan tambahan
Nyeri pada perut, lemah badan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 4
hari yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah, kental dan
menggumpal-gumpal. Keluhan perdarahan dirasakan setiap hari
semakin banyak. Tidak terdapat riwayat pekerjaan berat dan
hubungan badan sebelum terjadinya perdarahan. Keluhan disertai
nyeri pada perut bagian bawah dan lemah badan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
f.

Riwayat Menstruasi

g.

Menarche

: 16 tahun

Siklus haid

: 26 hari

Jumlah

: 3-4 kali ganti pembalut

Lama

: 8 hari

HPHT

: 2 Maret 2016

TP

: 12 Desember 2016

Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali

Hamil Usia
ke
1

Tahun

Jenis

JK

BB

kehamilan lahir

persalin

38 minggu 2003

an
Pervagi

Laki

nan

-laki

kg

Keadaan

Peno-

anak

long

Hidup

Bidan

spontan
h. Riwayat Obstetri (kehamilan, persalinan, nifas terdahulu)

Nifas

Dalam
batas
normal

i. Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi
j. Riwayat Operasi
Pasien belum pernah operasi sebelumnya
k. Riwayat ANC
Pasien control kehamilan satu kali selama kehamilan. 4 hari
sebelum masuk rumah sakit pasien kontrol ke dokter dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir. Pasien dilakukan pemeriksaan
USG dan didiagnosa dengan abortus inklompitus. Pasien diberikan
terapi obat dan diminta untul kontrol kembali. Setelah dilakukan
pemeriksaan usg kembali, pasien dirujuk ke RSUD Ahmad Yani
karena masih mengalami perdarahan dan hasil USG masih
menunjukkan adanya hasil konsepsi yang tersisa.
l. Riwayat Ginekologi
Tidak ada
m. Kebiasaan Hidup
Normal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS PRESENT
a. Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
b. Status Emosional
:
Stabil
c. Tanda Vital
Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 120/80mmHg

Nadi

: 80 x/menit

RR

: 20 x/menit

Temperatur

: 36,7 0C

Labil

2. STATUS GENERALIS
Kepala

Normocepali, rambut hitam, tidak mudah


rontok

Mata

Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,


edema palpebra -/-

THT

Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil


tidak hiperemis, T1 T1

Leher

KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba


membesar

Thorax :

Mammae : Simetris,

membesar,

aerolar

mammae

hiperpigmentasi

Pulmo

: Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Cor

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Lihat status obstetri

Ekstremitas

superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Ekstremitas

inferior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)

3. STATUS OBSTETRI

Inspeksi

: Perut tampak datar, striae gravidarum (-), linea

nigra (-), luka bekas SC (-)

Palpasi

: TFU 1 jari diatas simpisis

His

:-

Auskultasi :

Pemeriksaan Genitalia

Inspeksi

Vulva

darah (+)

Uretra

muara (+), hematome (-),

oedema (-)

Vaginal Toucher :
Dinding vagina dalam batas normal, massa (-), porsio
licin, teraba jaringan (+), nyeri goyang porsio (-),
korpus uteri antefleksi, , lunak. Ostium Uteri Eksternum
terbuka, PPV (+).

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Hematologi

Leukosit

10,35 103/uL

Eritrosit

4,43 jt/ul

Hb

12,8 g/dL

Ht

36,5 %

MCV

79,7 fL

Trombosit :

318.000/ uL

Kimia Darah

GDS

115 mg/dl

USG
Massa hiperekoik intra cavum uteri sisa hasil konsepsi
5. RESUME

6. DIAGNOSIS

19 Juli 2016
P1A1, kehamilan 11-12

minggu, usia 23 tahun perdarahan

pervaginam suspect abortus imminens


21 Juli 2016
P3A1, kehamilan 11-12 minggu, usia 23 tahun dengan abotur
inkomplitus

7. PROGNOSIS
Ibu

: Dubia ad Bonam

Janin : Dubia ad Malam


8. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana medikamentosa :

Antibiotika
Misoprostol

Follow up
Tanggal

19/7/2016

Keluar darah dari

Ku/Kes: Baik/

G2P1A0 Umur

-Observasi

17.35

jalan lahir, nyeri

CM

23 tahun usia

TTV

perut

bagian

St. Generalis:

kehamilan

-IVFD RL 20

bawah,

lemah

T:

minggu

gtt/mnt

Abortus

-Skin test

badan

mmHg

120/80

11

N : 84 x/mnt

inkomplitus

S : 36,7 0 C
P : 20 x/mnt
St. Obstetri :
Perut tampak
datar, TFU 2
jari

diatas

simfisis

26/5/2016

Keluar

darah

Ku/Kes:

G2P1A0

dari jalan lahir,

TTS/CM

35

tahun

usia

nyeri

St. Generalis :

kehamilan

11

minggu

20 gtt/mnt

mmHg

Abortus

-Antibiotik

N : 80 x/mnt

inkomplitus

golongan

perut,

lemah badan

110/70

Umur

-Observasi
TTV
-IVFD

S : 36,3

sefalosporin

P : 20 x/menit

generasi ke-

St. Obstetri :

3 2x1 gr

Perut

tampak

datar, TFU
jari

diatas

simfisis

Tanggal

RL

21/7/2016

Darah dari jalan

Ku / Kes :

lahir

Tampak baik /

sudah

berhenti

P3A1,
kehamilan 5

CM

-Observasi
TTV
- pemeriksa-

St. Generalis :
T : 110 / 70
mmHg

minggu, usia 23
tahun dengan
Missed

N : 80 x/mnt

Abortion

an USG
-Pasien
dipersiapkan
kuretase

S : 36,4

-obat Pulang

P : 20 x/mnt

St. Obstetri :

Antibiotik

Perut

tampak

Misoprostol

datar,

TFU

sulit dinilai

22/7/2016

Post kuretase hari

Ku / Kes :

1, perdarahan (-)

Tampak baik /

P3A1,
kehamilan 5

CM

-Observasi
TTV
-Pasien

St. Generalis :
T : 100 / 80
mmHg
N : 86 x/mnt

minggu, usia 23

dipersiapka

tahun dengan
Missed

n pulang

Abortion

-obat Pulang

S : 36,9

Antibiotik

P : 20 x/mnt

Misoprostol

St. Obstetri :
Perut

tampak

datar,

TFU

sulit dinilai

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai
penghentian
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang
dari 500 gram. Sedangkan, abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal
di dalam uterus (Wibowo, 2002).
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan
perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara
umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus
terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian
menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom
menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada trimester pertama,
kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan 5-10 % pada
trimester ketiga (Leveno, 2003).
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Insiden abortus
bertambah pada kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan (Stovall, 2002)
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada
ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya (Leveno, 2003).
1.

Faktor Genetik

Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama
abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan genetik menjadi
penyebab 70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah
12 minggu. Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal.
Gamet jantan berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme
yang dapt berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan
kromosom sperma, kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA,
peningkatan apoptosis, dan morfologi sperma yang abormal. Sekitar 42%
2.

struktur vili korionik abnormal akibat gangguan genetik.


Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun
kelainan perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan
sebagai unit fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada
fetus. Penelitian histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus,
ditunjukkan bahwa 97% menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili
mengalami fibrosis stroma, 75% mengalami degenerasi fibroid, dan 75%
mengalami pengurangan pembuluh darah. Inflamasi dan gangguan genetik
dapat menyebabkan aktivasi proliferasi mesenkim dan edema stroma vili.
Keadaan ini akan berlanjut membentuk sisterna dan digantikan dengan
jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang merembes melalui desidua
akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik. Kemudian, material

3.

pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid.


Kelainan uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang
timbul dalam proses perkembangan janin. Cacat uterus akuisita yang
berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.
Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat
mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling
sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau
pada missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum.
Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.
Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis

10

yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk


mendukung implatansi hasil pembuahan.
Inkomptensi
serviks
adalah
ketidakmampuan

serviks

untuk

mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur


pada serviks. Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada
trimester kedua dengan insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga dapat
menyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan kehamilan dari
flora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan
barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.
4. Kelainan endokrin
a Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu
keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi
progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding
endometrium.
b

Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia


Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah
peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap

c
d

fungsi ovarium.
Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.
Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden
abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi
hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi
dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.27,51

5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi
antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%.
Selain itu, faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila kadar
atau reseptor leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi, dan

11

terjadi peningkatan risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengan


timbal balik aktif reseptor di vili dan ekstravili tropoblas.
6. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi
hal ini tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum,
Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina,
virus herpes simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai
berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat
menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma
urealyticum dari 4 traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami
abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi
mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan
abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama.
7. Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan
ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum
20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan
persalinan prematur. Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang
paling

besar

kemungkinanya

menjadi

predisposisi

meningkatnya

kemungkinan abortus.
8. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus
yang tidak dilaporkan. Pada umumnya, mekanisme trauma yang paling
banyak adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Keadaan ini akan
menyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan fetomaternal, rupture uteri,
trauma janin langsung.
2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko abortus yaitu:
1

Bertambahnya usia ibu.


Abortus meningkat dengan pertambahan umur setelah usia 30 tahun. Risiko
berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9%

12

pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 3539%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-baru
ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya
abortus. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko
abortus tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita 35 tahun
2

dan pria 40 tahun (Tien, 2007).


Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk
kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien
yang baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3

3
a

kali berisiko 30%, dan 4 kali berrisiko 40%.


Kebiasaan orang tua
Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus
meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang
dikonsumsi setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS (Reactive
Oxygen Spesies) yang akan mendestruksi organel seluler melalui kerusakan
mitrokondria, nukleus, dan membran sel. Selain itu, secara tidak langsung
ROS (Reactive Oxygen Spesies) akan menyebabkan kerusakan sperma. Hal

ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal maupun ganda sperma.


Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi
spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu
dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap

hari.
Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan
tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi

setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.


Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan
tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak

diketahui secara pasti.


Alat kontrasepsi dalam

rahim

yang

gagal

mencegah

kehamilan

menyebabkan risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.


2.5. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun
sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses
terjadinya berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan
nekrosis jaringan diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi
13

terlepas dari dinding uterus. Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing
terhadap uterus sehingga akan dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa
waktu.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus
desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang
dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu
umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin,
disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk.
2.6. Gambaran Klinis
Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan
pervaginam derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian
bawah, bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersamasama plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah
usia kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila
plasenta, seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan
cepat atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkomplet.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat.
2.7. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan
abdomen, inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus
inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan
penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan.

14

Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk
menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan
evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase
uterus juga penting dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai.
2.7. Diagnosis Banding
Abortus inkomplit dapat di diagnosis banding dengan abortus iminens,
abortus insipien, abortus komplit, kehamilan ektopik tuba, dan abortus mola.14
2.8. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan
diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik
pembedahan dapat terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan pengosongan
isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan evakuasi,
maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang dapat
dilakukan dengan histerotomi maupun histerektomi. Induksi abortus dengan
tindakan medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus, lamtan
hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin
Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi
ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.

15

Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi


jarang berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk
menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara13.
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan
hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari
16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:
Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan
kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam
fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai
terjadi ekspuisi hasil konsepsi.
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspuisi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat


untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan
kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif. Tekanan
negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe pump 60
ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika
dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang
dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada
serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat
dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan

16

dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara
95 - 100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus
inkomplit.
Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10
menit5'3. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase
disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih
dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika
diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar
dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema,
vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks
dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disoride dengan hati-hati untuk
menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam
kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4
mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg
pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahanlahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360. Bila kavum uteri
sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula
dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan
timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30
menit tanpa anestesi dan selama 1 - 2 jam bila dengan anestesi umum.
Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian13.

Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti


perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak
lengkap dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah
trimester pertama, dengan demikian, tindakan evakuasi yang dilakukan pada
kehamilan diatas trimester pertama berupa dilatasi dan evakuasi. Panas bukan
merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan antibiolik
yang memadai segera dimulai5.
Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan
efektif. Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98%

17

pada kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus


inkomplit, metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk
mencapai ekspuisi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin
(misoprostol) diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston,
antiprogesteron digunakan secara luas, bekeria dengan cara mengikat reseptor
prigesteron, sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan.
Dosis yang digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36 - 48 jam) dengan
pemberian prostaglandin 800 g insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus
lebih lanjut yang kemudian diikuti dengan ekspuisi jaringan konsepsi.
Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada
perut yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun
dengan fase yang memanjang, selama 9hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.
Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal
ginjal akut, kelainan fimgsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.
2.9. Prognosis
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat
sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik
terhadap ibu5,9.

2.10. Komplikasi
Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
syok akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil
konsepsi yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga
merupakan komplikasi dari abortus.
Komplikasi juga dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :
1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi
dan cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila

18

perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator.


Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan
antibiotika dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila
ada keraguan, pasien dirawat.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan
sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Pendarahan

yang

biasanya

disebabkan

sisa

jaringan

konsepsi.

Pengobatannya adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.


5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa
pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun
anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan
kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.

BAB IV
PEMBAHASAN
Dilaporkan pada kasus pasien ibu hamil gestasi 2 paritas 1 abortus 0
dengan usia kehamilan 5 minggu dan usia ibu 23 tahun datang ke RSUD
Ahmad Yani dengan keluhan perdarahan dari vagina. Keluhan dirasakan
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan disertai dengan rasa mules,
darah yang keluar berwarna merah kehitaman dengan sedikit

19

menggumpal tanpa disertai dengan keluarnya jaringan, jumlah


perdarahan dalam sehari bisa berganti 5-6x softex. Perdarahan dirasakan
terus menerus tanpa disertai dengan faktor yang memperberat dan
memperingan, hal ini sesuqai dengan gambaran klinis dari abortus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda hemodinamik dalam keadaan
stabil, dan dari pemeriksaan vaginal toucher pada inspeksi terlihat
adanya perdarahan dari vagina dan teraba adanya sedikit massa jaringan
pada liang vagina juga teraba ostium uteri eksternum terbuka.
Pada pemeriksaan USG didapatkan hasil uterus mengecil, terlihat
adanya gambaran jaringan didalam uterus dengan bentuk yang tidak
beraturan.
Hasil dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
gambaran dari abortus inklompitus.
Pada penatalaksanaan awal pemberian infus intravena cairan oksitosin
dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes
permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50. Setelah janin
ataupun jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan
dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari
ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep
cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,
induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut
diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.

20

Salah satu cara induksi yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian
mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali
dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini kan terjadi pengeluaran hasil konsepsi
atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi ataupun
kuretase

dapat

dikerjakan

untuk

mengosongkan

kavum

uteri.

Pascatindakan jika perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan


oksitosin dan pemberian antibiotika.

21

Anda mungkin juga menyukai