Anda di halaman 1dari 30

Peranan Metode Sol-Gel dalam Menentukan Kehomogenan

Ukuran Nanopartikel TiO2


Diajukan untuk memenuhi persyaratan mata kuliah seminar kimia

Oleh :
PRADILA DEFRIATI
1301718/2013
PENDIDIKAN KIMIA

Dosen :
1. Dra. Syamsi Aini, M. Si, Ph.D
2. Dr. Fajriah Azra, S.Pd, M.Si

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
ABSTRACK

Nanoteknologi

telah

menjadi

salah

satu

topik

yang

ramai

diperbincangakan didunia sains dan teknologi. Melalui nanoteknologi, telah


berhasil dikembangkan berbagai material berukuran nanopartikel salah satunya
TiO2.Salah satu metoda sintesis nanopartikel adalah metoda sol-gel. Metoda solgel sangat banyak dipakai selain biaya murah dan proses yang sederhana, proses
berlangsung pada temperatur rendah, bisa diaplikasikan dalam segala kondisi
(versatile), menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan yang
tinggi.
Sehingga

metoda

sol-gel

memiliki

peranan

dalam

menentukan

kehomogenan ukuran nanopartikel TiO2. Tahapan-tahapan metode sol gel ada 4


tahap yaitu hidrolisis, kondensasi, pematangan dan pengeringan. Bubuk TiO 2 yang
dihasilkan nantinya dilakukan karakterisasi dengan instrumen XRD, UV-Vis, dan
SEM untuk melihat ukuran kristal yang terbentuk, energi band gap serta
morfologi permukaan TiO2.
Keyword: metoda sol-gel, TiO2, homogen, XRD, UV-VIS, dan SEM

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Peranan

Metoda

Sol-Gel

dalam

Menentukan

Kehomogenan

Ukuran

Nanopartikel TiO2. Tugas akhir ini dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan


kelulusan mata kuliah seminar kimia. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan yaitu :
1. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil yang tak ternilai.
2. Ibu dosen Dra. Syamsi Aini, M. Si, Ph.D dan Dr. Fajriah Azra, S.Pd, M.Si
selaku dosen pembimbing mata kuliah ini yang telah memberikan masukanmasukan untuk perbaikan makalah ini.
3. Teman-teman kimia 2013 yang telah menemani penulis selama ini.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa sebagai manusia biasa tidak lepas
dari segala kekurangan dan keterbatasan baik itu dalam pelaksanaan maupun
penyusunan makalah ini. Untuk itu segala saran dan kritik dari pembaca sangat
diharapkan. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat
untuk khalayak umum.
Padang, 24 April 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI
COVER
ABSRACK.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................2
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Batasan Masalah...................................................................................3
D. Tujuan Penulisan...................................................................................3
E. Manfaat Penulisan................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4
A. Titanium Dioksida (TiO2).....................................................................4
B. Metoda Metoda Sintesis Nanopartikel..................................................6
1. Metoda Sonokimia..........................................................................6
2. Metoda Hidrotermal........................................................................6
3. Metoda Sol-Gel...............................................................................7
C. XRD......................................................................................................9
D. SEM....................................................................................................11
E. UV-VIS...............................................................................................12
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................14
BAB IV PENUTUP.......................................................................................24
A. Kesimpulan.........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................25

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

ii

Diabad 21, nanoteknologi telah menjadi salah satu topik yang ramai
diperbincangakan didunia sains dan teknologi. Nanoteknologi diprediksi
akan mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan dan juga
mempunyai potensi untuk melahirkan terobosan-terobosan dalam dunia
IPTEK. Melalui nanoteknologi, telah berhasil dikembangkan berbagai
material berukuran nanopartikel yang aplikasinya juga sangat luas
diberbagai bidang.
Material nanopartikel yang berdimensi 1 sampai 100 nanometer
telah menarik perhatian para ilmuwan diberbagai bidang karena sifat-sifat
kimia, fisik, dan mekaniknya. Ukuran partikel yang seragam dan homogen
dalam skala nano sangat penting, baik dalam bidang sains maupun dalam
aplikasi industri, seperti: katalis, pigmen, farmasi, (Zawrah et al, 2009),
obat-obatan, kosmetik, dan makanan (Nabeshi et al, 2011). Salah satunya
yaitu bahan titanium dioksida yang sebagian besar digunakan untuk
aplikasi teknik (Lee, 2005).
Titanium dioksida (TiO2) merupakan bahan semikonduktor yang
digunakan sebagai fotokatalis, sel surya, sensor biologis dan gas, serta
pigmen cat. Diantara semikonduktor yang ada, TiO2 merupakan
semikonduktor yang banyak digunakan karena tidak beracun (non toxic),
memiliki stabilitas termal cukup tinggi, tahan korosi, dan ketersediaan di
alam melimpah, sehingga harganya relatif murah. Sebagai bahan
fotokatalis, TiO2 anatase telah memperlihatkan kinerja yang baik dalam
mendegradasi berbagai polutan organik dalam air seperti pestisida dan
pelarut organik, zat pewarna tekstil, bahkan dapat digunakan untuk
membunuh mikroba dalam air (N. Bharat,2010).
Ada beberapa metode pembuatan TiO2, diantaranya adalah metode
sonokimia, hidrotermal, dan sol gel. Pada sintesis TiO2 dengan metode
sonokimia, TiO2 yang diperoleh memiliki ukuran partikel sekitar 20 nm.
Kelemahan metode sonokimia ini adalah distribusi ukuran partikelnya
tidak merata. Sedangkan sintesis TiO2 anatase dengan metode hidrotermal
telah dilakukan dengan cara melakukan kalsinasi TiO 2 rutile (ukuran
mikrometer) pada suhu tinggi (500oC hingga 800oC). Hasil yang diperoleh

ii

adalah TiO2 anatase dengan ukuran partikel 380 nm hingga 565 nm.
Metode hidrotermal ini biayanya relative mahal karena diperlukan
pemanasan lama (50 jam) dan ukuran partikel yang dihasilkan masih
terlalu besar.
Diantara dua metode tersebut, sol gel merupakan metode yang
lebih baik karena selain prosesnya sederhana dan murah, TiO 2 yang
dihasilkan dapat berukuran nanometer (Valencia, 2010). Sintesis
nanopartikel TiO2 secara sol gel dengan precursor (IV) isoproxide (TTIP)
menghasilkan nanokristalin TiO2, yang terbentuk setelah dilakukan
kalsinasi pada suhu 450oC selama 2 jam.
Metoda solgel merupakan suatu proses kimiawi basah yang
merupakan perubahan suatu sistem dari suspensi koloidal (fasa sol)
menjadi padatan atau semi-padatan (fasa gel). Sol-gel merupakan metoda
yang paling banyak dilakukan. Hal ini disebabkan karena beberapa
keunggulannya, antara lain: proses berlangsung pada temperatur rendah,
prosesnya relatif lebih mudah, bisa diaplikasikan dalam segala kondisi
(versatile), menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan
yang tinggi (Zawrah et al, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas
tentang Peranan Metode Sol-Gel dalam Menentukan Kehomogenan
Ukuran Nanopartikel TiO2.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah Bagaimana peranan metode Sol-Gel dalam
menentukan kehomogenan ukuran nanopartikel TiO2?

C. Batasan Masalah
Dari perumusan masalah di atas, maka ruang lingkup penelitian
ini dibatasi pada:
1. Prekursor yang digunakan adalah Titanium Isopropoksida
2. Metoda yang di gunakan adalah metoda sol-gel.
3. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan XRD, UV-VIS, dan SEM

ii

D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui peranan metode SolGel dalam menentukan kehomogenan ukuran nanopartikel TiO2.
E. Manfaat Penulisan
Dari makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
ilmu pengetahuan dalam bidang sintesis material nanopartikel khususnya
nanopartikel TiO2 dan di harapkan dapat di aplikasikan dalam berbagai
bidang.

ii

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Titanium Dioksida (TiO2)


TiO2 (Titanium dioxide/titania) adalah material semikonduktor yang
termasuk kedalam keluarga oksida metal. Umumnya TiO2 digunakan sebagai
pigmen putih pada cat (51% dari produksi total), plastik (19%), dan kertas
(17%), yang menggambarkan aplikasi TiO2 pada sektor habis pakai
(Carp.2004).
Aplikasi ini dikarenakan TiO2 mempunyai indeks bias yang tinggi (n =
2,4) dan juga tahan terhadap degradasi warna akibat sinar matahari. Selain
aplikasi sebagai pigmen, karakteristik fotokatalis dan semikonduktor dari TiO2
juga membuat material ini banyak digunakan sebagai pendekomposisi bahan
organik dengan proses oksidasi, sel surya, dan juga sensor gas. Aplikasiaplikasi dari TiO2 ini ditunjukkan pada Gambar 2.1.

DSFTP
ueoid
pgtDnl
Oerods

r
e

d
n

e
a

arkoS
Hdaru
yatr
dsaGy
rPla
ois
pls
uh
it
in

g
k

k
n

a
o

m
l

i
p

H
o

i
s

i
i

d
s

r
i

o
A

e
i

al
c
Gambar 2.1 Aplikasi TiO2
Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase,

dan brookite seperti ditunjukkan struktur kristalnya pada Gambar 2.1.


ii

n
,

Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa yang
disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher,
oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur
tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan
TiO2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titania pada fasa anatase umumnya
stabil pada ukuran partikel kurang dari 11 nm, fasa brookite pada ukuran
partikel 11 35 nm, dan fasa rutile diatas 35 nm (Zhang,2000).
Karakteristik dari fasa-fasa titania ini ditunjukkan pada Tabel 1.1.

Dalam aplikasinya pada fotokatalis dan sel surya, umunya


digunakan TiO2 pada fasa anatase karena mempunyai kemapuan
fotokatalitik yang tinggi. Selain itu untuk meningkatkan kinerja sistem,
struktur nanokristal dan juga luas permukaan yang tinggi dari TiO2 adalah
faktor yang penting untuk meningkatkan densitas dan transfer elektron
(Beltran,2006 ).
B. Metoda Sintesis Nanopartikel
1. Metoda Sonokimia
Sintesis nanopartikel dengan metoda sonokimia menggunakan alat
ultrasonik untuk memecahkan padatan logam menjadi partikel nano.
Sonokimia umumnya ditunjukan dalam
ii

medium cair. Suara ultrasonik

digunakan sebesar 20 KHz- 1MHz. Suara ultrasonik yang menjalar didalam


medium cair sehingga membentuk gelembung atau rongga (cavity)
mikroskopik dengan sangat cepat dan dapat memisahkan ikatan Van der Walls,
membutuhkan tenaga 105 W/cm2 dilain pihak pada kekuatan 0,3 W/cm2 air akan
membentuk tenaga 105 air akan membentuk hydrogen peroksida. Selanjutnya
gelembung tersebut akan membesar karena ada difusi dari perak. Pada saat
volume maksimal, gelembung-gelembung tersebut akan pecah dan akan
meningkatkan temperatur menjadi 5000K dengan tekanan 1000 atmosfer dan
memiliki kecepatan pemanasan-pendinginann 1010 K/s. Pada keadaan itu ikatan
kimia silver akan terlepas menjajdi nano partikel. Selama terjadinya
gelembung-gelembung kondisifisika-kimia suatu reaksi bisa berubah drastis
namun suhu medium yang teramati tetaplah dingin karena proses terbentuk dan
pecahnya gelembung tadi terjadi dalam skala mikroskopik (Ylitato,et al.2010).
2. Metoda Hidrotermal
Pada tahun 1839, ahli kimia Jerman Robert Whilhelm Bunsen
menggunakan larutan encer sebagai media dan menempatkannya dalam tabung
pada keadaan temperatur diatas 200oC dan tekanan diatas 100 barr. Hal
tersebut digunakan untuk proses hidrotermal pada suatu material. Material
yang digunakan adalah barium karbonat dan stronsium karbonat. Kristal yang
terbentuk pada material dalam kondisi tersebut merupakan proses hidrotermal
yang pertama kali dilakukan dengan menggunakan larutan encer sebagai
media.

ii

Gambar IV. Peralatan yang digunakan dalam sintesis hidrotermal.


Proses solvotermal melibatkan penggunaan pelarut diatas suhu dan
tekanan diatas titik didihnya. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan daya larut dari padatan dan meningkatnya kecepatan reaksi
antar padatan. Pada metoda hidrotermal (penggunaan air sebagai pelarut
diatas titik didihnya) harus dilakukan pada sistem tertutup, hal ini
dikarenakan untuk mencegah hilangnya pelarut saat dipanaskan diatas titik
didihnya,

yang

merupakan

salah

satu

kelebihan

dari

metoda

solvotermal/hidrotermal.
3. Metoda Sol-Gel
Metoda Sol-Gel dikenal sebagai salah satu metode sintesis
nanopartikel yang cukup sederhana dan mudah. Metode ini merupakan
salah satu wet method karena pada prosesnya melibatkan larutan
sebagai medianya. Pada metode Sol-Gel, sesuai dengan namanya larutan
mengalami perubahan fase menjadi sol (koloid yang mempunyai padatan
tersuspensi dalam larutannya) dan kemudian menjadi gel (koloid tetapi
mempunyai fraksi solid yang lebih besar dari pada sol). Metoda sintesis
menggunakan

sol-gel

untuk

material

berbasis

oksida

berbeda-beda

bergantung prekursor dan bentuk produk akhir, baik itu powder, film,
aerogel, atau serat.
Tahapan Proses Sol-Gel
Metoda sol gel sendiri meliputi hidrolisis, kondensasi, pematangan,
dan pengeringan, berikut ini merupakan tahapan dariproses sol-gel :
1. Hidrolisis
Pada tahap pertama logam prekursor (alkoksida) dilarutkan dalam
alkohol dan terhidrolisis dengan penambahan air pada kondisi asam, basa
atau netral menghasilkan sol koloid.
2. Kondensasi
Setelah mengalami reaksi hidrolisis, maka reaksi kondensasi akan
berlangsung. Produk dari reaksi intermediet hasil reaksi hidrolisis sangat

ii

berperan dalam proses reaksi kondensasi. Pada tahap ini terjadi perubahan
sol menjadi gel.
3. Pematangan (Ageing)
Setelah reaksi hidrolisis dan kondensasi, dilanjutkan dengan proses
pematangan gel yang terbentuk. Proses ini lebih dikenal dengan proses
ageing. Pada proses pematangan ini, terjadi reaksi pembentukan jaringan
gel yang lebih kaku, kuat, dan menyusut didalam larutan.
4. Pengeringan
Tahapan terakhir adalah proses penguapan larutan dan cairan yang
tidak diinginkan untuk mendapatkan struktur sol gel yang memiliki luas
permukaan yang tinggi.Tahapan preparasi material menggunakan metoda
sol-gel ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 3. Tahapan preparasi material menggunakan metoda solgel (Fernandez, 2012).

C. XRD (X-Ray Diffraction)


Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang pendek

sebesar 0,7 sampai 2,0 yang dihasilkan dari

penembakan logam dengan elektron berenergi tinggi kemudian elektron


ini

mengalami

pengurangan kecepatan dengan cepat dan energinya

diubah menjadi energi foton sehingga energinya besar (lebih besar dari

ii

pada energi sinar UV-Vis) dan tidak mengalami pembelokkan pada medan
magnet.
Diffraktometer sinar-X atau biasa disebut XRD adalah salah satu alat
yang digunakan untuk mengetahui pengaturan atom-atom dalam sebuah
tingkat molekul. Pengaturan atom-atom tersebut dapat diinterpretasikan
melalui analisa d spasing dari data diffraksi sinar-X. Selain nilai d spasing,
observasi tingkat kristalinitas bahan dan perubahan struktur mesopori dapat
pula diketahui melalui data XRD. Puncak yang melebar menunjukkan
kristalinitas rendah (amorf), sedangkan puncak yang meruncing menunjukkan
kristalinitas yang lebih baik.
Nilai d spasing tidak dapat digunakan untuk menentukan jarak
interplanar atau antar bidang, namun dapat digunakan untuk merefleksikan
jarak interplanar atau jarak interlayer antar kisi-kisi atom dalam satu material.
Nilai d spasing sangat tergantung pada pengaturan atom dan struktur jaringan
polimer dalam material. Jarak antar interplanar atau interlayer dapat
dikalkulasikan melalui persamaan Braggs (Park, et al, 2004), dinyatakan
dengan persamaan :

Keterangan :

d = Jarak interplanar atau antar bidang


= Panjang gelombang sinar-X
= Kisi difraksi sinar-X

Ukuran kisi kristal juga dapat ditentukan dari difraksi sinar-X yaitu
dengan menggunakan persamaan Scherrer (Manorama, et al., 2002) :

Keterangan :
D

= Rata-rata ukuran kristal (nm)

ii

= Konstanta ( ~ 1 )

= Panjang gelombang sinar-X (nm)

dW = Lebar puncak pada setengah intensitas

= sudut Bragg.

Gambar . Difraksi radiasi sinar-X dalam struktur kristal


D. SEM (Scanning Electron Microscope)
Scanning Electron Microscope adalah salah satu tipe mikroskop
elektron yang mampu menghasilkan resolusi tinggi dari gambaran suatu
permukaan sampel. Oleh karena itu gambar yang dihasilkan oleh SEM
mempunyai karakteristik secara kualitatif dalam 3D karena menggunakan
elektron sebagai pengganti gelombang cahaya dan hal ini sangat berguna
untuk menentukan struktur permukaan dari sampel. Serangkaian alat SEM
dapat dilihat pada Gambar 3.
SEM dengan sinar elektron yang terfokus digerakkan keseluruhan
bagian permukaan sampel dengan menggunakan coil pembelok sinar
(deflection coil), sehingga obyek dapat diamati dengan pembesaran yang
lebih baik. Elektron yang diamati bukan elektron dari sinar elektron yang
dipancarkan tetapi elektron yang berasal dari dalam obyek yang diamati.
Sehingga untuk menghindari penumpukan elektron (hal ini menyebabkan
charging dimana obyek terlihat terang benderang sehingga tidak mungkin
melakukan pengamatan) di permukaan obyek diperlukan grounding,dengan
kata lain permukaan obyek harus bersifat konduktif (dapat mengalirkan
ii

elektron) agar elektron yang menumpuk dapat dialirkan. Untuk obyek yang
tidak konduktif hal ini dapat diatasi dengan melapisi permukaan obyek
tersebut dengan karbon, emas atau platina setipis mungkin (Waskitoaji, 2000)

Gambar 3. Scanning Elektron Microscope (SEM)


Gambaran yang dihasilkan oleh SEM biasanya mempunyai perbesaran
antara 10 sampai 200.000 kali dengan kekuatan resolusi antara 4 sampai 10
nm. Mikroskop elektron ini memfokuskan sinar elektron di permukaan obyek
dan mengambil gambarnya dengan mendeteksi elektron yang muncul dari
permukaan obyek.
Prinsip operasi SEM adalah fokus berkas sinar elektron berenergi
tinggi (10 keV) discan melintang pada permukaan sampel menghasilkan
secondary elektron, backscattered elektron, karakteristik sinar-X dan
beberapa elektron keluar dari permukaan.Material dapat dilihat pada
magnifikasi 100.000x tanpa membutuhkan preparasi sampel secara ekstensif
dan tanpa merusak sampel. Berkas secondary elektron dari sampel dideteksi
dengan layar fosfor. Layar akan memancarkan cahaya dan intensitas cahaya
diukur dengan photomultiplier.
Elektron yang diamati pada alat SEM bukan elektron dari sinar
elektron yang dipancarkan tetapi elektron yang berasal dari dalam obyek yang
diamati sehingga untuk menghindari penumpukan elektron (hal ini
menyebabkan charging yaitu obyek terlihat terang benderang sehingga tidak
mungkin melakukan pengamatan) di permukaan obyek diperlukan grounding,
dengan kata lain permukaan obyek harus bersifat konduktif (dapat

ii

mengalirkan elektron) agar elektron yang menumpuk dapat dialirkan. Pada


obyek yang tidak konduktif hal ini dapat diatasi dengan melapisi permukaan
obyek tersebut dengan karbon, emas atau platina setipis mungkin.
E. UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah sebuah teknik analisis spektroskopi
yang memanfaatkan radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm)
dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spekrofotometer.
Spektrofotometer UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih
banyak

dipakai

untuk

analisis

kuantitatif

dibandingkan

kualitatif.

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi


tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi panjang
gelombang (Sibilia, 1988).
Semua molekul dapat mengadsorpsi radiasi dalam daerah UV-Vis
karena mengandung elektron yang dapat dieksitasi ke tingkat energi lebih
tinggi. Panjang gelombang di mana absorpsi terjadi, tergantung pada seberapa
kuat elektron terikat dalam molekul. Kebanyakan penerapan spektrofotometri
UV-Vis didasarkan pada transisi n-* ataupun -* dan memerlukan hadirnya
gugus kromoforat dalam molekul. Transisi ini terjadi dalam daerah spektrum
200700 nm yang praktis digunakan dalam eksperimen (Underwood et al.,
2002).

ii

BAB III
PEMBAHASAN
Metode sol-gel merupakan metode pengendapan hidrolitik dari titanium
alkoksida atau garam titanium. Titanium isopropoksida merupakan yang umum
dilakukan sebagai prekursor. TTIP merupakan suatu cairan berwarna jerami yang
memiliki titik didih 238oC pada suhu kamar (STP).
Titanium

isopropoksida,

juga

sering

disebut

sebagai

titanium

tetraisopropoxide dengan rumus Ti(OC3H7)4 yang mempunyai molekul tetra


hedral diamagnetik dan salah satu struktur alkoksida yang kompleks.
Sintesis nanopartikel dengan metoda sol gel akan menghasilkan produk
dengan kemurnian dan kehomogenan yang tinggi jika parameternya divariasikan.

Gambar 1. Alur Proses Sol-Gel pada Pembentukan Bubuk Oksida Metal (N.
Bharat, 2010).

ii

Tahapan secara detil proses sol-gel berikut:


Metoda sol gel sendiri meliputi hidrolisis, kondensasi, pematangan, dan
pengeringan. Proses tersebut akan dibahas satu persatu pada makalah ini :
1. Hidrolisis
Pada tahap pertama proses sol-gel, prekursor berupa alkoksida logam
titanium isopropoksida Ti(OC3H7)4 dilarutkan dalam alkohol dan terhidrolisis
dengan penambahan air pada kondisi asam, netral atau basa menghasilkan solkoloid.
Prekursor yang biasa digunakan umumnya logam-logam anorganik atau
senyawa logam organik yang dikelilingi oleh ligan yang reaktif seperti logam
alkoksida (M(OR)z), dimana R menunjukkan gugus alkil (CnH2n+1). Logam
alkoksida banyak digunakan karena sifatnya yang mudah bereaksi dengan air
dengan penambahan katalis yaitu asam asetat (H+).
Proses hidrolisis ini dapat terjadi karena serangan atom oksigen dari
molekul air pada Ti sehingga gugus (-OR) pada prekursor digantikan dengan
gugus hidroksil (-OH) karena atom oksigen memilki elektron bebas dapat
menyerang Ti yang elektropositif seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi
berikut:
Ti(OC3H7)4 + H2O

Ti(OC3H7) (4-1) (OH) + C3H7-OH

Pada reaksi ini terjadi pertukaran ion dari gugus OH- yang bermuatan
negatif kemetal gugus bermuatan positif (M+). Kemudian terjadi transfer
proton kepada gugus alkoxy bersamaan dengan eliminasi C3H7-OH.

ii

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisis adalah rasio air.
Dimana jika rasio airnya banyak maka proses hidrolisis berjalan sempurna
dimana jarak antar partikel jauh sehingga terjadinya tumbukan sedikit sehingga
ukuran partikel yang dihasilkan kecil dan begitu jugg sebaliknya jika rasio air
yang digunakan sedikit maka tidak semuanya terhidrolisis dimana jarak antar
partikel akan dekat sehingga tumbukan yang terjadi banyak sehingga ukuran
partikel besar.
Katalis yang digunakan pada proses hidrolisis adalah jenis katalis asam
asetat. Dengan adanya katalis maka proses hidrolisis akan berlangsung lebih
cepat dan konversi menjadi lebih tinggi.
2. Kondensasi
Kondensasi terjadi ketika senyawa hidrolisis saling bereaksi satu sama lain
dan melepaskan molekul air atau senyawa yang terhidrolisis bereaksi dengan
senyawa yang tak terhidrolisis dan melepaskan molekul alkohol (Skandan and
Singhal, 2006).
Pada proses kondensasi ini yang sangat mempengaruhi adalah konsentrasi.
Jika konsentrasinya besar maka jarak antar partikelnya dekat sehingga
tumbukan yang terjadi banyak sehingga ukuran partikel besar. Dan jika
kosentrasiya kecil maka jarak antar partikel jauh sehingga tumbukan yang
terjadi sedikit maka ukuran partikel kecil.

ii

Pada tahap kondensasi, molekul-molekul alkoksida yang telah terhidrolisis


dalam bentuk gugus hidroksida (Ti-OH) akan saling terhubung membentuk
molekul-molekul logam yang lebih besar melalui reaksi berantai. Bentuk
molekul-molekul yang dihasilkan tersebut mirip dengan molekul polimer,
sehingga tahap kondensasi ini sering disebut reaksi polimerisasi. Pada tahap
kondensasi, dapat terjadi pelepasan alkohol atau air melalui persamaan reaksi
berikut:
Kondensasi alkohol:
Reaksi (1)

Kondensasi air:
Reaksi (2)

Kedua sub reaksi 1 dan 2 sama-sama akan menghasilkan jembatan Ti-OTi degan melepaskan molekul H2O dan C3H7-OH. Reaksi 1 dan 2 akan saling
berikatan dengan melepaskan ROH. Sehingga menghasilkan reaksi sebagai
berikut.

3. Pematangan (Aging)
ii

Pada tahapan pematangan, gel yang telah terbentuk akan akan didiamkan
menjadi lebih kaku, kuat dan menyusut didalam larutan. Proses ini lebih
dikenal dengan nama proses aging.
4. Pengeringan
Proses penguapan larutan dan cairan yang tidak diinginkan untuk
mendapatkan struktur sol-gel yang memiliki luas permukaan tinggi. Dimana
temperaturnya sangat berpengaruh untuk menghasilkan ukuran nanopartikel.
Temperatur yang tinggi akan menghasilkan ukuran nanopartikel yang
besar dan jika temperatur yang rendah akan menghasilkan ukuran nanopatikel
yang kecil. Proses pengeringan akan melepaskan 4 molekul H 2O sehingga akan
terbentuk TiO2 dengan perbandingan Ti : O = 8:4 = 1:2

Bubuk nanopartikel TiO2 telah diperoleh maka akan dilakukan


karakterisasi dengan menggunakan analisa dengan intrumen XRD, SEM, dan
UV-Vis dimana untuk menganalisa ukuran kristal dari TiO 2, morfologi dari
permukaan TiO2, dan nilai energi gapnya.
XRD ( X- Ray Diffraction )
Berikut tiga puncak terkuat diambil untuk dipertimbangkan, dengan
menggunakan difraksi puncak rumus Debye-Scherer..

2 = 36.122, 35,948, dan 34,662 mengungkapkan bahwa semua puncak


ini adalah indikasi bahwa sampel siap dalam sruktur heksagonal. Perhitungan
dari pucak terkecil 10, 23,dan 31 dari grafik XRD mengungkapkan ukuran
kristal ,yaitu perbandingan pola baik dengan JCPDS standar #21-1272.
ii

ii

Gambar 2: XRD ( X- Ray Diffraction ).

ii

Ukuran kristal dari Titanium dioksida dievaluasi dengan menggunakan


rumus Debye-Scherer. Dimana k adalah konstanta (0,9), adalah panjang
gelombang sinar-X = 0,154 , adalah lebar penuh setengah maksimum( FWHM
) dari puncak dan adalah sudut refleksi. Ukuran kristal dari Titanium dioksida
dalah 10,9 nm.

Spektrofotometri UV-Vis
Perhitungan energy band gap mengunakan rumus E= hv .Dimana h adalah

tetepan planks, v=

c
, dimana c adalah kecepatan cahaya dalam ruang hampa

dan adalah panjang gelombnag spektrum.

Tabel2 :Panjang gelombang dari penyerapan dan transmisi


Energi band gap yang dihasilkan 3,196 Ev.

ii

Gambar 3. Spektrum UV-VIS( absorpsi)

ii

Gambar 4: Spektrum UV-Vis (transmitansi)

ii

SEM ( Scanning Elektron Microscope


Morfologi permukaaan Titanium dioksida dapat dilihat pada SEM, partikel
nano dalam gambar mengungkapkan heksagonal.

Gambar 4: Uji SEM TiO2 dengan pembesaran 5.00 kx

ii

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metoda sol-gel dapat digunakan untuk menghasilkan partikel titanium
dalam skala nanometer dengan memperhatikan parameter-parameter reaksi
seperti: konsentrasi prekursor, konsentrasi katalis, jenis pelarut, lama
pematangan.
Proses sintesis nanopartikel TiO2 meliputi 4 tahap yaitu tahap hidrolisis,
kondensasi, pematangan (ageing), pengeringan . Dimana setiap tahapan
tesebut harus diperhatikan agar nanopartikel TiO2 yang diperoleh dapat
berukuran nano dan homogen.
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisis adalah rasio
air. Dimana jika rasio airnya banyak maka proses hidrolisis berjalan
sempurna dimana jarak antar partikel jauh sehinga terjadinya tumbukan
sedikit sehingga ukuran partikel yang dihasilkan kecil dan begitu juga
sebaliknya.
Pada proses kondensasi ini yang sangat mempengaruhi adalah
konsentrasi prekusor. Jika konsentrasinya besar maka jarak antar partikelnya
dekat sehingga tumbukan yang terjadi banyak sehingga ukuran partikel besar.
Setelah didapatkan bubuk nanopartikel TiO2 maka akan dilakukan
karaterisasi dengan menggunakan analisa dengan intrumen XRD, SEM, dan
UV-Vis .

ii

DAFTAR PUSTAKA

Day,R.,danUnderwood,A.L., 2002, Analisi Kuantitatif Kimia (TerjemahanSopyan,


I.,). Jakarta: Penerbit Erlangga. Buku asli diterbitkan tahun 1998
E. L. Beltran, P. Prene, C. Boscher, P. Belleville, P. Buvat, S. Lambert, F. Guillet,
C. Boissie`re, D. Grosso, and C. Sanchez,Nanostructure Hybrid Solar
Cells Based on Self-assembled Mesoporous Titania Thin Films, Journal
Chemistry of Material, vol. 18, pp. 6152-6156, 2006.
Fernandez, B.R., 2012. Sintesis Nanopartikel SiO2 Menggunakan Metoda SolGel dan Aplikasinya Terhadap Aktifitas Sitotoksik Sel. Review Jurnal
Naoteknologi. Kimia Pascasarjana. Unand.
J.D. McKenzie, in: Ultrastructure Processing of Ceramics, edited by L.L. Hench
and D.R.Ulrich, Wiley, New York (1984).
Lee, Hoon, Jeong, dan Yang, Seok, Yeong. (2004). Effect of HCl Concentration
and Reaction Time on the Change in the Crystalline State of TiO 2
Prepared from Aqueous TiCl4 Solution by Precipitation. Journal
Science Direct.
Manorama, S.V., Reddy, K.M, Reddy, C.V.G, Narayanan, S., Raja, P.R., and
Chatterji, P.R., 2002, Photostabilization of Dye on Anatase Titania
Nanoparticles by Polymer Capping, Journal of Physics and
Chemistry of Solids, 63, 135-143
N. Bharat, Patil, D.B. Naik and V.S. Shrivastava.Treatment of textile dyeing and
printingwastewater by semiconductor photocatalysis.Journal of Applied
Science in EnviromentalSanitation,Vol.5,No.3, pp. 309-316, 2010.
O. Carp, C. L. Huisman, A. Reller, Photoinduced reactivity of titanium dioxide,
Progress in Solid State Chemistry, vol. 32, pp. 33-177, 2004.
Park, N.G., Kang, M.G., Kim, K.M, Ryu, K.S., and Chang, S.H., 2004,
Morphological and Photoelectrochemical Characterization of CoreShell Nanoparticle Film for Dye-Sensitized Solar Cells: Zn-O Type
Shell on SnO2 and TiO2 Cores, Langmuir., 20, 4246-4253

ii

Sibilia, Jhon.P. 1988. A Guide to Materials Characterization and Chemicals


Analysis.New York :VCH Publisher.
S. Valencia, J.M.Marin and G Restrepo, Study of the Band gap of Synthesized
Titanium DioxideNanoparticules Using the Sol gel Method and a
Hydrothermal Treatment, The Open MaterialsScience Journal, Vol. 4, pp.
9-14, 2010.
Waskitoaji, 2000, Melihat Dunia Mikro dengan Mikroskop Elektron, Puslitbang
kimia Terapan LIPI, Puspiptek, Serpong.
Ylitalo,et al. Silver Ion Releasing Articles and Method of Manufacture. United
State Patent Application Publication.2010
Zhang, Q., H. (1999). "Preparation and Characterizationof Nanosized TiO2
Powders From Aquoeous TiCl 4 Solution." NanoStructured Materials
Vol. 11, No. 8: 12931300.
Zawrah, M. F., El-Kheshen, A. A., Abd-El-All, H., Facile and Economic
Synthesis of Silica Nanoparticles, Journal of Ovonic Reasearch, vol.5,
No.5, 2009, pp.129-133

ii

Anda mungkin juga menyukai