TINJAUAN PUSTAKA
A. Adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari
suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan- bahan yang sangat berpori dan
adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada letak-letak tertentu
di dalam partikel itu. Oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil maka luas
permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada permukaan
luar dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan terjadi karena perbedaan bobot molekul
atau karena perbedaan polaritas yang menyebabkan sebagian molekul melekat pada
permukaan tersebut lebih erat daripada molekul lainnya (Saragih, 2008).
Adsorben dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu adsorben tidak berpori (nonporous sorbents) dan adsorben berpori (porous sorbents) (Arfan, 2006).
1. Adsorben tidak berpori (non-porous sorbents)
Adsorben tidak berpori dapat diperoleh dengan cara presipitasi deposit
kristalin seperti BaSO4 atau penghalusan pada Kristal. Luas permukaan
spesifiknya kecil, tidak lebih dari 10 m 2/g dan umumnya antara 0.1 s/d 1 m 2/g.
Adsorben tidak berpori seperti filter karet (rubber filters) dan karbon hitam
bergafit adalah jenis adsorben tidak berpori yang telah mengalami perlakuan
khusus sehingga luas permukaannya dapat mencapai ratusan m2/g.
2. Adsorben berpori (porous sorbents)
Luas permukaan spesifik adsorben berpori berkisar antara 100 s/d 1000
m2/g. biasanya digunakan sebagai penyangga katalis, dehydrator dan penyeleksi
komponen. Adsorben ini umumnya berbentuk granular. Klasifikasi pori menurut
international union of pure and applied Chemistry (IUPAC) adalah :
7
Jenis Bahan
Baku
Ampas tebu
Batang kelapa
sawit
Serbuk gergaji
kayu
Tempurung
Abu
3.2
94.4
1.1
0.04
3.3
87.5
2.2
0.12
0.04
95.3
0.6
0.19
0.43
1.2
kelapa
Tongkol jagung
91.7
1.7
0.02
0.05
3.2
10
Menurut Standar Industri Indonesia (SlI No. 0258-79) persyaratan arang aktif
dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini :
Tabel 2. Syarat Mutu Arang Aktif
No
Jenis Uji
Satua
n
Persyaratan
Maksimum 15
Air
Maksimum 10
Abu
Maksimum 2,5
Tidak ternyata
Maksimum 20
12
Jenis Persyaratan
Parameter
1 Kadar Air
Maksimum 15 %
2 Kadar Abu
Maksimum 10 %
13
B. Adsorpsi
14
Adsorpsi merupakan sebuah proses yang terjadi ketika molekul dari zat cair
atau gas terakumulasi pada suatau permukaan padatan/cairan, sehingga membentuk
suatu lapisan tipis yang terbentuk dari molekul-molekul atau atom. Adsorpsi adalah
fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan
suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada
permukaan padatan tersebut (Suryawan, 2004).
Zat yang terakumulasi pada permukaan disebut adsorbat, sedangkan material
permukaan padatan/cairan disebut adsorben. Proses adsorpsi berbeda dengan proses
adsorpsi, dimana proses adsorpsi merupakan reaksi kimia antara molekul-molekul
adsorbat dengan permukaan adsorben.
Molekul-molekul pada adsorben mempunyai gaya dalam keadaan tidak
setimbang dimana gaya kohesi cenderung lebih besar daripada gaya adhesi. Gaya
kohesi adalah gaya tarik menarik antar molekul yang sama jenisnya, gaya ini
menyebabkan antara zat yang satu dengan zat yang lainnya tidak dapat terikat karena
molekulnya saling tolak menolak. Gaya adhesi adalah gaya tarik menarik antara
molekul yang berbeda jenisnya, gaya ini menyebabkan antara zat yang satu dengan
zat yang lainnya dapat terikat dengan baik karena molekulnya saling tarik menarik.
Ketidaksetimbangan gaya-gaya tersebut menyebabkan adsorben cenderung menarik
zat-zat lain atau gas yang bersentuhan dengan permukaannya (Perwitasari, 2007).
a. Jenis Adsorpsi
Berdasarkan interaksi molecular antara permukaan adsorben dengan adsorbat,
adsorpsi dibagi menjadi menjadi 2 jenis, yaitu (hendra, 2008) :
15
Adsorpsi Fisika
Adsorpsi Kimia
17
adsorben maka semakin luas permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu
adsorbat tergantung pada luas permukaan total adsorbennya.
3. Kelarutan Adsorbat
Agar adsorpsi dapat terjadi, suatu molekul harus terpisah dari larutan.
Senyawa yang mudah larut mempunyai afinitas yang kuat untuk larutannya dan
karenanya lebih sukar untuk teradsorpsi dibandingkan senyawa yang sukar
larut. Akan tetapi ada perkeculian karena banyak senyawa yang dengan
kelarutan rendah sulit diadsorpsi, sedangkan beberapa senyawa yang sangat
mudah larut diadsorpsi dengan mudah. Usaha-usaha untuk menemukan
hubungan kuantitatif antara kemampuan adsorpsi dengan kelarutan hanya
sedikit yang berhasil.
4. Ukuran Molekul Adsorbat
Ukuran molekul adsorbat benar-benar penting dalam proses adsorpsi ketika
molekul masuk ke dalam mikropori suatu partikel arang untuk diserap. Adsorpsi
paling kuat ketika ukuran pori-pori adsorben cukup besar sehingga
memungkinkan molekul adsorbat untuk masuk.
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi
dapat terjadi, karena molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekulmolekul yang diameternya lebih kecil atau sama dengan diameter pori adsorben.
18
5. pH
pH di mana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar
terhadap adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri diadsorpsi
dengan kuat, sebagian karena pH mempengaruhi ionisasi dan karenanya juga
mempengaruhi adsorpsi dari beberapa senyawa. Asam organik lebih mudah
diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan adsorpsi basa organik terjadi dengan
mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk kebanyakan proses adsorpsi harus
ditentukan dengan uji laboratorium.
6. Temperatur
Temperatur di mana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi kecepatan
dan jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan
meningkatnya temperatur, dan menurun dengan menurunnya temperatur.
Namun demikian, ketika adsorpsi merupakan proses eksoterm, derajat adsorpsi
meningkat pada suhu rendah dan akan menurun pada suhu yang lebih tinggi.
d. Metode Adsorpsi
19
Metode Adsorpsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu statis (batch) dan
dinamis (kolom).
1. Cara statis yaitu ke dalam wadah yang berisi sorben dimasukkan larutan yang
mengandung komponen yang diinginkan, selanjutnya diaduk dalam
tertentu, kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan atau
waktu
dekantasi.
kecil dari
20
C. Logam Berat
Kontaminasi logam berat pada lingkungan perairan merupakan masalah besar
dunia saat ini. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama karena
akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam, serta
meningkatnya sejumlah logam berat yang menyebabkan keracunan terhadap tanah,
udara dan air meningkat. Proses industri dan urbanisasi memegang peranan penting
terhadap peningkatan kontaminasi tersebut. Suatu organisme akan kronis apabila
produk yang dikonsumsikan mengandung logam berat.
Logam berat adalah unsur alami dari kerak bumi. Logam yang stabil dan tidak
bisa rusak atau hancur, oleh karena itu mereka cenderung menumpuk dalam tanah
dan sedimen. Banyak istilah logam berat telah diajukan, berdasarkan kepadatan,
nomor atom, berat atom, sifat kimia atau racun. Logam berat yang dipantau meliputi:
Antimony (Sb), Arsenik (As), Cadmium (Cd), Cobalt (Co), Chromium (Cr), Copper
(Cu), Nickel (Ni), Lead (Pb), Mangan (Mn), Molybdenum (Mo), Scandium (Sc),
Selenium (Se), Titanium (Ti), Tungsten (W), Vanadium (V), Zinc (Zn). Besi (Fe),
Nikel (Ni), Stronsium (Sr), Timah (Sn), Tungsten (W), dan Vanadium (V).
Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul tinggi. Dalam kadar
rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhandan hewan,
termasuk manusia. Termasuk logam berat yang sering mencemari habitat ialah Hg,
Cr, Cd, As dan Pb (American.geolical.Institute, 1976). Tingginya kandungan logam
21
22
2. Tidak terlarut, terdiri dari partikel yang berbentuk koloid dan senyawa
kompleks metal yang terabsorbsi pada zat tersuspensi.
Logam berat diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh organisme, dan tetap
tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi
(Fardiaz, 1992). Kondisi perairan yang terkontaminasi oleh berbagai macam logam
akan berpengaruh nyata terhadap ekosistem perairan baik perairan darat maupun
perairan laut.
D. Logam Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut
dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium Oksida bila dipanaskan.
Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd Klorida) atau
belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk Cd 2+ yang bersifat tidak stabil. Cd
memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh 321 0C, titik didih 767 0C dan
memiliki masa jenis 8,65 g/cm3 (Widowati dkk, 2008).
Kadmium (Cd) merupakan salah satu logam yang dikelompokkan dalam jenis
logam berat non-esensial. Logam ini jumlahnya relatif kecil, tetapi dapat meningkat
jumlahnya dalam lingkungan karena proses pembuangan sampah industri maupun
penggunaan minyak sebagai bahan bakar. Di samping itu daerah pertambangan
seperti pertambangan seng (Zn), timbal (Pb) maupun tembaga (Cu) selalu
mengandung kadmium sebagai bahan sampingan. Baik kadmium maupun seng
mempunyai daya gabung yang tinggi terhadap sulfur (S), sehingga sumber kadmium
23
dan seng yang paling utama adalah mineral sulfida, dimana kandungan kadmium
dalam mineral tersebut dapat mencapai 5% (Winter, 1982).
Kadmium banyak digunakan untuk pelapisan logam, yang mutunya lebih baik
dari pada pelapis seng, walaupun harganya lebih mahal. Proses tersebut biasanya
dilakukan dangan cara elektrolisis, pencelupan atau penyemprotan. Dari proses
tersebut kemungkinan akan terbuang kadmium ke dalam alam lingkungan dan
terbawa melalui air, serta udara, sehingga menyebar luas ke daerah pertanian dan
permukiman, sehingga berpengaruh terhadap kehidupan tanaman, hewan maupun
manusia melalui rantai pakan (Darmono, 1999).
Kandungan kadmium dalam kerak bumi jumlahnya relatif kecil (sekitar 0,150,2 g/g), mencerminkan kondisi kadar kadmium dalam tanah di suatu lokasi. Di sisi
lain, kandungan kadmium dalam tanah dapat meningkat karena suatu proses alamiah
seperti peristiwa bencana alam (gunung meletus) dan oleh ulah manusia yang dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan maupun proses pemupukan yang berlebihan
(William, 1977).
Logam Kadmium akan mengalami proses biotransformasi dan biokumulasi
dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan
jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dan dalam rantai
makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi kadmium (Cd) yang lebih
banyak (Palar, 2004).
24
25
12,5 % dari bobot tebu keseluruhan. Sedangkan kandungan terbesar dari tebu adalah
cairan nira yang prosentasenya sebesar 87,5 % yang terdiri atas air dan bahan kering.
Bahn kering tersebut ada yang terlarut dan ada yang tidak terlarut.
Produk utama dari tebu adalah sukrosa. Akan tetapi, kandungan sukrosa pada
tebu hanya sekitar 5-10%, sedangkan sisanya adalah ampas tebu sekitar 90%, tetes
tebu dan air. Ampas tebu yang digunakan sebagai adsorben mengandung serat yang
terdiri atas lignin 19,7%, pentosan 27.5%, dan selulosa 50-60% (Syukur, 2006).
Ampas tebu umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan
energi yang diperlukan pada pembuatan gula. Selain itu, ampas tebu dapat juga
digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku serat, papan, plastik, dan kertas (Witono,
2003). Kaur et al. (2008) mengemukakan bahwa ampas tebu juga dapat
dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat seperti seng, kadmium, tembaga, dan
timbal dengan efisiensi adsorpsi berturut-turut sebesar 90, 70, 55, dan 80%.
27
sebagai buangan yang memiliki nilai ekonomi rendah. Penimbunan bagasse dalam
kurun waktu tertentu akan menimbulkan permasalahan bagi pabrik. Mengingat bahan
ini berpotensi mudah terbakar mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang
cukup luas untuk penyimpanannya. Potensi bagasse di Indonesia sangat melimpah
khususnya di luar pulau jawa. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia
(P3GI) tahun 2008, komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia
terdiri dari limbah cair 52,9%, blotong 3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%, tetes tebu
(molasses) 4,5%, dan gula 7,05% serta abu 0,1%. Besarnya jumlah baggase yang
belum dimanfaatkan mendorong para peneliti untuk mengembangkan potensi
bagasse agar memiliki nilai ekonomi.
28
dalam jumlah berat tertentu. Secara kimiawi, komponen utama penyusun ampas tebu
adalah serat yang didalamnya terkandung selulosa, poliosa seperti hemiselulosa dan
lignin. Susunan terserbut dalam ampas tebu hampir sama dengan susunan yang ada
dalam tanaman monokotil berkayu lunak. Beberapa komponen penyusun serat ampas
tebu dapat dilihat pada Tabel 5. dibawah ini :
Tabel 5. Komponen penyusun serat ampas tebu
Komponen
Kandungan (%)
Selulosa
45
Pentosan
32
Lignin
18
Komponen lainnya
29
sulfat atau asam klorida encer dalam waktu 2-4 jam maka akan terjadi dihidrasi
dan siklasi membentuk senyawa heterosiklik yang disebut furfural atau zat yang
tak berwarna dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan senyawa-senyawa
furan, tetrahidro furan, pural, pembuatan plastik, sebagai bahan pembantu dalam
industri karet sintetik dan lain-lain.
3. Lignin adalah polimer tri-dimensional phenylphropanoid yang dihubungkan
dengan beberapa ikatan berbeda antara karbon ke karbon dan beberapa ikatan lain
antara unit phenylprophane yang tidak mudah dihirolisis. Di alam lignin
ditemukan sebagai bagian integral dari dinding sel tanaman, terbenam di dalam
polimer matrik dari selulosa dan hemiselulosa (Gibbs, 1958).
Beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi sentra atau pengembang komoditi
tebu dengan tingkat populasi ternak yang tinggi, selain meraup rupiah dari beragam
hasil tebu termasuk olahan seperti gula merah (saka), ampas tebu sendiri bisa
dimanfaatkan menjadi banyak hal berguna, bahkan bernilai ekonomis. Selain sebagai
sumber energi bahan bakar, ampas dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dan bila
skala besar, hal ini juga bahkan membuka satu lagi peluang bisnis dari komoditi tebu
yakni pakan ternak seperti halnya kompos.
Bagase adalah hasil samping industri gula yang merupakan residu berserat dari
tanaman tebu (Saccharum of ficinarum) setalah dilakukan ekstraksi dan pengempaan.
Bagase mempunyai komposisi yang hampir sama dengan komposisi kimia kayu daun
lebar, kecuali kadar airnya. Ampas tebu merupakan limbah lignoselulosa yang
dihasilkan oleh pabrik gula setelah tebu diambil niranya. Ampas tebu mengandung
30
kadar sellulosa yang tinggi sekitar 37,65 %. Dari besarnya kadar sellulosa yang
terdapat dalam ampas tebu tadi, maka dapat diambil suatu analisa bahwa ampas tebu
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp yang sebelumnya harus
diketahui terlebih dahulu kondisi operasi pada proses pembuatannya. Banyak
alternatif lain untuk pemanfaatan ampas tebu baik untuk campuran bahan baku
industri, penghasil energi ramah lingkungan, maupun kegunaan lain untuk skala
rumah tangga. Dengan sedikit pengolahan ampas tebu dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia dan bernilai ekonomis tinggi.
Kelebihan ampas tebu (bagasse) tebu dapat membawa masalah bagi pabrik
gula, ampas bersifat bulky (meruah) sehingga untuk mnyimpannya perlu area yang
luas. Ampas mudah terbakar karena di dalamnya terkandung air, gula, serat dan
mikroba, sehingga bila tertumpuk akan terfermentasi dan melepaskan panas.
Terjadinya kasus kebakaran ampas di beberapa pabrik gula diperkirakan akibat proses
tersebut. Ampas tebu selain dijadikan sebagai bahan bakar ketel di beberapa pabrik
gula mencoba mengatasi kelebihan ampas dengan membakarnya secara berlebihan
(inefisien). Dengan cara tersebut mereka bisa mengurangi jumlah ampas tebu.
32
kolom
(mtotal),
merupakan
parameter-parameter
penting
kurva
V eff =Q t e
(1)
t =t e
Q. A
Q
=
C ad dt
1000 1000 t=0
(2)
C0 .Q . t e
1000
(3)
q total
100
mtotal
(4)
q total =
mtotal=
%R=
q eq=
q total
X
(5)
tb
te
( )
MTZ=Z 1
(6)
33
VB=
EBCT =
(7)
Volume bed (VB)
flow rate(Q)
(8)
34
I. Model Prediksi
Pemodelan memiliki peranan penting dalam peningkatan pilot plant dari
eksperimen laboratorium untuk skala industri. Pemodelan yang sesuai dapat
membantu menganalisis dan menjelaskan data eksperimen untuk mengidentifikasi
mekanisme yang relevan pada proses, untuk memprediksi perubahan yang
dikarenakan kondisi operasi yang berbeda, dan untuk mengoptimalkan produktivitas
keseluruhan proses (Borba et.al, 2006).
J. Model Thomas
Model Thomas merupakan model yang paling banyak digunakan diantara
model lainnya. Model ini mengansumsikan kesetimbangan adsorpsi mengikuti model
Langmuir dan tingkat daya penggerak mematuhi orde kedua reaksi kinetik reversibel
(Pagnanelli, 2011; Ghasemi et.al, 2011). Berikut persamaan model oleh Thomas:
Ct
=
C0
1
k q X C t
1+ exp T h 0 0
Q
1000
(9)
Beberapa acuan jurnal yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
35
1. Pemanfaatan Arang Ampas Tebu Sebagai Adsorben Ion logam Cd,Cr, Cu dan Pb.
Ade Apriliani. 2010. Menggunakan metode batch dengan berbagai variasi
perlakuan.
2. Uji Efektifitas Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu dan Serbuk Kayu sebagai
Adsorben Untuk Pengolahan Air Limbah Pewarnaan Jeans. Fitri Sutiyani. 2015.
3. Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu Sebagai Karbon Aktif untuk menurunkan
Kadar Besi pada Air Sumur. Asbahani. 2013
4. Pengaruh Konsentrasi arang Ampas Tebu terhadap daya Serapnya pada Limbah
Cair Kelapa Sawit. Sarwadi. 2014
5. Adsorpsi Kadmium dengan Biomassa Bekas Fermentasi Pabrik Alkohol. Nur.
2007
6. Modelling of Breaktrough curves of single and Binary mixture of Cu, Cd, Ni and
Pb sorpsion onyo grape stalk waste
7. Fixed bed colomn study for Cd removal from wastewater using treated rice husk.
Upendra kumar. 2005
8. Cr adsorption by waste acorn of quercus ithaburensis in fixed beds : prediction of
breaktrough curves. Emine Malkoc. 2006.
9. Breaktrough curves for adsoption and elution of rhenium in a colomn ion
exchange system. Mozammel. 2006.
10. Adsorption characteristics of reactive dyes in colomn of activated carbon.
36