RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO BATU
1.1 Pendahuluan
Ketika berbicara tentang cardiac arrest, ingatan kita tidak bisa lepas dari penyakit jantung dan pembuluh
darah, karena penyebab tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung koroner. WHO menerangkan
bahwa penyakit jantung, bersama-sama dengan penyakit infeksi dan kanker masih tetap mendominasi peringkat
teratas penyebab utama kematian di dunia. Demikian halnya di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Nasional
tahun 1986 dan 1991, penyakit jantung koroner bersamadengan penyakit infeksi merupakan penyebab kematian
utama di Indonesia. Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan cardiopulmonary
resuscitation dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut jantung normal. Kesempatan pasien untuk bisa
bertahan
hidup
berkurang
sampai
10
persen
pada
tiap
menit
yang
berjalan
tanpa
cardiopulmonary resuscitation dan defibrilasi. Inti dari penanganan cardiac arrest adalah kemampuan
untuk bisa mendeteksi dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin mengembalikan denyut
jantung ke kondisi normal untuk mencegah terjadinya kematian otak dan kematian permanen. Penanganan secara
cepat dapat diwujudkan jika terdapat tenaga yang memiliki kemampuan dalam melakukan chain of survival
saat cardiac arrest terjadi. Keberadaan tenaga inilah yang selama ini menjadi masalah/pertanyaan besar,
bahkan di rumah sakit yang notabene banyak terdapat tenaga medis dan paramedis.Tenaga medis dan paramedis
di Rumah Sakit sebenarnya sudah memiliki kemampuan dasar dalam melakukan life saving, akan tetapi belum
semuanya dapat mengaplikasikannya secara maksimal. Dan seringkali belum terdapat pengorganisian yang baik
dalam pelaksanaannya. Masalah inilah yang kemudian memunculkan terbentuknya tim reaksi cepat dalam
penanganan arrest segera,yangdisebut Code Blue.
1.2 Definisi
1. Code blue/kode biru:
Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau suatu institusi dimana terdapat
pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest dan merupakan kata sandi yang
digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat.
BAB II
RUANG LINGKUP
Sistem respon cepat code blue dibentuk untuk memastikanbahwa semua kondisi darurat medis kritis
tertangani denganresusitasi dan stabilisasi sesegera mungkin. Sistem respon terbagi dalam 2 tahap:
1. Respon awal (responder pertama) berasal petugas rumah sakityang berada di sekitarnya,
dimana terdapat layanan Basic LifeSupport (BLS).
2. Respon kedua (responder kedua) merupakan tim khusus dan terlatih yang berasal dari departemen
yang ditunjuk oleh pihak rumah sakit, yaitu tim code blue.
Sistem respon dilakukan dengan waktu respon tertentu berdasarkan standar kualitas pelayanan
yang telah ditentukan olehrumah sakit. Untuk menunjang hal tersebut yang dilakukan adalah :
1. Semua personil di rumah sakit harus dilatih dengan keterampilanBLS untuk menunjang
kecepatan respon untuk BLS di lokasi kejadian.
2. Peralatan BLS harus ditempatkan di lokasi yang strategis dalam kawasan rumah sakit,
misalnya lobi rumah sakit, ruang tunggu poliklinik dan ruang rawat inap, dimana
peralatan dapat dipindahatau dibawa untuk memungkinkan respon yang cepat.
BAB III
TATALAKSANA
Tim resusitasi :
Perawat pelaksana
1.dokter ruangan
Perawat terlatih
1.Perawat IGD
2.dokter jaga
2.Perawat ICU
3.Perawat IKO
4.Penata Anestesi
Uraian tugas
a. Koordinator Team
Dijabat oleh dokter ICU
Bertugas :
i. Mengkoordinir segenap anggota tim.
ii. Bekerjasama dengan diklat membuat pelatihan kegawatdaruratan yang dibutuhkan
oleh anggota tim.
b. Penanggungjawab Medis
Dijabat oleh Dokter Jaga / Dokter Ruangan
Bertugas :
i. Mengidentifikasi awal / triage pasien di ruang perawatan.
ii. Memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan
iii. Memimpin tim dalam pelaksanaan RJP
iv. Menentukan sikap selanjutnya.
c. Perawat Pelaksana
Perawat bertugas :
i. Bersama dokter penanggungjawab medis mengidentifikasi/triage pasien di ruang
perawatan.
ii. Membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat dan gawat darurat
di ruang perawatan.
d. Tim Resusitasi
Dijabat Perawat terlatih dan dokter ruangan / jaga.
Bertugas :
i. Memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat / gawat darurat diruang
perawatan.
ii. Melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat diruang perawatan
Perencanaan sumber daya manusia
Dalam satu shift harus ada 2 - 3 orang perawat terlatih yang bertugas.
Perencanaan SDM ditentukan berdasarkan kondisi kegawatdaruratan pasien, sebagai
berikut :
Defibrilator1 bh
Stetoskope 1 bh
Tensimeter 1 bh
Senter Genggam 1 bh
Suction 1 bh
Orofaring tube
Circulation Support
Needle intraosseus 1 bh
Venocath 1 bh
1 set lengkap
Obat obatan
Lidokain inj. 1 bh
Adrenalin inj. 1 bh
Nalokson inj. 1 bh
Phenobarbital inj. 1 bh
Diltiazem inj. 1 bh
MgSO4 inj. 1 bh
Amiodaron inj
Dopamin inj
Dobutamin inj
Norepinephrine
dapat lebih dini diketahui dan ditanggulangi sehingga mencegah kematian dan kecacatan
yang tidak perlu terjadi.
2. Pelayanan Kegawatdaruratan Pasien Di Ruangan
Merupakan kegiatan pelayanan dalam menangani pasien gawat darurat dengan
memberikan pertolongan bantuan hidup dasar dan resusitasi jantung, paru dan otak (RJP).
3. Pelatihan dan Peningkatan SDM
Guna menjaga dan meningkatkan kualitas kemampuan anggota tim, maka
dibuatkan suatu pendidikan dan pelatihan meliputi teori dan praktek sesuai kebutuhan tim
4. Evaluasi dan Kendali Mutu
Pelaksanaan kegiatan penanggulangan dan penanganan pasien gawat / gawat
darurat oleh Blue Team harus dapat dievaluasi dan kendali mutu agarkesempurnaan
kegiatan menjadi lebih baik.Oleh karena itulah Tim Pengendalian Mutu rumah sakit
diharapkan dapat turut berperan dalam hal evaluasi dan kendali mutu Blue Team.
BAB IV
DOKUMENTASI
Semua kegiatan code blue dicatat dan didokumentasikan dalam catatan rekam medis dan
digunakan sebagai bukti bilamana proses ini diperlukan