Anda di halaman 1dari 38

BAB II

LATAR BELAKANG LAHIRNYA OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM


UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA
KEUANGAN
A. Sejarah Lahirnya Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pembentukan OJK tidak terlepas dari situasi krisis moneter yang terjadi pada
tahun 1997-1998 yang menimpa wilayah Asia. Pada Juli 1997 Indonesia terkena
dampaknya karena struktur ekonomi nasional Indonesia yang masih lemah untuk
menghadapi krisis global tersebut. 53 Akibat dari krisis yang terjadi tersebut
berdampak sangat besar terhadap perekonomian di Indonesia. Pasar modal, kegiatan
usaha di sektor riil maupun perbankan mengalami penurunan yang cukup besar. Salah
satu penyebab krisis yang melanda sebahagian besar perusahaan di Indonesia adalah
karena kurang dimanfaatkannya pasar modal sebagai sumber dana perusahaan.
Ketidaksesuaian pembiayaan, karena dipakainya dana jangka pendek bagi pendanaan
investasi jangka panjang tersebut dapat dihindari apabila perusahaan memanfaatkan
instrument pasar modal bagi kegiatan pembiayaannya baik dalam ekuitas (equity)
mau pun hutang (debt). 54 Indonesia pada saat itu memusatkan sektor perbankan
(Banking Centric) dalam perkembangan perekonomiannya. Terdapatnya Banking
Centric menimbulkan risiko sistemik terhadap jasa keuangan lain dan lebih jauh
dapat menimbulkan gangguan stabilitas finansial sehingga krisis yang terjadi pada
tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia menyebabkan banyaknya bank mengalami
53
54

Jusuf Anwar (b), Op.Cit, hlm. 69


Ibid. 175

Universitas Sumatera Utara

kolaps. Fungsi pengawasan bank yang merupakan tugas dari BI banyak yang
dipertanyakan, bahkan dianggap krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor
perbankan di Indonesia. 55
Hal ini memperburuk citra perbankan dalam sistem pengawasan perbankan
oleh BI 56, sehingga mengharuskan pemerintah melakukan pembenahan di sektor
perbankan dalam rangka melakukan stabilitas sistem keuangan yang memegang
peranan penting dalam perekonomiam suatu negara, karena sistem keuangan
berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami defisit finansial. Apabila
sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efesien, pengalokasian dana
tidak akan berjalan dengan baik, sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
yang nantinya mengakibatkan terjadinya krisis dan upaya penyelamatannya
memerlukan biaya yang sangat tinggi.
Dengan melakukan reformasi hukum terus menerus terhadap setiap komponen
dalam sistem perekonomian nasional yaitu sistem keuangan dan keseluruhan kegiatan
jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif
di dalam perekonomian nasional 57 yang diharapkan dan dapat mencegah terulangnya
krisis sekaligus penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan dimasa

55

Paripurna P Sugarda, Status Hukum dan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan,


www.ugm.ac.id, diakses tanggal 23 November 2012
56
Bank Indonesia: Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan, Booklet Perbankan
Indonesia 2012, hlm. 19 dalam Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia: Melihat
Dari Pengalaman Di Negara Lain, http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal.../311/235 -, diakses
tanggal 27 November 2012
57
Ibid

Universitas Sumatera Utara

depan 58, sehingga program pembangunan ekonomi nasional yakni dengan tujuan
untuk menciptakan pondasi yang kuat harus dilaksanakan secara komprehensif dan
mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang harus dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi
ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD 1945. 59
Beberapa negara seperti Jepang, Inggris dan Jerman telah melakukan
reformasi sistem keuangan untuk bangkit dari krisis ekonomi negara tersebut. Jepang,
untuk menjaga stabilitas sistem keuangannya pemerintah Jepang membentuk suatu
lembaga yang di sebut Finansial Services Agency (FSA) yang bertanggung jawab
mengatasi dan mengatur perbankan, pasar modal, dan asuransi. FSA merupakan suatu
lembaga yang independen oleh seorang komisioner dan bertanggung jawab pada
Menteri Keuangan. 60 Untuk Inggris, pemerintah koalisi Konservatif dan Liberal
Demokrat melakukan reformasi arsitektur sistem keuangan dengan pembubaran
FSA (Finansial Service Authority) sehingga Bank Of England menjadi pelaksana
Macro-Prudential supervision dan oversight micro prudential dan kemudian Jerman
dengan Bundesbank sebagai badan pengawasan perbankan, kemudian membentuk
German

Federal

Finansial

Supervision

Authority

(Bundesanstalt

fur

58

Harry Koot, Analisis Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, diakses dari


http://www.geocities.ws/jurnalhet/dokumen/ringkasan-skripsi-harry-koot.pdf, diakses tanggal 5 Mei
2012
59
Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapat Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menteri Keuangan (Agus .W), Jakarta, Tanggal 18 Agustus 2012
60
Tim Kerjasama Penelitian FEB UGM & FE UI, Alternatif Sturktur OJK Yang Optimum:
Kajian Akademik, xa.yimg.com/kq/.../KajiAkademikOJK-UI-UGMversi+230810.pdf, hlm. 61, diakses
tanggal 6 Juni 2012

Universitas Sumatera Utara

finanzdienstleistungsaufsicht atau Bafin). 61 Khusus untuk pengawasan perbankan,


Bafin membagi tugasnya dengan Bank Sentral Jerman yaitu Deutsche Bundesbank.
Bundesbank sebagai bagian dari proses pengawasan, menganalisa laporan yang
disampaikan oleh bank secara regular untuk menilai apakah bank tersebut memiliki
kecukupan modal dan apakah prosedur manajemen risiko sudah memenuhi standar.
Bafin melakukan evaluasi kembali laporan yang diberikan bundesbank dan
menetapkan apakah suatu bank sudah dikatakan dapat memenuhi standar ketentuan
minimum pemodalan dan standar manajemen risikonya. 62
Ada tidaknya OJK sebenarnya tidak menjadi krusial pada situasi normal.
Akan tetapi, dalam situasi krisis ini hal tersebut menjadi sangat penting. Pengawasan
perbankan di Indonesia harus berkaca pada situasi yang terjadi di negara lain. Saat di
beberapa negara telah menerapkan sistim mirip OJK tapi banyak juga negara yang
tidak memakainya seperti Amerika Serikat dan Indonesia. Dari dua kelompok negara
tersebut, pada saat krisis mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda. Inggris sebagai
negara penganut sistem OJK mengalami kegagalan dalam mengatasi krisis. Dengan
sistem keuangan Inggris yang telah menerapkan sistem yang mirip OJK tidak berhasil
dan berbalik memberikan kewenangan kembali kepada Bank Sentral untuk
mengawasi lembaga perbankan dan jasa keuangan. 63 Hal sama juga dialami Amerika

61

Ibid, hlm. 57
Ibid, hlm. 65
63
Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapat Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AEI
(Asosiasi Efek Indonesia), Jakarta, Tanggal 01 Sepetember 2010
62

Universitas Sumatera Utara

Serikat yang menjadi sumber terjadinya krisis global 2008 lalu. Untuk itu referensi
tersebut harus menjadi dasar keputusan pembentukan atau tidaknya OJK. 64
Tetapi Indonesia sebagai salah satu anggota dari berbagai lembaga
internasional,

dalam

menjalankan

usaha

jasa

keuangan

di

tuntut

untuk

mempergunakan standart internasional sistem pengawasan usaha jasa keuangan.


Standar Internasional sistem pengawasan usaha jasa keuangan, antara lain: Prinsip
Basle Committe (untuk sektor perbankaan), Internasional Organization of Securities
Commission (untuk sektor pasar modal), IAIS (untuk usaha perusahaan asuransi),
OECD (untuk usaha dana pensiun). Salah satu nya sebagai anggota International
Monetary Fund (IMF), di mana pembentukan lembaga pengawasan sektor finansial
ini sebenarnya masuk dalam salah satu poin letter of inted (LOI) antara pemerintah
dan IMF sebagai salah satu persyaratan bagi pemerintah mendapatkan pinjaman pada
krisis ekonomi medio 1997-1998 silam walaupun banyak keberatan dari berbagai
pihak, siapa pun baik DPR, pemerintah apa lagi BI hampir-hampir tidak mempunyai
kekuatan untuk menolak ketentuan IMF, termasuk pembentukan lembaga pengawas
jasa keuangan ini. 65
Sehingga terbentuk lah UU NO. 23 Tahun 1999 Tentang BI yang merupakan
hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan UU tentang BI oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pada Awal pemerintahan Presiden Habibie,

64

Darmin Nasution (Gubernur Bank Indonesia) Media Indonesia Online, 05 Februari 2010
dalam Andika Hendra Mustaqin, Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Solusi Sistem Ekonomi Nasional,
http://jurnal.pdii.lipi.go.id, diakses tanggal 05 Agustus 2012
65
Otoritas Jasa Keuangan, www.republika.co.id, diakses tanggal 07 September 2012

Universitas Sumatera Utara

pemerintah mengajukan RUU tentang BI

yang berisi independensi yang akan

diberikan kepada Bank Sentral. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari Bank Sentral
tersebut datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (Bank
Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU BI (kemudian menjadi UU No.
23 Tahun 1999 tentang BI) bertindak sebagai konsultan. 66 Mengambil pola Bank
Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank di mana pengawasan industri perbankan
dilakukan oleh Bafin. UU BI yang tujuannya menjadikan lembaga ini independen,
lepas dari pengaruh pemerintah.
Amanat Pasal 34 UU BI menyatakan pembentukan lembaga pengawasan
perbankan yang statusnya juga independen, bertanggung jawab kepada presiden,
tidak ke DPR atau pun di bawah kendali Mentari Keuangan. Masalah pelik yang
muncul setelah amandemen adalah kapan lembaga independen ini mulai beroperasi 67
karena perintah UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI, OJK dibentuk tahun 2002, tapi
OJK gagal di bentuk sampai dengan perubahan UU No. 3 Tahun 2004 Tentang BI,
menurut UU paling lambat 2010 dan baru di bentuk tahun 2011.
Sehubungan dengan rencana pembentukan OJK tersebut, kalangan pelaku
pasar sama sekali belum memiliki kejelasan mengenai bentuk dari lembaga tersebut,
sehingga tidak mengherankan, tidak lama setelah diperolehnya persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) di berbagai Media Massa bermunculan berbagai komentar

66

Zulkarnain
Sitompul,
Menyambut
Kehadiran
http://Sippm.unas.ac.id, hlm. 1, diakses tanggal 20 April 2012
67
Ibid, hlm. 3

Otoritas

Jasa

Keuangan,

Universitas Sumatera Utara

bahkan kekhawatiran akan keberadaan lembaga tersebut. 68Agar pembentukan


Undang-undang menghasilkan suatu Undang-undang berkualitas, dapat digunakan
tiga landasan dalam menyusun Undang-undang yaitu: pertama landasan yuridis,
kedua landasan sosiologis dan ketiga, landasan filosofis. Pentinganya ketiga unsur
landasan pembentukan undang-undang tersebut agar undang-undang yang di bentuk,
memiliki kaidah yang sah secara legal (legal validaty), dan mampu berlaku efektif
karena dapat atau akan diterima masyarakat secara wajar, serta berlaku untuk waktu
yang panjang. 69
1. Landasan Yuridis
Sesuai dengan amanat Pasal 34 Undang-undang No. 23 tahun 1999 Tentang
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004,
terakhir dengan Undang-undang No. 6 Tahun 2009 Tentang Bank Indonesia yang
menyatakan:
(1) Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa
keuangan yang independen dan di bentuk dengan Undang-undang
(2) Pembentukan lembaga pegawas sebagaimana di maksud pada ayat (1) akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010

Pasal tersebut mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga jasa keuangan


yang independen yang

bertugas mengawasi kegiatan perbankan di Indonesia.

68

Jusuf Anwar (a) Op.cit, hlm. 6


Bagir Manan, Dasar-dasar Konstitusi Peraturan Perundang-Undangan Nasioanal,
Fakultas Hukun Universitas Andalas, Padang, 1994 dalam Yuliandri, Asas-asas Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 135
69

Universitas Sumatera Utara

Sehingga tugas pengawasan tidak dilakukan oleh BI. Namun dalam perkembangan,
lembaga jasa keuangan yang dimaksud berganti nama menjadi OJK dan kewenanga
nmeluas. Tidak hanya mengawasi perbankan saja, tetapi seluruh jasa keuangan yang
ada. Termasuk pasar modal dan jasa-jasa keuangan lainnya. 70 Untuk keperluan
tersebut akan menyatukan seluruh aktifitas pengawas sektor jasa keuangan di bawah
satu atap yang jangka waktu pendirian OJK tersebut di perpanjang menjadi paling
lambat akhir Desember 2010, yang mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain
yang mengelola dana masyarakat. 71
Menurut Achjar Ilyas, Pasal 34 UU BI dijadikan landasan pembentukan dan
pengaturan lembaga pengawasan keuangan dalam UU BI kurang tepat. Karena
pengaturan pengalihan kewenangan kepada lembaga pengawas keuangan bukan
merupakan kompetensinya dan terdapat kesan pasal tersebut merupakan sisipan bagi
pembentukan lembaga pengawas keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka harus
dipahami mengapa UU BI berlaku. Norma tertinggi atau norma dasar dan dalam
konteks Indonesia norma dasar tersebut adalah UUD 1945, dalam hal ini Pasal 23D
UUD 1945 Negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunannya, kedudukannya,
kewenangan, tanggung jawab dan indepedensi di atur dengan Undang-undang.

70

Soal OJK, Bapepam Akan Ikuti Kebijakan Pemerintah, www.hukumonline.com, diakses


tanggal 31 Januri 2013
71
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-undangan Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Naskah akedemik pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), 2010, hlm. 3

Universitas Sumatera Utara

Bank Sentral di maksud adalah Bank Indonesia, Bank Sentral dalam sistem
ekonomi suatu negara memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam
hubungannya dengan keuangan pasar di Indonesia. 72 Posisi Bank Sentral yang begitu
penting dan berperan sangat dominan dalam sistem ekonomi suatu negara, maka
Bank Sentral mempunyai fungsi sebagai lender of last resort yaitu fungsi mengatasi
kesulitan yang terjadi pada perbankan. Kebebasan melakukan kontrol terhadap sistem
keuangan negara untuk menjaga stabilitas harga dan memelihara pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas keuangan. 73
Dalam menjalankan tugas wewenangnya Bank Indonesia selaku Bank Sentral,
mempunyai wewenang melakukan pengawasan terhadap bank-bank yang ada di
Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) UU BI: 74
(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenang bebas dari campur tangan pemerintah
dan/ atau pihak lain. Kecuali untuk hal-hal yang secara tegas di atur
dalam Undang-undang ini
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-undang ini

Pasal 4 UU BI menjelaskan bahwa kedudukan BI diakui oleh konstitusi yang


apabila dipostulasikan dengan norma dasar menempati urutan tertinggi dalam hukum
nasional yang menjadi bagian desain utama dan pokok dari keseluruhan sistem aturan
72

Harry Koot, Op. Cit, hlm. 8


Ibid. hal. 3
74
Republik Indonesia (c), Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 7, Lembaran Negara Nomor 4357
73

Universitas Sumatera Utara

yang berlaku sebagai pegangan bersama dalam kehidupan warga negara dalam suatu
negara, yang seluruh membentuk suatu kesatuan sistem hukum. Kedudukan Bank
Sentral dalam konstitusi memberikan penjelasan bahwa tata urutan atau susunan
hierarki tatanan hukum berkenaan dengan kegiatan perbankan, termasuk pengawasan
bank, harus bertitik tolak kepada ketentuan yang mengatur tentang Bank Sentral
sebagaimana telah ditentukan dalam konstitusi. Oleh karena itu hukum dan konstitusi
di suatu negara itu haruslah menjadi sesuatu yang hidup dalam praktek kehidupan
bernegara sehari-hari sehingga dapat dilihat hukum sebagai undang-undang apakah
benar-benar diwujudkan dalam masyarakat. 75
Dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, Hans Kelsen mengemukakan
mengenai teori jenjang norma hukum (Stufen theori), di mana ia berpendapat bahwa
norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki
tata susunan, di mana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan
berdasarkan pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku dan
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat
hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (Grundnorm). 76
Kedudukan Bank Sentral dalam struktur ketatanegaraan terpatri atau
memperoleh mandat dan kostitusi yang sekaligus memberikan jaminan dari konstitusi
75

Bismar Nasution (a), Op. cit, hlm. 2


Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York, Russell, 1945, hlm. 113 dalam
Maria Farida Indriati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan: Dasar-dasar dan Pembentukannya,
(Yogyakarta: Kanasius, 1998), hlm. 25
76

Universitas Sumatera Utara

untuk Bank Sentral yang independen. 77 Karena itu peran dan tugas Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral harus dipertahankan kedudukannya termasuk tidak ada Undangundang yang akan datang yang dapat mencabut fungsi dan tugas Bank Indonesia
termasuk dalam hal amanat Pasal 34 UU BI dalam mendirikan OJK. Selanjutnya
Bank Indonesia harus dipaham juga sebagai suatu hal yang penting untuk menjamin
demokrasi. 78
Lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang diamanatkan dalam Pasal 34
UU BI di sebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana dalam UU No. 21
Tahun 2011 Pasal 1 yang di maksud dengan
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya di singkat dengan OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lan, yang
mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana di maksud dengan Undang-undang
ini.

Pada dasarnya UU OJK memuat ketentuan tentang Organisasi dan tata kelola
(governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap industri jasa keuangan, sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk
jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi
dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial
serta ketentuan jasa penunjang industri jasa keuangan dan lain sebagainya
77

Bismar Nasution (b), Op. Cit, hlm. 12


Jimly Asshidiqie, Konstitusi & Konstitusiolisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press,
2006), hlm. 79 dalam Bismar Nasution (b), Ibid. hlm. 11
78

Universitas Sumatera Utara

menyangkut transaksi jasa keuangan di atur dalam undang-undang sektoral tersendiri


yaitu UU No. 6 Tahun 2009 Tentang BI, UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar
Modal, UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Perasuransian, UU No. 11 Tahun 1992
Tentang Dana Pensiun dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sektor
jasa keuangan lannya. 79
2. Landasan Filosofis
Landasan filosofiss mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita
hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia, bersumber
dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
OJK dibentuk dengan tujuan agar keselurahan kegiatan jasa keuangan di
dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggarakan secara teratur, adil, transparan,
dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil. OJK di bentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
transparansi dan kewajaran (fairness). 80
Landasan filosofis berkaitan dengan rechtside di mana semua masyarakat
mempunyai yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin
keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan sebagainya. Cita hukum tersebut tumbuh dari
sistem nilai masyarakat mengenai baik atau buruk. Sehingga hukum diharapkan
79

Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-undang Tentang Otoritas Jasa


Keuangan, Naskah Akademik UU OJK, hlm. 3
80
Ibid. hlm. 4

Universitas Sumatera Utara

mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai
maupun sebagai sarana mewujudkan dalam tingkah laku masyarakat. 81
Lembaga pengawas sektor jasa keuangan dalam Undang-undang OJK yang
memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola yang baik (good governance)
dari lembaga dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan, termasuk diantaranya perbankan, pasar modal dan
lembaga keuangan lainnya. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik
merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis
ekonomi yang melanda Indonesia. Penerapan prinsip tata kelola yang baik dalam
dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan zaman agar perusahaan-perusahaan
yang ada jangan sampai tertinggal oleh persaingan global. 82 Dengan pengaturan dan
pengawasan yang dilakukan OJK merupakan pengembangan dengan metode yang
tepat sehingga tidak perekonomian Indonesia tidak rentan akan krisis perekonomian
serta mewujudakan efesiensi pengawasan kegiatan jasa keuangan perbankan, pasar
modal dan lembaga keuangan lainnya.
3. Landasan Sosiologis
Dasar sosiologis artinya, mencerminkan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Dalam suatu masyarakat industri, hukumnya harus sesuai dengan
kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Dengan landasan
81

Bagir Manan, Op. cit, 135


Indara Surya & Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), hlm. 115
82

Universitas Sumatera Utara

ini diharapkan suatu Undang-undang yang akan di buat akan di terima masyarakat
secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima secara
wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak memerlukan
pengerahan institusional untuk melaksanakannya. 83
Landasan sosiologis mempertimbangkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Peranan sektor jasa
keuangan pada kenyataannya tidak hanya menggerakkan kegiatan perekonomian,
namun sebaliknya juga menimbulkan permasalahan di masyarakat, terutama
pelayanan dan perlindungan konsumen. OJK diharapkan dapat menciptakan efesiensi
dari industri keuangan, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen, serta
memelihara mekanisme pasar yang sehat dengan pengaturan dan pengawasan yang
didasarkan pada prinsip keadilan dan transparansi. Perlindungan konsumen dengan
pencegahan kerugian yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk
jasa keuangan, meminta lembaga jasa keuangan menghentikan kegiatannya apabila
berpotensi merugikan masyarakat, tindakan yang dianggap perlu, kemudian
pelayanan pengaduan konsumen yaitu menyiapkan perangkat dan mekanisme
pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku lembaga jasa keuangan,
memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku
lembaga jasa keuangan serta pembelaan hukum yaitu memerintahkan atau melakukan
tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan

83

Yuliandri, Op.cit, hlm. 135

Universitas Sumatera Utara

konsumen yang dirugikan, mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta


kekayaan milik pihak yang dirugikan serta untuk memperoleh ganti kerugian dari
pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan
sebagai akibat pelanggaran atas peraturan. 84
Seperti yang dikemukan oleh Bagir Manan, bahwa kecenderungankecenderungan dan harapan-harapan masyarakat dalam kenyataan dalam masyarakat
merupakan dasar sosiologi. Kelumpuhan peranan hukum akan terjadi apa bila
peraturan perundang-undangan apa bila tidak memasukkan faktor kecenderungan dan
harapan masyarakat tersebut karena hanya akan sekedar merekam seketika (momen
opname). Sehingga peraturan bersifat konservatif dan bertentangan dengan sisi lain
peraturan perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan
masyarakat.

85

OJK harus menempatan dirinya secara proposional dan mengayomi

berbagai kepentingan dari pelaku industri dan pemangku kepentingan lainnya. Ketika
pelaku industri dan pemangku kepentingan telah dapat mengayomi dirinya sendiri
maka tugas dari OJK itu sendiri dapat menjadi fasilitator terhadap pasar industri
keuangan. Semangat reformasi dan gejala transformasi kondisi serta perkembangan
sistem keuangan yang semakin kompleks, dinamis dan saling terkait antara masingmasing subsektor keuangan hal tersebut dikarenakan banyaknya variasi produk usaha
jasa yang mengarah baik dalam hal produk maupun kelembagaan dan komplesitas

84

Tim sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Pokok-pokok Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
85
Bagir Manan, Op.cit, hlm. 136

Universitas Sumatera Utara

transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari
perkembangan konglomerasi pemilikan pada lembaga jasa keuangan yang
memungkinkan sebuah induk perusahaan untuk memiliki beberapa institusi pada
lembaga keuangan yang berbeda. Hal tersebut menciptakan keterkaitan antara
lembaga sehingga risiko antar lembaga juga akan terkait pada koglomerasi yang
awalnya dilakukan pemerintah sebagai penetralistik pemusatan perekonomian pada
sektor perbankan. 86 Wujud pengembangan usaha jasa keuangan menyebabkan
pengawasan dan pembinaan terhadap usaha jasa keuangan semakin kompleks.
Perlindungan pemodal mutlak diberikan. Pasar modal yang merupakan sarana jual
berli efek guna pendiversifikasian Resiko pun tidak sanggup mengatasi krisis yang
menimpanya. Penurunan kinerja perusahaan-perusahaan yang telah GO Publik
membawa dampak terhadap merosornya harga-harga saham yang telah dijual di
bursa.

Untuk

memperbaiki

dan

mempercepat

proses

pemulihan

kembali

perekonomian nasional diperlukan langkah-langkah untuk memperbaiki sektor riil


yaitu pasar modal baik dari segi pemodalan, hutang maupun manajemen serta adanya
kepastian hukum. Pasar Modal harus menjaga wahana yang menarik bagi investor
untuk berinvestasi. Untuk menarik minat berinvestasi diperlukan transparansi dan
perlindunga hukum.

86

Paripurna P. sugarda, Op.cit. hlm. 276

Universitas Sumatera Utara

B. Independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Independensi merupakan salah satu isu penting dalam OJK. Untuk memahami
independensi OJK dapat dikaitkan dengan independen Bank Sentral. Alan. S Blinder
menyatakan bawa indepensi Bank Sentral dapat berarti dua hal. Pertama, Bank
Sentral memiliki kebebasan untuk menentukan bagaimana untuk mencapai tujuannya.
Kedua, keputusan-keputusan yang diambil oleh sulitnya untuk dibatalkan oleh
cabang-cabang atau lembaga pemerintahannya. 87
Kebebasan dalam mentukan bagaimana untuk mencapai tujuannya bukan
berarti bahwa Bank Sentral dapat menentukan sendiri tujuannya, karena tujuan Bank
Sentral secara umum tentu saja ditetapkan melalui legislasi yang disepakati bersama
melalui suatu sistem demokrasi. Tapi yang di maksud adalah bahwa Bank Sentral
memiliki diskresi yang luas mengenai bagaimana menggunakan instrumeninstrumennya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui undang. Lebih
jauh lagi Blinder mengatakan mengapa independensi Bank Sentral menjadi begitu
penting. Kebijakan moneter menurut Blinder memerlukan yang ia sebut sebagai long
time horizon, atau pandangan jauh kedepan. 88 Hal ini karena, efek-efek yang
dihasilkan dari suatu kebijakan moneter, seperti yang terkait dengan inflasi baru dapat
di lihat setelah sekian waktu lamanya, sehingga para dicision makers tidak bisa
87

Alan S Blinder, Central Banking in Theory and Practice, (Cambrige: The MT Press, 1998),
hlm. 54 dalam Bismar Nasutiona (c), Disampaikan pada sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang
Terintegrasi, dilaksanakan Badan Pengawas pasar Modal dan Lembaga Keuangan Medan, tanggal 8
Juni 2012
88
Ibid

Universitas Sumatera Utara

langsung melihat hasil kerja mereka, kemudian kebijakan-kebijakan moneter


memiliki karakteristik yang sama seperti halnya aktivitas investasi, yaitu memerlukan
sesuatu di bayar di muka, dan akan mendapatkan hasil secara berkala setelah sekian
waktu. 89
Pendapat independensi Bank Sentral di muka dapat di buat sebagai pedoman
untuk mengimplementasikan independensi OJK sebagaiman di atur oleh UU OJK.
Independensi, yakni independensi dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan
fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Independensi hanyalah merupakan alat untuk pencapaian tujuan bukan
merupakan tujuan. Menurut kamus independensi diartikan: Pembebasan dari
pengaruh, arahan dan kendali dari satu pihak ke pihak lain. OJK terbebas dari
pengaruh, arahan dan kendali organ lain baik secara eksekutif, legislatif maupun
yudikatif dalam membuat pengaturan dan kebijakan. 90Untuk mengukur independen
suatu lembaga menurut hukum dapat diukur dalam 4 (empat) aspek yaitu
institusional, fungsional, organisasional, dan finansial. 91
1. Independensi secara institusional di sebut juga political atau goal
independence, karena dalam hal ini berarti status OJK secara mendasar
terpisah dari eksekutif atau pemerintah, bebas dari pengaruh legislatif atau

89

Ibid
Paripuna P. Suganda, Op. Cit, hlm. 277
91
M.Dawan Rahardo,et. al, 2001, Independensi Bank Indonesia dalam kemelut politik,
cedesindo, Jakarta, hlm. 68 dalam Sulistyandari , Lembaga dan Fungsi pengawasan perbankan Di
Indonesia oleh, www.mimbar.hukum.ugm.ac.id, diakses tanggal 4 Desember 2012
90

Universitas Sumatera Utara

parlemen, bebas untuk merumuskan tujuan/ sasaran akhir dari kebijakan tanpa
pengaruh dari lembaga politik dan/ atau pemerintah.
Pasal 4 UU OJK:
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan:
a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil; dan
c. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
OJK adalah lembaga pemerintah (sub-ordinasi eksekutif) sehingga
tidak mempunyai independensi dalam klasifikasi kelembagaan atau institusi. 92
Tersurat dalam UU OJK bahwa OJK merupakan lembaga pemerintah yang
independen. Independensi OJK sebenarnya lebih diarahkan pada kebebasan
OJK melakukan kegiatan operasional, sedangkan independensi kelembagaan
bukan syarat mutlak adanya independensi dalam kegiatan operasional suatu
lembaga. 93
2. Independensi Fungsional disebut juga sebagai instrument independence,
karena dalam independensi ini OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan
dari instrument kebijakan yang ditetapkan yang dianggap penting untuk
mencapai tujuan. 94 Pasal 8 dan Pasal 9 UU OJK menunjukkan bahwa OJK
bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrument kebijakan yang
ditetapkan yang di anggap penting untuk mencapai tujuan. Di bidang

92

Paripurna P. Sugarda, Op.cit, hlm. 277


Ibid
94
M.Dawan Rahardo,et. al, 2000,Op. cit.
93

Universitas Sumatera Utara

perbankan OJK berkoordinasi dengan BI dan lembaga penjamin simpanan. Di


bidang perbankan berkoordinasi dengan BI dan LPS sehingga antara ketiga
lembaga tersebut harus ada sinkronisasi UU OJK, UU BI dan UU LPS
khususnya yang berkaitan dengan tugas dan pengawasan perbankan
khususnya yang berkaitan dengan bank gagal. Dan Pemerintah melalui
Menteri Keuangan dalam komite koordinasi (menurut UU OJK istilahnya
menjadi forum koordinasi stabilitas sistem keuangan) oleh UU LPS di beri
kewenangan untuk ikut campur tangan dalam fungsi pengawasan perbankan
yang menurut UU BI dan UU perbankan menjadi otoritas BI kemudian
dilakukan oleh OJK, maka ketika terjadi bank gagal penyelesaiannya jangan
sampai ada campur tangan pemerintah, karena hal ini akan menjadikan OJK
tidak independen secara institusional dalam tugas pengawasan perbankan. 95
Independen tidak berarti OJK dapat menggunakan instrumen yang dimilikinya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh sistem politik tanpa adanya
campur tangan dari pihak diluar, yang di sebut juga instrument indepence
bukan goal independence. 96
3. Independensi Organisasional; merupakan hal penting untuk mencegah adanya
intervensi politik serta menjaga integritas para pengelola OJK yaitu
berhubungan dengan personalia, 97Seperti latar belakang pengangkatan dan

95

Sulistyandri, Op.cit, hlm. 233


Bismar Nasution (a), Op. cit, hlm. 3
97
Amriel Arief (Pimpinan Bank Indonesia Yogayakarta), Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
Apa dan Bagaimana?, www.fh.unpad.ac.id, hlm. 256, diakses tanggal 6 Desember 2012
96

Universitas Sumatera Utara

pemberhentian

pimpinan

sehingga

eksekutif

pun

tidak

boleh

mempengaruhinya. Masalah struktur organisasi Dewan Komisioner (DK)


OJK merupakan salah satu permasalahan yang membuat pembahasan UU
OJK mengalami deadlock, karena menurut DPR struktur organisasi DK pada
UU OJK yang diusulkan oleh pemerintah tidak independen, sementara
pemerintah tetap menginginkan bahwa ada wakil dari pemerintah yang
mempunyai hal itu yang ditetapkan dalam Pasal 10 UU OJK,
1. OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner
2. Dewan Komisioner sebagaimana di maksud pada ayat (1) bersifat
kolektif dan kolegial
3. Dewan Komisioner beranggotakan 9 (Sembilan) orang anggota yang
ditetapkan dengan keputusan presiden
4. Susunan Dewan Komisioner sebagaimana di maksud pada ayat (3)
terdiri atas
a. Seorang ketua merangkap anggota;
b. Seorang wakil ketua sebagai ketua komite etik merangkap anggota
c. Seorang kepala eksekutif pengawasan Perbankan merangkap anggota
d. Seorang kepala eksekutif pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
e. Seorang kepala eksekutif pengawas Perasuransian, Dana pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
merangkap anggota;
f. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota
g. Seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan
konsumen
h. Seorang anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan
anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
i. Seorang anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang
merupakan pejabatan setingkat eselon I Kementerian Keuangan
5. Anggota Dewan Komisioner sebagaimana di maksud pada ayat (4)
memiliki hak suara yang sama
sedangkan mengenai pengangkatan dalam Pasal 11 UU OJK, menyatakan
bahwa:

Universitas Sumatera Utara

Anggota Dewan Komisioner sebagaimana di maksud dalam Pasal 10


ayat (4) huruf a sampai dengan huruf g dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
berdasarkan calon anggota yang diusulkan Presiden.
Dari bunyi Pasal 11 ayat (1) UU OJK jelas bahwa OJK tidak
independen secara fungsional yaitu dalam menentukan rekrutmen pimpinan.
Filosofis independensi berkenaan dengan pembatasan kekuasaan eksekutif,
agar organ-organ negara yang sebelumnya di anggap sepenuhnya berada
dalam kekuasaan eksekutif dapat menjamin bahwa fungsinya tidak
disalahgunakan oleh eksekutif.
4. Independensi finansial, berhubungan dengan penetapan anggaran. Dalam hal
ini OJK harus memiliki anggaran sendiri yang tidak tunduk kepada
persetujuan pemerintah dan memiliki kebebasan dalam pengelolaan dan
penggunaan keuntungan yang diperoleh anggaran merupakan persyaratan
yang perlu dimiliki oleh OJK sehingga dalam menentukan rencana kerja dapat
dilakukan secara efektif dan efesien dengan mengacu pada pendanaan yang
ada. 98
Pasal 34 UU OJK menyatakan:
(1) Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan
anggaran OJK
(2) anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/ atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan sektor jasa
keuangan
98

Ibid. hlm. 254

Universitas Sumatera Utara

(3) ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK
sebagimana di maksud pada ayat (1) di atur dengan peraturan dewan
komsioner.
Kemudian Pasal 36 UU OJK menyatakan:
Untuk menetapkan anggaran sebagaimana di maksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dan ayat (2), OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat
Jadi kalau mau independensi harus punya kemampuan untuk
menentukan program sendiri sehingga lembaga yang anggarannya ditentukan
lembaga

lain

tidak

dapat

dikatakan

independensi. 99Karena

masalah

pembiayaan dalam pembentukan OJK dalam kemudian dalam Pasal 66 ayat


(3) dan ayat (4) menyatakan bahwa:
Ayat (3): Pembiayaan yang terkait dengan pelaksaan fungsi, tugas, wewenang
sebagaimana di maksud pada ayat (1), bersumber dari:
a. Bank Indonesia untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan
b. Anggaran pendapatan dan Belanja Negara untuk pelaksanaan fungsi, tugas
dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa
keuangan lainya
Ayat (4) : Pembiayaan rencana kerja dan anggaran OJK sejak Undang-undang
ini diundangkan sampai beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengaturan
dan pengawasan sektor jasa keuangan ke OJK sebagaimana di maksud dalam

99

Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapat Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AEI
(Asosiasi Efek Indonesia), Jakarta, Tanggal 01 Sepetember 2010

Universitas Sumatera Utara

Pasal 55. bersumber dari anggaran Badan Pengawas pasar Modal dan lembaga
Keuangan Kementerian Keuangan dan/ atau Bank Indonesia.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua Himbara (Himpunan Bank Negara)
mengenai

independensi,

Walaupun

bersifat

independensi,

karena

memiliki

kewenangan penuh dalam pengawasan industri keuangan, diharapakan tetap pro pasar
baik dari pengaturan maupuan pengawasan sehingga tetap pro pasar baik dari
pengaturan maupun pengawasan sehingga tetap mampu mendukung perkembangan
industri keuangan dengan optimal. Fee yang terkait dalam Pasal 37 UU OJK yaitu
OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
keuangan yang dibebankan kepada bank, pasar modal dan lembaga keuangan lainnya
sehingga obyek pengawasan dapat mengurangi independensi. 100Independen OJK
tidak berarti OJK bebas menjalankan pengaturan dan pengawasan yang mereka
inginkan.
Dalam

teori positivisme (hukum adalah semua aturan tertulis) yang

memaknai hukum sebagai norma-norma positif dalam sistem perundangundangan. 101Ketegasan positivisme hukum untuk menghilangkan persyaratan
koneksitas antara hukum dengan moral membuat ranah aksionologis teori ini hanya
terbatas pada pencapaian kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan ciri yang
tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Dalam
negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan

100

Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapar Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan, Himbara
(Himpunan Bank Negara), tanggal 25 Agustus 2010
101
Darmodoharjo Darji dan Shidarta, Op.cit, hlm. 68

Universitas Sumatera Utara

keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan otoritas jasa keuangan. Kepastian


hukum menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan publik yang di buat dan
dilaksanakan. Karenanya, setiap kebijakan publik dan peraturan perundang-undangan
harus selalu dirumuskan, ditetapkan dan dilaksanakan berdasarkan prosedur baku
yang telah melembaga dan diketahui oleh masyarakat umum serta terdapat ruang
untuk mengevakuasi. 102
UU OJK berlaku akan memuat kepastian hukum mengenai kewenangan setiap
instansi yang akan digabung menjadi satu atap dalam OJK, sehingga sistem terpadu
ini dapat meminimalisasi kemungkinan berbenturan koordinasi antara lembaga
sehingga dalam menentukan kebijakan atau menentukan siapa yang bertanggung
jawab atas suatu kebijakan. Dalam rangka kepentingan memberikan jaminan
kepastian

hukum,

postivisme

hukum

mengistirahatkan

filsafat

dari

kerja

spekulasinya. Dan mengindentifikasi hukum dengan peraturan perundang-undangan,


kepastian hukum akan diperoleh karena orang tahu dan pasti apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukannya.
Sebagai contoh kasus bailout Bank Century yang telah terjadi yang hingga
saat ini belum terselesaikan. Dalam kasus tersebut Bank Indonesia sebagai pengawas
bank menganggap PT. Antaboga sudah diawasi Bapepam-LK karena merupakan
produk reksadana, tetapi Bapepam juga tidak mengetahui keberadaan PT. Antaboga
karena produk ini dijual juga dilingkungan Bank. Sehingga ada saling tolak menolak

102

Yuliandri, Op.cit. hlm. 72

Universitas Sumatera Utara

siapa sebenarnya yang bertanggungjawab dalam kasus tersebut. 103 Sehingga dengan
hadirnya OJK mengakhiri ketidakpastian selama lebih dari satu dekade terhadap
pembentukan OJK.
Dengan permsalahan semakin komplek penerapan prinsip-prinsip Good
Coorporate Governance (GCG) di pasar modal adalah sangat krusial. Untuk
melindungi kepentingan pemegang saham publik, regulator di pasar modal
mengakomodasi Prinsip GCG yaitu independensi, transaparansi, tanggungjawab,
akuntabilitas dan kewajaran. 104
Selanjutnya, dalam penjelasan Umum UU OJK, konsekuensi Independensi
bagi OJK adalah harus lebih akuntabel untuk tindakan dalam pengaturan dan
pengawasan secara transparan. Transparansi atau keterbukaan, yakni yang membuka
diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif

tentang

penyelenggaraan

OJK

dengan

tetap

memperhatikan

perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara termasuk
rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Dalam Pasar modal transparansi merupakan terminologi yang sangat penting
dan prinsip fundamental dalam pasar modal. Keterbukaan dalam pasar modal berarti
keharusan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk kepada UUPM
untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh

103

Harry Koot, Op. cit. hlm.6

104

Universitas Sumatera Utara

informasi meteril mengenai usaha atau efeknya.

105

Keterbukaan atau transparansi ini

merupakan suatu bentuk perlindungan kepada masyarakat investor. Dari segi


substansial, transparansi memampukan publik untuk mendapatkan akses informasi
penting yang berkaitan dengan perusahaan. Suatu pasar modal dikatakan fair dan
efesien apabila semua pemodal memperoleh informasi dalam waktu yang bersamaan
disertai kualitas informasi yang sama. Dari sisi yuridis, transparansi merupakan
jaminan bagi hak publik untuk terus mendapatkan akses penting dengan sanksi untuk
hambatan atau kelalaian yang dilakukan perusahaan. 106 Tujuan dari prinsip
keterbukaan untuk melindungi investor hanya dapat diharapkan terpenuhi sepanjang
yang disampaikan kepada investor mengandung kelengkapan data keuangan emiten
dan informasi lainnya yang mengandung fakta materil. Sebab prinsip keterbukaan
mempunyai peranan penting bagi investor sebelum mengambil keputusan untuk
melakukan investasi Karena melalui keterbukaan bisa terbentuk suatu penilaian
(judgment) terhadap investasi, sehingga investor secara optimal dapat menentukan
pilihan terhadap portofolio mereka. Makin jelas informasi perusahaan, maka
keinginan investor untuk melakukan investasi semakin tinggi. Sebaliknya ketiadaan
atau kekurangan serta ketertutupan informasi dapat menimbulkan ketidakpastian bagi
investor, dan konsekuensinya menimbulkan ketidakpercayaan investor dalam
melakukan investasi melalui pasar modal. Kedua, prinsip keterbukaan berfungsi
untuk menciptakan pasar yang efesien. Filosofis ini didasarkan pada konstruksi

105
106

M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.cit. hlm. 225


Ibid. hlm. 227

Universitas Sumatera Utara

pemberian informasi secara penuh sehingga menciptakan pasar modal yang efesien,
yaitu harga saham sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi yang
tersedia. Dengan demikian prinsip keterbukaan dapat berperan dalam meningkatkan
supply informasi yang benar, agar dapat ditetapkan harga pasar yang akurat. Hal ini
menjadi penting berkaitan dengan pasar modal sebagai lembaga keuangan yang
beroperasi berdasarkan informasi. Tanpa informasi peserta pasar tidak dapat
mengevaluasi produk-produk lembaga keuangan. Ketiga, prinsip keterbukaan penting
untuk mencegah penipuan. 107 Meningkatkan transparansi dan menjamin perlindungan
terhadap masyarakat pemodal yaitu perlindungan hukum memiliki dua bentuk.
Bentuk pertama adalah dengan memberikan kepastian hukum melalui peraturan
perundang-undangan dan penegakannya. 108
Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari pasar modal, dan
Undang-undang pasar modal Indonesia juga mengatur prinsip keterbukaan sehingga
investor dan pelaku-pelaku bursa lainnya mempunyai informasi yang cukup dan
akurat untuk mengambil keputusan. Namun disadari UUPM dan berbagai pengaturan
pelaksanannya

belum

memuat

secara

cukup

ketentuan-ketentuan

prinsip

keterbukaan. 109 Lembaga kinerja dalam mendorong transparansi, membuattransparan


pasar modal di Indonesia dirasakan masih kurang. Kurangnya dalam keterbukaan di
tuding sebagai turut menjadi penyebab pasar modal Indonesia tidak bisa bersaing

107

Ibid. 227
M. Irsan NAsaruddin, dkk, Op. cit, hlm. 227
109
Bismar Nasution (d), Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia), Program Pasca Sarjana, 2001, hlm. 10
108

Universitas Sumatera Utara

didunia. 110Sementara itu, Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), mengatakan akan meninjau ulang ketentuan mengenai
keterbukaan informasi tersebut untuk merangsang perusahaan nasional lebih banyak
mencatatkan saham di BEI. Komisaris Eksekutif Pengawas Pasar Modal DK OJK ini
mengatakan ketentuan disclosure itu berat. Kita akan melihat yang mana dianggap
berat. Kalau tidak mengganggu good corporate governance bisa kita revisi. Sampai
saat ini belum ada perubahan mengenai ketentuan keterbukaan informasi termasuk
syarat-syarat bagi perusahaan yang ingin mencatatkan saham di BEI.

111

Prinsip

transparansi erat kaitannya dengan prinsip akuntabilitas, karena keterbukaan adalah


syarat untuk sempurnanya pertanggung jawaban sehingga ada hubungan yang
sinkuen antara keterbukaan dan pertanggungjawaban. Lebih dulu dituntut adanya
sikap keterbukaan supaya pertanggungjawaban kerja lebih terjamin validitas dan
akurasi pembuktiannya. 112 Dengan prinsip akuntabilitas, segala informasi material
yang telah diberikan dapat diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan bahan yang
komprehensif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja suatu perusahaan.
Akuntabilitas menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan
penyelenggaraan OJK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pasal 38
UU OJK OJK bertanggung jawab kepada publik dan bentuk pertanggungjawaban
tersebut diberikan OJK kepada DPR. OJK hanya menyampaikan laporan kepada
110

OJK: Pasar Modal RI perlu ada perbaikan, www.okezone.co.id, diakses tanggal 6


November 2012
111
http://financeroll.co.id/news/55858/gairahkan-pasar-modal-domestik-otoritas-jasakeuangan-akan-tinjau-ketentuan-disclosure, diakses tanggal 20 November 2012
112
M. Solly Lubis, Kebijakan Publik, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 72

Universitas Sumatera Utara

DPR, jadi bukan bertanggung jawab kepada DPR, karena tugas DPR-RI mengawasi,
bukan mempengaruhi dalam memberikan keputusan. Sehingga OJK menjaga
keterbukaan pasar modal secara penuh kepada masyarakat investor dan melindungi
kepentingan-kepentingan masyarakat investor dari malpraktik dan kecurangankecurangan di pasar modal. 113 Terkait dengan independensi lembaga pengawas pasar
modal ini, salah satu rekomendasi yang terpenting yang dikeluarkan oleh
International Organisation of Securities Commission (IOSCO) di bulan September
tahun 1998, yakni IOSCO Objectivies and Principles of Securities Regulation IOSCO
OPSR)

yang

telah

diakui

sebagai

standar

internasional.

IOSCO

OPSR

menitikberatkan independensi bukan pada sisi di bawah siapa atau kepada siapa
lembaga pengawas pasar modal tersebut bertanggung jawab, tetapi lebih kepada
aspek operational dan keuangan dari lembaga tersebut. 114
C. Konsep Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
Pasar Modal
Sistem pengawasan industri yang kuat, akan meningkatkan kepercayaan
domestik maupun global terhadap perekonomian Indonesia dalam menghadapi
tantangan ke depan. Adanya kesadaran global bahwa industri keuangan sudah
semakin terintegrasi dan merupakan aktivitas lintas batas (cross-border activities)

113
114

M. Irsan Nasaruddin, dkk, Op. Cit, hlm. 46


Ibid. hlm. 158

Universitas Sumatera Utara

mendorong beberapa negara untuk melakukan perubahan fundamental dalam struktur


kelembagaan maupun design pengaturan dan pengawasan. 115
Kegiatan pasar modal merupakan kegiatan yang berkaitan dengan dana dari
masyarakat investor. Dana tersebut diserahkan kepada lembaga pasar modal, karena
investor atau masyarakat selain menginginkan keuntungan (profit) tetapi

juga

menaruh kepercayaan pada bidang pasar modal. Dengan terjadinya krisis yang
melanda terutama lumpuhnya sektor perbankan maka sumber pembiayaan beralih
kepada pasar modal. Bapeam sebagai lembaga yang membina dan mengawas pasar
modal harus dapat mendorong perusahan-perusahaan yang sehat untuk memanfaatkan
pasar modal guna pendanaan jangka panjang mereka. Untuk menarik minat
berinvestasi diperlukan perlindungan terhadap investor dengen kepastian hukum
melaui pengaturan dan pengawasan. 116
Secara teoritis ada dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di
satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan
sebaiknya di lakukan oleh beberapa institusi. Alasan dasar di pihak lain ada aliran
yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan oleh
beberapa lembaga. Di Inggris misalnya keuangan diawasi oleh FSA, sedangkan di
Amerika diawasi oleh beberapa institusi. Misalnya Alasan dasar yang melatar
belakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut
oleh negara tersebut. Juga seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga

115

Jusuf Anwar (b), Op.Cit. hlm. 155


Ibid. hlm. 176

116

Universitas Sumatera Utara

keuangan. 117 Secara empiris, survey yang dilakukan oleh Central Banking
Publication (1999) menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga
perempatnya memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada Bank
Sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk
negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya (resources). Bank Sentral
dianggap memadai dalam hal sumber daya (SDM dan Dana). Dari kaca mata politik,
dicabutnya kewenangan pengawasan dari Bank Sentral sejalan dengan munculnya
kecendrunganpemberian independensi kepada Bank Sentral. Ada kekhawatiran
bahwa dengan independennya Bank Sentral akan memiliki kewenangan yang
sedemikian besar. 118
Model pengawasan industri jasa keuangan di berbagai negara didunia sangat
beragam yang dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok besar yaitu; 119
1. Multi Supervisory Model yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan
yang dilakukan oleh lebih dari dua otoritas. Masing-masing industri jasa keuangan
seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya di
atur dan diawasi oleh masing-masing regulator yang berbeda. Model ini diterapkan
oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina.
2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utama yang pembagiannya didasarkan
pada aspek prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini lembaga
117

Zulkarnain Sitompul, Op.Cit. hlm. 2


Ibid
119
Naskah Akademik, Op.Cit. hlm. 10
118

Universitas Sumatera Utara

keuangan prudential seperti bank dan perusahaan asuransi berada dalam satu
jurisdiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri, sedangkan perusahaan efek dan
lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk-produk jasa keuangan berada
dalam satu jurisdiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri pula. Model ini
diterapkan oleh negara-negara seperti Australia dan Canada
3. Unifiied Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan uang integrasi di bawah satu atap atau badan yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan mencakup
perbankan, pasar modal, asuransi dan lembaga keuangan lainnya. Model ini mulai
cenderung diterapkan di beberapa negara sejak tahun 1997. Yang pertama kali
menerapkan model ini adalah Norwegia di tahun 1986. Sampai saat ini sudah lebih
dari 30 negara menerapkan model ini. Model ini diterapkan oleh negara-negara
yang sektor keuangannya cukup besar dan maju seperti Inggris, Jepang, Korea
Selatan dan Jerman.
Model pengawasan yang berlaku diIndonesia saat ini adalah lebih pada
pendekatan institusional (institusional approach). Dalam model ini, regulator yang
mengawasi suatu institusi adalah didasarkan status badan hukum dari institusi yang
diawasi tersebut. 120 Pendekatan institusional dan fungsional telah mulai ditinggalkan
karena sangat berpotensi menciptakan konflik antara lembaga pengawasan. Karena
kesulitan merespon perkembangan produk keuangan yang telah terintegrasi lintas

120

Zaidatul Amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari
Pengalaman Di negara Lain, www.unesa.ac.id, diakses tanggal 8 Desember 2012

Universitas Sumatera Utara

sektoral. Konsistensi peraturan juga merupakan isu dalam kedua pendekatan tersebut.
Sebagai contoh, bank dan asuransi memiliki produk yang identik namun produk
tersebut di atur oleh lembaga yang berbeda dengan peraturan yang juga berbeda. 121
Pengalaman krisis perbankan yang pernah terjadi di Indonesia serta struktur
dan sistem keuangan yang saat ini berlaku, maka model pengaturan dan pengawasan
sektor jasa keuangan yang sangat sesuai dengan Indonesia adalah Unified supervisory
Model, yaitu suatu sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi di dalam
suatu lembaga tunggal. UU OJK memberikan dasar hukum terhadap penyatuan dua
institusi terpisah yang sebelumnya melakukan fungsi pengawasan terhadap perbankan
dan pasar modal, dan lembaga keuangan non bank, yaitu Bank Indonesia dan
Bapepam-LK Kementerian Keuangan ke dalam satu otoritas tunggal (Unifed
Supervisory Model). Di Indonesia, bank diatur dan diawasi oleh bank Indonesia,
sedangkan perusahaan sektor keuangan non bank dan diawasi oleh Bapepam.

122

Dalam Pasal 6 menyatakan bahwa: OJK melaksanakan tugas pengaturan dan


pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan jasa keuangan lainnya.

121

Tim Kerjasama FEB UGM & FE UI, Op.cit, hlm. 47


Nurhaida (Anggota Dewan komisioner Kepala Eksekutif Pangawas Pasar Modal),
Reformasi Pengawasan Jasa Keuangan Melalui Pembentukan Otoritas Jasa keuangan Sebagai Upaya
Mendorong pertumbuhan Perekonomian Nasional, www.itb.ac.id, diakses tanggal 28 Desember 2012
122

Universitas Sumatera Utara

Penyatuan pengaturan dan pengawasan terhadap semua sektor jasa keuangan


tersebut menjawab hal-hal sebagai berikut:
Pertama, lebih
keuangan selama

menyelaraskan cakupan dan kedalam semua sektor jasa

ini dipraktik di sektor jasa keuangan, termasuk dalam rangka

pengelolaan struktur koglomerasi industri keuangan yang ada di Indonesia. Penyatuan


ini ditujukan untuk memberikan ruang gerak yang lebih optimal bagi institusi
pengatur dan pengawas tersebut dalam rangka memelihara, membenahi, dan
memperkuat kebijakan-kebijakannya, serta untuk mengefektifkan law enforcement,
untuk pemeliharan disiplin pasar dan perlindungan konsumen di sektor jasa
keuangan.
Kedua, untuk menyeimbangi penerapan ketentuan terhadap semua sektor
utama pada industri jasa keuangan, yang sekaligus merupakan peluang yang berharga
untuk membentuk budaya yang baru bagi regulator untuk mengawasi sektor
keuangan. Dengan demikian, OJK harus memampu dan dapat memperbaharui sistem
regulasi sektor jasa keuangan untuk lebih konsisten dan lebih harmonis terhadap
semua sektor jasa keuangan. Ketiga, diharapkan akan lebih memungkinkan untuk
menghasilkan pengaturan-pengaturan dan terkonsolidasi sesuai dengan harapanharapan masyarakat, sebagai modal awal menumbuhkan kembali kepercayaan publik
terhadap sistem keuangan di Indonesia. 123

123

Darmin Nasution, Konsepsi Pemikiran Otoritas Jasa Keuangan, http://books.google.co.id,


diakses tanggal 26 Desember 2012

Universitas Sumatera Utara

OJK memisahkan fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan dalam satu


organisasi di mana fungsi pengaturan dilakukan oleh dewan komisioner sedangkan
fungsi pengawasan dilakukan oleh 3 (tiga) pengawas yang berdiri sendiri yaitu
pengawas perbankan, pengawas pasar modal dan pengawas industri keuangan Non
Bank. Kesemuanya terintegrasi dalam satu organisasi OJK. Dewan komisioner
sebagai organ tertinggi OJK melakukan pula fungsi pengawasan terhadap ketiga
lembaga pengawas di maksud. Dengan demikian, di Indonesia nantinya, Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter dapat bersama-sama dengan OJK melaksanakan
pengawasan terhadap bank, bahkan Bank Indonesia juga diperkenankan untuk
bersama dengan OJK melakukan pemeriksaan lapangan di suatu bank (on site
inspection). Selain itu, Bank Indonesia juga mendapatkan semua akses informasi
tentang data perbankan di Indonesia.
Dewan Komisioner yang melaksanakan tugas pengaturan mempunyai fungsi;
menetapkan kebijakan umum mengenai pelaksanaan tugas OJK, menetapkan
peraturan dan keputusan jasa keuangan, melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas pengawas yang dilakukan oleh Kepala Eksekutif.
Dalam Pasal 8 Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana di maksud dalam
Pasal 6 OJK mempunyai wewenang:
a.
b.
c.
d.
e.

menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-undang ini;


menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

Universitas Sumatera Utara

f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis


terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada
Lembaga Jasa Keuangan;
h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Kepala Eksekutif yang melaksanakan tugas pengawasan dilakukan secara


independen serta mempunyai wewenang sesuai bidang tugas masing-masing yaitu:
Pasal 9, untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaiaman di maksud dalam
Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen
dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/ atau
penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana di maksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/ atau
pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. Memberikan dan/ atau mencabut:
1. izin usaha;
2. izin orang perseorangan
3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. surat tanda terdaftar;
5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. pengesahan;
7. persetujuan atau penetapan pembubaran dan
8. penetapan lain,

Universitas Sumatera Utara

Sebagaimana di maksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa


keuangan
Pemisahan fungsi antara Dewan Komisioner dan tiga pengawas ini dimaksudkan
untuk:
1. Menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab regulator (Dewan
Komisioner) dan tanggung jawab supervisor (Kepala Eksekutif masing-masing
pengawas)
2. Menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak
terjadi penyalahgunaan kewenangan
3. Mendorong terjadinya pembagian kerja (division of labor) sehingga tercipta
profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi pengaturan dan
pengawasan. Pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, dan industri keuangan
non bank perlu dilakukan secara terpisah karena adanya perbedaan karakteristik
dari masing-masing industri jasa keuangan tersebut.
Pengawasan terhadap perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank
perlu dilakukan secara terpisah karena adanya perbedaan karateristik dari masingmasing industri jasa keuangan tersebut. Dengan adanya pemisahan pengawasan atas
masing-masing industri jasa keuangan tersebut, diharapkan dapat terciptanya
spesialisasi dalam pengawasan, pengembangan metode pengawasan yang tepat, serta
mengurangi luasnya rentang kendali pengawasan agar proses pengambilan keputusan
dan pelaksanaan atas keputusan tersebut akan mewujudkan efektivitas pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan untuk masing-masing industri.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai