kolaps. Fungsi pengawasan bank yang merupakan tugas dari BI banyak yang
dipertanyakan, bahkan dianggap krisis tersebut disebabkan oleh lumpuhnya sektor
perbankan di Indonesia. 55
Hal ini memperburuk citra perbankan dalam sistem pengawasan perbankan
oleh BI 56, sehingga mengharuskan pemerintah melakukan pembenahan di sektor
perbankan dalam rangka melakukan stabilitas sistem keuangan yang memegang
peranan penting dalam perekonomiam suatu negara, karena sistem keuangan
berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami defisit finansial. Apabila
sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efesien, pengalokasian dana
tidak akan berjalan dengan baik, sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
yang nantinya mengakibatkan terjadinya krisis dan upaya penyelamatannya
memerlukan biaya yang sangat tinggi.
Dengan melakukan reformasi hukum terus menerus terhadap setiap komponen
dalam sistem perekonomian nasional yaitu sistem keuangan dan keseluruhan kegiatan
jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif
di dalam perekonomian nasional 57 yang diharapkan dan dapat mencegah terulangnya
krisis sekaligus penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan dimasa
55
depan 58, sehingga program pembangunan ekonomi nasional yakni dengan tujuan
untuk menciptakan pondasi yang kuat harus dilaksanakan secara komprehensif dan
mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang harus dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi
ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan UUD 1945. 59
Beberapa negara seperti Jepang, Inggris dan Jerman telah melakukan
reformasi sistem keuangan untuk bangkit dari krisis ekonomi negara tersebut. Jepang,
untuk menjaga stabilitas sistem keuangannya pemerintah Jepang membentuk suatu
lembaga yang di sebut Finansial Services Agency (FSA) yang bertanggung jawab
mengatasi dan mengatur perbankan, pasar modal, dan asuransi. FSA merupakan suatu
lembaga yang independen oleh seorang komisioner dan bertanggung jawab pada
Menteri Keuangan. 60 Untuk Inggris, pemerintah koalisi Konservatif dan Liberal
Demokrat melakukan reformasi arsitektur sistem keuangan dengan pembubaran
FSA (Finansial Service Authority) sehingga Bank Of England menjadi pelaksana
Macro-Prudential supervision dan oversight micro prudential dan kemudian Jerman
dengan Bundesbank sebagai badan pengawasan perbankan, kemudian membentuk
German
Federal
Finansial
Supervision
Authority
(Bundesanstalt
fur
58
61
Ibid, hlm. 57
Ibid, hlm. 65
63
Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapat Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AEI
(Asosiasi Efek Indonesia), Jakarta, Tanggal 01 Sepetember 2010
62
Serikat yang menjadi sumber terjadinya krisis global 2008 lalu. Untuk itu referensi
tersebut harus menjadi dasar keputusan pembentukan atau tidaknya OJK. 64
Tetapi Indonesia sebagai salah satu anggota dari berbagai lembaga
internasional,
dalam
menjalankan
usaha
jasa
keuangan
di
tuntut
untuk
64
Darmin Nasution (Gubernur Bank Indonesia) Media Indonesia Online, 05 Februari 2010
dalam Andika Hendra Mustaqin, Otoritas Jasa Keuangan Sebagai Solusi Sistem Ekonomi Nasional,
http://jurnal.pdii.lipi.go.id, diakses tanggal 05 Agustus 2012
65
Otoritas Jasa Keuangan, www.republika.co.id, diakses tanggal 07 September 2012
diberikan kepada Bank Sentral. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari Bank Sentral
tersebut datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (Bank
Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU BI (kemudian menjadi UU No.
23 Tahun 1999 tentang BI) bertindak sebagai konsultan. 66 Mengambil pola Bank
Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank di mana pengawasan industri perbankan
dilakukan oleh Bafin. UU BI yang tujuannya menjadikan lembaga ini independen,
lepas dari pengaruh pemerintah.
Amanat Pasal 34 UU BI menyatakan pembentukan lembaga pengawasan
perbankan yang statusnya juga independen, bertanggung jawab kepada presiden,
tidak ke DPR atau pun di bawah kendali Mentari Keuangan. Masalah pelik yang
muncul setelah amandemen adalah kapan lembaga independen ini mulai beroperasi 67
karena perintah UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI, OJK dibentuk tahun 2002, tapi
OJK gagal di bentuk sampai dengan perubahan UU No. 3 Tahun 2004 Tentang BI,
menurut UU paling lambat 2010 dan baru di bentuk tahun 2011.
Sehubungan dengan rencana pembentukan OJK tersebut, kalangan pelaku
pasar sama sekali belum memiliki kejelasan mengenai bentuk dari lembaga tersebut,
sehingga tidak mengherankan, tidak lama setelah diperolehnya persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) di berbagai Media Massa bermunculan berbagai komentar
66
Zulkarnain
Sitompul,
Menyambut
Kehadiran
http://Sippm.unas.ac.id, hlm. 1, diakses tanggal 20 April 2012
67
Ibid, hlm. 3
Otoritas
Jasa
Keuangan,
68
Sehingga tugas pengawasan tidak dilakukan oleh BI. Namun dalam perkembangan,
lembaga jasa keuangan yang dimaksud berganti nama menjadi OJK dan kewenanga
nmeluas. Tidak hanya mengawasi perbankan saja, tetapi seluruh jasa keuangan yang
ada. Termasuk pasar modal dan jasa-jasa keuangan lainnya. 70 Untuk keperluan
tersebut akan menyatukan seluruh aktifitas pengawas sektor jasa keuangan di bawah
satu atap yang jangka waktu pendirian OJK tersebut di perpanjang menjadi paling
lambat akhir Desember 2010, yang mencakup perbankan, pasar modal, asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain
yang mengelola dana masyarakat. 71
Menurut Achjar Ilyas, Pasal 34 UU BI dijadikan landasan pembentukan dan
pengaturan lembaga pengawasan keuangan dalam UU BI kurang tepat. Karena
pengaturan pengalihan kewenangan kepada lembaga pengawas keuangan bukan
merupakan kompetensinya dan terdapat kesan pasal tersebut merupakan sisipan bagi
pembentukan lembaga pengawas keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka harus
dipahami mengapa UU BI berlaku. Norma tertinggi atau norma dasar dan dalam
konteks Indonesia norma dasar tersebut adalah UUD 1945, dalam hal ini Pasal 23D
UUD 1945 Negara memiliki suatu Bank Sentral yang susunannya, kedudukannya,
kewenangan, tanggung jawab dan indepedensi di atur dengan Undang-undang.
70
Bank Sentral di maksud adalah Bank Indonesia, Bank Sentral dalam sistem
ekonomi suatu negara memiliki peran yang sangat penting, terutama dalam
hubungannya dengan keuangan pasar di Indonesia. 72 Posisi Bank Sentral yang begitu
penting dan berperan sangat dominan dalam sistem ekonomi suatu negara, maka
Bank Sentral mempunyai fungsi sebagai lender of last resort yaitu fungsi mengatasi
kesulitan yang terjadi pada perbankan. Kebebasan melakukan kontrol terhadap sistem
keuangan negara untuk menjaga stabilitas harga dan memelihara pertumbuhan
ekonomi dan stabilitas keuangan. 73
Dalam menjalankan tugas wewenangnya Bank Indonesia selaku Bank Sentral,
mempunyai wewenang melakukan pengawasan terhadap bank-bank yang ada di
Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) UU BI: 74
(1) Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenang bebas dari campur tangan pemerintah
dan/ atau pihak lain. Kecuali untuk hal-hal yang secara tegas di atur
dalam Undang-undang ini
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-undang ini
yang berlaku sebagai pegangan bersama dalam kehidupan warga negara dalam suatu
negara, yang seluruh membentuk suatu kesatuan sistem hukum. Kedudukan Bank
Sentral dalam konstitusi memberikan penjelasan bahwa tata urutan atau susunan
hierarki tatanan hukum berkenaan dengan kegiatan perbankan, termasuk pengawasan
bank, harus bertitik tolak kepada ketentuan yang mengatur tentang Bank Sentral
sebagaimana telah ditentukan dalam konstitusi. Oleh karena itu hukum dan konstitusi
di suatu negara itu haruslah menjadi sesuatu yang hidup dalam praktek kehidupan
bernegara sehari-hari sehingga dapat dilihat hukum sebagai undang-undang apakah
benar-benar diwujudkan dalam masyarakat. 75
Dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, Hans Kelsen mengemukakan
mengenai teori jenjang norma hukum (Stufen theori), di mana ia berpendapat bahwa
norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki
tata susunan, di mana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan
berdasarkan pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku dan
bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat
hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar (Grundnorm). 76
Kedudukan Bank Sentral dalam struktur ketatanegaraan terpatri atau
memperoleh mandat dan kostitusi yang sekaligus memberikan jaminan dari konstitusi
75
untuk Bank Sentral yang independen. 77 Karena itu peran dan tugas Bank Indonesia
sebagai Bank Sentral harus dipertahankan kedudukannya termasuk tidak ada Undangundang yang akan datang yang dapat mencabut fungsi dan tugas Bank Indonesia
termasuk dalam hal amanat Pasal 34 UU BI dalam mendirikan OJK. Selanjutnya
Bank Indonesia harus dipaham juga sebagai suatu hal yang penting untuk menjamin
demokrasi. 78
Lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang diamanatkan dalam Pasal 34
UU BI di sebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana dalam UU No. 21
Tahun 2011 Pasal 1 yang di maksud dengan
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya di singkat dengan OJK, adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lan, yang
mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana di maksud dengan Undang-undang
ini.
Pada dasarnya UU OJK memuat ketentuan tentang Organisasi dan tata kelola
(governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap industri jasa keuangan, sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk
jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi
dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial
serta ketentuan jasa penunjang industri jasa keuangan dan lain sebagainya
77
mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai
maupun sebagai sarana mewujudkan dalam tingkah laku masyarakat. 81
Lembaga pengawas sektor jasa keuangan dalam Undang-undang OJK yang
memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola yang baik (good governance)
dari lembaga dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan
terhadap sektor jasa keuangan, termasuk diantaranya perbankan, pasar modal dan
lembaga keuangan lainnya. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik
merupakan salah satu upaya yang cukup signifikan untuk melepaskan diri dari krisis
ekonomi yang melanda Indonesia. Penerapan prinsip tata kelola yang baik dalam
dunia usaha di Indonesia merupakan tuntutan zaman agar perusahaan-perusahaan
yang ada jangan sampai tertinggal oleh persaingan global. 82 Dengan pengaturan dan
pengawasan yang dilakukan OJK merupakan pengembangan dengan metode yang
tepat sehingga tidak perekonomian Indonesia tidak rentan akan krisis perekonomian
serta mewujudakan efesiensi pengawasan kegiatan jasa keuangan perbankan, pasar
modal dan lembaga keuangan lainnya.
3. Landasan Sosiologis
Dasar sosiologis artinya, mencerminkan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Dalam suatu masyarakat industri, hukumnya harus sesuai dengan
kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Dengan landasan
81
ini diharapkan suatu Undang-undang yang akan di buat akan di terima masyarakat
secara wajar bahkan spontan. Peraturan perundang-undangan yang diterima secara
wajar akan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak memerlukan
pengerahan institusional untuk melaksanakannya. 83
Landasan sosiologis mempertimbangkan bahwa peraturan yang dibentuk
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Peranan sektor jasa
keuangan pada kenyataannya tidak hanya menggerakkan kegiatan perekonomian,
namun sebaliknya juga menimbulkan permasalahan di masyarakat, terutama
pelayanan dan perlindungan konsumen. OJK diharapkan dapat menciptakan efesiensi
dari industri keuangan, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen, serta
memelihara mekanisme pasar yang sehat dengan pengaturan dan pengawasan yang
didasarkan pada prinsip keadilan dan transparansi. Perlindungan konsumen dengan
pencegahan kerugian yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk
jasa keuangan, meminta lembaga jasa keuangan menghentikan kegiatannya apabila
berpotensi merugikan masyarakat, tindakan yang dianggap perlu, kemudian
pelayanan pengaduan konsumen yaitu menyiapkan perangkat dan mekanisme
pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku lembaga jasa keuangan,
memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku
lembaga jasa keuangan serta pembelaan hukum yaitu memerintahkan atau melakukan
tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan
83
85
berbagai kepentingan dari pelaku industri dan pemangku kepentingan lainnya. Ketika
pelaku industri dan pemangku kepentingan telah dapat mengayomi dirinya sendiri
maka tugas dari OJK itu sendiri dapat menjadi fasilitator terhadap pasar industri
keuangan. Semangat reformasi dan gejala transformasi kondisi serta perkembangan
sistem keuangan yang semakin kompleks, dinamis dan saling terkait antara masingmasing subsektor keuangan hal tersebut dikarenakan banyaknya variasi produk usaha
jasa yang mengarah baik dalam hal produk maupun kelembagaan dan komplesitas
84
Tim sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Pokok-pokok Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
85
Bagir Manan, Op.cit, hlm. 136
transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari
perkembangan konglomerasi pemilikan pada lembaga jasa keuangan yang
memungkinkan sebuah induk perusahaan untuk memiliki beberapa institusi pada
lembaga keuangan yang berbeda. Hal tersebut menciptakan keterkaitan antara
lembaga sehingga risiko antar lembaga juga akan terkait pada koglomerasi yang
awalnya dilakukan pemerintah sebagai penetralistik pemusatan perekonomian pada
sektor perbankan. 86 Wujud pengembangan usaha jasa keuangan menyebabkan
pengawasan dan pembinaan terhadap usaha jasa keuangan semakin kompleks.
Perlindungan pemodal mutlak diberikan. Pasar modal yang merupakan sarana jual
berli efek guna pendiversifikasian Resiko pun tidak sanggup mengatasi krisis yang
menimpanya. Penurunan kinerja perusahaan-perusahaan yang telah GO Publik
membawa dampak terhadap merosornya harga-harga saham yang telah dijual di
bursa.
Untuk
memperbaiki
dan
mempercepat
proses
pemulihan
kembali
86
Alan S Blinder, Central Banking in Theory and Practice, (Cambrige: The MT Press, 1998),
hlm. 54 dalam Bismar Nasutiona (c), Disampaikan pada sosialisasi Undang-undang Nomor 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Era Baru Pengawasan Sektor Jasa Keuangan yang
Terintegrasi, dilaksanakan Badan Pengawas pasar Modal dan Lembaga Keuangan Medan, tanggal 8
Juni 2012
88
Ibid
89
Ibid
Paripuna P. Suganda, Op. Cit, hlm. 277
91
M.Dawan Rahardo,et. al, 2001, Independensi Bank Indonesia dalam kemelut politik,
cedesindo, Jakarta, hlm. 68 dalam Sulistyandari , Lembaga dan Fungsi pengawasan perbankan Di
Indonesia oleh, www.mimbar.hukum.ugm.ac.id, diakses tanggal 4 Desember 2012
90
parlemen, bebas untuk merumuskan tujuan/ sasaran akhir dari kebijakan tanpa
pengaruh dari lembaga politik dan/ atau pemerintah.
Pasal 4 UU OJK:
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan:
a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil; dan
c. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
OJK adalah lembaga pemerintah (sub-ordinasi eksekutif) sehingga
tidak mempunyai independensi dalam klasifikasi kelembagaan atau institusi. 92
Tersurat dalam UU OJK bahwa OJK merupakan lembaga pemerintah yang
independen. Independensi OJK sebenarnya lebih diarahkan pada kebebasan
OJK melakukan kegiatan operasional, sedangkan independensi kelembagaan
bukan syarat mutlak adanya independensi dalam kegiatan operasional suatu
lembaga. 93
2. Independensi Fungsional disebut juga sebagai instrument independence,
karena dalam independensi ini OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan
dari instrument kebijakan yang ditetapkan yang dianggap penting untuk
mencapai tujuan. 94 Pasal 8 dan Pasal 9 UU OJK menunjukkan bahwa OJK
bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrument kebijakan yang
ditetapkan yang di anggap penting untuk mencapai tujuan. Di bidang
92
95
pemberhentian
pimpinan
sehingga
eksekutif
pun
tidak
boleh
(3) ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK
sebagimana di maksud pada ayat (1) di atur dengan peraturan dewan
komsioner.
Kemudian Pasal 36 UU OJK menyatakan:
Untuk menetapkan anggaran sebagaimana di maksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dan ayat (2), OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat
Jadi kalau mau independensi harus punya kemampuan untuk
menentukan program sendiri sehingga lembaga yang anggarannya ditentukan
lembaga
lain
tidak
dapat
dikatakan
independensi. 99Karena
masalah
99
Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapat Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), AEI
(Asosiasi Efek Indonesia), Jakarta, Tanggal 01 Sepetember 2010
Pasal 55. bersumber dari anggaran Badan Pengawas pasar Modal dan lembaga
Keuangan Kementerian Keuangan dan/ atau Bank Indonesia.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua Himbara (Himpunan Bank Negara)
mengenai
independensi,
Walaupun
bersifat
independensi,
karena
memiliki
kewenangan penuh dalam pengawasan industri keuangan, diharapakan tetap pro pasar
baik dari pengaturan maupuan pengawasan sehingga tetap pro pasar baik dari
pengaturan maupun pengawasan sehingga tetap mampu mendukung perkembangan
industri keuangan dengan optimal. Fee yang terkait dalam Pasal 37 UU OJK yaitu
OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa
keuangan yang dibebankan kepada bank, pasar modal dan lembaga keuangan lainnya
sehingga obyek pengawasan dapat mengurangi independensi. 100Independen OJK
tidak berarti OJK bebas menjalankan pengaturan dan pengawasan yang mereka
inginkan.
Dalam
memaknai hukum sebagai norma-norma positif dalam sistem perundangundangan. 101Ketegasan positivisme hukum untuk menghilangkan persyaratan
koneksitas antara hukum dengan moral membuat ranah aksionologis teori ini hanya
terbatas pada pencapaian kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan ciri yang
tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Dalam
negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan
100
Arsip Dokumen DPR RI, Risalah Rapar Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan, Himbara
(Himpunan Bank Negara), tanggal 25 Agustus 2010
101
Darmodoharjo Darji dan Shidarta, Op.cit, hlm. 68
hukum,
postivisme
hukum
mengistirahatkan
filsafat
dari
kerja
102
siapa sebenarnya yang bertanggungjawab dalam kasus tersebut. 103 Sehingga dengan
hadirnya OJK mengakhiri ketidakpastian selama lebih dari satu dekade terhadap
pembentukan OJK.
Dengan permsalahan semakin komplek penerapan prinsip-prinsip Good
Coorporate Governance (GCG) di pasar modal adalah sangat krusial. Untuk
melindungi kepentingan pemegang saham publik, regulator di pasar modal
mengakomodasi Prinsip GCG yaitu independensi, transaparansi, tanggungjawab,
akuntabilitas dan kewajaran. 104
Selanjutnya, dalam penjelasan Umum UU OJK, konsekuensi Independensi
bagi OJK adalah harus lebih akuntabel untuk tindakan dalam pengaturan dan
pengawasan secara transparan. Transparansi atau keterbukaan, yakni yang membuka
diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak
diskriminatif
tentang
penyelenggaraan
OJK
dengan
tetap
memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara termasuk
rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Dalam Pasar modal transparansi merupakan terminologi yang sangat penting
dan prinsip fundamental dalam pasar modal. Keterbukaan dalam pasar modal berarti
keharusan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk kepada UUPM
untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh
103
104
105
105
106
pemberian informasi secara penuh sehingga menciptakan pasar modal yang efesien,
yaitu harga saham sepenuhnya merupakan refleksi dari seluruh informasi yang
tersedia. Dengan demikian prinsip keterbukaan dapat berperan dalam meningkatkan
supply informasi yang benar, agar dapat ditetapkan harga pasar yang akurat. Hal ini
menjadi penting berkaitan dengan pasar modal sebagai lembaga keuangan yang
beroperasi berdasarkan informasi. Tanpa informasi peserta pasar tidak dapat
mengevaluasi produk-produk lembaga keuangan. Ketiga, prinsip keterbukaan penting
untuk mencegah penipuan. 107 Meningkatkan transparansi dan menjamin perlindungan
terhadap masyarakat pemodal yaitu perlindungan hukum memiliki dua bentuk.
Bentuk pertama adalah dengan memberikan kepastian hukum melalui peraturan
perundang-undangan dan penegakannya. 108
Prinsip keterbukaan telah menjadi fokus sentral dari pasar modal, dan
Undang-undang pasar modal Indonesia juga mengatur prinsip keterbukaan sehingga
investor dan pelaku-pelaku bursa lainnya mempunyai informasi yang cukup dan
akurat untuk mengambil keputusan. Namun disadari UUPM dan berbagai pengaturan
pelaksanannya
belum
memuat
secara
cukup
ketentuan-ketentuan
prinsip
107
Ibid. 227
M. Irsan NAsaruddin, dkk, Op. cit, hlm. 227
109
Bismar Nasution (d), Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia), Program Pasca Sarjana, 2001, hlm. 10
108
didunia. 110Sementara itu, Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), mengatakan akan meninjau ulang ketentuan mengenai
keterbukaan informasi tersebut untuk merangsang perusahaan nasional lebih banyak
mencatatkan saham di BEI. Komisaris Eksekutif Pengawas Pasar Modal DK OJK ini
mengatakan ketentuan disclosure itu berat. Kita akan melihat yang mana dianggap
berat. Kalau tidak mengganggu good corporate governance bisa kita revisi. Sampai
saat ini belum ada perubahan mengenai ketentuan keterbukaan informasi termasuk
syarat-syarat bagi perusahaan yang ingin mencatatkan saham di BEI.
111
Prinsip
DPR, jadi bukan bertanggung jawab kepada DPR, karena tugas DPR-RI mengawasi,
bukan mempengaruhi dalam memberikan keputusan. Sehingga OJK menjaga
keterbukaan pasar modal secara penuh kepada masyarakat investor dan melindungi
kepentingan-kepentingan masyarakat investor dari malpraktik dan kecurangankecurangan di pasar modal. 113 Terkait dengan independensi lembaga pengawas pasar
modal ini, salah satu rekomendasi yang terpenting yang dikeluarkan oleh
International Organisation of Securities Commission (IOSCO) di bulan September
tahun 1998, yakni IOSCO Objectivies and Principles of Securities Regulation IOSCO
OPSR)
yang
telah
diakui
sebagai
standar
internasional.
IOSCO
OPSR
menitikberatkan independensi bukan pada sisi di bawah siapa atau kepada siapa
lembaga pengawas pasar modal tersebut bertanggung jawab, tetapi lebih kepada
aspek operational dan keuangan dari lembaga tersebut. 114
C. Konsep Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
Pasar Modal
Sistem pengawasan industri yang kuat, akan meningkatkan kepercayaan
domestik maupun global terhadap perekonomian Indonesia dalam menghadapi
tantangan ke depan. Adanya kesadaran global bahwa industri keuangan sudah
semakin terintegrasi dan merupakan aktivitas lintas batas (cross-border activities)
113
114
juga
menaruh kepercayaan pada bidang pasar modal. Dengan terjadinya krisis yang
melanda terutama lumpuhnya sektor perbankan maka sumber pembiayaan beralih
kepada pasar modal. Bapeam sebagai lembaga yang membina dan mengawas pasar
modal harus dapat mendorong perusahan-perusahaan yang sehat untuk memanfaatkan
pasar modal guna pendanaan jangka panjang mereka. Untuk menarik minat
berinvestasi diperlukan perlindungan terhadap investor dengen kepastian hukum
melaui pengaturan dan pengawasan. 116
Secara teoritis ada dua aliran dalam hal pengawasan lembaga keuangan. Di
satu pihak terdapat aliran yang mengatakan bahwa pengawasan industri keuangan
sebaiknya di lakukan oleh beberapa institusi. Alasan dasar di pihak lain ada aliran
yang berpendapat pengawasan industri keuangan lebih tepat apabila dilakukan oleh
beberapa lembaga. Di Inggris misalnya keuangan diawasi oleh FSA, sedangkan di
Amerika diawasi oleh beberapa institusi. Misalnya Alasan dasar yang melatar
belakangi kedua aliran ini adalah kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut
oleh negara tersebut. Juga seberapa dalam konvergensi diantara lembaga-lembaga
115
116
keuangan. 117 Secara empiris, survey yang dilakukan oleh Central Banking
Publication (1999) menunjukkan bahwa dari 123 negara yang diteliti, tiga
perempatnya memberikan kewenangan pengawasan industri perbankan kepada Bank
Sentral. Hal ini lebih menonjol di negara-negara sedang berkembang. Khusus untuk
negara berkembang alasannya adalah masalah sumber daya (resources). Bank Sentral
dianggap memadai dalam hal sumber daya (SDM dan Dana). Dari kaca mata politik,
dicabutnya kewenangan pengawasan dari Bank Sentral sejalan dengan munculnya
kecendrunganpemberian independensi kepada Bank Sentral. Ada kekhawatiran
bahwa dengan independennya Bank Sentral akan memiliki kewenangan yang
sedemikian besar. 118
Model pengawasan industri jasa keuangan di berbagai negara didunia sangat
beragam yang dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok besar yaitu; 119
1. Multi Supervisory Model yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan
yang dilakukan oleh lebih dari dua otoritas. Masing-masing industri jasa keuangan
seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga jasa keuangan lainnya di
atur dan diawasi oleh masing-masing regulator yang berbeda. Model ini diterapkan
oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Republik Rakyat Cina.
2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utama yang pembagiannya didasarkan
pada aspek prudential dan aspek market conduct. Dalam model ini lembaga
117
keuangan prudential seperti bank dan perusahaan asuransi berada dalam satu
jurisdiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri, sedangkan perusahaan efek dan
lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk-produk jasa keuangan berada
dalam satu jurisdiksi pengaturan dan pengawasan tersendiri pula. Model ini
diterapkan oleh negara-negara seperti Australia dan Canada
3. Unifiied Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor jasa
keuangan uang integrasi di bawah satu atap atau badan yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan mencakup
perbankan, pasar modal, asuransi dan lembaga keuangan lainnya. Model ini mulai
cenderung diterapkan di beberapa negara sejak tahun 1997. Yang pertama kali
menerapkan model ini adalah Norwegia di tahun 1986. Sampai saat ini sudah lebih
dari 30 negara menerapkan model ini. Model ini diterapkan oleh negara-negara
yang sektor keuangannya cukup besar dan maju seperti Inggris, Jepang, Korea
Selatan dan Jerman.
Model pengawasan yang berlaku diIndonesia saat ini adalah lebih pada
pendekatan institusional (institusional approach). Dalam model ini, regulator yang
mengawasi suatu institusi adalah didasarkan status badan hukum dari institusi yang
diawasi tersebut. 120 Pendekatan institusional dan fungsional telah mulai ditinggalkan
karena sangat berpotensi menciptakan konflik antara lembaga pengawasan. Karena
kesulitan merespon perkembangan produk keuangan yang telah terintegrasi lintas
120
Zaidatul Amina, Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari
Pengalaman Di negara Lain, www.unesa.ac.id, diakses tanggal 8 Desember 2012
sektoral. Konsistensi peraturan juga merupakan isu dalam kedua pendekatan tersebut.
Sebagai contoh, bank dan asuransi memiliki produk yang identik namun produk
tersebut di atur oleh lembaga yang berbeda dengan peraturan yang juga berbeda. 121
Pengalaman krisis perbankan yang pernah terjadi di Indonesia serta struktur
dan sistem keuangan yang saat ini berlaku, maka model pengaturan dan pengawasan
sektor jasa keuangan yang sangat sesuai dengan Indonesia adalah Unified supervisory
Model, yaitu suatu sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi di dalam
suatu lembaga tunggal. UU OJK memberikan dasar hukum terhadap penyatuan dua
institusi terpisah yang sebelumnya melakukan fungsi pengawasan terhadap perbankan
dan pasar modal, dan lembaga keuangan non bank, yaitu Bank Indonesia dan
Bapepam-LK Kementerian Keuangan ke dalam satu otoritas tunggal (Unifed
Supervisory Model). Di Indonesia, bank diatur dan diawasi oleh bank Indonesia,
sedangkan perusahaan sektor keuangan non bank dan diawasi oleh Bapepam.
122
121
123