Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN UKM

KESEHATAN IBU DAN ANAK


PENYULUHAN MENGENAI GIZI KURANG PADA BALITA

OLEH:
dr. Friska Furnandari
PENDAMPING
dr. Dwi Retno S

UPTD PUSKESMAS AMBARAWA


KABUPATEN SEMARANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

: dr. Friska Furnandari

Judul Laporan UKM

: Penyuluhan mengenai gizi kurang pada balita

Ambarawa, Desember 2013

Peserta

Pendamping

dr. Friska Furnandari

dr. Dwi Retno S


NIP 19740313 200604 2 017

Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Ambarawa

drg. Djuwinarti
NIP 19600825 198903 2 002

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya
dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur
(U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini
disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah
satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik
bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui
melalui penilaian konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun
kualitatif.
Dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering
disebut reference.

Baku antropometri yang sering digunakan di Indonesia

adalah World Health OrganizationNational Centre for Health Statistic


(WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi
empat :
Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas.
Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight
yang mencakup

mild dan moderat,

PCM (Protein Calori Malnutrition).

Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmikkwasiorkor dan kwasiorkor.
World Health Organisation (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan
prevalensi gizi kurang ke dalam empat kelompok yaitu rendah (dibawah 10%),
sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat tinggi (30%).

Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development


Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada
tahun 2015, yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi
3,6 persen atau kekurangan gizi pada anak balita menjadi 15,5 persen
(Bappenas, 2010). Pencapaian target MDGs belum maksimal dan belum
merata di setiap provinsi. Besarnya prevalensi balita gizi buruk di Indonesia antar
provinsi cukup beragam. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas)
2010, secara nasional prevalensi balita gizi buruk sebesar 4,9 persen dan
kekurangan gizi 17,9 persen.
Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 sebesar 4,88%. Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota
Tegal (13,83%) dan terendah di Kabupaten Pekalongan (0,06%). Walaupun pada
tingkat nasional prevalensi balita kurang gizi telah hampir mencapai target
MDGs, namun masih terjadi disparitas antar provinsi, antara perdesaan dan
perkotaan, dan antar kelompok sosial-ekonomi.
Jadi secara nasional gizi buruk dan gizi kurang belum memenuhi target
MDGs sedangkan di Jawa Tengah gizi kurang sudah memenuhi target
pencapaian MDGs. Menurut WHO gizi kurang di Indonesia termasuk gizi kurang
tingkat sedang, sedangkan di Jawa Tengah gizi kurang termasuk gizi kurang
tingkat rendah.
Di Ambarawa sendiri target pencapaian gizi kurang sebenarnya sudah
memenuhi target namun diharapkan terdapat peningkatan status gizi pada anak
yang menderita gizi kurang tersebut.

B. Permasalahan
Berikut adalah data penimbangan serentak dengan indikator BB/U tahun
2013:
No

Desa

1
2
3
4
5
6
7
8

Kranggan
Lodoyong
Kupang
Panjang
Ngampin
Pojoksari
Bejalen
Tambak

Jml Balita
Ada Diukur
142
142
580
478
832
832
458
458
385
377
157
157
120
83
431
346

9
10

boyo
Baran
Pasekan

456
535

319
525

Status gizi (laki-laki)


Baik Krg Brk Lbh
63
3
1
3
240
3
0
4
403
18
5
13
214
6
1
9
181
5
2
8
97
3
0
3
38
2
0
2
143
18
0
0

Status gizi (perempuan)


Baik Krg
Brk Lbh
67
1
3
1
222
4
0
5
372
8
1
12
218
2
2
6
171
7
0
3
50
3
0
1
38
2
0
1
173
7
0
5

Total status gizi


Baik Krg
Brk
130
4
4
462
7
0
775
26
6
432
8
3
352
12
2
147
6
0
76
4
0
318
25
0

Lbh
4
9
25
15
11
4
3
5

139
264

158
248

297
512

11
2

2
3

2
2

5
1

5
4

2
2

6
1

7
7

Presentase gizi kurang di Ambarawa :


1. Kranggan

= 0,03 %

2. Lodoyong

= 0,01 %

3. Kupang

= 0,03 %

4. Panjang

= 0,02 %

5. Ngampin

= 0,03 %

6. Pojoksari

= 0,04 %

7. Bejalen

= 0,05 %

8. Tambakboyo

= 0,07 %

9. Baran

= 0,02 %

10. Pasekan

= 0,01 %

Dari data tersebut diatas didapatkan presentase paling tinggi gizi kurang di
desa Tambakboyo yaitu 0,07%. Dengan adanya data tersebut diatas diharapkan
terjadinya peningkatan status gizi di Ambarawa.
Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang

sangat

menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang

4
4

pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita


gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen.
Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk
atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya
manusia. Selain itu, penyakit rawan yang dapat diderita balita gizi buruk
adalah diabetes (kencing manis). Dampak paling buruk yang diterima adalah
kematian pada umur yang sangat dini.
Berbagai

upaya

telah

dilakukan

oleh

pemerintah, khususnya

Dinas

Kesehatan, baik pendekatan strategis maupun pendekatan taktis. Pendekatan


strategis yaitu berupaya mengoptimalkan operasional pelayanan kesehatan
terhadap ibu hamil dan pelayanan kesehatan balita diantaranya pengoptimalan
fungsi posyandu. Pendekatan taktis merupakan upaya antisipasi meningkatnya
prevalensi balita gizi buruk serta upaya penurunannya melalui berbagai
kajian atau penelitian yang berkaitan dengan balita gizi buruk.
Setelah dilakukan observasi didapatkan permasalahan sebagai berikut:
1. Desa manakah yang memiliki presentase gizi kurang paling tinggi di
Ambarawa?
2. Bagaimana agar status gizi meningkat?
3. Faktor-faktor apakah yang berperan dalam terjadinya gizi kurang?
C. Tujuan
1. Mengetahui Desa yang mempunyai presentase tertinggi gizi kurang di
Ambarawa
2. Upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan status gizi
3. Mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gizi kurang
D. Manfaat
1) Bagi masyarakat

Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan


kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan gizi kurang
6

Masyarakat lebih sadar akan pemenuhan gizi pada usia dini

2) Bagi kader, pengurus posyandu dan tokoh masyarakat

Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang


berkaitan dengan gizi kurang

Dapat membantu masyarakat menyelesaikan masalah kesehatan terkait


dengan gizi kurang

Dapat membantu mengawasi dan mengontrol perbaikan status gizi pada


anak dengan gizi kurang

3) Bagi puskesmas

Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah


kesehatan sesuai dengan kondisi setempat, terutama untuk mencegah
adanya gizi kurang

Dapat meningkatkan status gizi dari balita dengan gizi kurang menjadi
gizi baik

Dapat mencegah terjadinya penurunan status gizi dari gizi kurang menjadi
gizi buruk

BAB II
BENTUK KEGIATAN
I. PERMASALAHAN

a.

Keluarga
1. Kurangnya informasi yang diperoleh oleh keluarga mengenai pedoman
pemberian makanan yang baik bagi balita.
2. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga mengenai gizi kurang
serta pedoman pemberian makanan yang baik bagi balita serta dampak
yang akan terjadi pada balita yang kekurang gizi.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam posyandu
dan keinginan untuk mencari informasi pada tenaga kesehatan.

b.

Masyarakat
Kurangnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara umum mengenai
gizi pada balita dan pedoman pemberian makanan yang baik pada balita. Hal
ini disebabkan karena faktor ekonomi dan pendidikan masyarakat yang
kurang. Selain itu juga kurangnya motivasi mengenai pentingnya kecukupan
gizi pada balita

II.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Setelah diketahui latar belakang dan masalah yang dihadapi, maka akan
diuraikan tentang masalah dan alternatif pemecahan masalah serta rencana
kegiatan yang akan dilaksanakan.

No

Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah

KELUARGA
1

Kurangnya informasi yang diperoleh oleh


keluarga mengenai pedoman pemberian
makanan yang baik bagi balita.

2.

Memberikan
edukasi
melalui
penyuluhan pentingnya pemberian gizi
yang baik pada balita

Kurangnya pengetahuan yang dimiliki

Memberikan

oleh keluarga mengenai gizi kurang serta

makan

pedoman pemberian makanan yang baik

perkembangan umurnya.

bagi balita serta dampak yang akan terjadi

Memberikan edukasi tentang dampak

pada balita yang kekurang gizi.

yang ditimbulkan akibat kekurangan

pada

edukasi

tentang

balita

sesuai

pola
dengan

gizi.

Kurangnya kesadaran masyarakat untuk


ikut berpartisipasi dalam posyandu dan
keinginan untuk mencari informasi pada

Bekerjasama dengan masyarakat sekitar


untuk menjadikan posyandu yang lebih
baik. Serta melibatkan masyarakat
sekitar untuk menjadi anggota posyandu

tenaga
MASYARAKAT
1.

kurangnya motivasi mengenai pentingnya

Memberikan motivasi bertanya pada

kecukupan gizi pada balita

kader, bidan ataupun dokter baik di


posyandu

ataupun

di

pustu

atau

puskesmas terdekat.

BAB III
PELAKSANAAN / PROSES INTERVENSI

No

Masalah

Alternatif Pemecahan Masalah

1.

Kurangnya informasi yang

Memberikan edukasi melalui penyuluhan

Mengadakan

diperoleh oleh keluarga

pentingnya pemberian gizi yang baik pada

pada masyarakat tentang

mengenai

balita

pola makan pada balita

Memberikan edukasi tentang pola makan

Mengadakan

oleh

pada balita sesuai dengan perkembangan

pada masyarakat tentang

gizi

umurnya.

dampak yang ditimbulkan

Memberikan edukasi tentang dampak

pada balita akibat kurang

yang ditimbulkan akibat kekurangan gizi.

gizi

Bekerjasama dengan masyarakat sekitar

Pembentukan

untuk menjadikan posyandu yang lebih

posyandu

pedoman

Rencana Kegiatan
penyuluhan

pemberian makanan yang


baik bagi balita.

2.

Kurangnya
yang

pengetahuan

dimiliki

keluarga
kurang

mengenai
serta

pedoman

pemberian makanan yang


baik

bagi

balita

penyuluhan

serta

dampak yang akan terjadi


pada balita yang kekurang
gizi.

3.

Kurangnya
masyarakat
berpartisipasi

kesadaran
untuk

ikut
dalam

posyandu dan keinginan


untuk mencari informasi

anggota

baik. Serta melibatkan masyarakat sekitar


untuk menjadi anggota posyandu

pada tenaga

4.

kurangnya
mengenai

motivasi
pentingnya

kecukupan gizi pada balita

Memberikan motivasi bertanya pada


kader, bidan ataupun dokter baik di
posyandu ataupun di pustu atau
puskesmas terdekat

Mengadakan

pelatihan

kader tentang kecukupan


gizi pada balita

BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

10

A. MONITORING
1. Melakukan pendataan meliputi Nama, Umur, BB, TB, Umur dan status gizi
balita saat adanya posyandu sehingga dapat ditemukan balita yang
mempunyai status gizi kurang secara rutin setiap bulannya
2. Jika terdapat balita dengan status gizi kurang maka dapat segera bekonsultasi
untuk dapat meningkatkan status gizinya
B. EVALUASI
Evaluasi dilihat dari peningkatan berat badan setiap bulannya saat
diadakannya posyandu.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

11

Masyarakat belum memahami secara baik mengenai asupan gizi balita dan gizi
kurang, sehingga dilakukan intervensi pendekatan pada balita yang mempunyai gizi
kurang dengan memotivasinya. Setelah dilakukan intervensi, diharapkan masyarakat
lebih mengerti dan mempraktekkan arti kecukupan asupan gizi balita dan datang
keposyandu secara rutin tiap bulannya agar terkontrol status gizinya.
Saran
Setelah diketahui bahwa presentase gizi kurang terdapat pada Desa Tambakboyo
maka diharapkan pihak bidan desa menindaklanjuti dengan melaporkan secara
periodik kepada Puskesmas Ambarawa selaku penanggungjawab bidang kesehatan
agar segera dapat dilakukan intervensi baik melalui motivasi, memberikan edukasi
tentang pola makan pada balita sesuai dengan perkembangan umurnya penyuluhan,
memberikan edukasi tentang dampak yang ditimbulkan akibat kekurangan gizi dan
pemberian makanan tambahahan , sehingga dapat meningkatkan status gizi balita.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Status Gizi

12

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsum si dan penggunaan zat-zat gizi di dalam
tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi
normal, dan gizi lebih. Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi
dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh
dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan indivi du.
Energi yang masuk kedalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak
dan zat gizi lainnya. Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat
diinginkan oleh semua orang. Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut
undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang
masuk lebih se dikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena
jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu.
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana
jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang
dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk
melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan
zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang
menjadi gemuk.
B. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penj elasan yang berasal dari data yang diperoleh
dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu populasi
atau individu yang memiliki risiko

status gizi kurang maupun gizi lebih.

Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :


1. Penilaian Langsung
a. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu

cara penilaian status gizi yang

berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan


tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi
dan komposisi tubuh seseorang. Metode antropometri sangat berguna

13

untuk melihat ketidakseimbangan

energi dan protein. Akan tetapi,

antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi


yang spesifik
b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan
perubahan yang terjadi yang berhub ungan erat dengan kekurangan
maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada
jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan
organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid).
c. Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan
biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi
zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan
dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat di ketahui kadar zat gizi atau
adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini
disebut uji biokimia statis. Cara lain adal ah dengan menggunakan uji
gangguan fungsional yang berfungsi untuk mengukur
konsekuensi fungsional dari suatu zat gizi yang spesifik

besarnya
Untuk

pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia


statis dan uji gangguan fungsional.
d. Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur
jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti kejadian
buta senja.
2. Penilaian Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi
dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu

14

maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun
kualitatif. Data kuantitatif dapat me ngetahui jumlah dan jenis pangan
yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif da pat diketahui frekuensi
makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan
sesuai dengan kebutuhan gizi.
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui
data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan gizi,
seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab kesakitan
dan kematian, statistik pela yanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi
yang berkaitan dengan kekurangan gizi.
c. Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena masalah
gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor
biologis, faktor

fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan

faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadi an gizi salah


(malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna
untuk melakukan intervensi gizi.

15

C. Masalah Gizi Kurang


Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik
atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga

memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemampuan kerja, da n kesehatan secara umum pada tingkat


setinggi mungkin. Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak
terpenuhinya asupan makanan. Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang
mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh.
Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya
kekebalan tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat
menurunkan produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima

16

pendidikan dan pengetahuan mengenai gizi. Gizi kurang merupakan salah satu
masalah gizi yang banyak dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang.
Hal ini dapat terjadi karena tingkat pendidikan yang rendah, pengetahuan yang
kur ang mengenai gizi dan perilaku belum sadar akan status gizi. Contoh masalah
kekurangan gizi, antara lain KEP (Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium), Anemia Gizi Besi (AGB).
D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
1. Umur
Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan
tingkat aktivitas. Jika kebutuhan energi (zat tenaga) terpenuhi dengan baik
maka dapat meningkatkan produktivitas kerja, sehingga membuat seseorang
lebih semangat dalam melakukan pekerjaan. Apabila kekurangan energi maka
produktivitas kerja seseorang akan menurun, dimana seseorang akan malas
bekerja dan cenderung untuk bekerja lebih lamban. Semakin bertambahnya
umur akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat
tenaga dibutuhkan untuk mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya
kegiatan fisik.
2. Frekuensi Makan
Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa banyak makanan
yang dikonsumsi seseorang. Sebagian besar remaja melewatkan satu atau
lebih waktu makan, yaitu sarapan. Sarapan adalah waktu makan yang paling
banyak dilewatkan, di susul oleh makan siang. Ada beberapa alasan yang
menyebabkan seseorang malas untuk sarapan, antara lain mereka sedang
dalam keadaan terburu-buru, menghemat waktu, tidak lapar, menjaga berat
badan dan tidak tersedianya makanan yang akan dimakan. Melewatkan waktu
makan dapat menyebabkan penurunan konsumsi energi, protein dan zat gizi
lain. Pada bangsa-bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam sehari
lebih banyak orang yang gemuk dibandingkan bangsa dengan frekuensi
makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan

17

sering dengan jumlah yang sedikit lebih baik dari pada jarang makan tetapi
sekali makan dalam jumlah yang banyak.
3. Asupan Energi
Energi merupakan asupan utama yang sangant diperlukan oleh tubuh.
Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan protein, vitamin,
dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk beberapa fungsi
metabolisme tubuh, kebutuhan energi dipengaruhi oleh BM, kecepatan
pertumbuhan, komposisi tubuh dan aktivitas fisik. Energi yang diperlukan ol
eh tubuh berasal dari en ergi kimia yang terdapat dalam makanan yang
dikonsumsi. Energi diukur dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari
protein menghasilkan 4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4
kkal/ gram.
4. Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang pa ling banyak terdapat dalam tubuh. Fungsi
utama protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan
tubuh. Fungsi lain dari protein adalah menyediakan asam amino yang
diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur
keseimbangan air, dan mempertahankan ke netralan asam basa tubuh.
Pertumbuhan, kehamilan, dan infeksi penyakit meningkatkan kebutuhan
protein seseorang Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein
berasal dari bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan
dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan
kacang-kacangan. Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1999,
menunjukkan secara nasional konsumsi protein sehari rata-rata penduduk
Indonesia adalah 48,7 gram sehari. Anjuran asupan protein be rkisar antara 10
15% da ri total energi.
5. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi kehidupan manusia yang
dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun relatif murah. Sumber
karbohidrat berasal dari padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-

18

kacangan dan gula. Sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok adalah beras, singkong, ubi,
jagung, talas, dan sagu. Karbohidrat menghasilkan 4 kkal / gram. Angka
kecukupan karbohidrat sebesar 50-65% dari total energi. (WKNP G, 2004).
WHO (1990) menganjurkan agar 55 75% konsumsi energi total berasal dari
karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang tidak mencukupi di dalam tubuh
akan diga ntikan dengan protein untuk memenuhi kecukupan energi. Apabila
karbohidrat terc ukupi, maka protein akan tetap berfungsi sebagai zat
pembangun.
6. Asupan Lemak
Lemak merupakan cadangan energi di dalam tubuh. Lemak terdiri dari
trigliserida, fosfolipid, dan sterol, dimana ketiga jenis ini memiliki fungsi
terhadap kesehataan tubuh manusia (WKNPG, 2004). Konsumsi lemak paling
sedikit adalah 10% dari total energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/ gram.
Lemak relatif lebih lama dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Jika
seseorang mengonsumsi lemak secara berlebihan, maka akan mengurangi
konsumsi makanan lain. Berdasarkan PUGS, anjuran konsumsi lemak tidak
melebihi 25% dari total energi dalam makanan sehari-hari. Sumber utama
lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, seperti minyak kelapa, kelapa sawit,
kacang tanah, jagung, dan se bagainya. Sumber lemak utama lainnya berasal
dari mentega, margarin, dan lemak hewan.
7. Tingkat Pendidikan
Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka sangat diharapkan semakin tinggi pula
pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan kesehatan. Pendidikan yang
tinggi dapat membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk
memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan yang baik
dapat mengurangi bahkan mencegah dari timbulnya masalah yang

tidak

diinginkan mengenai gizi dan kesehatan. Seseorang yang memiliki tingkat


pendi dikan tinggi, akan mudah dalam menyerap dan menerapkan informasi

19

gizi, sehingga diharapkan dapat menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang
sesuai de ngan informasi yang didapatkan mengenai gizi dan kesehatan.
Tingkat pendidikan

sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan.

Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan status gizi seseorang.


Pada umumnya tingkat pendidikan pembantu rumah tangga masih rendah
(tamat SD dan tamat SMP). Pendidikan yang rendah sejalan dengan
pengetahuan yang rendah, karena dengan pendidikan rendah akan membuat
seseorang sulit dalam menerima informasi mengenai hal-hal baru di
lingkungan sekitar, misalnya pengetahuan gizi. Pendidikan dan pengetahuan
mengenai gizi sangat diperlukan oleh pembantu rumah tangga. Selain untuk
diri

sendiri, pendidikan dan pengetahuan gizi yang diperoleh dapat

dipraktekkan dalam pekerjaan yang mereka lakukan.


8. Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi,
Pembantu rumah tangga mendapatkan gaji (pendapatan) yang masih di bawah
UMR. Besarnya gaji yang dipe roleh terkadang tidak sesuai dengan
banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan.

Pendapatan seseorang akan

menentukan kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan


sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang
dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi dibutuhka n oleh tubuh, maka
dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi seseorang. Ada dua aspek
kunci yang berhubungan antara pendapatan dengan pola konsumsi makan,
yaitu pengeluaran makanan dan tipe makanan yang dikonsumsi. Apabila
seseorang memiliki pendapatan yang tinggi maka dia dapat memenuhi
kebutuhan akan makanannya. Meningkatnya pendapatan perorangan juga
dapat menyebabkan perubahan dalam susunan makanan. Kebiasaan makan
seseorang berubah sejalan dengan berubahnya pendapatan seseorang.
Meningkatnya pendapatan seseorang merupakan cerminan dari

suatu

kemakmuran. Orang yang sudah meningkat pendapatannya, cenderung unt uk


berkehidupan serba mewah. Kehidupan mewah dapat mempengaruhi

20

seseorang dalam hal memilih dan membeli jenis makanan. Orang akan mudah
membeli makanan yang tinggi kalori. Semakin banyak mengonsumsi
makanan berkalori tinggi dapat menimbulkan kelebihan energi yang disimpan
tubuh dalam bentuk lemak. Semakin banyak lemak yang disimpan di dalam
tubuh dapat mengakibatkan kegemukan.
9. Pengetahuan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuannya
akan gizi. Orang yang memiliki tingkat pendidikan hanya sebatas tamat SD,
tentu memiliki pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan orang dengan
tingkat pendidikan tamat SMA atau Sarjana. Tetapi, sebaliknya, seseorang
dengan tingkat pendidikan yang tinggi sekalipun belum tentu memiliki
pengetahuan gizi yang cukup jika ia jarang mendapatkan info rmasi mengenai
gizi, baik melalui media iklan, penyuluhan, dan lain sebagainya. Tetapi, perlu
diingat ba hwa rendah-tingginya pendidikan seseorang juga turut menentukan
mudah tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami pengetahuan
gizi yang mereka peroleh. Berdasarkan hal ini, kita dapat menentukan metode
penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi
keluar ga, pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap
terhadap ada nya masalah gizi di dalam keluarga dan dapat mengambil
tindakan secepatnya. Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya
pengetahuan tentang zat gizi maka seseorang dengan mudah mengetahui
status gizi mereka. Zat gizi yang cukup dapat dipenuhi oleh seseorang sesuai
dengan makanan yang dikonsumsi yang diperlukan untuk meningkatkan
pertumbuhan. Pengetahuan gizi dapat memberikan perbaikan gizi pada
individu maupun masyarakat.
E.

Penyebab Kurang Gizi

21

a. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin
diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang
kurang, tetapi juga karena penyakit.anak yang medapat makanan yang cukup
baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi
kurang. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya
tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah
diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat
menderita kurang gizi. Dalam kenyataannya keduanya secara bersama-sama
merupakan penyebab kekurangan gizi.
b. Tidak langsung
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan
anak serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketahanan pangan dikeluarga (household food security) adalah kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuan pangan seluruh anggota keluarganya
dalam jumlah yang cukup, baik jumlah maupun mutu gizinya. Ketahanan
pangan ditingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan

22

dikonsumsi oleh setiap anggota keluarga untuk mencapai gizi baik dan hidup
sehat.
Masalah kesehatan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasarmerupakan
determinan penting dalam bidang kesehatan. Berubahnya kondisi lingkungan
akan berdampak kepada berubahnya kondisi kesehatan masyarakat.
Kecenderungan masalah lingkungan yang menjadi isu penting saat ini antara
lain terjadinya perubahan iklim, mulai berkurangnya sumber daya alam,
terjadinya pencemaran lingkungan baik terhadap air maupun udara.
Faktor internal
Faktor internal antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal
dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa. Apabila
faktor internal ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan
optimal maka akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Faktor
internal yang berhubungan dengan gizi antara lain :
1. umur balita
masa balita merupakan masa dimana terjadi pertumbuhan badan yang
cukup pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap
kilogram berat badannya. Dalam keadaan seperti ini anak balita justru
paling sering mengalami kekurangan gizi sehingga anak balita
merupakan kelompok umur yang rentatn menderita kekurangan gizi.
2. jenis kelamin balita
kebutuhan zat gizi anak laki-laki berbeda dengan perempuan dan
biasanya lebih tinggi karena anak laki-laki memiliki aktifitas fisiklebih
tinggi. Anak laki-laki biasanya mendapatkan prioritas yang lebih
tinggi dalam hal makanan dibandingkan anak perempuan.
3. status kesehatan balita
gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja
bersama-sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk,
dibandingkan bila kedua faktor tersebut masing-masing bekerja
sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya,
23

gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi


penyakit infeksi. Kuman-kuman yang tidak terlalu berbahaya pada
naka-anak dengan gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian pada
anak dengan gizi buruk.
Faktor eksternal
Faktor eksternal atau faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya
potensi genetik yang obtimal. Apabila kondisi lingkungan kurang
mendukung atau buruk,maka potensi genetik yang obtimal tidak akan
tercapai. Lingkungan ini meliputi lingkingan bio-fisiko-psikososial yang
akan mempengaruhi setiap individu mulai dari masa konsepsi sampai
akhir hayatnya. Faktor eksternal yang berpengaruh antara lain asupan
nutrisi, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan tingkat pendapatan.
1. ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dan larutan protein, laktosa dan garamgaram organik yang disekresi oleh kelenjar payudara ibu, sebagai
makanan utama bagi bayi.
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Tidak ada satupun makanan
lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan
yang meliputi aspek gizi, aspek kekebalan, dan aspek kejiwaan berupa
jalinan kasih sayang yang penting unruk perkembangan mental dan
kecerdasan anak.
2. MP-ASI
Makanan Pendamping Air Susu Ibu adalah makanan bergizi yang
diberikan disamping ASI kepada bayi berusia enam bulan keatas atau
berdasarkan indikasi medis, sampai anak berusia dua puluh empat
bualn untuk mencapai kecukupan gizi.
MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan
keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara
bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan pencernaan
bayi atau anak. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan
24

kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan


kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini.
Beberapa MP-ASI yang sering diberikan adalah :
a. Buah , terutama pisang yang mengandung cukup kalori. Buah jenis
lain yang sering diberikan pada bayi adalah : pepaya, jeruk, dan
tomat sebagai sumber vitamin Addan C
b. Makanan bayi tradisional
i. Bubur susu buatan sendiri dari satu sampai dua sendok makan
tepung beras sebagai sumber kalori dan segelas susu sapi sebagai
sumber protein.
ii. Nasi tim saring, yang merupakan campuran dari beberapa bahan
makanan, satu sampai dua sendok beras, sepotong daging, ikan
atau hati, sepotong tempe atau tahu dan sayuran seperti wortel
dan bayam, serta buah tomat dan air kaldu.
c. Makanan bayi kalengan, yang diperdagangkan dan dikemas dalam
kaleng, karton, karton kantong (sachet) atau botol : untuk jenis
makanan seperti ini perlu dibaca dengan teliti komposisinya yang
tertera dalam labelnya.
Menurut WHO MP-ASI yang dianggap baik adlah apabila
memenuhi beberapa kriteria hal berikut :
i. Waktu

pemberian

yang

tepat,

artinya

MP-ASI

mulai

diperkenalkanpada bayi ketika kebutuhan bayi akan energi dan


zat-zat melebihi dari apa yang didapatkannya melalui ASI.
ii. Memadai, maksudnya adalah MP-ASI yang diberiakan memberi
ennergi dan protein dan zit gizi mikro yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi anak.
iii. Aman, mkanan yang diberikan bebas dari kontaminasi
mikroorganisme baik pada saat disiapkan, disimpan maupun saat
diberikan pada anak

25

iv. Dikonsumsi dengan selayaknya, yaitu makanan yang diberikan


harus sesuai dengan tanda-tanda nafsu makan dan kekenyangan
anak
Tabel Pola Pemberian ASI/MP-ASI
Golongan Umur Pola Pemberian ASI/MP-ASI
ASI
Makanan Lumat
(Bulan)

Makanan Lunak

Makanan
Keluarga

0-6
6-9
9-12
12-24

V
V
V
V

V
V
V

26

DAFTAR PUSTAKA
http://bappenas.go.id/2010-2014/
http://respiratory usu.ac.id
http://dinkesjatengprov.go.id/dokumen/Profil kesehatan jawa tengah tahun 2012
Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015 (PNBAI 2005)
RANPG 2006-2010
Standart Antopomerti Penilaian Status Gizi Anak, Kementrian Kesehatan RI 2011
Status Gizi, Novita Adelina, FKUI 2009
Tumbuh Kembang Anak, Soetjiningsih 2003
http://who.int/ihr/2005

27

Anda mungkin juga menyukai