Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Meningkatnya

tuntutan

masyarakat

terhadap

penyelenggaraan

pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong


pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menerapkan akuntabilitas publik.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggung
jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu
media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo,
2002).
Salah

satu

bentuk

pertanggungjawaban

dalam

penyelenggaraan

pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggung jawaban
berupa laporan keuangan.
Bagi pemerintah daerah menjadi suatu keharusan untuk menyusun laporan
keuangan yang berkualitas. Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah
mencerminkan tertib pengelolaan keuangan pemerintah daerah, yang mencakup
tertib administrasi dan taat asas. Indikator bahwa laporan keuangan pemerintah

daerah sudah berkualitas yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian yang diberikan
Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
(Adhi dan Suhardjo, 2013).
Kriteria dan unsur-unsur pembentuk kualitas informasi yang menjadikan
informasi dalam laporan keuangan pemerintah mempunyai nilai atau manfaat
yang disebutkan dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (PP No.
71 Tahun 2010) terdiri dari: (a) relevan, (b) andal, (c) dapat dibandingkan dan (d)
dapat dipahami.
Undang-Undang No 17 tahun 2003, pasal 32 menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah di haruskan menyampaikan laporan keuangan sebagai bentuk
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Laporan Keuangan
dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara mengatakan bahwa sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan
APBD pemerintah atas Keuangan Negara, Presiden menyampaikan rancangan
undang-undang tentang pertanggungjawaban APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Darise (2009) ukuran keberhasilan dalam pengelolaan keuangan
daerah yaitu:
1. Keterkaitan antara RPJM, RKPD, KUA, PPAS, dan APBD.
2. Ketepatan waktu APBD.

3. Laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan


BPK mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
4. Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) oleh
Kepala Daerah kepada DPRD tepat waktu dan mendapat apresiasi dari
DPRD.
5. Penyampaian Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)
tepat waktu dan hasil evaluasi atas penyelenggaraan pemerintah
daerah (EPPD) menunjukan hasil yang baik.
6. Penyusunan LAKIP dilakukan tepat waktu dan hasil evaluasi dari
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menunjukan hasil yang
baik.
Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi di bidang akuntansi.
Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik
pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun anggaran
2008. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15,
dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5
(lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan
pengukuran berbasis kas.

Menurut PP No. 71 Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Komite Standar


Akuntansi Pemerintahan (KSAP) tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
berbasis Akrual adalah Standar Akuntansi Pemerintahan yang mengakui
pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis
akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam pelaporan
pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan prinsip-prinsip akuntansi
yang ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Tujuan diberlakukannya hal tersebut agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah pusat maupun daerah.
Dengan diterapkanya standar akuntansi pemerintahan yang baik, maka pemerintah
daerah akan memiliki kualitas informasi yang baik, karena laporan keuangan
pemerintah daerah harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(Udiyanti, dkk., 2014).
Kota Bandung yang merupakan salah satu ibu kota Jawa Barat yang
memiliki potensi begitu besar dan menjadi salah satu pusat perekonomian di
Negara Indonesia pengelolaan keuangannya masih kurang sesuai dengan yang
diharapkan. Seperti yang diungkapkan dalam artikel berita online Detik (2010)
BPK RI memberikan opini disclaimer (Menolak Memberikan Pendapat) terhadap
LKPD Kota Bandung tahun anggaran 2009. Hal-hal yang membuat BPK
memberikan opini disclaimer antara lain karena penyajian atau pengungkapan
penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan daerah di atas 20 persen tidak

disajikan dengan metode ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam Standar


Akuntansi Pemerintahan. Penilaian ini pertama kali diterima oleh Kota Bandung.

Tabel 1. 1 Daftar Opini Audit BPK atas LKPD Kota bandung


Tahun

Opini BPK

2009

Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)

2010

Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

2011

Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

2012

Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

2013

Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

2014

Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

Sumber: BPK,IHPS Sem. I Tahun 2013, jabar.tribunnews.com & bandung.bpk.go.id

Tabel 1.1 di atas menunjukan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


menberikan opini terhadap Kota Bandung pada tahun 2009 dengan opini Tidak
Memberikan Pendapat (Disclaimer), pada tahun 2010 mengalami perbaikan yang
cukup baik dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), pada tahun 2011
keadaan stabil dengan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan pada tahun
2012 ternyata permasalahan aset masih menjadi ganjalan Pemerintah Kota
Bandung, begitupun dengan tahun 2013 dan 2014 masih ditemukan beberapa
masalah, diantaranya sistem pengendalian intern, kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan, penatausahaan, pengelolaan persediaan yang belum tertib,
proses penghapusan aset gedung pada Rumah Sakit Umum Daerah yang tidak
sesuai prosedur, mekanisme penganggaran, pelaksanaan pelaporan, pertanggung-

jawaban, monitoring dan belanja hibah bantuan sosial dan bantuan keuangan
masih banyak kelemahann dan tidak sesuai ketentuan. Terkait dengan Belanja
Perjalanan Dinas, BPK juga menemukan Belanja Perjalanan Dinas di beberapa
SKPD masih ada yang tidak didukung bukti pertanggungjawaban, tidak dapat di
yakini kebenarannya, tidak sesuai dengan realisasi sebenarnya.
Adapun fenomena yang diungkapkan dalam artikel berita online Pikiran
Rakyat (2013) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung
mendesak Pemerintah Kota Bandung untuk lebih serius memperbaiki pengelolaan
aset di wilayah Kota Bandung. Sudah enam tahun belakangan, persoalan aset
selalu menjadi kendala utama bagi Kota Bandung untuk mendapatkan opini
penilaian keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) RI.
Menurut Warongan et. al. (2014) yang sudah dialih bahasakan,
pengelolaan keuangan publik yang buruk akan memberikan kesempatan untuk
melakukan penyimpangan dan kesalahan dalam mengelola keuangan tersebut.
Dapat pula menimbulkan kecurangan yang menyebabkan terjadinya korupsi. Jika
terus dilanjutkan, masyarakat akan menghadapi konsekuensi, biaya transaksi
tinggi dan buruknya pelayanan publik. Hal ini dapat menjadi penyebab hilangnya
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Berdasarkan fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah
Kota Bandung masih memiliki kekurangan untuk menghasilkan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah yang baik karena belum mencapai opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP). Hal ini merupakan bukti dari kurangnya pemahaman

standar akuntansi pemerintahan dan buruknya sistem pengendalian internal


pemerintah sehingga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas
laporan keuangan pemerintah daerah.
Dari hasil uraian latar belakang di atas, penulis akan membuat penelitian
dengan judul Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Dan
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung).
1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan penulis, dapat

diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :


1. Bagaimana Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung.
2. Bagaimana Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota
Bandung.
3. Apakah terdapat pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
dan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah secara simultan terhadap
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung.
1.3

Maksud dan Tujuan Penelitian


Penulis melakukan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui penerapan standar akuntansi pemerintahan


terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota
Bandung.
2. Untuk

mengetahui

pelaksanaan

sistem

pengendalian

internal

pemerintahan terhadap kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah


Kota Bandung.
3. Untuk

mengetahui

pengaruh

penerapan

standar

akuntansi

pemerintahan dan sistem pengendalian internal pemerintahan terhadap


kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandung.
1.4

Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi:
1. Bagi Penulis
Pengetahuan dan wawasan mengenai pengelolaan keuangan daerah
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Kota Bandung dan memahami perbandingan
antara konsep yang diberikan pada masa perkuliahan dengan
penerapannya langsung di instansi pemerintahan.
2. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah
Bahan masukan kepada Pemerintah Daerah Kota Bandung dalam
mengambil

kebijaksanaan

untuk

terus

meningkatkan

mengembangkan daerahnya di masa yang akan datang.


3. Bagi Peneliti Lain

dan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi


untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan
bagi peneliti selanjutnya dalam bidang yang sama.

1.5

Lokasi dan Waktu Penelitian


Guna memperoleh data yang objektif sebagaimana yang diperlukan dalam

menyusun skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian pada Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Jalan Wastukencana No.2 Bandung.
Sedangkan waktu penelitian dilakukan dari bulan Maret 2015 sampai dengan Juli
2015.

Anda mungkin juga menyukai