(AIDS)
Titin Agustin Kapitan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Email: mymail_titin@yahoo.com
Pendahuluan
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom yang disebabkan
menurunnya sistem kekebalan tubuh sehingga penderita penderita sangat peka dan mudah
terserang oleh mikroorganisme oportunistik dan penyakit neoplasia.1
Penderita AIDS saat ini jauh meningkat dibanding dengan pada tahun 1987 di
Indonesia. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular seksual yang cukup serius
akibatnya karena dapat mengakibatkan kematian karena penderitanya akan mengalami
penurunan daya tahan dan biasannya meninggal karena infeksi sekunder yang mudah
menyerang karena imun yang lemah. Terus meningkatnya jumlah penderita dan sebaran
yang dapat makin meluas dengan gejala awal tidak khas membuat penyakit ini menjadi
lebih ditakuti apalagi sampai saat ini belum ada obat yang dengan pasti dapat
menyembuhkan penyakit karena infeksi virus HIV (Human Immonodeficiency Virus).2
Pembahasan
A. Anamnesa dan pemeriksaan
1. Anamnesa
Menanyakan identitas dan data umum seperti nama, usia, pekerjaan, agama,
suku
Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi lingkungan
Menanyakan adanya keluhan utama dan penyerta
Menanyakan apakah ada nyeri otot, sakit kepala, demam, telah berapa lama
dialami dan apakah ada kondisi atau hal yang mungkin dirasa menimbulkannya.
1
Berat.
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan. Kehilangan 10% atau lebih
dari berat badan Anda mungkin akibat dari sindrom wasting(penurunan
berat badan), yang merupakan salah satu tanda-tanda AIDS, d a n yang paling
2
parah Tahap terakhir infeksi HIV. Diperlukan bantuan tambahan gizi yang cukup jika telah
kehilangan berat badan. 1,2,3,4,5,6
Mata.
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini terjadi lebih sering
pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari100 sel per mikroliter (MCL).
Termasuk gejala floaters, penglihatan kabur,atau kehilangan penglihatan. Jika
terdapat gejala retinitis CMV,diharuskan memeriksakan diri ke dokter mata sesegera
mungkin. Disarankan kunjungan dokter mata setiap 3 sampai 6bulan jika jumlah CD4
kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL).3,4,7
Mulut
Infeksi jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang
yang terinfeksi HIV.
1-6
kelenjar
getah
bening
(limfadenopati)
tidak
selalu
prinsip dasar yang berbeda dan atau menggunakan preparasi antigen berbeda
dari tes yang pertama. Biasanya digunakan enzym-linked immunosorbent
assay (ELISA/EIA). Apabila saran yang cukup dapat dilakukan tes konfirmasi
dengan Western blot (WB), indirect immunofluorescence assay (IFA), atau
dengan radio-immunoprecipitation assay (RIFA). Hasil pemeriksaan bisa
reaktif atau nonreaktif. Maka hasil pemeriksaan antibodi nonreaktif atau
negatif antara lain: memang tidak terinfeksi HIV, berada dalam masa jendela,
atau individu yang baru saja terinfeksi dan kadar antibodi belum meningkat,
stadium AIDS sangat berlanjut sehingga respon imun sangat lemah atau tidak
mampu memberikan respon pembentukan antibodi.1-7
ELISA merupakan tes pertama dari tes HIV. Tes ini medeteksi adanya
antibodi HIV dalam darah. Jika tes ini negatif maka orang tersebut tidak
terinfeksi HIV. Jika tes positif maka harus dilakukan tes Western blot untuk
mengkonfirmasi, tes ini mendeteksi pita protein spesifik yang terdapat dalam
individu yang terinfeksi HIV.1-7
Tes serologi standar terdiri atas EIA dan diikuti konfirmasi WB. Melalui
WB dapat ditentukan antibodi terhadap komponen protein HIV yang meliputi
inti (p17, p24, p55), polimerase (p31, p51, p66) dan selubung (envelope) HIV
(gp41, gp120, gp160). Bila memungkinkan pemeriksaan selalu dilakukan
karena tes penapisan melalui EIA terdapat potensi false positive 2%.
Interpretasi WB sebagai berikut:
- Negatif: tidak ada pembentukan pita
- Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24
- Indeterminate: terdapat berbagai pita tapi tidak memenuhi kriteria hasil
positif.5
Akurasi
pemeriksaan
serologi
standar
(EIA
dan
WB
atau
Hasil positif palsu dari pemeriksaan serologi melalui cara EIA maupun WB
adalah 0,0004% hingga 0,0007%. Beberapa informasi penting sehubungan
dengan positif palsu adalah:
-
Autoantibodi. Keadaan ini dapat pada penderita SLE dan gagal ginjal
terminal
Vaksin HIV
Factitious HIV infection. Dalam menghadapi keadaan ini perlu dilakukan
pemeriksaan ulang tes konfirmasi anonymous melalui pemeriksaan serologi
polimerase chain reaction (PCR). Teknik ini dilakukan bila tes serologi
beberapa kali, beberapa metode tidak konklusif. Maka direkomendasikan suatu
pemeriksaan untuk memastikan individu berada dalam periode jendela
(window period), ingin segera mengetahui hasil infeksi HIV pada bayi yang
lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, untuk kepentingan riset. 1,5,7
PCR dilakukan untuk mendeteksi fragmen DNA dan RNA viral yang
spesifik pada orang terinfeksi HIV. Setelah infeksi HIV terjadi, RNA dan DNA
virus HIV bersirkulasi di dalam darah. Adanya potongan DNA dan RNA virus
mengindikasi adanya infeksi virus. Berbagai metode PCR dapat meliputi
DNA-PCR, RNA-PCR, DNA assay, dan p24 antigen capture.5,7
Bila anamnesis didapatkan faktor resiko mendukung, pemeriksaan fisik
didapatkan gejala dan tanda infeksi, pemeriksaan laboratorium menunjukan
seropositif HIV, dengan atau pemeriksaan Wester blot, langkah diagnosis
berikutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk menentukan status imun
(limfosit total, CD4) , beban virus (viral load), evaluasi terhadap infeksi
sekunder dan atau malignansi sehingga dapat ditetapkan stadium penyakit,
prognosis serta strategi penatalaksanaan.3-7
B. Diagnosis
1. Working diagnosis
Berdasarkan anamnesis dan hasil uji serologi anti HIV yang positif didukung hasil
uji darah lengkap, dan pemeriksaan fisik maka diagnosis sementara yang ditarik
adalah pasien menderita penyakit AIDS.
2. Differantial diagnosis
a.LGV (Limfogranuloma venerium) adalah penyakit yang disebabkan Chlamydia
trachomatis dengan bentuk tersering adalah inguinal. Sindrom ini berupa
limfadenitis dsan peridenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal medial
dengan kelima tanda radang akut disertai gejala konstitusi, kemudian akan
mengalami perlunakan tidak serentak. Ditularkan melalui kontak seksual dan
memiliki masa tunas 1-4 minggu.2
Gejala yang dimilikinya antara lain gejala kontitusi seperti nyeri kepala, malese,
demam, anoreksia dan nausea. Gambaran klinisnya pun terdiri dari beberapa
sindrom dengan karakteristis masing-masing. Pada sindrom inguinal yang
terserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial dengan tanda-tanda
inflamasi atau tanda radang akut seperti edema atau tumor dan dolor. Namun
kemudian akan terjadi perlunakan dan membentuk bermacam bentuk seperti
abses dan fistule yang multipel. Pada stadium berikutnya yaitu genital kelenjar
getah bening yang tadi dapat terjadi edema dan elefantiasis dan terbentuk fistelfistel dan ulkus-ulkus. Pada stadium anorektal juga mirip dimana terjadi
limfadenitis dan terjadi perlunakan kelenjar getah bening setempat. Kelainan
lain yang biasanya menyertai adalah hepatosplenomegali dan uretritis. Pada
hasil
pemeriksaan
biasanya
leukositnya
normal
dan
LED
meninggi
cairan vagina, ASI, air liur, serum, urine, air mata, cairan alveoler, cairan
serebrospinal. Sejauh ini transmisi secara efisien terjadi melalui darah, cairan semen,
cairan vagina dan serviks, ASI.1-7
Studi kohort yang dilakukan Lifson pada pria homoseksual dan biseksual di
California yang seropositif HIV sebelum Januari 1981, ternyata 52% di antaranya
mengidap AIDS pada tahun 1989. Diperkirakan 54% individu dengan seropositif HIV
akan menjadi AIDS dalam 8-10 tahun kemudian. Di Indonesia waktu yang diperlukan
menjadi AIDS dapat lebih singkat karena penderita hidup dalam lingkungan dengan
kejadian berbagai infeksi. Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi
HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan
vagina, cairan serviks. Virus akan terkonsentrasi dalam cairan semen, terutama bila
terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti dalam keadaan peradangan
genitalia misalnya uretritis, epididimitis, dan kelainan lain yang berkaitan dengan
penyakit menular seksual. Virus juga dapat ditemukan pada usapan serviks dan cairan
vagina. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah
karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis dan mudah robek, anus
sering terjadi lesi. Pada kontak seks pervaginal, kemungkinan transmisi HIV dari lakilaki ke perempuan diperkirakan sekitar 20 kali lebih besar daripada perempuan ke
laki-laki. Hal ini disebabkan oleh paparan HIV secara kepanjangan pada mukosa
vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi. Penderita infeksi
HIV & AIDS yang menjalani perawatan UPIPI mayoritas adalah laki-laki.1-6
HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah. Terutama pada
individu pengguna narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama
dalam satu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi. Dapat juga pada individu
yang menerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan
HIV. Namun pada saat ini hal tersebut jarang terjadi dengan semakin meningkatnya
perhatian dan semakin baiknya tes penapisan terhadap darah yang akan ditransfusikan.
Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang
tercemar HIV akan mengalami infeksi. Transfusi darah lengkap (whole blood), sel
darah merah (packed red blood cell), trombosit, leukosit, dan plasma semuanya
berpotensi menularkan HIV. Imunogamaglobulin, globulin imun dari hepatitis B,
vaksin hepatitis B yang berasal dari plasma, dan globulin imun Rho (O) belum pernah
dilaporkan dapat menularkan HIV. Hal ini karena ketaknya pemrosesan yaitu telah
11
dilakukan proses sterilisasi dari paparan HIV. Suatu penelitian di Amerika Serikat
melaporkan resiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi
HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000. Pada proses bayi tabung dan
transplantasi organ dilalporkan beberapa kasus penularan HIV melalui semen yang
digunakan dalam inseminasi buatan dan jaringan yang digunakan pada transplantasi
organ sehingga sekarang setiap donor harus diperiksa akan kemungkinan infeksi HIV
sebelum transplantasi.1-7
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada
janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan melalui
pemberian air susu ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%,
sewaktu persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-20%. Namun diperkirakan
penularan ibu kepada janin atau bayi terutama terjadi pada masa perinatal. Hal ini
didasarkan saat identifikasi infeksi oleh teknik kultur atau Polumerase Chain Reaction
(PCR) pada bayi setelah lahir (negatif saat lahir dan positif beberapa bulan kemudian).
Virus dapat ditemukan dalam ASI sehingga ASI merupakan perantara penularan HIV
dari ibu kepada bayi pascanatal. Bila mungkin pemberian ASI oleh ibu yang terinfeksi
sebaiknya dihindari.1-7
Walaupun HIV pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang
terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu bekerja
sebagai petugas kesehatan. Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor
terhadap aktifitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain
misalnya air mata, keringat, dan urine dapat merupakan media transmisi HIV. Namun,
cairan tubuh tersebut tetap harus diperlakukan sesuai tindakan pencegahan melalui
kewaspadaan universal.5
Setelah kasus dini yang ditemukan oleh Gottieb dkk pada musim semi tahun
1981, dan waktu itu penderita AIDS di negeri barat umumnya ditemukan pada
golongan masyarakat tertentu. Pada waktu ini keadaan banyak berubah, kasus-kasus
HIV dan AIDS sudah sangat meningkat. Hal ini disebabkan oleh cara deteksi yang
makin canggih termasuk diagnosa laboratorik yang lebih mudah dilakukan, yang
terpenting ada kesadaran penderita dan para pelayanan kesehatan.2
12
Di Indonesia jumlah kasus AIDS /HIV dan juga AIDS/HIV seropositif pada
pengguna IDU, sampai Juni 2010 dari jumlah kumulatif menurut jenis kelamin, faktor
resiko dan golongan umur dapat dilihat pada tabel ini.2
Tabel 1 Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin.2
13
wanita hamil sudah 2%, dan tingkat transmisi vertikal adalah 24% tanpa menyusui. ibu
India terinfeksi HIV rutin menyusui dan memiliki tingkat transmisi setinggi 48%.4
HIV-1 adalah penyebab paling umum infeksi HIV di benua Amerika, Eropa, Asia,
dan Afrika. HIV tipe 2 (HIV-2) telah menyebabkan wabah di Afrika Barat, meskipun
virus ini juga ditemukan di negara-negara Eropa. HIV-1 subtipe berbeda menurut
wilayah geografis. Non-B subtipe sangat lazim di Afrika dan di Asia. Tingkat transmisi
tinggi dari Afrika ke Eropa telah meningkatkan keragaman subtipe di Eropa.4
Perkembangan alami infeksi HIV secara vertikal diperoleh tampaknya memiliki
distribusi trimodal. Sekitar 15% dari anak-anak dengan cepat penyakit yang progresif,
dan sisanya telah baik kursus progresif kronis atau infeksi pola khas yang diamati pada
orang dewasa. Mean kelangsungan hidup sekitar 10 tahun. Di negara-negara miskin
sumber daya, perkembangan untuk mempercepat kematian. Dalam beberapa kasus,
dekat dengan 45-90% anak yang terinfeksi HIV meninggal pada usia 3 tahun. Namun,
di antara anak-anak dan remaja, awal terapi kombinasi termasuk protease inhibitor
mengurangi risiko kematian oleh 67% diperkirakan. Juga, genetika tuan rumah
memainkan peran penting dalam pengembangan penyakit HIV-1-terkait dan kerusakan
neurologis.4,5
Faktor resiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut.
1. Perilaku beresiko tinggi:
- Hubungan seksual dengan pasangan beresiko tinggi tanpa menggunakan
-
kondom.
Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum bersama tanpa
dan
anak-anak
hispanik
secara
tidak
proporsional
terpengaruh. Pada tahun 2002, infeksi HIV adalah 10 besar penyebab dan berada
pada urutan 7 kematian pada anak-anak kulit hitam dan Hispanik remaja, masingmasing. Sekitar 62% anak dengan AIDS adalah kulit hitam. HIV berada di urutan 5
penyebab utama kematian perempuan kulit hitam berusia 20-24 tahun, dan
15
merupakan penyebab utama kematian pada wanita kulit hitam berusia 25-34
tahun.4
6. Seks dan usia. Wanita usia subur adalah salah satu kelompok yang paling cepat
berkembang dengan AIDS, 20% dari kasus AIDS pada orang dewasa terjadi di
grup ini. Diperkirakan bahwa 50% dari semua infeksi HIV baru di Amerika Serikat
terjadi di antara individu yang berusia 13-24 tahun. Ini adalah statistik penting
yang mempengaruhi tingkat kematian pada dewasa muda.2,4
E. Patofisiologis dan patogenesis
HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal,
horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara
langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu menebus dinding pembuluh
darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti
yang terjadi pada kontak seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi
sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi dalam darah.1-5
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda
infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, sulit tidur, batuk-pilek dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindrom
retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load.
Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi kemudian turun sampai
pada suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara
perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung
CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang
lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya masuk pada stadium
AIDS.1-5
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang menjadi
target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Untuk bisa masuk
ke sel target, gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini dapat
terikat pada permukaan limfosit T, monosit makrofag, Langerhans sel, sel dendrit,
asitrosit, mikroglia. Selain itu untuk masuk ke dalam sel HIV memerlukan chemokine
receptor yaitu CXXR4 dan CCR5, beberapa reseptor lain yang memiliki peran adalah
CCR2b dan CCR3. Intensitas ikatan gp120 HIV dengan reseptor CD4 ditentukan
melalui peran regio V terutama V3. Stabilitas dan potensi ikatan diperkuat oleh ko16
receptor CCR5 dan CXCR4. Semakin kuat ikatan tersebut diikuti oleh proses interaksi
lebih lanjut yaitu terjadi fusi membran HIV dengan membran sel target atas peran gp41
HIV. Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh isi sitoplasma HIV termasuk
enzim reverse transcriptase akan menggunakan RNA sebagai templete untuk
mensintesis DNA. Kemudian DNA dipindahkan oleh ribononuklease dan enzim
reverse transcriptase untuk mensintesis DNA lagi sehingga menjadi double strand
DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam nukleus, menyatu
dengan kromosom sel host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan ini
menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi.
Kondisi provirus yang tidak aktif ini disebut sebagai keadaan laten. Untuk
mengaktifkan provirus dari keadaan laten tersebut memerlukan proses aktifasi dari sel
host. Bila sel host teraktifasi oleh induktor seperti antigen, sitokin, atau faktor lain
maka sel akan memicu nuclear factor B (NF- B) sehingga cepat memicu replikasi
HIV adalah intervensi mikroorganisme lain. Mikroorganisme lain yang memicu infeksi
sekunder dan mempengaruhi jalan replikasi adalah bakteri, virus jamur, maupun
protozoa. Dari keempat golongan mikroorganisme tersebut yang paling besar
pengaruhnya terhadap percepatan replikasi HIV adalah virus non-HIV adalah virus
DNA.3-5
Enzim polymerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara struktur
berfungsi sebagai RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus, mRNA
mengalami translasi menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan
RNA menjadi inti virus baru. Inti beserta perangkat lengkap virion baru ini membentuk
tonjolan pada permukaan sel host, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease
menjadi protein dan enzim yang fungsional. Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol
dan glikolopid dari dari permukaan sel host, sehingga terbentuk virus baru yang
lengkap dan matang. Virus yang sudah lengkap ini keluar dari sel, akan menginfeksi
sel target berikutnya. Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi sehingga
mencapai 109-1011 virus baru.3-5
Secara perlahan tapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin
menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan
jumlah limfosit T-CD3 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut.3,4,5,7
17
18
berlangsung rerata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah infeksi HIV. Pada
tahun ke delapan setelah infeksi HIV akan muncul gejala klinis yaitu demam ,
banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan kurang dari 10%,
diare, lesi pada mukosa kulit berulang, penyakit infeksi berulang. Gejala ini
merupakan tanda awal adanya infeksi oportunistik.1-7
Fase kronis
Selama berlangsungnya fase ini di dalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi
virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi
kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus
dicurahkan ke dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara
berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Respon imun tidak mampu meredam
jumlah ini. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak.
Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah 200 sel/ mm 3. Hal ini
mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai
macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang
mendorong ke arah AIDS. Infeksi sekunder yang sering menyertai adalah
pneumonia
yag
disebabkan
Pneumocytis
carinii,
tuberkolosis,
sepsis,
F. Manifestasi klinik
Manisfetasi klinik infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host
akibat intervensi HIV. Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda infeksi virus
akut, keadaan asimtomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat.
Manifestesi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap.1,3,4,5
Pertama merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak
spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa
demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan dan pembesaran kelenjar getah
bening. Dapat juga disertai meningitis aseptik yang ditandai demam, nyeri kepala
hebat, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak. 1-5
Kedua merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang.
Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi.
Pada saat ini sedang berlangsung internalisasi HIV ke intraseluler. Pada tahap ini
aktivitas penderita masih normal.1-5
Ketiga merupakan tahap simtomatis, pada gejala dan keluhan lebih spesifik
dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tapi tidak sampai 10% pada
selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada sudut mulut, dapat
juga ditemukan bakteri pada saluran napas bagian atas namun penderita dapat
melakukan aktivitas meskipun terganggu. Penderita lebih banyak berada di tempat
tidur meskipun kurang 12 jam per hari dalam bulan terakhir.3-5
Keempat merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini
penurunan berat badan lebih 10%, diare lebih dari satu bulan, panas yang tidak
diketahui sebabnya lebih dari 1 bulan, kandidiasis oral, oral harly leukoplakia,
tuberkolisis paru, dan pneunomia bakteri. Penderita berada di tempat tidur selama
lebih dari 12 jam per hari dalam bulan terakhir. Penderita diserbu berbagai macam
infeksi sekunder seperti tuberkolosis, sepsis, toksoplasmisis ensefalitis, diare akibat
21
22
Dengan atau penampilan/aktivitas fisik skala 3: lemah, berada di tempat tidur, <
50% per hari dalam bulan terakhir.5
Stadium klinis IV:
1. HIV wasting syndrome, sesuai yang ditetapkan CDC
2. PCP
3. Ensefalitis Toksoplasmosis
4. Diare karena Cryptosporidiosis, > 1 bulan
5. Cryptococcosis ekstrapulmoner
6. Infeksi virus Sitomegalo
7. Infeksi Herpes simpleks > 1 bulan
8. Berbagai infeksi jamur berat (histoplasma, coccidioidomycosis)
9. Kandidiasis esofagus, trachea atau bronkus
10. Mikobakteriosis atypical
11. Salmonelosis non tifoid disertai setikemia
12. TB, ekstrapulmoner
13. Limfoma maligna
14. Sarkoma Kaposi's
15. Ensefalopati HIV.5
Dengan atau penampilan/aktivitas fisik skala 4: sangat lemah, selalu berada di
tempat tidur > 50% per hari dalam bulan terakhir.5
Kategori Klinis A
Kategori Klinis B
Terdiri atas kondisi dengan gejala pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV
yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling kurang satu dari keadaan:
Angiomatosis
Kandidiasis, orofarengal
Kandidiasis, vulvovaginal
Displasia servikal
Demam 38,5 C atau diare lebih dari 1 bulan
Herpes zoster
ITP
Penyakit radang panggul
Nuropati perifer.4,5
Kategori Klinis C
Limfosit CD4
Kategori A
Kategori B
(asimtomatis, Infeksi
(Simtomatis)
akut)
> 500 sel/mm3
Al
3
200-499 sel/mm A2
< 200/mm3
A3
BI
B2
B3
Kategori C (AIDS)
Cl
C2
C3
berlandaskan
konsep
imunomutrien
perlu
diperhatikan
dalam
Dua jenis NRTI sebagai obat dasar seperti AZT Zidovudine ditambah lamivudine,
ditambah emtricitabine, tenofovir ditambah lamivudine, atau tenofovir ditambah
emtricitabine
Alternatif diperluas rejimen PPP - Dasar rejimen PPP ditambah salah satu dari
berikut:
o
Nelfinavir
Efavirenz.4
Penggunaan nevirapine selama PEP umumnya tidak dianjurkan karena resiko ruam
onset dini dan hepatotoksisitas berat.4
25
NRTI
Ini adalah nukleosida atau nukleotida (nukleotida transcriptase inhibitor reverse
[NtRTI]) analog dengan aktivitas antivirus. Mereka diindikasikan untuk pengobatan
infeksi HIV, dan mereka menunda perkembangan penyakit. Contohnya:2-7
-
Abacavir (ABC, Ziagen). Pasien dan orang tua harus berhati-hati tentang risiko
aktivitas antivirus.4
Lamivudine (3TC,
Epivir).
Dideoxynucleoside
analog
dengan
aktivitas
analog.4
AZT (ZDV, AZT, Retrovir). Analog timidin yang menghambat replikasi virus.
Contohnya Zidovudin. Mekanisme kerjanya: bentuk trifosfat zidovudin diperoleh
dengan bantuan enzim sel hospes. Bentuk ini sangat aktif sebagai inhibitor
kompetiitif reverse transcriptase dari HIV dan retrovirus lainnya. DNApolymerase sel manusia kurang sensitif terhadap bentuk zidovudin-trifosfat pada
konsentrasi rendah, jadi toksisitas terhadap sel hospes minimal. Inkorporasi
bentuk trifosfat ini akan menghentikan sintesis DNA.4,11
Zidovudin diserap lebih dari 50% pada pemberian oral. Kadar puncak dicapai
dalam 30-90 menit. Waktu paruh dieliminasi sekitar 1 jam. Zidovudin
dimetabolisir dengan cepat ke metabolit 5-glukoronide yang tidak memiliki
aktifitas antivirus. Ekskresi melalui ginjal.11
Efek sampingnya antara lain granulositopenia dan anemia dapat terjadi sampai
pada 45% jumlah penderita yang diobati dan biasanya timbul setelah 2-6 minggu
pengobatan. Oleh karena itu, semua pasien yang menerima zidovudin harus
diperiksa darah lengkap setiap 1-2 minggu. Sekitar 30% penderita membutuhkan
transfusi darah untuk mengatasi anemia. Efek samping lain diantaranya nyeri
kepala, mual, insomnia, dan mialgia.11
Diindikasikan untuk pengobatan infeksi HIV pada pasien dengan gejala infeksi
HIV yang mengalami pneumonia akibat Pneumocystis carinii, atau penderita HIV
dengan jumlah absolut limfosit tipe CD4 kurang dari 200/mm3.11
Semua obat yang mengganggu sumsum tulang atau fungsi ginjal akan dapat
meningkatkan toksisitas zidovudin, contoh: dapson, interferon, zat kemoterapi
26
kanker dan lainnya. Probenesid, asetaminofen, aspirin dan indometasin juga dapat
menambah toksisitas. 11
Obat ini tersesia dalam kapsul 100 mg untuk pemberian oral. Dosisnya 200 mg
tiap 4 jam terus-menerus. Dihentikan sementara bila ada anemia atau
-
pemutusan rantai.4
Tenofovir disoproxil fumarat (TDF, tenofovir). Agen antiretroviral digunakan
dalam pengobatan AIDS. Menghambat aktivitas HIV reverse transcriptase dengan
bersaing dengan deoxyadenosine substrat alami 5'-trifosfat dan, setelah
penggabungan
menjadi
DNA. Diberikan
sebagai
DNA,
dengan
prodrug
ester
menyebabkan
terminasi
rantai
bis-isopropoxycarbonyloxymethyl
Delavirdine
(DLV,
Rescriptor).
Potensi
non-nukleosida
HIV-1
reverse
27
dikonversi
menjadi
amprenavir
oleh
selular
fosfatase
in
replikasi
HIV. Diindikasikan untuk ART HIV-1 infeksi pada orang dewasa dengan bukti
replikasi virus dan pengobatan yang sangat berpengalaman atau yang memiliki
strain resisten terhadap beberapa PI.Harus dipakai bersamaan dengan ritonavir
200 mg untuk mencapai tingkat terapeutik. Gunakan saja tanpa ritonavir
meningkatkan tingkat efektif. Hasil pengujian genotipik atau fenotipik dan / atau
28
sejarah pengobatan harus panduan penggunaan. Tersedia sebagai topi 250 mg atau
sebagai solusi PO 100 mg / mL.4
Gambar 5 Siklus hidup HIV dan target kerja ARV.5
Enfuvirtide (T-20, Fuzeon). Pertama agen di kelas baru obat anti-HIV yang
dikenal sebagai inhibitor fusi.Blok masuknya HIV ke dalam sel kekebalan tubuh
manusia dengan menghambat gp41 protein, mengganggu penataan kembali
struktur virus menyatu dengan sel kekebalan tubuh yang sehat dan mencegah
replikasi HIV. Dalam uji klinis, imunologi perbaikan dua kali lebih mungkin
untuk mencapai tidak terdeteksi HIV-1 kadar plasma (<40 kopi / mL) ketika
untuk mencegah ataupun mengobati infeksi sekunder yang akan atau telah terjadi
pada pasien. Pemilihannya disesuaikan dengan infeksi sekunder yang diderita pasien.
Diperlukan pula pemantauan kondisi umum dan saranan asupan gizi yang
imunonutrien, yang dapat meningkatkan atau menjaga kondisi imun dari pasien.2-7
29
II.
Non medikamentosa
Yang dapat dilakukan adalah antara lain:
- Menjaga asupan makanan yang sehat sehingga dapat mendukung usaha
-
peningkatan imun.
Rajin melakukan pemantauan kesehatan untuk mencegah dan melakukan
penanganan dini apabila hendak terjadi suatu infeksi yang dapat memperburuk
keadaan.
Menjaga dan meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien
Tidak melakukan hubungan seksual untuk menghindari adanya penyebaran
Menjaga kerbersihan alat-alat rumah tangga dan alat-alat yang digunakan
penderita
Berkonsultasi dengan pihak medis apabila penderita berada dalam kondisi khusus
H. Komplikasi
Komplikasi infeksi oportunistik
Infeksi sekunder yang sering menyertai karena menurunnya sistem imun penderita
adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii, tuberkolosis, sepsis,
toksoplasmisis ensefalitis, diare akibat kriptospororiasis, infeksi virus herpes,
kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea, serta infeksi jamur lain misalnya
histoplasmosis, koksidiodimikosis. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis
kanker kelenjar getah bening dan kanker sarkoma Kaposis.1-7
- Pneumonia Pneumocytis carinii
PCP (Pneumocytis carinnii pneumonia) merupakan penyakit khas AIDS yang
utama di negara-negara barat. Resiko terjadinya infeksi ini meningkat pada saat
hitung CD4 menurun dibawah 200; profilaksis primer yang efektif adalah dengan
kotrimoksasol (septrin). PCP biasanya terjadi dengan batuk non-produktif, demam,
dan dispnea. Sering terjadi gejala subakut, dengan jangka waktu rata-rata 3-4
minggu. Pemeriksaan fisis sering tidak menunjukkan hal yang khas, dan umumnya
terjadi demam dan takipnea. Analisis gas darah sering memberikan gambaran
hipoksemia sedang. Foto toraks menunjukkan gambaran abnormal pada 95%
kasus, gambaran klasik berupa bayangan inter-stitium perihilus yang halus,
walaupun spektrum abnormalitasnya luas. Temuan kista pada induksi sputum atau
pembilasan/lavase bronkoalveolar (cairan BAL) dapat menegakkan diagnosis.
Terapinya adalah dengan kotrimoksazol dosis tinggi. Penambahan steroid dapat
memperbaiki prognosis pada penyakit yang berat.1,2,7
30
Infeksi sitomegalovirus
CMV merupakan penyakit tahap lanjut (saat CD4 < 50). Masalah utamanya adalah
retinitis progresif (85%); infeksi saluran pencernaan, sistem saraf, dan paru dapat
juga terjadi. Pada tahap awal penyakit ini asimtomatik; skrining oftalmologis
regulr sangat berguna pada HIV tahap lanjut. Penyakit ini didiagnosis secara
klinis; terdapat lesi retina berawan dan berwarna putih dengan perdarahan
perivaskulr dan eksudat. Terapinya adalah dengan obat antivirus spesifik dan
terapi HIV. Terapi jangka panjang dibutuhkan dan sering terjadi relaps.1,2,7
Toksoplasmosis
Ini adalah infeksi protozoa, yang sering menyebabkan ensefalitis (80%) pada HIV
tahap lanjut (CD4 < 100). Pasien mengalami demam, nyeri kepala, confusion,
kejang, dan tanda neurologis fokal. MRI lebih sensitif daripada CT dalam
menunjukkan lesi ring enhancing multipel yang dapat memperkuat diagnosis lesi
tersebut biasanya terletak di ganglia basalis atau sambungan kortikomedular.
Toksoplasmosis jarang ditemukan pada pasien tanpa bukti serologis paparan
sebelumnya. Terapi adalah dengan pirimetamin dan sulfadiazin; respons klinis
31
Komplikasi sistemik
Disritmia, kelainan hemodinamik, dan kardiomiopati berkembang di sekitar 20%
dan 5% dari orang yang terinfeksi HIV dengan AIDS dan mereka yang tidak AIDS,
masing-masing. gagal jantung kongestif merupakan manifestasi akhir dari infeksi
HIV. Anak-anak harus diperlakukan gejala dengan restriksi cairan, diuretik,
digitalisasi, dan penghambat angiotensin converting-enzyme (ACEI). Perubahan
progresif dalam struktur jantung yang berkorelasi dengan perkembangan penyakit.4
Diare kronis berkembang di sekitar 15% anak dengan infeksi HIV. agen Infeksi
dapat menyebabkan diare. Cryptosporidium spesies tidak jarang menyebabkan diare
pada anak-anak dengan jumlah CD4 rendah.Pemeriksaan feses dan budaya untuk
bakteri, jamur, virus, parasit, dan-cepat organisme asam harus dilakukan setiap hari
selama setidaknya 3 hari, dengan instruksi khusus untuk mendeteksi Cryptosporidium,
Isospora, dan organisme microsporidia harus. Clostridium difficile antigen diminta jika
pasien terakhir pernah atau sedang menggunakan antibiotik.Malabsorpsi asam
empedu, tetapi tidak dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, menunjukkan
adanya kontribusi diare kronis HIV. Cholestyramine 4-8 g diberikan 3 kali sehari
secara substansial dapat memperlambat diare pada beberapa pasien.4
Pankreatitis dapat berkembang dari obat-obatan, infeksi lain, atau infeksi HIV itu
sendiri. Amilase dan kadar lipase harus dimonitor pada pasien berisiko untuk
pankreatitis.4
Nyeri perut dengan diare terkait, hepatosplenomegali, limfadenopati usus,
demam, atau anemia adalah umum pada infeksi MAC disebarluaskan.4
Pada orang dewasa, wasting syndrome adalah umum dengan penyakit lanjut.
Walaupun anak-anak yang lebih tua dengan penyakit lanjut mungkin mengalami
wasting syndrome, anak-anak yang lebih muda memiliki kegagalan pertumbuhan
bahkan tanpa penyakit lanjut. Didiagnosis infeksi HIV dapat hadir pada pasien dengan
diagnosis gagal tumbuh.4
Walaupun HIV menginfeksi sel-sel induk hematopoietik, pengarunya begitu
kecil. Gangguan hematopoietik diyakini terjadi sebagai akibat dari perubahan
lingkungan mikro sumsum dan kekurangan dalam faktor pertumbuhan lokal dan
sistemik. Dalam kondisi khas, stroma sumsum mempromosikan batang proliferasi sel
dan diferensiasi dengan menghasilkan G-CSF dan interleukin (IL)-3. Stroma terinfeksi
HIV menghasilkan kurang G-CSF dan IL-3 dari biasanya dan menghasilkan tumor
necrosis factor yang berlebihan (TNF)- dan IFN-. Disregulasi sitokin ini
menghentikan produksi sangat dibutuhkan sel hematopoietik.4
32
Penutup
33
A. Rangkuman
AIDS adalah kumpulan gejala menurunnya sistem imun dikarenakan infeksi virus
HIV. AIDS pada stadium awal tidak memiliki gejala khusus sehingga butuh
pemeriksaan pendukung untuk mengetahui infeksinya diperlukan pemeriksaan
serologi dan pemeriksaan laboratorium lainnya. Virus ini dapat mengenai siapa saja,
dan penyebarannya saat ini mencapai seluruh dunia melalui hubungan seks, jalan lahir
dan darah penderita yang masuk dalam tubuh seseorang. Untuk mengobati penyakit
ini belum ada obat pasti untuk menyembuhkannya namu dapay diberi ART untuk
menghambat replikasi virus. Prognosisnya akan makin baik bila penanganan
diberikan pada stadium awal penyakit dan ketepatan diagnosis sangat penting.
B. Kesimpulan
Infeksi HIV dapat menyebabkan demam dengan penyebab tidak jelas, pembesaran
kelenjar getah bening, dan hasil tes serologi positif anti-AIDS, terutama didukung
dangan faktor resiko tinggi seperti memiliki banyak partner seksual.
Daftar pustaka
1. Radji M. Imunologi dan virologi. Jakarta: ISFI;2010.
2. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta:Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. The Medscape Journal of Medicine. Awal pengakuan dan pengujian cepat HIV pada
pengobatan darurat. 4 Februari 2011. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 25
April 2011.
4. The Medscape Journal of Medicine. Infeksi HIV. 19 Januari 2011. Diunduh dari
medscape.com, 25 April 2011..
5. Nasronudin. HIV&AIDS. Surabaya: Airlangga University Press;2007.
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga Medikal Series;2005.
7. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, melnick, dan adelberg mikrobiologi
kedokteran. Edisi 23. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;2007.
8. The Medscape Journal of Medicine. Limfadenopati. 4 Maret 2010. Diunduh dari
medscape.com, 25 April 2011.
9. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: Percetakan Sinar Surya Megahperkasa;2009.
10. Yayasan Spiritia. Hitung darah lengkap pada penderita AIDS. 1 Januari 2011.
Diunduh dari spiritia.or.id, 25 April 2011.
34
35