Anda di halaman 1dari 35

Acquired Immuno Deficiency Syndrome

(AIDS)
Titin Agustin Kapitan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Email: mymail_titin@yahoo.com

Pendahuluan
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sindrom yang disebabkan
menurunnya sistem kekebalan tubuh sehingga penderita penderita sangat peka dan mudah
terserang oleh mikroorganisme oportunistik dan penyakit neoplasia.1
Penderita AIDS saat ini jauh meningkat dibanding dengan pada tahun 1987 di
Indonesia. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular seksual yang cukup serius
akibatnya karena dapat mengakibatkan kematian karena penderitanya akan mengalami
penurunan daya tahan dan biasannya meninggal karena infeksi sekunder yang mudah
menyerang karena imun yang lemah. Terus meningkatnya jumlah penderita dan sebaran
yang dapat makin meluas dengan gejala awal tidak khas membuat penyakit ini menjadi
lebih ditakuti apalagi sampai saat ini belum ada obat yang dengan pasti dapat
menyembuhkan penyakit karena infeksi virus HIV (Human Immonodeficiency Virus).2

Pembahasan
A. Anamnesa dan pemeriksaan
1. Anamnesa
Menanyakan identitas dan data umum seperti nama, usia, pekerjaan, agama,
suku
Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi lingkungan
Menanyakan adanya keluhan utama dan penyerta
Menanyakan apakah ada nyeri otot, sakit kepala, demam, telah berapa lama
dialami dan apakah ada kondisi atau hal yang mungkin dirasa menimbulkannya.
1

Menanyakan adanya keluhan seperti kelelahan, malam hari berkeringat, luka


pada mulut, nyeri telan, diare, bercak dimulut atau ada bagian kulit yang
dikeluhkan gatal atau adanya lesi kulit, atau keluhan lainnya pada organ lain
seperti kelamin. Lalu tanyakan frekuensi terjadinya keluhan, lamanya, apakah
yang pertama kali atau tidak.
Jika semua hal di atas menunjukan adanya arah pemikiran pada penyakit
menular seksual maka perlu ditanyakan lebih lanjut mengenai kehidupan
seksual dari pasien, tanpa menyinggung perasaan pasien
Menanyakan apakah pasien telah melakukan pemeriksaan sebelumnya atau
pengobatan sebelumnya, apa yang dilakukan untuk mengatasi keluahannya
sebelum ke dokter
Menanyakan riwayat penyakit keluarga dan penyakit terdahulu.3
2. Pemerisaan fisik
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah,
frekuensi napas, suhu, dan nadi serta mengamati keadaan umum.
Memeriksa ada tidaknya gejala seperti pemebesaran kelenjar getah bening
Memeriksa keadaan kulit apakah terdapat infeksi pada kulit seperti jamur
dengan melihat gejala klinis atau menggunakan alat bantu seperi Woods light
Memeriksa apakah ada kelainan lainnya seperti infeksi bakteri pada mulut, atau
saluran pernapasan, terutama kelamin.3
Singkatnya pemeriksaan fisik untuk pasien dengan dugaan AIDS dari anamnesis
dapat meliputi:
Suhu.
Demam umum pada orang yang terinfeksi HIV, bahkan bila tidakada gejala lain.
Demam kadang-kadang bisa menjadi tanda dari jenis penyakit infeksi
tertentu atau kanker yang lebih umum pada orang yang mempunyai sistem kekebalan
tubuh lemah. Normal suhu mulut manusia mendekati 37C atau berkisar 36,5C sampai
37,5C.1,2,3,4,5,6

Berat.
Pemeriksaan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan. Kehilangan 10% atau lebih
dari berat badan Anda mungkin akibat dari sindrom wasting(penurunan
berat badan), yang merupakan salah satu tanda-tanda AIDS, d a n yang paling
2

parah Tahap terakhir infeksi HIV. Diperlukan bantuan tambahan gizi yang cukup jika telah
kehilangan berat badan. 1,2,3,4,5,6
Mata.
Cytomegalovirus (CMV) retinitis adalah komplikasi umum AIDS. Hal ini terjadi lebih sering
pada orang yang memiliki CD4 jumlah kurang dari100 sel per mikroliter (MCL).
Termasuk gejala floaters, penglihatan kabur,atau kehilangan penglihatan. Jika
terdapat gejala retinitis CMV,diharuskan memeriksakan diri ke dokter mata sesegera
mungkin. Disarankan kunjungan dokter mata setiap 3 sampai 6bulan jika jumlah CD4
kurang dari 100 sel per mikroliter (MCL).3,4,7
Mulut
Infeksi jamur mulut dan luka mulut lainnya sangat umum pada orang
yang terinfeksi HIV.

1-6

Kelenjar getah bening.


Pembesaran

kelenjar

getah

bening

(limfadenopati)

tidak

selalu

disebabkan oleh HIV. Pada pemeriksaan kelenjar getah bening yang


semakin membesar atau jika ditemukan ukuran yang berbeda . 1-8
Perut.
Pemeriksaan abdomen mungkin menunjukkan hati yang membesar (hepatomegali) atau
pembesaran limpa (splenomegali). Kondisi ini dapatdisebabkan oleh infeksi baru
atau mungkin menunjukkan kanker.4,6,8
Kulit.
Kulit merupakan masalah yang umum untuk penderita HIV. Pemeriksaan yang
teratur dapat mengungkapkan kondisi yang dapat diobati mulai tingkat
keparahan dari dermatitis seboroik dapat juga sarkoma Kaposi. 1-8
3. Pemeriksaan penunjuang
Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk menetukan adanya infeksi HIV.
Salah satu cara penentuan serologi HIV yang dianjurkan adalah ELISA,
mempunyai sensitifitas 93-98% dengan spesifitas 98-99%. Pemeriksaan serologi
3

HIV sebaikanya dilakukan dengan 3 metoda berbeda. Dapat dilanjutkan dengan


pemeriksaan yang lebih spesifik Western blot.1-7
Untuk mendeteksi seorang terinfeksi HIV, dapat dilakukan tes langsung pada virus
HIV atau secara tidak langsung dengan cara penentuan antibodi. Bila individu
didapatkan adanya antibodi terhadap HIV berarti pernah atau sedang terpapar
HIV.5
a. Pemeriksaan hamatologi
Hitung darah lengkap, sering dilakukan namun tidak spesifik untuk
mengidentifikasi suatu penyakit. Berikut beberapa keadaan pada darah yang
dapat disebabkan infeksi HIV sehingga pemeriksaan darah lengkap dapat
memiliki makna dalam membantu diagnosis.6
o Jumlah limfosit yang rendah: pertimbangkan HIV namun sering juga
terjadi pada infeksi akut yang lain. Jumlah limfosit umumnya 20-40%
leukosit. Jumlah normal leukosit adalah sekitar 5.000-10.000/L.6,9
o Trombositopenia umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV dan
dapat diamati pada 10% pasien di diagnosis awal. Jika trombosit kita
kurang, kita mudah mengalami perdarahan atau memar. Orang terinfeksi
HIV kadang trombositnya rendah (disebut trombositopenia). ARV dapat
mengatasi keadaan ini.10
o Neutrofil. Biasa jumlahnya 55-70% jumlah leukosit. Jika neutrofil kita
rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah terkena infeksi bakteri.
Penyakit HIV lanjut dapat menyebabkan neutropenia. Begitu juga,
beberapa jenis obat yang dipakai oleh ODHA.9,10
Hitung jumlah limfosit CD4
Tanda jumlah limfosit CD4 adalah tanda pengganti untuk perkembangan
penyakit dan harus dipantau dengan teliti. Jumlah CD4 harus diperoleh
sebelum terapi. Jumlah limfosit T-CD4 normal berkisar 600-1200/mm3, dan
pada infeksi HIV akan terus menurun.3-5,10
Laju endap darah (LED)
Dalam keadaan normal, LED manusia relatif lambat yaitu 0-10 mm/jam pada
pria dan 0-15 mm/jam pada wanita. Pada usia lanjut LED akan lebih tinggi
dari usia muda . LED kurang lebih sama dengan orang dewasa. Dan LED
umumnya meningkat pada sebagian besar infeksi, tetapi tidak didapatkan
penbedaan antara perbedaan infeksi dan inflamasi.9
b. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan penapisan terhadap antibodi HIV, bila didapatkan hasil
positif dilakukan pemeriksaan ulang dengan menggunakan tes yang memiliki
4

prinsip dasar yang berbeda dan atau menggunakan preparasi antigen berbeda
dari tes yang pertama. Biasanya digunakan enzym-linked immunosorbent
assay (ELISA/EIA). Apabila saran yang cukup dapat dilakukan tes konfirmasi
dengan Western blot (WB), indirect immunofluorescence assay (IFA), atau
dengan radio-immunoprecipitation assay (RIFA). Hasil pemeriksaan bisa
reaktif atau nonreaktif. Maka hasil pemeriksaan antibodi nonreaktif atau
negatif antara lain: memang tidak terinfeksi HIV, berada dalam masa jendela,
atau individu yang baru saja terinfeksi dan kadar antibodi belum meningkat,
stadium AIDS sangat berlanjut sehingga respon imun sangat lemah atau tidak
mampu memberikan respon pembentukan antibodi.1-7
ELISA merupakan tes pertama dari tes HIV. Tes ini medeteksi adanya
antibodi HIV dalam darah. Jika tes ini negatif maka orang tersebut tidak
terinfeksi HIV. Jika tes positif maka harus dilakukan tes Western blot untuk
mengkonfirmasi, tes ini mendeteksi pita protein spesifik yang terdapat dalam
individu yang terinfeksi HIV.1-7
Tes serologi standar terdiri atas EIA dan diikuti konfirmasi WB. Melalui
WB dapat ditentukan antibodi terhadap komponen protein HIV yang meliputi
inti (p17, p24, p55), polimerase (p31, p51, p66) dan selubung (envelope) HIV
(gp41, gp120, gp160). Bila memungkinkan pemeriksaan selalu dilakukan
karena tes penapisan melalui EIA terdapat potensi false positive 2%.
Interpretasi WB sebagai berikut:
- Negatif: tidak ada pembentukan pita
- Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24
- Indeterminate: terdapat berbagai pita tapi tidak memenuhi kriteria hasil
positif.5
Akurasi

pemeriksaan

serologi

standar

(EIA

dan

WB

atau

immunofluorescence assay) sensitifitas dan spesifisitasnya mencapai >98%.1,5


Hasil negatif palsu
Negatif palsu dapat terjadi pada beberapa keadaan. Potensi terjadinya hasil
negatif palsu 0,3% para populasi prevalensi tinggi, dan <0,001% pada populasi
prevalensi rendah.5
Penyebab negatif palsu

Masa jendela (window period): melalui pemeriksaan terkini, hasil positif


dari paparan pertama HIV hingga EIA positif rerata 10-14 hari.

Serokontroversi umumnya terjadi 3 minggu-3 bulan.


Seroreversi: jarang terjadi seroversi pada stadium akhir penyakit.
Seroreversi juga dilaporkan pada pasien yang mengalami rekonstitusi imun

berkepanjangan akibat HAART.


Atypical host response
Agammaglobulenimia
Strain tipe N atau O atau HIV-2.5

Hasil positif palsu dari pemeriksaan serologi melalui cara EIA maupun WB
adalah 0,0004% hingga 0,0007%. Beberapa informasi penting sehubungan
dengan positif palsu adalah:
-

Tidak ada faktor resiko tinggi


Beban virus yang tidak terdeteksi (undetecteble)
CD4 normal. 5
Dalam menghadapi kasus dengan positif palsu sebaikanya dilakukan
pengulangan pemeriksaan tes serologi.1,5

Penyebab hasil positif palsu


-

Autoantibodi. Keadaan ini dapat pada penderita SLE dan gagal ginjal

terminal
Vaksin HIV
Factitious HIV infection. Dalam menghadapi keadaan ini perlu dilakukan
pemeriksaan ulang tes konfirmasi anonymous melalui pemeriksaan serologi

dan beban virus.


Technical atau clerical error.5

Beberapa penyebab meningkatnya beban virus


-

Penyakit berlangsung progresif


Kegagalan terapi ARV disebabkan oleh potensi obat tidak adekuat, dosis

obat kurang tepat, nonadherence dan resisten


Terdapat infeksi aktif. Pada infeksi sekunder TB akif, beban virus dapat
meningkat 5-160 kali. Bila terdapat infeksi sekunder pneunomia
pneumokistik karinii beban virus dapat meningkat 3-5 kali lipat.
6

Imunisasi. Misalnya imunisasi influenza, pneumovax. Biasanya beban virus


meningkat bertahap sekitar 2-4 minggu.5
Untuk infeksi dini adanya HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan teknik

polimerase chain reaction (PCR). Teknik ini dilakukan bila tes serologi
beberapa kali, beberapa metode tidak konklusif. Maka direkomendasikan suatu
pemeriksaan untuk memastikan individu berada dalam periode jendela
(window period), ingin segera mengetahui hasil infeksi HIV pada bayi yang
lahir dari ibu yang terinfeksi HIV, untuk kepentingan riset. 1,5,7
PCR dilakukan untuk mendeteksi fragmen DNA dan RNA viral yang
spesifik pada orang terinfeksi HIV. Setelah infeksi HIV terjadi, RNA dan DNA
virus HIV bersirkulasi di dalam darah. Adanya potongan DNA dan RNA virus
mengindikasi adanya infeksi virus. Berbagai metode PCR dapat meliputi
DNA-PCR, RNA-PCR, DNA assay, dan p24 antigen capture.5,7
Bila anamnesis didapatkan faktor resiko mendukung, pemeriksaan fisik
didapatkan gejala dan tanda infeksi, pemeriksaan laboratorium menunjukan
seropositif HIV, dengan atau pemeriksaan Wester blot, langkah diagnosis
berikutnya adalah melakukan pemeriksaan untuk menentukan status imun
(limfosit total, CD4) , beban virus (viral load), evaluasi terhadap infeksi
sekunder dan atau malignansi sehingga dapat ditetapkan stadium penyakit,
prognosis serta strategi penatalaksanaan.3-7
B. Diagnosis
1. Working diagnosis
Berdasarkan anamnesis dan hasil uji serologi anti HIV yang positif didukung hasil
uji darah lengkap, dan pemeriksaan fisik maka diagnosis sementara yang ditarik
adalah pasien menderita penyakit AIDS.
2. Differantial diagnosis
a.LGV (Limfogranuloma venerium) adalah penyakit yang disebabkan Chlamydia
trachomatis dengan bentuk tersering adalah inguinal. Sindrom ini berupa
limfadenitis dsan peridenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal medial
dengan kelima tanda radang akut disertai gejala konstitusi, kemudian akan
mengalami perlunakan tidak serentak. Ditularkan melalui kontak seksual dan
memiliki masa tunas 1-4 minggu.2

Gejala yang dimilikinya antara lain gejala kontitusi seperti nyeri kepala, malese,
demam, anoreksia dan nausea. Gambaran klinisnya pun terdiri dari beberapa
sindrom dengan karakteristis masing-masing. Pada sindrom inguinal yang
terserang adalah kelenjar getah bening inguinal medial dengan tanda-tanda
inflamasi atau tanda radang akut seperti edema atau tumor dan dolor. Namun
kemudian akan terjadi perlunakan dan membentuk bermacam bentuk seperti
abses dan fistule yang multipel. Pada stadium berikutnya yaitu genital kelenjar
getah bening yang tadi dapat terjadi edema dan elefantiasis dan terbentuk fistelfistel dan ulkus-ulkus. Pada stadium anorektal juga mirip dimana terjadi
limfadenitis dan terjadi perlunakan kelenjar getah bening setempat. Kelainan
lain yang biasanya menyertai adalah hepatosplenomegali dan uretritis. Pada
hasil

pemeriksaan

biasanya

leukositnya

normal

dan

LED

meninggi

menunjukkan keaktifan penyakit.2


b. Sifilis
Penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum yang termasuk ordo
Spirochaetales. Familia Spirochaetaceae dan genus Treponema, sangat kronik
dan bersifat sistemik. Sifilis sendiri merupakan salah satu penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Sifilis memiliki gejala klinik yang terbagi
atas sifilis dini yang menular terbagi atas sifilis primer (S I), sifilis sekunder (S
II), rekuren dan laten dini. Serta stadium lanjut tidak menular terdiri atas laten
lanjut dan stadium III. Tiap stadium memiliki karakteristik masing-masing.
Namun yang memiliki gejala yang mirip dengan AIDS adalah pada sifilis
primer (S I) terjadi pembesaran kelenjar getah bening di regio inguinalis
medialis dan disertai adanya ulkus durum. Pada sifilis sekunder (S II) yang
timbul 6-8 minggu setelah yang primer gejala umumnya adalah anoreksia,
penurunan berat badan, malese, nyeri kepala, demam tidak tinggi, dan artralgia.
Namun penyakit ini sering disertai dengan kelainan kulit antara lain berupa
roseola, papul dan pustul atau bentuk yang lain. Untuk mengetahui pasti
penyakit ini biasanya dilakukan tes penunjang seperti VDRL(Venereal Disease
Research Laboratories) dan TPHA (Treponema pallidum Haemaglutination
Assay).1,2,7
c.Limfadenopati yang bukan merupakan infeksi HIV
Merupakan pembesaran kelenjar getah bening. Yang apabila pembesaran ini
disertai gejala inflamasi lainya maka disebut limfadenistis. Penyebabnya
8

bermacam-macam. Limfadenopati adalah salah satu gejala umum infeksi primer


HIV. Infeksi primer atau akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang
beberapa hari atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam
dan sakit kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap flu. Walaupun
limfadenopati sering disebabkan HIV sendiri, penyakit ini dapat gejala infeksi
lain, termasuk TB di luar paru, sifilis, histoplasmosis, virus sitomegalia,
sarkoma Kaposi, limfoma dan kelainan kulit.4,8
Biasanya disertai dengan gejala seperti demam, nyeri tenggorok dan batuk
mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran pernapasan bagian atas. Demam,
keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi
tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah
dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau
penyakit serum (serum sickness-ditambah riwayat obat-obatan atau produk
darah). Evaluasi laboratorium limfadenopati harus diarahkan oleh sejarah dan
pemeriksaan fisik dan didasarkan pada ukuran dan karakteristik lain dari node
dan penilaian klinis keseluruhan pasien. Contohnya dilakukan CBC (Complete
Blood Count), termasuk evaluasi yang cermat terhadap apusan darah tepi, lalu
Evaluasi fungsi hati dan ginjal dan analisis urin berguna untuk mengidentifikasi
kelainan sistemik yang mendasari yang mungkin terkait dengan limfadenopati
dan tes bagi mikroorganisme tertentu dapat diindikasikan termasuk virus
Epstein-Barr, cytomegalovirus (CMV), henselae B, spesies Toxoplasma.4,8
C. Etiologi
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) disebabkan oleh infeksi virus
HIV (Human Immonodeficiency Virus). LAV (Lymdenopathy Assosieted Virus) atau
nama awal virus HIV ditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983 di Perancis,
sedangkan HTLV-III ditemukan oleh Gallo di Amerika Serikat pada tahun berikutnya.
Virus yang sama ini ternyata banyak ditemukan di Afrika Tengah. Sebuah penelitian
pada 200 monyet hijau Afrika, 70% di dalam darahnya mengandung virus tersebut
tanpa menimbulkan penyakit. Nama lain virus ini adalah HIV. HIV terdiri atas HIV-1
dan HIV-2, terbanyak karena HIV-1. Biasanya waktu yang dibutuhkan HIV-2
menimbulkan gejala AIDS klinik lebih lama dari HIV-1. Penyebaran HIV-2 terbatas di
wilayah Afrika Barat. Partikel HIV terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein
yang dilindungi envelop lipid asal sel hospes.1-7
9

Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa HIV memiliki


banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua prortein utama envelope virus,
gp120 di luar dan gp41 terletak di transmembran. gp120 memiliki afinitas tinggi
terutama region V3 terhadap reseptor CD4 sehingga bertanggung jawab pada awal
interaksi dengan sel target. Dan gp41 berperan dalam proses internalisasi atau
adsorbsi.5
HIV adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili
Lentivirinae, genus Lentivirus. Termasuk dalam kelompok virus RNA dengan berat
molekul 9,7 kb (kilobases). Dari perangkat untaian RNA HIV, tiap untaian memiliki 9
genes (gag, pol, vif, vrp, env, rev, tat, nef) dan 3 di antaranya gag, pol, dan env
dibutuhkan untuk replikasi virus. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri
atas sekitar 2000 kopi p24 protein virus. Dikelilingi oleh kapsid selubung virus
(envelope) yang terdiri atas glycoprotein 120 dan 41. Struktur gp120 sendiri terdiri atas
bagian yang tidak stabil yang menentukan antigenitas disebut (V) dan yang stabil
disebut (C). Fungsi selubung ditentukan oleh regio V terutama V3, sehingga
menungkinkan berinteraksi dengan reseptor dan ko-reseptor di permukaan sel target
atau host. 5,7
Gambar 1 Struktur HIV.5

D. Epidemiologi dan faktor resiko


Transmisi HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu: 1) secara
vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak (selama mengandung, persalinan,
menyusui); 2) secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual); 3) secara
horizontal yaitu kontak antardarah atau produk darah yang terinfeksi (asas sterilisasi
kurang diperhatikan terutama pada pemakaian jarum suntik bersama-sama secara
bergantian, tato, tindik, transfusi darah, transplantasi organ, tindakan hemodialisis,
perawatan gigi). HIV dapat diisolasi dari darah, semen, cairan semen, cairan serviks,
10

cairan vagina, ASI, air liur, serum, urine, air mata, cairan alveoler, cairan
serebrospinal. Sejauh ini transmisi secara efisien terjadi melalui darah, cairan semen,
cairan vagina dan serviks, ASI.1-7
Studi kohort yang dilakukan Lifson pada pria homoseksual dan biseksual di
California yang seropositif HIV sebelum Januari 1981, ternyata 52% di antaranya
mengidap AIDS pada tahun 1989. Diperkirakan 54% individu dengan seropositif HIV
akan menjadi AIDS dalam 8-10 tahun kemudian. Di Indonesia waktu yang diperlukan
menjadi AIDS dapat lebih singkat karena penderita hidup dalam lingkungan dengan
kejadian berbagai infeksi. Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi
HIV di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan semen, cairan
vagina, cairan serviks. Virus akan terkonsentrasi dalam cairan semen, terutama bila
terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam cairan, seperti dalam keadaan peradangan
genitalia misalnya uretritis, epididimitis, dan kelainan lain yang berkaitan dengan
penyakit menular seksual. Virus juga dapat ditemukan pada usapan serviks dan cairan
vagina. Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah
karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis dan mudah robek, anus
sering terjadi lesi. Pada kontak seks pervaginal, kemungkinan transmisi HIV dari lakilaki ke perempuan diperkirakan sekitar 20 kali lebih besar daripada perempuan ke
laki-laki. Hal ini disebabkan oleh paparan HIV secara kepanjangan pada mukosa
vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi. Penderita infeksi
HIV & AIDS yang menjalani perawatan UPIPI mayoritas adalah laki-laki.1-6
HIV dapat ditransmisikan melalui darah dan produk darah. Terutama pada
individu pengguna narkotika intravena dengan pemakaian jarum suntik secara bersama
dalam satu kelompok tanpa mengindahkan asas sterilisasi. Dapat juga pada individu
yang menerima transfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan
HIV. Namun pada saat ini hal tersebut jarang terjadi dengan semakin meningkatnya
perhatian dan semakin baiknya tes penapisan terhadap darah yang akan ditransfusikan.
Diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi darah yang
tercemar HIV akan mengalami infeksi. Transfusi darah lengkap (whole blood), sel
darah merah (packed red blood cell), trombosit, leukosit, dan plasma semuanya
berpotensi menularkan HIV. Imunogamaglobulin, globulin imun dari hepatitis B,
vaksin hepatitis B yang berasal dari plasma, dan globulin imun Rho (O) belum pernah
dilaporkan dapat menularkan HIV. Hal ini karena ketaknya pemrosesan yaitu telah
11

dilakukan proses sterilisasi dari paparan HIV. Suatu penelitian di Amerika Serikat
melaporkan resiko infeksi HIV-1 melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi
HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000. Pada proses bayi tabung dan
transplantasi organ dilalporkan beberapa kasus penularan HIV melalui semen yang
digunakan dalam inseminasi buatan dan jaringan yang digunakan pada transplantasi
organ sehingga sekarang setiap donor harus diperiksa akan kemungkinan infeksi HIV
sebelum transplantasi.1-7
Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada
janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan melalui
pemberian air susu ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan sekitar 5-10%,
sewaktu persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-20%. Namun diperkirakan
penularan ibu kepada janin atau bayi terutama terjadi pada masa perinatal. Hal ini
didasarkan saat identifikasi infeksi oleh teknik kultur atau Polumerase Chain Reaction
(PCR) pada bayi setelah lahir (negatif saat lahir dan positif beberapa bulan kemudian).
Virus dapat ditemukan dalam ASI sehingga ASI merupakan perantara penularan HIV
dari ibu kepada bayi pascanatal. Bila mungkin pemberian ASI oleh ibu yang terinfeksi
sebaiknya dihindari.1-7
Walaupun HIV pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang
terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu bekerja
sebagai petugas kesehatan. Selain itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor
terhadap aktifitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain
misalnya air mata, keringat, dan urine dapat merupakan media transmisi HIV. Namun,
cairan tubuh tersebut tetap harus diperlakukan sesuai tindakan pencegahan melalui
kewaspadaan universal.5
Setelah kasus dini yang ditemukan oleh Gottieb dkk pada musim semi tahun
1981, dan waktu itu penderita AIDS di negeri barat umumnya ditemukan pada
golongan masyarakat tertentu. Pada waktu ini keadaan banyak berubah, kasus-kasus
HIV dan AIDS sudah sangat meningkat. Hal ini disebabkan oleh cara deteksi yang
makin canggih termasuk diagnosa laboratorik yang lebih mudah dilakukan, yang
terpenting ada kesadaran penderita dan para pelayanan kesehatan.2

12

Di Indonesia jumlah kasus AIDS /HIV dan juga AIDS/HIV seropositif pada
pengguna IDU, sampai Juni 2010 dari jumlah kumulatif menurut jenis kelamin, faktor
resiko dan golongan umur dapat dilihat pada tabel ini.2
Tabel 1 Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut jenis kelamin.2

Tabel 2 Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut faktor resiko.2

Tabel 3 Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut golongan umur.2

Tabel 4 Jumlah kasus baru AIDS/HIV berdasarkan tahun pelaporan.2

13

Secara internasional data menunjukan hampir 40 juta orang terinfeksi HIV di


seluruh dunia, dan 90% dari mereka yang di negara-negara berkembang. HIV telah
menginfeksi 4,4 juta anak-anak dan telah mengakibatkan kematian 3,2 juta. Setiap
hari, 1800 anak-anak-bayi baru lahir sebagian besar-terinfeksi HIV. Sekitar 7% dari
populasi di sub-Sahara Afrika yang terinfeksi HIV, orang-orang ini mewakili 64% dari
penduduk dunia terinfeksi HIV. Selain itu, 76% dari semua perempuan yang terinfeksi
HIV hidup di wilayah ini.4
Prevalensi HIV tingkat antara ibu hamil di Amerika Selatan adalah 0,3-5%, di
sub-Sahara Afrika, kisaran 13-45%. Di Eropa, prevalensi HIV terbesar di negara barat,
Perancis, Spanyol, dan Italia memiliki insiden tertinggi. Wanita hamil di wilayah
perkotaan negara-negara ini memiliki tingkat seroprevalensi setinggi 1%.Meskipun
demikian, wabah di Eropa Timur dan di Asia Tengah terus tumbuh, jumlah orang yang
hidup dengan HIV di wilayah ini mencapai 1,6 juta diperkirakan pada tahun 2005-an
meningkat hampir 20 kali lipat dalam waktu kurang dari 10 tahun. Mayoritas orangorang yang hidup dengan HIV masih muda, 75% infeksi yang dilaporkan antara 2000
dan 2004 adalah pada orang yang lebih muda dari 30 tahun. Di Eropa Barat, persentase
yang sesuai adalah 33%.4
Besarnya epidemi AIDS di Asia adalah signifikan. Walaupun tingkat infeksi HIV
nasional rendah di Asia dibandingkan dengan benua lain (terutama Afrika), populasi
negara-negara Asia banyak yang begitu besar yang bahkan prevalensi rendah
mencerminkan sejumlah besar orang yang hidup dengan HIV. Tingkat prevalensi pada
14

wanita hamil sudah 2%, dan tingkat transmisi vertikal adalah 24% tanpa menyusui. ibu
India terinfeksi HIV rutin menyusui dan memiliki tingkat transmisi setinggi 48%.4
HIV-1 adalah penyebab paling umum infeksi HIV di benua Amerika, Eropa, Asia,
dan Afrika. HIV tipe 2 (HIV-2) telah menyebabkan wabah di Afrika Barat, meskipun
virus ini juga ditemukan di negara-negara Eropa. HIV-1 subtipe berbeda menurut
wilayah geografis. Non-B subtipe sangat lazim di Afrika dan di Asia. Tingkat transmisi
tinggi dari Afrika ke Eropa telah meningkatkan keragaman subtipe di Eropa.4
Perkembangan alami infeksi HIV secara vertikal diperoleh tampaknya memiliki
distribusi trimodal. Sekitar 15% dari anak-anak dengan cepat penyakit yang progresif,
dan sisanya telah baik kursus progresif kronis atau infeksi pola khas yang diamati pada
orang dewasa. Mean kelangsungan hidup sekitar 10 tahun. Di negara-negara miskin
sumber daya, perkembangan untuk mempercepat kematian. Dalam beberapa kasus,
dekat dengan 45-90% anak yang terinfeksi HIV meninggal pada usia 3 tahun. Namun,
di antara anak-anak dan remaja, awal terapi kombinasi termasuk protease inhibitor
mengurangi risiko kematian oleh 67% diperkirakan. Juga, genetika tuan rumah
memainkan peran penting dalam pengembangan penyakit HIV-1-terkait dan kerusakan
neurologis.4,5
Faktor resiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut.
1. Perilaku beresiko tinggi:
- Hubungan seksual dengan pasangan beresiko tinggi tanpa menggunakan
-

kondom.
Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum bersama tanpa

sterilisasi yang memadai.


Hubungan seksual yang tidak aman: multipartner, pasangan seks individu yang

diketahui terinfeksi HIV, kontak seks per anal.5


2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.5
3. Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa tes penapisan.5
4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak
disterilisasi.
5. Ras kulit hitam

dan

anak-anak

hispanik

secara

tidak

proporsional

terpengaruh. Pada tahun 2002, infeksi HIV adalah 10 besar penyebab dan berada
pada urutan 7 kematian pada anak-anak kulit hitam dan Hispanik remaja, masingmasing. Sekitar 62% anak dengan AIDS adalah kulit hitam. HIV berada di urutan 5
penyebab utama kematian perempuan kulit hitam berusia 20-24 tahun, dan
15

merupakan penyebab utama kematian pada wanita kulit hitam berusia 25-34
tahun.4
6. Seks dan usia. Wanita usia subur adalah salah satu kelompok yang paling cepat
berkembang dengan AIDS, 20% dari kasus AIDS pada orang dewasa terjadi di
grup ini. Diperkirakan bahwa 50% dari semua infeksi HIV baru di Amerika Serikat
terjadi di antara individu yang berusia 13-24 tahun. Ini adalah statistik penting
yang mempengaruhi tingkat kematian pada dewasa muda.2,4
E. Patofisiologis dan patogenesis
HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal,
horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara
langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu menebus dinding pembuluh
darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti
yang terjadi pada kontak seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi
sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi dalam darah.1-5
Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan tanda
infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot,
mual, muntah, sulit tidur, batuk-pilek dan lain-lain. Keadaan ini disebut sindrom
retroviral akut. Pada fase ini mulai terjadi CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load.
Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi kemudian turun sampai
pada suatu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load secara
perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung
CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang
lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya masuk pada stadium
AIDS.1-5
Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk ke dalam sel target. Sel yang menjadi
target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Untuk bisa masuk
ke sel target, gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini dapat
terikat pada permukaan limfosit T, monosit makrofag, Langerhans sel, sel dendrit,
asitrosit, mikroglia. Selain itu untuk masuk ke dalam sel HIV memerlukan chemokine
receptor yaitu CXXR4 dan CCR5, beberapa reseptor lain yang memiliki peran adalah
CCR2b dan CCR3. Intensitas ikatan gp120 HIV dengan reseptor CD4 ditentukan
melalui peran regio V terutama V3. Stabilitas dan potensi ikatan diperkuat oleh ko16

receptor CCR5 dan CXCR4. Semakin kuat ikatan tersebut diikuti oleh proses interaksi
lebih lanjut yaitu terjadi fusi membran HIV dengan membran sel target atas peran gp41
HIV. Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh isi sitoplasma HIV termasuk
enzim reverse transcriptase akan menggunakan RNA sebagai templete untuk
mensintesis DNA. Kemudian DNA dipindahkan oleh ribononuklease dan enzim
reverse transcriptase untuk mensintesis DNA lagi sehingga menjadi double strand
DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam nukleus, menyatu
dengan kromosom sel host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan ini
menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi.
Kondisi provirus yang tidak aktif ini disebut sebagai keadaan laten. Untuk
mengaktifkan provirus dari keadaan laten tersebut memerlukan proses aktifasi dari sel
host. Bila sel host teraktifasi oleh induktor seperti antigen, sitokin, atau faktor lain
maka sel akan memicu nuclear factor B (NF- B) sehingga cepat memicu replikasi
HIV adalah intervensi mikroorganisme lain. Mikroorganisme lain yang memicu infeksi
sekunder dan mempengaruhi jalan replikasi adalah bakteri, virus jamur, maupun
protozoa. Dari keempat golongan mikroorganisme tersebut yang paling besar
pengaruhnya terhadap percepatan replikasi HIV adalah virus non-HIV adalah virus
DNA.3-5
Enzim polymerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara struktur
berfungsi sebagai RNA genomik dan mRNA. RNA keluar dari nukleus, mRNA
mengalami translasi menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan
RNA menjadi inti virus baru. Inti beserta perangkat lengkap virion baru ini membentuk
tonjolan pada permukaan sel host, kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease
menjadi protein dan enzim yang fungsional. Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol
dan glikolopid dari dari permukaan sel host, sehingga terbentuk virus baru yang
lengkap dan matang. Virus yang sudah lengkap ini keluar dari sel, akan menginfeksi
sel target berikutnya. Dalam satu hari HIV mampu melakukan replikasi sehingga
mencapai 109-1011 virus baru.3-5
Secara perlahan tapi pasti limfosit T penderita akan tertekan dan semakin
menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan
jumlah limfosit T-CD3 melalui beberapa mekanisme sebagai berikut.3,4,5,7

17

1. Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma


akibat adanya penonjolan dan perobekan oleh virion, akumulasi DNA virus
yang tidak berintegrasi dengan nukleus, dan terjadinya gangguan sintesis
makromolekul.
2. Syncytia formation yaitu tejadinya fusi antarmembran sel yang terinfeksi HIV
dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.
3. Respon imun humoral dan seluler terhadap HIV ikut berperan melenyapkan
virus dan sel yang terinfeksi virus. Namun respon ini dapat menyebabkan
disfungsi imun akibat eleminasi sel yang terinfeksi dan sel normal di
sekitarnya.
4. Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibodi yang berperan untuk
mengeleminasi sel yang terinfeksi.
5. Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Pengikatan antara gp120 di regio
V3 dengan reseptor CD4 Limfosit T merupakan sinyal pertama untuk
menyampaikan pesan kematian sel melalui apaptosis.
6. Kematian sel terjadi akibat hiperaktivitas Hsp70, sehingga fungsi sitoprotektif,
pengaturan irama dan waktu folding protein terganggu, terjadi missfolding dan
denaturasi protein, jejas dan kematian sel.3,4,5,7
Dengan berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi pemnurunan
jumlah limfosit T-CD4 secara dramatis dari normal berkisar 600-1200/mm 3
menjadi 200 mm3 atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan
penurunan sistem imun sehingga pertahan individu terhadap mikroorganisme
patogen menjadi lemah dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder
sehingga masuk ke dalam stadium AIDS. Masuk infeksi sekunder sehingga masuk
ke stadium AIDS. Masuknya infeksi sekunder menyebabkan munculnya keluhan
dan gejala klinis sesuai jenis infeksi sekundernya.3-7
Gambar 2 Siklus hidup HIV.5

18

Perjalanan infeksi HIV


Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis
melalui 3 fase.1-5
Fase infeksi akut
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan
virus-virus baru (virion) jumlahnya berjuta-juta virion. Viremia dari begitu banyak
virion tersebut memicu terjadinya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip
sindrom semacam flu yang juga mirip dengan infeksi mononukleosa. Diperkirakan
bahwa sekitar 50 sampai 70% orang yang terinfeksi HIV mengalami sindrom
infeksi akut selama 3-6 minggu setelah terinfeksi virus dengan gelaja umum yaitu
demam, faringitis, limfedenopati, artralgia, mialgia, latargi, malaise, nyeri kepala,
mual, muntah, diare, anoreksia, penurunan berat badan. HIV juga sering
menimbulkan kelainan pada sistem saraf meskipun paparan HIV terjadi pada
stadium infeksi masih awal. Menyebabkan meningitis, ensefalitis, neuropati perifer
dan mielopati. Gejala pada dermatologi yaitu ruam makulopapuler eritematosa dan
ulkus mukokutan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis dan
kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena terjadi respon imun. Jumlah limfosit T
pada fase ini masih di atas 500 sel/ mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan
setelah 6 minggu terinfeksi HIV.3-5
Fase infeksi laten
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel
Dendritik Folikuler (SDF) di pusat germunatifum kelenjar limfe menyebabkan
virion dapat dikendalikan, gejala hilang, dan mulai memasukin fase laten. Pada
fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma
berkurang karena sebagian besar virus terakumulasi pada kelenjar limfe dan terjadi
replikasi dikelenjar limfe. Sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun
virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun
hingga sekitar 200-500 sel/ mm3, meskipun telah terjadi setelah serokonversi
positif individu umumnya belum menunjukan gejala klinis (asimtomatis).
Beberapa pasien terdapat sarkoma Kaposis, Herpes simpleks, sinusitis bakterial,
Herpes zooster dan pneumonia yang sering berlangsung tidak terlalu lama. Fase ini
19

berlangsung rerata sekitar 8-10 tahun (dapat 3-13 tahun) setelah infeksi HIV. Pada
tahun ke delapan setelah infeksi HIV akan muncul gejala klinis yaitu demam ,
banyak berkeringat pada malam hari, kehilangan berat badan kurang dari 10%,
diare, lesi pada mukosa kulit berulang, penyakit infeksi berulang. Gejala ini
merupakan tanda awal adanya infeksi oportunistik.1-7
Fase kronis
Selama berlangsungnya fase ini di dalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi
virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi
kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus
dicurahkan ke dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara
berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Respon imun tidak mampu meredam
jumlah ini. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak.
Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga di bawah 200 sel/ mm 3. Hal ini
mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai
macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin progresif yang
mendorong ke arah AIDS. Infeksi sekunder yang sering menyertai adalah
pneumonia

yag

disebabkan

Pneumocytis

carinii,

tuberkolosis,

sepsis,

toksoplasmisis ensefalitis, diare akibat kriptospororiasis, infeksi virus herpes,


kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea, serta infeksi jamur lain misalnya
histoplasmosis, koksidiodimikosis. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis
kanker kelenjar getah bening dan kanker sarkoma Kaposis.1-7
Selain 3 fase tersebut ada periode masa jendela yaitu periode dimana
pemeriksaan tes antibodi HIV masih menunjukan hasil negatif walaupun virus
sudah ada di dalam darah dengan jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk
belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium kadarnya belum
memadai. Antibodi terhadap HIV biasanya muncul dalam 3-6 minggu hingga 12
minggu setelah infeksi primer. Periode jendela sangat penting diperhatikan karena
pada periode ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang
lain. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada periode ini sebaiknya mampu
mendeteksi antigen p18, p24, p31, p36, gp 120, gp41.5
Gambar 3 Pola respon HIV sesuai perjalanan infeksi HIV.7
20

F. Manifestasi klinik
Manisfetasi klinik infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host
akibat intervensi HIV. Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda infeksi virus
akut, keadaan asimtomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat.
Manifestesi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap.1,3,4,5
Pertama merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak
spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa
demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan dan pembesaran kelenjar getah
bening. Dapat juga disertai meningitis aseptik yang ditandai demam, nyeri kepala
hebat, kejang-kejang dan kelumpuhan saraf otak. 1-5
Kedua merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan keluhan hilang.
Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi.
Pada saat ini sedang berlangsung internalisasi HIV ke intraseluler. Pada tahap ini
aktivitas penderita masih normal.1-5
Ketiga merupakan tahap simtomatis, pada gejala dan keluhan lebih spesifik
dengan gradasi sedang sampai berat. Berat badan menurun tapi tidak sampai 10% pada
selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada sudut mulut, dapat
juga ditemukan bakteri pada saluran napas bagian atas namun penderita dapat
melakukan aktivitas meskipun terganggu. Penderita lebih banyak berada di tempat
tidur meskipun kurang 12 jam per hari dalam bulan terakhir.3-5
Keempat merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini
penurunan berat badan lebih 10%, diare lebih dari satu bulan, panas yang tidak
diketahui sebabnya lebih dari 1 bulan, kandidiasis oral, oral harly leukoplakia,
tuberkolisis paru, dan pneunomia bakteri. Penderita berada di tempat tidur selama
lebih dari 12 jam per hari dalam bulan terakhir. Penderita diserbu berbagai macam
infeksi sekunder seperti tuberkolosis, sepsis, toksoplasmisis ensefalitis, diare akibat
21

kriptospororiasis, infeksi virus herpes, kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea, serta


infeksi jamur lain misalnya histoplasmosis, koksidiodimikosis. Dapat juga ditemukan
beberapa jenis malignansi termasuk keganasan kelenjar getah bening dan sarkoma
kaposi. Hiperaktivitas komplemen menginduksi seksresi histamin dan menimbulkan
gatal di kulit dengan diiringi mikroorganisme di kulit memicu terjadinya dermatitis
HIV.3-5
Gambar 4 Dermatitis HIV.5

Derajat berat infeksi HIV & AIDS


Derajat berat infeksi HIV dapat ditentukan sesuai ketentuan WHO melalui stadium
klinis pada orang dewasa serta klasifikasi klinis dan CD4 dari CDC.5
Stadium Klinis I
1. Asimtomatis
2. Limadenopati persistent generalisata Penampilan/aktivitas fisik skala I:
Asimtomatis, aktivitas normal.5
Stadium Klinis II
1. Penurunan berat badan, tetapi < 10% dari berat badan sebelumnya
2. Manifestasi mukokutaneus minor (dermatitis seborkhoic, prurigo, infeksi jamur
pada kuku, ulserasi mukosa oral berulang, Cheilitis angularis)
3. Herpes zoster, dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi berulang pada saluran pernapasan atas (missal: sinusitis bakterial).5
Dengan atau penampilan/aktivitas fisik skala II: simptomatis, aktivitas normal.5
Stadium Klinis III
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Penurunan berat badan, > 10%


Diare kronis dengan penyebab tidak jelas, > 1 bulan
Demam dengan sebab yang tidak jelas (intermittent atau tetap), > 1 bulan
Kandidiasis oris
Oral hairy leukoplakia
TB Pulmoner, dalam satu tahun terakhir
Infeksi bacterial berat (misal: pneumonia, piomiositis).5

22

Dengan atau penampilan/aktivitas fisik skala 3: lemah, berada di tempat tidur, <
50% per hari dalam bulan terakhir.5
Stadium klinis IV:
1. HIV wasting syndrome, sesuai yang ditetapkan CDC
2. PCP
3. Ensefalitis Toksoplasmosis
4. Diare karena Cryptosporidiosis, > 1 bulan
5. Cryptococcosis ekstrapulmoner
6. Infeksi virus Sitomegalo
7. Infeksi Herpes simpleks > 1 bulan
8. Berbagai infeksi jamur berat (histoplasma, coccidioidomycosis)
9. Kandidiasis esofagus, trachea atau bronkus
10. Mikobakteriosis atypical
11. Salmonelosis non tifoid disertai setikemia
12. TB, ekstrapulmoner
13. Limfoma maligna
14. Sarkoma Kaposi's
15. Ensefalopati HIV.5
Dengan atau penampilan/aktivitas fisik skala 4: sangat lemah, selalu berada di
tempat tidur > 50% per hari dalam bulan terakhir.5
Kategori Klinis A

Infeksi HIV asimtomatis


Limfadenopati generalisata yang menetap
Infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV
akut.4,5

Kategori Klinis B
Terdiri atas kondisi dengan gejala pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV
yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling kurang satu dari keadaan:

Angiomatosis
Kandidiasis, orofarengal
Kandidiasis, vulvovaginal
Displasia servikal
Demam 38,5 C atau diare lebih dari 1 bulan
Herpes zoster
ITP
Penyakit radang panggul
Nuropati perifer.4,5

Kategori Klinis C

Kandidiasis pada bronkus, trachea dan paru


Kandidiasis esofagus
Kanker leher rahim
Coccidioidomycosis yang menyebar atau di paru
Kriptokokosis ekstrapulmoner
23

Retinitis virus sitomegalo


Ensefalopati HIV
Herpes simpleks, ulkus kronis lebih 1 bulan
Histoplamosis sistemik atau ekstrapulmoner
Sarkoma Kaposis
Limfoma imunoblastik
Limfoma primer di otak
TB di berbagai tempat
PCP
Pneumonia berulang
Septikemia Salmonela berulang
Toksoplasmosis ensefalis
HIV wasting sydrome (penurunan berat badan > 10% disertai diare kronis lebih
dari 1 bulan yang bukan disebabkan penyakit lain).4,5
Tabel 5 Klasifikasi klinis dan CD4 orang dewasa menurut CDC.5

Limfosit CD4

Kategori A

Kategori B

(asimtomatis, Infeksi

(Simtomatis)

akut)
> 500 sel/mm3
Al
3
200-499 sel/mm A2
< 200/mm3
A3

BI
B2
B3

Kategori C (AIDS)

Cl
C2
C3

G. Penatalaksanaan dan terapi


I. Mediakamentosa
Selama ini penatalaksanaan dikonsentrasikan dengan pemberian antiretroviral
therapy (ART) dengan highly active antiretroviral therapy (HAART), dukunga
nutruien

berlandaskan

konsep

imunomutrien

perlu

diperhatikan

dalam

penatalaksaan penderita HIV&AIDS. Pemberian ARV (antiretroviral) tidak serta


merta segera diberikan begitu saja pada penderita, tapi perlu menepuh langkahlangkah seperti dokter telah memberikan penjelasan tentang manfaat, efek
samping, resistensi dan tata cara penggunaan ARV, kesanggupan dan kepatuhan
penderita mengkonsumsi obat dalam waktu tak terbatas dan saat yang tepat untuk
memulai terapi. Terapi sebaiknya diberikan dalam bentuk kombinasi dan dipantau
secara ketat untuk mengevaluasi kemajuan terapi, munculnya efek samping, dan
kemungkinan timbulnya resisten.5
Bila telah ada indikasi tepat maka ARV dapat diberikan kombinasi. Pemberian
kombinasi selain bertujuan mengoptimalkan efikasi ARV, mengurangi potensi
resistensi, juga teknik pemberiannya. Hal ini penting karena masing-masing ARV
mempunyai sasaran intervensi yang berbeda meskipun tujuannya sama yaitu
24

mengeleminasi dan mencegah replikasi HIV melalui cara masing-masung. Kinerja


ARV ada dalam golongan NNRTIs, NRTs, dan PIs.2-7
Agen antiretroviral menghambat reverse transcriptase. Oleh karena itu, mereka
menyebabkan pemutusan rantai ketika mereka dimasukkan ke dalam untai virus
tumbuh. Obat antiretroviral digunakan dalam kombinasi untuk pengobatan human
immunodeficiency virus (HIV) dan untuk profilaksis pasca pajanan (PPP). Agen di
kelas ini adalah nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), seperti AZT,
abacavir, lamivudine, stavudine, zalcitabine. Inhibitor protease seperti indinavir,
nelfinavir, ritonavir, saquinavir. Inhibitor reverse transcriptase nonnucleoside
(NNRTI) seperti delavirdine , efavirenz, nevirapine, dan fusion inhibitor, seperti
enfuvirtide. ISPA yang menghambat reverse transcriptase bertindak dengan
mencegah penyebaran virus ke sel yang tidak terinfeksi, sedangkan bertindak PI
selama tahap akhir dari replikasi virus, mencegah pematangan partikel virus
menjadi bentuk infektif.2-7
Terapi awal harus dimulai dengan kombinasi 3 obat-obatan, 2 NRTI ditambah
NNRTI atau PI.4

Dua jenis NRTI sebagai obat dasar seperti AZT Zidovudine ditambah lamivudine,
ditambah emtricitabine, tenofovir ditambah lamivudine, atau tenofovir ditambah
emtricitabine

Alternatif dasar lamivudine Lamivudine ditambah stavudine, ditambah ddI,


emtricitabine ditambah stavudine.

Alternatif diperluas rejimen PPP - Dasar rejimen PPP ditambah salah satu dari
berikut:
o

Atazanavir dengan atau tanpa ritonavir

Fosamprenavir dengan atau tanpa ritonavir

Indinavir dengan atau tanpa ritonavir

Saquinavir dengan atau tanpa ritonavir

Nelfinavir

Efavirenz.4

Penggunaan nevirapine selama PEP umumnya tidak dianjurkan karena resiko ruam
onset dini dan hepatotoksisitas berat.4

25

NRTI
Ini adalah nukleosida atau nukleotida (nukleotida transcriptase inhibitor reverse
[NtRTI]) analog dengan aktivitas antivirus. Mereka diindikasikan untuk pengobatan
infeksi HIV, dan mereka menunda perkembangan penyakit. Contohnya:2-7
-

Abacavir (ABC, Ziagen). Pasien dan orang tua harus berhati-hati tentang risiko

reaksi hipersensitif yang serius.4


DdI (ddI, dideoxyinosine, Videx, Videx EC). Analog nukleosida purin dengan

aktivitas antivirus.4
Lamivudine (3TC,

Epivir).

Dideoxynucleoside

analog

dengan

aktivitas

antiretroviral. Dalam kombinasi dengan AZT PO, diproduksi dan berkelanjutan


peningkatan substansial dalam jumlah CD4 dan penurunan viral load pada pasien
-

terinfeksi HIV. FDA disetujui untuk mengobati hepatitis B.


Stavudine (d4T, Zerit, XR Zerit). Sintetis timidin aktif terhadap HIV-1 nukleosida

analog.4
AZT (ZDV, AZT, Retrovir). Analog timidin yang menghambat replikasi virus.
Contohnya Zidovudin. Mekanisme kerjanya: bentuk trifosfat zidovudin diperoleh
dengan bantuan enzim sel hospes. Bentuk ini sangat aktif sebagai inhibitor
kompetiitif reverse transcriptase dari HIV dan retrovirus lainnya. DNApolymerase sel manusia kurang sensitif terhadap bentuk zidovudin-trifosfat pada
konsentrasi rendah, jadi toksisitas terhadap sel hospes minimal. Inkorporasi
bentuk trifosfat ini akan menghentikan sintesis DNA.4,11
Zidovudin diserap lebih dari 50% pada pemberian oral. Kadar puncak dicapai
dalam 30-90 menit. Waktu paruh dieliminasi sekitar 1 jam. Zidovudin
dimetabolisir dengan cepat ke metabolit 5-glukoronide yang tidak memiliki
aktifitas antivirus. Ekskresi melalui ginjal.11
Efek sampingnya antara lain granulositopenia dan anemia dapat terjadi sampai
pada 45% jumlah penderita yang diobati dan biasanya timbul setelah 2-6 minggu
pengobatan. Oleh karena itu, semua pasien yang menerima zidovudin harus
diperiksa darah lengkap setiap 1-2 minggu. Sekitar 30% penderita membutuhkan
transfusi darah untuk mengatasi anemia. Efek samping lain diantaranya nyeri
kepala, mual, insomnia, dan mialgia.11
Diindikasikan untuk pengobatan infeksi HIV pada pasien dengan gejala infeksi
HIV yang mengalami pneumonia akibat Pneumocystis carinii, atau penderita HIV
dengan jumlah absolut limfosit tipe CD4 kurang dari 200/mm3.11
Semua obat yang mengganggu sumsum tulang atau fungsi ginjal akan dapat
meningkatkan toksisitas zidovudin, contoh: dapson, interferon, zat kemoterapi
26

kanker dan lainnya. Probenesid, asetaminofen, aspirin dan indometasin juga dapat
menambah toksisitas. 11
Obat ini tersesia dalam kapsul 100 mg untuk pemberian oral. Dosisnya 200 mg
tiap 4 jam terus-menerus. Dihentikan sementara bila ada anemia atau
-

granulositopenia yang jelas. Juga ada sediaan intravena. 11


Emtricitabine (FTC, Emtriva). Sintetik analog nukleosida sitosin. Bersaing dengan
deoxycytidine-trifosfat 5'-dan memasukkan ke dalam DNA virus, menyebabkan

pemutusan rantai.4
Tenofovir disoproxil fumarat (TDF, tenofovir). Agen antiretroviral digunakan
dalam pengobatan AIDS. Menghambat aktivitas HIV reverse transcriptase dengan
bersaing dengan deoxyadenosine substrat alami 5'-trifosfat dan, setelah
penggabungan

menjadi

DNA. Diberikan

sebagai

DNA,

dengan

prodrug

ester

menyebabkan

terminasi

rantai

bis-isopropoxycarbonyloxymethyl

derivatif tenofovir, yang dikonversi, dalam proses-proses berbagai enzimatik,


dengan tenofovir, sebuah fosfonat nukleosida asiklik (nukleotida) analog adenosin
5'-monofosfat. makanan tinggi lemak meningkatkan bioavailabilitas. distribusi
berkepanjangan intraseluler memungkinkan untuk dosis sekali sehari.4
NNRTI
NNRTI menghambat kedua fungsi DNA polimerase-diarahkan dan RNA-diarahkan
HIV-1 reverse transcriptase. Situs berbeda dari tindakan inhibitor nonnucleoside dan
nukleosida menunjukkan efek sinergis potensial dari agen dan aktivitas potensi
mereka terhadap jenis HIV nukleosida-tahan. Contohnya:2-7
-

Delavirdine

transcriptase inhibitor digunakan terutama dalam kombinasi.


Efavirenz (DMP-266, EFV, efavirenz)
Nevirapine (NVP, Viramune). Diindikasikan untuk digunakan dalam kombinasi

(DLV,

Rescriptor).

Potensi

non-nukleosida

HIV-1

reverse

dengan ISPA lain untuk pengobatan infeksi HIV-1.4


Protease Inhibitor (PI)
Protease inhibitor menghambat protease HIV, yang diperlukan untuk replikasi HIV
dan pembentukan matang, partikel virus menular. Contohnya:2-7
-

Indinavir (Crixivan, IDV). Mencegah pembentukan prekursor protein yang


diperlukan untuk infeksi HIV pada sel yang tidak terinfeksi dan replikasi virus.

27

Nelfinavir (nelfinavir, NPV). Menghambat HIV-1 protease, sehingga dalam

produksi sebuah Virus yang belum matang dan tidak menular.


Ritonavir (ritonavir, RTV). PI HIV digunakan sebagai bagian dari terapi double

atau triple dengan nukleosida dan protease inhibitor lain.


Saquinavir (SQV, Invirase). PI HIV digunakan sebagai bagian dari terapi double
atau triple dengan nukleosida dan protease inhibitor lain. Tersedia sebagai topi gel

200 mg keras atau tab salut 500 mg.


Lopinavir dan ritonavir (Kaletra, LVP / r). Lopinavir menghambat protease HIV
dan membuat enzim mampu pengolahan prekursor polyprotein, menyebabkan
produksi tidak menular, partikel HIV belum menghasilkan. Ritonavir menghambat
metabolisme CYP3A lopinavir, meningkatkan kadar plasma. Tersedia sebagai tab
(200 mg/50 mg LPV / r), tab pediatrik (100 mg/25 mg LPV / r), dan solusi PO (80

mg/20 mg LPV / r; alkohol 42,4% berdasarkan volume).


Atazanavir (ATV, atazanavir). Azapeptide HIV-1 inhibitor protease. Mencegah
pematangan virion oleh Gag selektif menghambat dan polyproteins Gag-Pol HIV-

1 pada sel yang terinfeksi.


Darunavir (DRV, TMC-114, darunavir). HIV-1 inhibitor protease. Selektif
menghambat HIV-dikodekan Gag-Pol belahan dada polyprotein pada sel yang
terinfeksi, mencegah pembentukan partikel virus matang. Coadminister dengan
ritonavir dosis rendah (ritonavir-terapi meningkatkan eliminasi berkurang dan
meningkatkan konsentrasi darunavir serum). Biasanya dipakai bersamaan dengan
agen anti-HIV lain (misalnya, NRTI). Makanan meningkatkan konsentrasi
maksimum (C max). Ditunjukkan untuk mengobati infeksi HIV pada orang dewasa
ART dengan keadaan tertentu (misalnya, orang-orang dengan HIV-1 strain

resisten terhadap lebih dari 1 PI).


Fosamprenavir (f-APV, Lexiva). Prodrug dari amprenavir (inhibitor protease
HIV). Cepat

dikonversi

menjadi

amprenavir

oleh

selular

fosfatase

in

vivo. Amprenavir menghambat HIV-1 protease dan mengikat situs aktif,


mencegah pengolahan Gag virus dan prekursor Gag-Pol polyprotein dan
-

mengakibatkan belum menghasilkan, partikel virus tidak menular.


Tipranavir (TPV, Aptivus). Nonpeptidic PI, menghambat

replikasi

HIV. Diindikasikan untuk ART HIV-1 infeksi pada orang dewasa dengan bukti
replikasi virus dan pengobatan yang sangat berpengalaman atau yang memiliki
strain resisten terhadap beberapa PI.Harus dipakai bersamaan dengan ritonavir
200 mg untuk mencapai tingkat terapeutik. Gunakan saja tanpa ritonavir
meningkatkan tingkat efektif. Hasil pengujian genotipik atau fenotipik dan / atau
28

sejarah pengobatan harus panduan penggunaan. Tersedia sebagai topi 250 mg atau
sebagai solusi PO 100 mg / mL.4
Gambar 5 Siklus hidup HIV dan target kerja ARV.5

Entry dan Fusion Inhibitor


Agen ini mengganggu fusi HIV mengikat dan akhirnya dengan sel inang. Entry
inhibitor mengikat coreceptors CCR5 kemokin. Fusion inhibitor mengikat untuk HR1
wilayah gp41. Contohnya:4
-

Enfuvirtide (T-20, Fuzeon). Pertama agen di kelas baru obat anti-HIV yang
dikenal sebagai inhibitor fusi.Blok masuknya HIV ke dalam sel kekebalan tubuh
manusia dengan menghambat gp41 protein, mengganggu penataan kembali
struktur virus menyatu dengan sel kekebalan tubuh yang sehat dan mencegah
replikasi HIV. Dalam uji klinis, imunologi perbaikan dua kali lebih mungkin
untuk mencapai tidak terdeteksi HIV-1 kadar plasma (<40 kopi / mL) ketika

ditambahkan ke rejimen antiretroviral dioptimalkan.


Maraviroc (MVC, Selzentry). Memblok virus masuk melalui reseptor CCR5-co ke
leukosit, mengurangi viral load, dan jumlah meningkatkan T-sel dalam CCR5tropik HIV-1 terdeteksi (yaitu, R5 virus). Dipercepat persetujuan berdasarkan data
24 minggu. Diindikasikan untuk pengobatan kombinasi dengan terapi dasar yang
dioptimalkan pada orang dewasa yang yang resisten dengan pengobatan terinfeksi
virus R5-satunya yang memiliki bukti replikasi virus dan HIV-1 strain resisten
terhadap beberapa ARV.4
Selain itu juga perlu diberi kombinasi dari antibiotik, antimikroba, dan antijamur

untuk mencegah ataupun mengobati infeksi sekunder yang akan atau telah terjadi
pada pasien. Pemilihannya disesuaikan dengan infeksi sekunder yang diderita pasien.
Diperlukan pula pemantauan kondisi umum dan saranan asupan gizi yang
imunonutrien, yang dapat meningkatkan atau menjaga kondisi imun dari pasien.2-7
29

II.

Non medikamentosa
Yang dapat dilakukan adalah antara lain:
- Menjaga asupan makanan yang sehat sehingga dapat mendukung usaha
-

peningkatan imun.
Rajin melakukan pemantauan kesehatan untuk mencegah dan melakukan
penanganan dini apabila hendak terjadi suatu infeksi yang dapat memperburuk

keadaan.
Menjaga dan meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi obat pada pasien
Tidak melakukan hubungan seksual untuk menghindari adanya penyebaran
Menjaga kerbersihan alat-alat rumah tangga dan alat-alat yang digunakan

penderita
Berkonsultasi dengan pihak medis apabila penderita berada dalam kondisi khusus

seperti sedang menyusui atau mengandung


Menjaga kontak dengan orang-orang yang rentan terjangkit seperti ibu terinfeksi
yang hendak menyusui bayinya.3,4

H. Komplikasi
Komplikasi infeksi oportunistik
Infeksi sekunder yang sering menyertai karena menurunnya sistem imun penderita
adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocytis carinii, tuberkolosis, sepsis,
toksoplasmisis ensefalitis, diare akibat kriptospororiasis, infeksi virus herpes,
kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea, serta infeksi jamur lain misalnya
histoplasmosis, koksidiodimikosis. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis
kanker kelenjar getah bening dan kanker sarkoma Kaposis.1-7
- Pneumonia Pneumocytis carinii
PCP (Pneumocytis carinnii pneumonia) merupakan penyakit khas AIDS yang
utama di negara-negara barat. Resiko terjadinya infeksi ini meningkat pada saat
hitung CD4 menurun dibawah 200; profilaksis primer yang efektif adalah dengan
kotrimoksasol (septrin). PCP biasanya terjadi dengan batuk non-produktif, demam,
dan dispnea. Sering terjadi gejala subakut, dengan jangka waktu rata-rata 3-4
minggu. Pemeriksaan fisis sering tidak menunjukkan hal yang khas, dan umumnya
terjadi demam dan takipnea. Analisis gas darah sering memberikan gambaran
hipoksemia sedang. Foto toraks menunjukkan gambaran abnormal pada 95%
kasus, gambaran klasik berupa bayangan inter-stitium perihilus yang halus,
walaupun spektrum abnormalitasnya luas. Temuan kista pada induksi sputum atau
pembilasan/lavase bronkoalveolar (cairan BAL) dapat menegakkan diagnosis.
Terapinya adalah dengan kotrimoksazol dosis tinggi. Penambahan steroid dapat
memperbaiki prognosis pada penyakit yang berat.1,2,7
30

Infeksi sitomegalovirus
CMV merupakan penyakit tahap lanjut (saat CD4 < 50). Masalah utamanya adalah
retinitis progresif (85%); infeksi saluran pencernaan, sistem saraf, dan paru dapat
juga terjadi. Pada tahap awal penyakit ini asimtomatik; skrining oftalmologis
regulr sangat berguna pada HIV tahap lanjut. Penyakit ini didiagnosis secara
klinis; terdapat lesi retina berawan dan berwarna putih dengan perdarahan
perivaskulr dan eksudat. Terapinya adalah dengan obat antivirus spesifik dan

terapi HIV. Terapi jangka panjang dibutuhkan dan sering terjadi relaps.1,2,7
Toksoplasmosis
Ini adalah infeksi protozoa, yang sering menyebabkan ensefalitis (80%) pada HIV
tahap lanjut (CD4 < 100). Pasien mengalami demam, nyeri kepala, confusion,
kejang, dan tanda neurologis fokal. MRI lebih sensitif daripada CT dalam
menunjukkan lesi ring enhancing multipel yang dapat memperkuat diagnosis lesi
tersebut biasanya terletak di ganglia basalis atau sambungan kortikomedular.
Toksoplasmosis jarang ditemukan pada pasien tanpa bukti serologis paparan
sebelumnya. Terapi adalah dengan pirimetamin dan sulfadiazin; respons klinis

dapat memastikan diagnosisnya.1,2,7


Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi (Kaposi's sarcoma [KS]) disebabkan virus herpes (HHV-8) dan
terjadi pada 20% pria homoseksual yang menderita HIV. Lesi kulit pada awalnya
makular dan berkembang menjadi plak terindurasi berwarna merah-ungu. Terdapat
gejala berspektrum luas mulai dari lesi kulit atau oral sampai disemi-nasi disertai
keterlibatan nodus limfatikus, saluran pencernaan, atau paru. Penyakit ini
didiagnosis secara klinis atau dengan biopsi kulit. Terapinya adalah dengan
radioterapi lokal, injeksi pada lesi, atau kemoterapi sistemik. HAART memperbaiki

fungsi imunologis dan juga perbaikan pada sarkoma Kaposi.1,2,7


Limfoma non-Hodgkin
Terjadi pada 10% penyakit tahap lanjut20% dari jumlah tersebut terjadi pada
SSP. Penyakit ini ditandai dengan demam, berkeringat, dan gejala-gejala sesuai
dengan organ yang terkena; keterlibatan ekstranodus sering terjadi. Terapinya

dengan kemoterapi. Secara umum prognosisnya buruk.7


Leukoensefalopati multifokal progresif
Penyakit demielinisasi yang jarang terjadi ini disebabkan oleh virus JC polioma
(HIV tahap lanjut). Diagnosisnya ditegakkan dengan pencitraan (lesi berwarna
putih) dan PCR cairan serebrospinal untuk mencari virus JC. Satu-satunya terapi
adalah dengan memperbaiki fungsi imun dengan HAART.7

31

Komplikasi sistemik
Disritmia, kelainan hemodinamik, dan kardiomiopati berkembang di sekitar 20%
dan 5% dari orang yang terinfeksi HIV dengan AIDS dan mereka yang tidak AIDS,
masing-masing. gagal jantung kongestif merupakan manifestasi akhir dari infeksi
HIV. Anak-anak harus diperlakukan gejala dengan restriksi cairan, diuretik,
digitalisasi, dan penghambat angiotensin converting-enzyme (ACEI). Perubahan
progresif dalam struktur jantung yang berkorelasi dengan perkembangan penyakit.4
Diare kronis berkembang di sekitar 15% anak dengan infeksi HIV. agen Infeksi
dapat menyebabkan diare. Cryptosporidium spesies tidak jarang menyebabkan diare
pada anak-anak dengan jumlah CD4 rendah.Pemeriksaan feses dan budaya untuk
bakteri, jamur, virus, parasit, dan-cepat organisme asam harus dilakukan setiap hari
selama setidaknya 3 hari, dengan instruksi khusus untuk mendeteksi Cryptosporidium,
Isospora, dan organisme microsporidia harus. Clostridium difficile antigen diminta jika
pasien terakhir pernah atau sedang menggunakan antibiotik.Malabsorpsi asam
empedu, tetapi tidak dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, menunjukkan
adanya kontribusi diare kronis HIV. Cholestyramine 4-8 g diberikan 3 kali sehari
secara substansial dapat memperlambat diare pada beberapa pasien.4
Pankreatitis dapat berkembang dari obat-obatan, infeksi lain, atau infeksi HIV itu
sendiri. Amilase dan kadar lipase harus dimonitor pada pasien berisiko untuk
pankreatitis.4
Nyeri perut dengan diare terkait, hepatosplenomegali, limfadenopati usus,
demam, atau anemia adalah umum pada infeksi MAC disebarluaskan.4
Pada orang dewasa, wasting syndrome adalah umum dengan penyakit lanjut.
Walaupun anak-anak yang lebih tua dengan penyakit lanjut mungkin mengalami
wasting syndrome, anak-anak yang lebih muda memiliki kegagalan pertumbuhan
bahkan tanpa penyakit lanjut. Didiagnosis infeksi HIV dapat hadir pada pasien dengan
diagnosis gagal tumbuh.4
Walaupun HIV menginfeksi sel-sel induk hematopoietik, pengarunya begitu
kecil. Gangguan hematopoietik diyakini terjadi sebagai akibat dari perubahan
lingkungan mikro sumsum dan kekurangan dalam faktor pertumbuhan lokal dan
sistemik. Dalam kondisi khas, stroma sumsum mempromosikan batang proliferasi sel
dan diferensiasi dengan menghasilkan G-CSF dan interleukin (IL)-3. Stroma terinfeksi
HIV menghasilkan kurang G-CSF dan IL-3 dari biasanya dan menghasilkan tumor
necrosis factor yang berlebihan (TNF)- dan IFN-. Disregulasi sitokin ini
menghentikan produksi sangat dibutuhkan sel hematopoietik.4

32

HIV juga muncul untuk menghambat produksi thrombopoietin di hati dan


eritropoietin di ginjal. Selain tingkat erythropoietin serum rendah, HIV-induced
anemia juga merupakan hasil dari respon tumpul untuk eritropoietin.4
Trombositopenia terjadi pada 40% pasien dengan infeksi HIV selama perjalanan
penyakit. Hal ini paling umum pada orang dengan penyakit lanjut, mereka yang
menggunakan obat IV, Afrika Amerika, dan mereka dengan riwayat anemia atau
limfoma. Adanya trombositopenia menunjukkan waktu kelangsungan hidup yang
singkat.4
I. Pencegahan
Berbagai cara dapat ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit ini.
1. Kontak seksual harus dihindari dengan orang yang diketahui menderita AIDS dan
orang yang sering menggunakan obat bius secara intravena
2. Mitra seksual multipel atau hubungan seksual dengan orang yang mempunyai
banyak teman kencan seksual, memberikan kemungkinan lebih besar mendapat
AIDS
3. Cara berhubungan seksual yang dapat merusak selaput lendir rektal, dapat
memperbesar kemungkinan mendapatkan AIDS. Senggama anal pasif yang pernah
dilaporkan pada beberapa penelitian menunjukan kolerasi tersebut. Walau belum
terbukti, kondom dianggap salah satu untuk menghindari penyakit kelamin, cara ini
masih merupakan anjuran
4. Kasus AIDS pada orang yang menggunakan obat bius intravena dapat dikurangi
dengan cara memberantas kebiasaan buruk tersebut dan melarang penggunaan
jarum suntik bersama
5. Semua orang yang tergolong beresiko tinggi AIDS seharusnya tidak menjadi donor.
Di AS soal ini sudah pernah dipecahkan dengan adanya penentuan zat anti-AIDS
dalam darah melalui cara Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA).
6. Para dokter harus ketat mengenai indikasi medis transfusi darah autolog yang
dianjurkan untuk dipakai.2
J. Prognosis
Sepuluh tahun setelah infeksi HIV 50% penderita mengalami AIDS. Bila tidak diatasi
dengan segera prognosis memburuk karena HIV menginfeksi sistem imun terutama sel
CD4 dan akan menimbulkan destruksi sel tersebut, akibatnya banyak sekali penyakit
yang dapat menyertainya. Dengan pemberian ARV sedini mungkin ternyata perjalanan
penyakit bisa memanjang.2

Penutup

33

A. Rangkuman
AIDS adalah kumpulan gejala menurunnya sistem imun dikarenakan infeksi virus
HIV. AIDS pada stadium awal tidak memiliki gejala khusus sehingga butuh
pemeriksaan pendukung untuk mengetahui infeksinya diperlukan pemeriksaan
serologi dan pemeriksaan laboratorium lainnya. Virus ini dapat mengenai siapa saja,
dan penyebarannya saat ini mencapai seluruh dunia melalui hubungan seks, jalan lahir
dan darah penderita yang masuk dalam tubuh seseorang. Untuk mengobati penyakit
ini belum ada obat pasti untuk menyembuhkannya namu dapay diberi ART untuk
menghambat replikasi virus. Prognosisnya akan makin baik bila penanganan
diberikan pada stadium awal penyakit dan ketepatan diagnosis sangat penting.
B. Kesimpulan
Infeksi HIV dapat menyebabkan demam dengan penyebab tidak jelas, pembesaran
kelenjar getah bening, dan hasil tes serologi positif anti-AIDS, terutama didukung
dangan faktor resiko tinggi seperti memiliki banyak partner seksual.

Daftar pustaka
1. Radji M. Imunologi dan virologi. Jakarta: ISFI;2010.
2. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 6. Jakarta:Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. The Medscape Journal of Medicine. Awal pengakuan dan pengujian cepat HIV pada
pengobatan darurat. 4 Februari 2011. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 25
April 2011.
4. The Medscape Journal of Medicine. Infeksi HIV. 19 Januari 2011. Diunduh dari
medscape.com, 25 April 2011..
5. Nasronudin. HIV&AIDS. Surabaya: Airlangga University Press;2007.
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga Medikal Series;2005.
7. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, melnick, dan adelberg mikrobiologi
kedokteran. Edisi 23. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC;2007.
8. The Medscape Journal of Medicine. Limfadenopati. 4 Maret 2010. Diunduh dari
medscape.com, 25 April 2011.
9. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: Percetakan Sinar Surya Megahperkasa;2009.
10. Yayasan Spiritia. Hitung darah lengkap pada penderita AIDS. 1 Januari 2011.
Diunduh dari spiritia.or.id, 25 April 2011.
34

11. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan


terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2009.

35

Anda mungkin juga menyukai