Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sefalometri
Sefalometri radiografi dimulai sekitar awal tahun 1930 oleh Hofrath di Jerman
dan Broadbent di Amerika Serikat untuk penelitian dan mempelajari maloklusi
beserta disproporsi rahang.14,15 Radiografi sefalometri merupakan alat yang penting
dalam bidang kedokteran gigi karena dapat mengukur perubahan posisi gigi maupun
rahang yang disebabkan oleh pertumbuhan maupun perawatan.7
Menurut Salzmann, radiografi sefalometri dapat digunakan untuk:7

Menunjukkan hubungan dimensional dari komponen kraniofasial yaitu basis


kranial, maksila, mandibula, gigi, dan jaringan lunak.

Memaparkan manifestasi dari pertumbuhan dan abnormalitas perkembangan


skeletal dan dental.

Membantu merencanakan perawatan dan mengevaluasi kemajuan perawatan.

Membantu dalam mengevaluasi keefektifan dari prosedur perawatan


ortodontik.

Menunjukkan perubahan pertumbuhan dentofasial setelah perawatan selesai.


Analisis sefalometri meliputi analisis skeletal, dental, dan jaringan lunak.

Analisis sefalometri berguna untuk mengetahui pertumbuhan skeletal, diagnosis


sefalometri, perencanaan perawatan, hasil perawatan, dan stabilitas hasil perawatan.15
Beberapa analisis yang digunakan dalam sefalometri yang melakukan pengukuran
skeletal diantaranya analisis Tweed, Steiner, Downs, Ricketts, McNamara, dan
sebagainya.6,8

2.2 Teknik Tracing


Sefalometri merupakan peralatan yang terdiri dari sefalostat untuk fiksasi
kepala, sumber sinar X dan sebuah cassette holder. Sefalostat ada 2 tipe: 9,16

1. The Broadbent-Bolton method, metode ini mempunyai 2 sumber sinar dan


dua buah pemegang film sehingga subjek tidak perlu berpindah-pindah diantara
pemaparan lateral dan posteroanterior.
2. The Higley method, metode ini menggunakan sebuah sumber sinar X dan
sebuah pemegang film dimana sefalostat dapat berotasi sedemikian hingga metode ini
dipakai pada kebanyakan sefalostat modern.
Jarak antara sumber sinar dengan kepala adalah 5 kaki (150 meter) untuk
mengurangi pembesaran gambaran struktur kepala.17 Pada saat pengambilan foto
rontgen, bidang Frankfurt harus sejajar dengan lantai dan gigi pasien dalam keadaan
oklusi sentrik dimana bibir tidak dipaksakan untuk ditutup serta pandangan pasien
lurus ke depan. Menurut Singh, jarak antara bidang midsagital dengan film harus
dijaga konstan biasanya pada jarak 7 inci (18 cm). Selisih jarak ini mungkin berbeda
pada tiap mesin, namun harus tetap sama pada setiap pasien.9
Untuk menganalisis sebuah sefalogram, perlu dilakukan tracing terlebih
dahulu. Peralatan yang diperlukan dalam melakukan tracing diantaranya sebuah
sefalogram lateral (8 x 10 inci), kertas kalkir atau asetat dengan ketebalan 0,003 inci
serta pensil khusus 4H yang tajam. Tracing sebaiknya dilakukan dalam ruangan
dengan pencahayaan yang tidak terlalu terang.15,17,18
Pengetahuan mengenai seluruh anatomi kepala sangat diperlukan dalam
melakukan tracing. Perlu diketahui sefalogram dalam bentuk gambar dua dimensi
menggambarkan objek 3 dimensi dimana ada struktur kraniofasial berupa titik
unilateral dan bilateral. Pada hasil radiografi sefalometri terkadang struktur yang
berupa titik bilateral akan saling membentuk bayangan. Untuk mendapatkan struktur
yang benar maka titik yang terletak di pertengahan antara kedua titiklah dianggap
sebagai posisi yang benar.17 Setelah diketahui dua titik, kemudian dua titik
dihubungkan menjadi garis yang berpotongan membentuk sudut. Besar sudut
dipelajari untuk menentukan apakah strutur anatomi tertentu, misalnya gigi dan
rahang terletak normal atau tidak normal.15

2.3 Titik-Titik (Landmarks) pada Jaringan Keras


Titik-titik referensi yang digunakan pada sefalometri pada dasarnya terbagi
atas dua yaitu: titik-titik pada jaringan keras dan jaringan lunak. Titik-titik pada
jaringan keras tersebut antara lain: (Gambar 1) 9,15,16,19,20
a.

Nasion (N) : Titik paling depan diantara tulang frontal dan tulang nasal pada

sutura frontonasalis.
b. Sella (S) : Titik yang terletak di tengah-tengah sella tursika atau fossa
pituitary.
c. Titik A (Subspinale) : Titik paling dalam pada pertengahan spina nasalis
anterior dan prosthion.
d. Titik B (Supramentale) : Titik paling dalam pada pertengahan tulang alveolar
mandibula dan prosesus mentalis.
e. Spina Nasalis Anterior (ANS) : Titik paling anterior dari maksila pada level
palatum.
f. Spina Nasalis Posterior (PNS) : Titik paling posterior dari palatum keras.
g. Pogonion (Pog) : Titik paling anterior dari tulang dagu.
h. Gnation (Gn) : Titik paling depan dan paling dalam dari simpisis mandibula
atau titik tengah antara pogonion dan menton.
i. Menton (Me) : Titik paling bawah pada dagu.
j. Porion (Po) : Titik paling tinggi pada tepi atas meatus auditorius eksternal.
k. Orbitale (Or) : Titik terendah pada tepi bawah rongga mata.
l. Artikulare (Ar) : Titik perpotongan antara batas posterior ramus dan batas
inferior dari basis kranial posterior.
m. Gonion (Go) : Titik perpotongan yang dibentuk oleh garis tangen ke posterior
ramus dan garis tangen ke tepi bawah mandibula.
n. Pterigomaxillary (PTM) : Kontur fissura pterigomaxilary yang dibentuk di
anterior oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh kurva anterior dari
prosesus pterigoid pada tulang sphenoid.
o. Basion (Ba) : Titik paling bawah pada tepi anterior dari foramen magnum.

Gambar 1. Titik-titik (landmarks) pada jaringan keras19


2.4 Analisis Tweed
Tweed merupakan salah satu murid kesayangan Angle. Dua tahun sebelum
kematian Angle, mereka bekerjasama, dimana Tweed mendiagnosa dan mengobati
pasiennya sedangkan Angle bertindak sebagai mentornya. Angle sangat gembira
terhadap apa yang dilakukan Tweed pada waktu itu. Tweed berjanji kepada
mentornya bahwa ia akan mendedikasikan hidupnya dalam perkembangan ortodonti
dan membuat ortodonti menjadi salah satu cabang spesialis. Akhirnya pada tahun
1929, ortodonti menjadi cabang ilmu spesialis dan Tweed menjadi spesialis ortodonti
pertama di Amerika.
Pada tahun 1932, Tweed

menerbitkan artikel pertamanya yang berjudul

Reports of Cases Treated with Edgewise Arch Mechanism. Tweed memegang


teguh pendirian Angle bahwa seseorang tidak boleh melakukan ekstraksi gigi. Namun
pendirian ini hanya bertahan selama empat tahun. Empat tahun berikutnya, Tweed

menemukan suatu penemuan bahwa posisi gigi insisivus mandibula mempunyai andil
dalam keseimbangan wajah setelah perawatan. Beliau menyimpulkan bahwa untuk
mendapatkan posisi insisivus mandibula yang tepat, dokter gigi perlu melakukan
preparasi penjangkaran dan mencabut keeempat gigi premolar satu. Prinsip ini sangat
bertentangan dengan prinsip Angle.21
Sebelum Tweed mempublikasikan analisis sefalometrinya pada tahun 1954,
beliau mengikuti pembelajaraan tentang sefalometri yang diajarkan oleh Moore,
Wylie, Downs, dan Riedel untuk lebih memahami tentang pengaruh sefalometri
terhadap hasil perawatan. Setelah pertemuan itu, beliau memfokuskan penelitiannya
pada peranan sefalometri dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan.5
Tweed menemukan bahwa pada wajah yang normal, dengan beberapa pengecualian,
mempunyai oklusi normal atau maloklusi kelas I. Beliau juga menyatakan bahwa
pada semua kasus, gigi insisivus bawah terletak pada tulang basal dan ada korelasi
pasti antara garis wajah yang seimbang dengan posisi gigi insisivus bawah terhadap
tulang basal.10
Tweed pada penelitiannya menggunakan 3 bidang yang bergabung
membentuk segitiga diagnostik. Bidang tersebut antara lain :
a) Frankfurt Horizontal (FH) : bidang yang menghubungkan titik orbitale dengan
titik porion.
b) Bidang mandibula : bidang yang merupakan garis tangen terhadap tepi bawah
mandibula.
c) Garis yang ditarik sepanjang gigi insisivus bawah (long axis of the lower
incisor).9,15,19
Sudut-sudut yang dibentuk antara lain: (Gambar 2)
1. Frankfurt Mandibular Plane Angle (FMA), yaitu sudut yang dibentuk dari
hubungan bidang Frankfurt

Horizontal dengan bidang mandibula.19

FMA merupakan sudut yang terpenting dari segitiga Tweed karena dapat
menggambarkan pola skeletal wajah. Nilai batas normalnya antara 22 - 28.22
2. Incisor Mandibular Plane Angle (IMPA), yaitu sudut antara inklinasi aksial
gigi insisivus bawah dengan bidang mandibula. Nilai rata-ratanya adalah 90.

3. Frankfurt Mandibular Incisor Angle (FMIA), yaitu sudut yang dibentuk dari
hubungan aksis sepanjang gigi insisivus bawah dengan bidang Franfurt
Horizontal. Nilai rata-ratanya adalah 65.19

Gambar 2. Segitiga diagnostik Tweed9


Sudut FMA merupakan sudut yang terpenting, dimana dari perubahan sudutsudutnya dapat diketahui hal-hal berikut.
1. FMA bernilai 16 sampai 28 : prognosis baik (Gambar 3)
Pada saat FMA 16, IMPA sebaiknya 90 + 5 = 95, saat FMA 22, IMPA
sebaiknya 90, saat FMA 28, IMPA sebaiknya 90 - 5 = 85. Hampir 60%
maloklusi memiliki FMA antara 16 sampai 28.
2. FMA bernilai 28 sampai 35, prognosis sedang, pada saat 28 IMPA
sebaiknya 90 5 = 85. Ekstraksi diperlukan pada sebagian besar kasus saat
FMA 35 dimana IMPA sebaiknya 80 sampai 85. (Gambar 4).

3. FMA di atas 35, prognosis buruk dimana ekstraksi cenderung akan


memperparah keadaan.9,23 (Gambar 5)

Gambar 3. Pasien Kelas I maloklusi dengan prognosis baik23

Tweed menyatakan bahwa dalam perencanaaan perawatan sangat penting


memperhatikan besarnya sudut FMIA.
Nilai FMA sangat bervariasi sebesar 5 jika pertumbuhan mandibula
dianggap mengikuti pola normal. Brash dan Brodie memberikan informasi yang
sangat berharga tentang kapan dan dimana pertumbuhan mandibula itu terjadi.
Mereka menemukan bahwa pertumbuhan mandibula awalnya sama rata sepanjang
mandibula sampai terjadi erupsi gigi molar permanen pertama. Setelah itu,
pertumbuhan terbatas pada tepi posterior dari rami, prosesus alveolaris, tepi sigmoid
notch, dan kepala kondilus. Mandibula akan maju seiring dengan bertambahnya tepi
posterior rami dimana resorpsi dari tepi anterior mempertahankan pola dari tulang
mandibula. Kondilus merupakan pusat pertumbuhan

dari pertumbuhan vertikal

maksila dan mandibula. Margolis menambahkan bahwa ada terjadi reduksi dari
tulang alveolar manusia yang menyebabkan dagu berkembang. Ini menyebabkan
insisivus mandibula tumbuh tegak selama proses evolusi berlangsung.23

Gambar 4. Pasien maloklusi Kelas II divisi 1


dengan prognosis sedang23

Gambar 5. Pasien dengan prognosis buruk23

Analisis Tweed digunakan terutama untuk perencanaan perawatan klinis dan


bukan merupakan

suatu analisis yang lengkap. Penentuan posisi gigi insisivus

bawah, posisi mandibula yang bervariasi dapat ditentukan dan posisi gigi insisivus
atas dapat disesuaikan dengan gigi insisivus bawah. Posisi gigi insisivus bawah yang
ideal dapat membantu dalam mendapatkan stabilitas hasil perawatan yang
berpengaruh pada prognosis.9

2.5 Suku Batak


Penduduk Indonesia terdiri dari kelompok Proto Melayu (Melayu Tua)
dan Deutro Melayu (Melayu Muda). Bangsa Melayu Tua adalah orang-orang
Austronesia dari Asia (Yunan) yang pertama kali datang ke Nusantara sekitar tahun
1500 SM. Mereka datang ke Nusantara melalui dua jalur, yaitu jalur barat (dari
Yunan melalui Selat Malaka masuk ke Sumatera dan Jawa) dan jalur timur atau utara
(dari Taiwan masuk ke Filpina kemudian ke Sulawesi). Sedangkan bangsa Deutro
Melayu datang ke Nusantara dari daerah Yunan sekitar tahun 500 SM melalui satu
jalur saja yaitu jalur barat. Bangsa Melayu tua/ Proto Melayu merupakan ras
mongoloid yang memiliki ciri-ciri antara lain kulit sawo matang, rambut lurus,
badan tinggi ramping, bentuk mulut dan hidung sedang. Bangsa ini menyebar di
Sulawesi Selatan (suku Toraja), Lombok (suku Sasak), Kalimantan Tengah (suku
Dayak), Sumatra Barat (suku Nias), Sumatra Utara (suku Batak), dan Sumatra
Selatan (suku Kubu).12
Suku bangsa Batak adalah salah satu suku bangsa yang mendiami
provinsi Sumatera Utara. Suku Batak terbagi menjadi 6 jenis, yaitu Batak Toba,
Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak
Mandailing. Keenam suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang berbedabeda. Namun pada prinsipnya, akar budaya mereka sama, yakni budaya Batak.
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, suku Batak yang termasuk bagian
dari ras Proto Melayu merupakan suku terbesar yang menempati Sumatera Utara
dengan persentase 44,56%.24

2.6 Kerangka Teori

Perawatan Ortodonti

Pemeriksaan

Model /

Foto Profil

Sefalometri

Cetakan

Pemeriksaan
klinis /
Identifikasi

Ras
/Suku

Analisis

Analisis

Analisis

skeletal

jaringan

dental

lunak
Analisis

Analisis

Analisis

Analisis

Tweed

Steiner

Downs

Ricketts

2.7 Kerangka Konsep

Mahasiswa FKG USU Suku Batak

Sampel usia 18 tahun

Analisis
Sefalometri

Analisis
Skeletal

Nilai Sefalometri
menurut analisis
Tweed

FMA

FMIA

Analisis
Data

Hasil

IMPA

Anda mungkin juga menyukai