Anda di halaman 1dari 18

SIARANPERS

XXI/SP- KASBI Jkt/Des2011


Pasal 28 ;
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk
atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota
atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat
pekerja/serikat buruh dengan cara:

a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan


jabatan, atau melakukan mutasi

b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;

c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;

d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

(Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh)

Pasal 43 ;
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ;

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.

(Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh)

Pasal 1 ;

(1) Hak Asasi Manusia adalah seprearangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

(6) Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pasal 39 ;
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk
menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(Ayat (1), ayat (6) Pasal 1 & Pasal 39 - Undang undang Nomor 39 Tahun 1999 - Tentang Hak
Asasi Manusia )

UNDANG - UNDANG & APARATUS PENEGAK HUKUM

MENGABDI PADA KEPENTINGAN MODAL

PEMBERANGUSAN SERIKAT BURUH / UNION BUSTING

MAKIN MENJADI - JADI DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA DI INDONESIA

SBY BUDIONO, KEPOLISIAN, KEMENAKERTRANS RI

PERADILAN, APARAT HUKUM, LEGISLATIF

GAGAL LINDUNGI HAK ASASI BURUH !

GAGAL LINDUNGI HAK KEMERDEKAAN BERSERIKAT !

SIARANPERS
XXI/SP- KASBI Jkt/Des2011
Pasal 28 ;Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk
membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus,
menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan
kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan
jabatan, atau melakukan mutasi
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
(Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh)
Pasal 43 ;
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ;
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
(Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh )
Pasal 1 ;
(1) Hak Asasi Manusia adalah seprearangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan anugrah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
(6) Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan

tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil
dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Pasal 39 ;
Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk
menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(Ayat (1), ayat (6) Pasal 1 & Pasal 39 - Undang undang Nomor 39 Tahun 1999 - Tentang Hak
Asasi Manusia )
UNDANG - UNDANG & APARATUS PENEGAK HUKUM
MENGABDI PADA KEPENTINGAN MODAL
PEMBERANGUSAN SERIKAT BURUH / UNION BUSTING
MAKIN MENJADI - JADI DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA DI INDONESIA
SBY BUDIONO, KEPOLISIAN, KEMENAKERTRANS RI
PERADILAN, APARAT HUKUM, LEGISLATIF
GAGAL LINDUNGI HAK ASASI BURUH !
GAGAL LINDUNGI HAK KEMERDEKAAN BERSERIKAT !
Apa yang tertuang dalam aturan, undang - undang Republik Indonesia, cukup indah,
sepintas terkesan cukup lugas, tegas dan berwibawa. Tapi jangan lupa, itu hanya kesannya
saja, jangan lupa bahwa aturan dan undang - undang tidak cukup hanya kesan dan sebatas
tegas di atas kertas. Itu tidak akan pernah cukup untuk menegakan keadilan, untuk
menegakan supremasi hukum setegak - tegaknya.
Menjadi benar adanya ungkapan Pedang hukum di Indonesia kini menghunus tajam ke
bawah, namun tumpul ke atas .
Kejadian demi kejadian yang di alami buruh di Indonesia, menyangkut penghancuran serikat
buruh ( Union Busting ). Kian tak terbilang sudah jumlahnya, dan karena ini terus terjadi dan
semakin menjadi - jadi. Seolah menjadi terkesan sebagai peristiwa biasa saja dan seringnya
luput dari perhatian. Padahal, penghancuran serikat - serikat buruh di perusahaan
perusahaan, berimplikasi besar bagi nasib banyak manusia pekerja. Bahkan ini merupakan
perbuatan ANTI DEMOKRASI, dimana gembar gembornya melekat sebagai jati diri kita
sebagai bangsa dan negara yang BERADAB dan DEMOKRATIS. Buruh yang berserikat pada
praktiknya sejauh ini mengalami hambatan sangat besar, karena bagi pengusaha
keberadaan serikat pekerja di anggap akan menjadi penghambat pencarian untungnya,
pengganggu AKUMULASI MODALnya. Pengusaha yang pada dasarnya berwatak serakah,
akan menghalalkan segala cara agar kepentingannya mulus tanpa hadangan dari manapun,
termasuk menghancurkan serikat buruh yang di anggap sebagai ancaman bagi pemodal.
Tak heran kini jikalau kita mendengar berkali - kali buruh menjadi korban PHK, di pekerjakan

dengan system kerja ala perbudakan modern ( kerja kontrak & outsourching ). Di bayar
dengan upah murah, dan konyolnya kejadian - kejadian ini tidak pernah tertuntaskan
penanganannya secara adil dan baik oleh negara, pemerintahan berikut aparatnya, selalu
buruh yang kalah dan menjadi korban.
Ini tidak terpisahkan dari peristiwa - peristiwa mengapa banyak serikat buruh yang di
berangus oleh pengusaha dan dibiarkan oleh pemerintah plus aparatnya. Karena memang
sejatinya keberadaan serikat buruh berfungsi sebagai alat untuk mensejahterakan pekerja,
anggota serikat pekerja. Serikat buruh seringnya mendapati pelanggaran - pelanggaran atas
hak buruh di perusahaan - perusahaan. Yang sebelumnya tertutupi dan sengaja di tutupi
oleh pengusaha yang diam - diam di bantu aparat yang berwenang dalam hal ini.
Pengawasan instansi ketenagakerjaan seolah tidak pernah ada dan tidak pernah hadir dalam
lapangan hubungan kerja yang riil. Sehingga atas kondisi demikian, fungsi dan peran serikat
buruh yang sesungguhnya, di anggap mengusik kenyamanan pengusaha dalam mencari
laba atau untungnya terus menerus. Maka jika terbentuk serikat buruh di suatu perusahaan,
langkah segera yang diperbuat oleh pengusaha ialah sebisa mungkin membuat serikat
buruh tak berfungsi, atau bahan sampai pada MENIADAKANNYA / MENGHANCURKAN nya.
Dalam proses di setiap aduan atas perbuatan UNION BUSTING, walaupun secara kasat mata
dan sudah relative memadai pembuktian pemberangusan serikat buruh oleh pengusaha.
Tetapi pada kenyataannya, proses aduan tindakan UNION BUSTING seringkali menemui jalan
bunt, berhenti karena alasan klasik : di anggap lemah pembuktiannya, dan seterusnya. Ini
lah konsekuensi yang di alami oleh kaum buruh, ketika aturan atau undang - undang serta
aparatnya yang ada tunduk pada kaum berpunya. Keseluruhan kekuasaan pun mengabdi
bagi mulusnya kepentingan sang modal. Tentu selalu mudahlah jalan bagi pengusaha
memberangus serikat buruh.
Pada kejadian pemberangusan serikat buruh di Carefour Indonesia, maupun penghancuran
serikat pekerja yang di alami buruh - buruh pabrik yang berlokasi di Cibitung dan Tangerang,
PT.Daya Cipta Kemasindo ini. Merupakan kejadian dari kali kesekiannya pemberangusan
serikat buruh yang pernah ada. Serikat Pekerja Carefour Indonesia sebagai serikat pekerja
yang telah berdiri sah sesuai aturan perundang - undangan serikat pekerja. Ketika
menghendaki untuk di gulirkannya proses perundingan pembuatan PKB ( Perjanjian Kerja
Bersama ) di Carefour Indonesia. Sebagai hak serikat pekerja yang telah di jamin oleh
undang undang, pun berikutnya menghadapi rintangan dari sang majikan. Dapat kita tarik
benang merahnya, jikalau proses PKB yang di kehendaki oleh SPCI dapat berjalan mulus.
Pengusaha justeru dengan watak dasarnya yang ANTI SERIKAT PEKERJA, khawatir akan
terganggu hajat pokoknya, yakni dalam peningkatan laba / pelipat gandaan untungnya bagi
perusahaan, dalam hal ini Carefour Indonesia kususnya maupun Carefour di seluruh dunia
umumnya. Sehingga pengusaha melakukan segala upaya untuk menghadang perjuangan
SPCI, yang sesungguhnya mulia, berjuang meningkatkan kesejahteraan bagi para pekerja
dan akan berdampak pada peningkatan etos kerja, dan akhirnya akan mampu mendorong
kemajuan perusahaan nantinya Tetapi justeru pengusaha Carefour tidak menghendaki
Serikat Pekerja yang kuat, apalagi tidak bisa di kendalikan oleh pengusaha. Tentu atas itu,
segala siasat akhirnya di kerjakan oleh pengusaha, untuk MENGHADANG NIAT SERIKAT
PEKERJA CAREFOUR INDONESIA melancarkan proses perundingan PKB dengan sebagaimana
harusnya. Terakhir, atas provokasi dari pihak perusahaan, yang terus menghambat laju
proses perundingan PKB, di tambah praktik system kerja kontrak yang melanggar aturan,
padahal ketetapan hokum menyangkut kerja kontrak, sudah dimenangkan pihak Serikat
Pekerja Carefour Indonesia.

Serikat Pekerja telah berulang kali menggunakan cara yang komunikatif, persuasive, tetapi
dibalas dengan prilaku yang tidak adil dari perusahaan. Sampailah pada pilihan Serikat
Pekerja Carefour Indonesia melakukan MOGOK KERJA yang sah dan sesuai aturan yang
berlaku. Namun demikian, pengusaha justeru kian menunjukan kesewenangannya,
melakukan tindakan balasan, dengan melakukan pemberangusan serikat pekerja secara
sistematis. Melalui sanksi - sanksi sepihak yang diberikan kepada jajaran pengurus dan
anggota Serikat Pekerja carefour Indonesia, sampai berujung pada sanksi SKORSING dan
mengarah pada PHK sepihak. Dimana kesemua kebijakan tersebut di maksudkan tiada lain
kecuali untuk MENGHABISKAN KEKUATAN SERIKAT PEKERJA CAREFOUR INDONEISA atau
PEMBERANGUSAN SERIKAT PEKERJA. Agar nantinya kepentingan pengusaha diharapkan bisa
berjalan mulus.
Setali tiga uang dengan apa yang di alami oleh serikat pekerja yang ada di PT. Daya Cipta
Kemasindo. Karena teramat banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan selama
ini. Mulai dari upah dibawah Upah Minimum Kabupaten Bekasi yang di terima oleh para
pekerja borongan atau harian lepas. K 3 yang tidak memadai, dan pernah mengakibatkan
kecelakaan kerja dan berdampak pada cacat permanennya kaki salah seorang buruh di PT.
DCK. Praktik penerapan hubungan kerja kontrak dan outsourching yang bertentangan
dengan aturan. Maka ketika terbentuk serikat pekerja di perusahaan, PTP Federasi
PROGRESIP KASBI PT.DCK. Di anggap sebagai ancaman oleh pengusaha. Cara - cara yang
dilakukan oleh pengusaha PT. DCK, yaitu dengan memaksa kepada para pekerja anggota
serikat pekerja untuk menanda tangani surat pernyataan versi perusahaan, dengan
mensisipkan arahan agar mundur dari serikat pekerja. Dan jika tidak bersedia, di anggap
menentang kemauan pengusaha, tentu berujung pada ancaman ter PHK. Sehingga dengan
demikian keberadaan serikat pekerja diperusahaan, dapat di pastikan terserabut dari
lingkungan kerja.
Itulah potret nasib serikat pekerja / serikat buruh di Indonesia, di berangus oleh pengusaha,
tetapi negara, pemerintah plus jajarannya melakukan PEMBIARAN. Maka pada kesempatan
ini, kami MENYAMPAIKAN :
TUNTUTAN kepada Negara & Pemerintah :
Bahwa Negara, pemerintah & aparatnya wajib menindak tegas dan memberikan efek jera
terhadap setiap pengusaha yang MEMBERANGUS SERIKAT BURUH ;
SERUAN kepada setiap unsur serikat buruh dan organisasi rakyat yang pro buruh, untuk ;
Mendukung setiap perjuangan kaum buruh serta melakukan perlawanan terhadap pelaku
pemberangusan serikat buruh. Serta mendesakan kepada negara : pemerintah berikut
aparat hukumnya untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas jaminan perlindungan nasib
buruh indonesia.
Demikian SIARAN PERS kami, dan atas perhatiannya di sampaikan terima kasih.
Jakarta, 21 Desember 2011
PENGURUS WILAYAH
KONFEDERASI KASBI

DKIJAKARTA
SULTONI
Koordinator
Humas :
IMAMS
Ketua umum
Serikat Pekerja Carefour Indonesia
Sepuluh Alasan PHK yang Dapat Digunakan oleh Perusahaan
Ada sepuluh alasan PHK, yang dapat digunakan perusahaan untuk mem-PHK Anda dengan
mengacu kepada Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
Pertama adalah Anda melakukan kesalahan berat.
Pasal 158, ayat 1 berbunyi, "Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai
berikut:
melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha
di lingkungan kerja;
membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali
untuk kepentingan negara; atau
melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih."

Namun, perlu Anda ketahui bahwa alasan phk berupa kesalahan berat yang dimaksud pada
Pasal 158, ayat 1 harus didukung dengan buktimisalnya,
pekerja/buruh tertangkap tangan;
ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan
yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Kedua adalah Anda ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
Pasal 160, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib
karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha,..."
Ketiga adalah Anda melakukan pelanggaran ketentuan yang telah diatur dalam Perjanjian
Kerja.
Pasal 161, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga
secara berturut-turut."
Bila Anda tidak mengindahkan peraturan perusahaan dan Anda tidak mengindahkan surat
peringatan yang diberikan oleh perusahaan kepada Anda- ini bisa menjadi alasan PHK untuk
pekerja.
Keempat adalah Anda tidak mau bekerja pada perusahaan oleh karena terjadi perubahan
status, penggabungan, peleburan, atau perubahankepemilikan perusahaan.
Pasal 163, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan,
atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan
hubungan kerja.........."
Kelima adalah perusahaan tidak bersedia menerima Anda sebagai karyawan di perusahaan
oleh karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan.
Pasal 163, ayat 2 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan
perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, ....."
Keenam adalah perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus selama dua
dua (2 tahun).
Pasal 164, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami
kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force
majeur)...."

Kerugian perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua)
tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Ketujuh adalah perusahaan melakukan efisiensi.
Ini merupakan alasan phk yang sering digunakan. Pasal 164, ayat 3menyebutkan,
"Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau
bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi,..."
Kedelapan adalah perusahaan pailit.
Pasal 165 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan pailit,.."
Kesembilan adalah Anda memasuki usia pensiun.
Pasal 167 ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun..." Ini merupakan alasan PHK yang
normal.
Kesepuluh adalah Anda mangkir selama lima (5) hari berturut-turut.
Pasal 168, ayat 1 menyebutkan, "Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau
lebih berturut-turut tanpa keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah
dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus
hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri."
Perlu dicatat bahwa keterangan tertulis dengan bukti yang sah harus diserahkan paling
lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.
Renungan:
Bacalah alasan PHK dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama Perusahaan
Anda.
Bacalah satu atau dua bab tiap minggu. Biasanya di sana diatur juga bagaimana uang
pesangon, uang penghargaan (bila ada) atau uang pisah berkaitan dengan PHK.
Baca jugalah Undang-Undang No. 13 tahun 2003 untuk mendapatkan gambaran tentang
kebijakan yang melandasi ketenagakerjaan dan alasan phk di republik ini.
Tentang Konsensus Politik Serikat Buruh Kuning
Tanggapan untuk Surya Tjandra
Anwar Maruf
AKHIR tahun kemarin, jagad persilatan gerakan buruh diwarnai peristiwa menarik. Saat itu,
23 November 2009, berlangsung Trade Unions Meeting for Political Consensus atau
TUMPOC yang digagas oleh Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). KSBSI
menyelenggarakan pertemuan ini bersama dua konfederasi lain, yakni Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menyusun konsensus gerakan politik buruh yang
didukung pendanaannya oleh The American Center for International Labor Solidarity (ACILS)
dan Friedrich Ebert Stiftung (FES). Menurut kabar, pertemuan itu dihadiri sekitar 50 aktivis
dari sejumlah organisasi. Menurut Surya Tjandra (Kompas, 26/12), pertemuan kaum buruh
Indonesia itu adalah pertemuan bersejarah karena baru pertama kali dilaksanakan sejak
reformasi 1998, dimana berbagai serikat buruh arus utama berkumpul dan membicarakan
isu yang selama ini praktis disingkirkan dari wacana para aktivis serikat buruh sendiri:
politik.
Namun sebenarnya pertemuan atau lebih tepatnya, persatuan serikat-serikat buruh itu
sendiri bukanlah yang pertama kalinya. UU Ketenagakerjaan no 13/2003, yang isinya
merugikan buruh merupakan buah dari persatuan serikat-serikat buruh dimaksud (KSBSI,
KSPI dan KSPSI) yang tergabung dalam Pokja RUU Ketenagakerjaan. Pokja ini diketahui
mendukung APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan DPR di jaman itu untuk melahirkan
UU tersebut.
Dalam artikelnya, Surya Tjandra menyebutkan bahwa Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP),
menilai ketiga konfederasi yang hadir (KSBSI, KSPI dan KSPSI) tidak menyuarakan
kepentingan buruh. Justru sebaliknya, malah sering mendukung kebijakan pemerintah yang
merugikan buruh. Pendapat ini wajar saja, sebab selain diakui pemerintah, sejumlah
kebijakan buruh (seperti penetapan upah) yang selalu melibatkan mereka hampir pasti
ditolak dan diprotes kaum buruh yang diwakilinya.
Secara sinis, bahkan muncul sebutan serikat buruh kuning bagi ketiga konfederasi ini,
merujuk warna kekuasaan orde baru di masa silam.
Perhimpunan Rakyat Pekerja tidak menolak persatuan antara gerakan buruh di Indonesia
harus dibangun, bahkan persatuan gerakan buruh yang progresif menjadi salah satu
kampanye PRP selama beberapa tahun ini. PRP selama ini mendorong adanya suatu
konfederasi serikat buruh yang kuat. Permasalahannya jelas, PRP tidak dapat mempercayai
persatuan gerakan buruh yang dimunculkan oleh serikat buruh yang notabene bagian dari
sistem kekuasaan sekaligus pro-pengusaha.
Peran ACILS yang mendorong pertemuan bersejarah kaum buruh Indonesia tersebut
tentunya juga patut dicurigai. ACILS, yang pada awalnya bernama Free Trade Union
Institute (FTUI), merupakan sebuah lembaga yang didirikan oleh The National Endowment
for Democracy (NED). Sebagaimana yang tertuang dalam dokumen publik NED pada tahun
1998 dengan judul Strengthening Democracy Abroad: The Role of the National Endowment
for Democrary, NED merupakan sebuah lembaga yang diinisiasi oleh pemerintah AS untuk
memperkuat kelembagaan demokrasi di seluruh dunia melalui lembaga-lembaga swasta,
dan lembaga non-pemerintah. Kepentingan dari NED adalah mengintervensi kebijakan
sebuah Negara yang dinilai tidak sesuai dengan sistem Polyarchy atau demokrasi
berorientasi pasar (Pontoh, 2007).
Untuk menjalankan mesin organisasinya, NED bersama-sama dengan partai Republik dan
partai Demokrat, Dewan Bisnis (Chamber of Commerce) dan American Federation of Labor
and Congress of Industrial Organization (AFL-CIO) mendirikan Center for International Private
Enterprise (CIPE), the National Democratic Institute for International Affairs (NDI), the
National Republican Institute for International Affairs yang kemudian berubah nama menjadi
International Republican Institute (IRI) and Free Trade Union Institute (FTUI) yang kemudian
lebih dikenal dengan nama the American Center for International Labor Solidarity (ACILS)

atau Solidarity Center. NED sendiri untuk jangka waktu yang lama dipimpin oleh pebisnis
kakap Carl Greshman. (Pontoh, 2007)
Lembaga-lembaga yang didirikan oleh NED ini bertugas melakukan intervensi politik sesuai
dengan demokrasi yang berorientasi pasar. Prinsip-prinsip demokrasi yang dimaksud
tentunya bukan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, namun yang
dimaksud adalah pemerintahan dari pasar, oleh pasar dan untuk pasar. Tidak heran jika
kehadiran demokrasi dalam struktur masyarakat yang timpang, diskriminatif, rasis, bias
gender dan dipenuhi tindakan kekerasan menjadi tidak bermakna.
Di lapangan, jaringan intervensi politik ini bekerja pada bidang garapan yang telah
ditentukan. Sebagai contoh, NDI dan IRI, khusus menggarap partai politik, dimana dalam
tugasnya ini mereka memberikan grant kepada partai politik di negara yang diintervensi.
Sementara FTUI dan ACILS menggarap sektor buruh dan memberikan grant kepada serikat
buruh.
Bahkan diketahui ACILS berperan dalam agenda kudeta tahun 2002 terhadap presiden
Venezuela, Hugo Chavez. Niat penggulingan terhadap Hugo Chavez ini lebih dikarenakan
presiden Venezuela tersebut memiliki sikap keras terhadap kepentingan ekonomi Neoliberal.
Untuk menjalankan aksinya, ACILS mengadakan konsolidasi pimpinan serikat buruh di
Venezuela, mirip seperti pertemuan konfederasi serikat buruh kuning yang terjadi di
Indonesia. Kenyataannya pertemuan tersebut memiliki agenda terselubung untuk
memenangkan aransemen pasar bebas yang dipaksakan untuk diterima oleh kalangan
rakyat pekerja, bahkan dengan cara kudeta jika di Venezuela.
Melanggengkan neoliberalisme
Dari fenomena di atas dapat terungkap bahwa pertemuan antar konfederasi serikat buruh
kuning tersebut hanya akan melanggengkan agenda-agenda Neoliberali. Peleburan ketiga
konfederasi tersebut disinyalir diorientasikan sebagai alat kalangan neoliberalis
memanfaatkan tangan-tangan elit serikat buruh agar kepentingan pemilik modal dapat
lebih diutamakan dan diuntungkan.
Yang menjadi pertanyaan, apakah TUMPOC merupakan aspirasi anggota ketiga konfederasi
serikat buruh tersebut? Jika bukan, jangan-jangan sekedar mainan dari para elit
konfederasi dimaksud. Tentu demi tujuan yang sifatnya pragmatis belaka.
Kesadaran politik dari serikat buruh juga penting dan dibutuhkan. Selama ini, perjuangan
politik dkanalkan melalui partai politik. Namun partai politik yang ada tidak ada yang peduli
pada kepentingan buruh, termasuk beberapa partai yang memakai nama buruh atau
pekerja. Tanpa berdaya di lapangan politik, kaum buruh selamanya tidak dapat mengontrol
aspirasi dan kepentingannya. Selama itu pula buruh tetap miskin dan menderita.
Sampai saat ini tidak ada kekuatan politik lain yang dapat menjadi penyeimbang atau
bahkan menjadi oposisi dari pemerintahan yang mengadopsi kebijakan neoliberal. PRP
menganggap, pembangunan kesadaran politik dari buruh sangat penting dan tak
terhindarkan. Namun, jelas bukan kesadaran politik yang saat ini didengung-dengungkan
oleh tiga konfederasi serikat buruh tersebut, yang tak bersikap kritis terhadap
neoliberalisme, kalau tidak malah bersisian.***
Anwar Ma'ruf, Ketua Nasional Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP PRP

Tolak UNION BUSTING/PEMBERANGUSAN SERIKAT


Berserikat adalah hak semua warga negara sebagaimana di amahkan dalam UndangUndang Dasar 1945. berserikat adalah salah satu kebutuhan bagi buruh Indonesia, dengan
berserikat-pun terkadang posisi tawar masih sangat lemah di hadapan pengusaha. Kecuali
serikat buruh yang solid dan mempunyai plafrom perjuangan yang jelas, bisa jadi posisi
tawar tinggi dihadapan pengusaha. Pengusaha sebenarnya bergantung
pada buruh untuk produksi. Sesungguhnya ketergantungan pengusaha bukanlah pada buruh
secara individual, melainkan pada buruh secara kolektif.
Hal ini bisa kita lihat dari fenomena pemogokan. Pemogokan yang hanya dilakukan oleh
segelinitr orang buruh relatif tidak akan berdampak apa-apa pada produksi, dan pengusaha
bisa dengan relatif mudah mengganti segelintir buruh itu dengan buruh lainnya. Namun, jika
semua buruh di sebuah situs produksi (pabrik, kantor atau toko) melakukan pemogokan,
maka pemogokan itu bisa melumpuhkan produksi sekaligus menekan pengusaha.
Di Indonesia sendiri, kebebasan berserikat diakui secara formal melalui UU No. 21 Tahun
2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Begitu pula, Indonesia telah meratifikasi
Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi melalui Keppres No. 82 Tahun 1998. Namun, hadirnya berbagai macam aturan
itu ternyata bukan jaminan bagi terwujudnya kebebasan berserikat untuk buruh. Union
busting/pemberangusan serikat terus terjadi dan korbannya terus berjatuhan.
Sejak tahun 2002 2012 ratusan kasus union busting atau pemberangusan serikat buruh.
Union busting terjadi tanpa mengenal batas sektor. Di sektor Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), misalnya, union busting dialami oleh Serikat Pegawai Bank Mandiri, Serikat Pekerja
Dok Kodja Bahari, dan Serikat Pekerja PLN, Serikat Pekerja Garuda Indonesia. Kemudian, di
sektor media, union busting di antaranya yang dialami oleh Serikat Pekerja Antara, Serikat
Pekerja Jakarta News FM, dan Perkumpulan Karyawan Warta Kota (PKWK), Serikat Karyawan
(SEKAR) Indosiar, dan yang terakhir Serikat pekerja Metro TV dengan korban Luviana dkk.
Di sektor Manufaktur dan Jasa juga terjadi union busting, seperti yang dialami oleh
pengurus Serikat Pekerja Mandiri Hotel Grand Melia, pengurus Safari Garden Hotel Bogor, PT
Karung Nasional, dan pengurus SP LIA Teacher Association (LIATA), Serikat Perjuangan Buruh
Indonesai (SPBI) PT. Wakatobi Resort dll. Cara pengusaha melakukan union busting pun
bermacam-macam, seperti pemecatan, mutasi, penurunan jabatan dan gaji pengurus serikat
buruh, intimidasi dan teror melalui preman.
Apa itu Union Busting/Pemberangusan serikat?
Union busting atau pemberangusan serikat buruh, adalah suatu praktik di mana perusahaan
atau pengusaha berusaha untuk menghentikan aktivitas serikat buruh di wilayah
perusahaannya. Upaya perusahaan dan pengusaha ini memiliki bentuk yang bermacammacam dengan menggunakan berbagai macam cara dan alasan. Sekarang ini, praktik union
busting semakin meningkat karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh pejabat atau
instansi yang seharusnya menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak berserikat bagi buruh
yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang 21 Tahun 2000 tentang serikat
pekerja/serikat buruh seperti bunyi pasal 28 Siapapun dilarang menghalang-halangi atau
memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau
tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan

atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:


a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan
jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.
Secara umum, union busting memiliki dua bentuk dasar. Pertama, perusahaan dan
pengusaha berupaya mencegah buruhnya untuk membangun atau bergabung dengan
serikat buruh. Tindakan ini dilakukan agar perusahaan bebas melakukan eksploitasi tanpa
adanya kontrol dari serikat buruh. Kedua, perusahaan dan pengusaha berusaha
melemahkan kekuatan serikat buruh yang telah ada. Sanksi perusahaan terhadap pengurus
dan anggota serikat, intimidasi dan tindakan diskriminatif, adalah tindakan yang umum
dilakukan untuk melemahkan serikat buruh.
Mengenali Pola Union Busting
Dalam melakukan union busting setidaknya terdapat 25 pola :
1. Keterlibatan negara
a. Melalui UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh:
Dalam UU ini, serikat pekerja dan serikat buruh sengaja dinamakan berbeda untuk
mengkotak-kotakkan
pekerja dan buruh.
UU ini memudahkan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, di mana serikat
pekerja/serikat buruh
dapat dibentuk hanya oleh minimal 10 orang. Kemudahan ini, pada
prakteknya, menjadi jalan bagi
pengusaha atau perusahaan untuk menciptakan serikat
tandingan.
b. Melalui UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
(PPHI).
Undang-undang ini memuat satu klausul khusus tentang perselisihan antar serikat, yang
membuka peluang bagi pengusaha untuk menciptakan serikat tandingan. Kerap terjadi
serikat ini diadu domba, sehingga serikat akan berkonsentrasi dalam perselisihan antar
serikat ketimbang berfokus pada perjuangan organisasi.
2. Menghalang-halangi buruh untuk bergabung di dalam serikat
Sering ditemui manajemen yang melarang buruhnya bergabung di dalam serikat. Selalu
dipropagandakan bahwa serikat tukang menuntut, membuat hubungan kerja tidak
harmonis, dan lain sebagainya. Intinya, mereka hendak mengatakan, serikat buruh adalah
perongrong perusahaan.
3. Intimidasi
Jika penghalang-halangan tidak berhasil, upaya lanjutan yang sering dilakukan adalah
mengintimidasi atau menakut-nakuti buruh. Saat bergabung dalam serikat, buruh diancam
tidak mendapatkan promosi, tidak naik gaji, tidak mendapatkan bonus atau tunjangan, tidak
naik pangkat, diputus kontrak kerjanya, dan lain sebagainya. Bahkan dijumpai pula ada
perusahaan yang menggunakan aparat kepolisian untuk menakut-nakuti pekerjanya agar
tidak bergabung menjadi anggota serikat.
4. Memutasi pengurus atau anggota serikat

Untuk memecah kekuatan serikat, sering pula dilakukan tindakan mutasi atau pemindahan
kerja secara sepihak. Kasus semacam ini umumnya dilakukan ketika serikat sedang
memperjuangkan hak-hak buruh. Tidak tanggung-tanggung, kadang mutasi dilakukan
hingga ke luar pulau. Tujuannya jelas, selain untuk melemahkan serikat juga untuk
menghancurkan mental buruh, karena ia juga akan jauh dari keluarganya. Akhir tahun 2007,
misalnya, union busting dalam bentuk mutasi terjadi pada Sekretaris Perkumpulan Karyawan
Kompas (PKK), Bambang Wisudo. Ia dimutasi ke Ambon tidak lama setelah PKK menuntut
dikembalikannya saham karyawan.
5. Surat Peringatan
Surat peringatan tergolong dalam kategori sanksi ringan. Tujuannya agar aktivis serikat
tidak lagi bergiat dalam membela kepentingan anggotanya. Jika surat peringatan diabaikan,
biasanya pengusaha akan meningkatkan sanksinya menjadi skorsing dan bahkan kemudian
PHK. Atau diberlakukan mekanisme Surat Peringatan Ke-1, Ke-2, dan Ke-3 yang berujung
pada PHK.
6. Skorsing
Skorsing kerap diberikan kepada aktivis sebagai peringatan atas kegiatan serikat yang
dijalankannya. Jika skorsing diabaikan, lazimnya pengusaha akan meningkatkan sanksinya
menjadi PHK.
7. Pemutusan Hubungan Kerja
Ini merupakan cara lama tapi masih menjadi tren hingga sekarang. Anggota serikat yang
sering menjadi korban dari modus ini adalah yang berstatus buruh kontrak. Dengan risiko
hukum kecil dan biaya murah (tidak perlu mengeluarkan pesangon besar), tindakan ini
kerap dijadikan pilihan favorit pihak manajemen. Dampaknya, buruh lainnya tidak berani
lagi bergabung dalam serikat dan lambat-laun serikat pun menjadi gembos.
8. Membentuk serikat boneka
Upaya ini dilakukan untuk menandingi keberadaan serikat buruh sejati. Tujuannya agar
buruh menjadi bingung, mau memilih serikat yang mana. Serikat boneka ini umumnya
dikendalikan penuh oleh manajemen, termasuk orang-orang yang menjadi pengurusnya.
Cara mengenali serikat model ini sangat gampang. Biasanya mereka mendapatkan
kemudahan dalam menjalankan aktivitasnya, sementara serikat sejati selalu dihambat saat
akan melakukan aktivitas. Tak terkecuali tidak mendapatkan izin untuk melakukan rapat di
kantor. Pada beberapa kasus, serikat tandingan hanya dibentuk untuk menghancurkan
serikat yang ada. Setelah serikat tandingan selesai merekrut anggota, kemudian
pengurusnya akan meninggalkan organisasi. Anggota yang ada di serikat tandingan
ditinggalkan begitu saja dan kebingungan menentukan arah, sementara serikat yang lama
bisa jadi sudah mati suri ditinggalkan anggotanya.
9. Membentuk pengurus tandingan dalam serikat yang sama
Melakukan kudeta atas kepengurusan yang sah merupakan jalan untuk menggembosi
serikat daripada membentuk serikat tandingan. Pada umumnya, upaya kudeta diawali
dengan pencitraan negatif terhadap figur ketua atau pengurus yang dilakukan secara
intensif dan terstruktur, sehingga anggota percaya terhadap pencitraan tersebut. Setelah
itu, direkayasa agar anggota meminta sebuah musyawarah luar biasa untuk mengganti
ketua dengan ketua yang baru. Setelah sang ketua baru terpilih, pada umumnya tidak
banyak yang dia lakukan, karena misinya memang hanya mengganti ketua yang lama.
Upaya kudeta bisa digagalkan jika sistem organisasi sudah berjalan dengan baik. Pengurus
yang tersisa dapat melakukan perlawanan, antara lain dengan cara memproses kudeta yang
dilakukan ke kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat sehingga muncul fatwa tentang

ketua yang sah.


10. Menolak diajak berunding tentang PKB
Saat diajak berunding, pengusaha berdalih macam-macam. Kadang pengusaha beralasan
mau memeriksa dulu apakah anggota serikat sudah memenuhi syarat 50% + 1 dari total
karyawan, kadang malah tidak mau berunding karena di dalam perusahaan terdapat dua
serikat buruh. Padahal kita tahu, serikat yang satunya lagi adalah serikat boneka yang selalu
membeo kepada pengusaha. Semua itu bertujuan agar buruh tidak memiliki PKB.
11. Tidak mengakui adanya PKB
PKB adalah salah satu alat dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan
bermartabat. Bagi serikat, PKB adalah salah satu tujuan penting dari perjuangan membela
hak dan kepentingan anggota. Langkah pengusaha mengabaikan PKB dimaksudkan untuk
meniadakan peranan serikat. Pada beberapa kasus, pengusaha mengganti PKB dengan
Peraturan Perusahaan (PP) secara sepihak walaupun di perusahaan tersebut masih ada
serikat buruh yang sah. Secara hukum langkah pengusaha tersebut merupakan pelanggaran
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
12. Membuat PP sepihak
Walaupun sudah ada serikat pekerja, tapi tidak diakui keberadaannya. Bahkan, kalau perlu
pengusaha membuat pernyataan palsu kepada Disnaker bahwa di perusahaannya tidak
terdapat serikat buruh sehingga dengan demikian peraturan perusahaan pun langsung
disahkan dan diberlakukan.
13. Tidak memberikan pekerjaan
Salah satu upaya untuk menteror aktivis serikat secara mental adalah dengan tidak
memberikan pekerjaan. Tetapi buruh yang bersangkutan harus tetap datang ke kantor dan
mengisi daftar absensi. Memang upahnya selaku buruh tetap dibayarkan, namun hal ini
tentunya menimbulkan konflik pribadi dirinya dengan sesama buruh. Seringkali aktivis
serikat menjadi merasa terkucil karena kawan-kawan di lingkungannya sibuk bekerja,
sementara ia hanya duduk diam. Cara ini lazimnya digunakan untuk membuat aktivis serikat
merasa frustasi, sehingga tanpa diminta dia akan berhenti atau mengundurkan diri.
14. Mengurangi hak atau kesempatan
Salah satu pola yang juga sering diterapkan adalah tidak memberikan hak-hak kedinasan
kepada buruh yang menjadi pengurus atau aktivis serikat. Jika ada 2 orang yang posisi
pekerjaannya sama, seringkali buruh yang menjadi pengurus atau aktivis serikat tidak
menerima hak atau tunjangan kedinasan yang diperoleh buruh lainnya yang tidak menjadi
pengurus serikat. Pengusaha kemudian membuat aturan khusus sebagai pembenaran
kenapa posisi pekerjaan buruh yang menjadi pengurus serikat tidak mendapat tunjangan
seperti posisi lainnya yang setara dengannya.
15. Promosingkir
Karena pada dasarnya buruh bekerja untuk mencapai karir terbaik, pengusaha memberikan
kesempatan promosi untuk posisi terbaik kepada pengurus serikat sebagai iming-iming.
Umumnya pengurus atau aktivis yang mendapatkan promosi mendadak dengan fasilitas
yang menggiurkan, merasa tidak enak hati sehingga daya juangnya menurun.
16. Kriminalisasi
Dalam menjalankan kegiatan serikat pekerja, sering ditemukan kasus di mana pengurus
atau aktivis serikat dilaporkan pengusaha kepada kepolisian. Pasal-pasal yang kerap
dituduhkan pada pengurus serikat adalah pasal karet atau pasal sampah dalam KUHP. Di
antaranya pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah. Kasus ini
diperparah dengan belum adanya unit khusus di kepolisian yang menangani masalah
perburuhan, sehingga penyelesaian masalahnya bergantung pada penyidik di direktorat

atau unit yang menangani.


17. Mengadu domba buruh
Buruh mudah sekali diadu domba satu sama lain. Pengusaha melemparkan berbagai isu
mulai dari isu kesejahteraan hingga black campaign yang mengesankan bahwa serikat telah
dibawa ke arah yang salah, sehingga buruh mengalami kebingungan. Dari kondisi ini,
diharapkan muncul suatu kondisi ketakutan, yaitu takut terbawa-bawa dan rasa apatis untuk
tidak lagi berjuang melalui organisasinya.
18. Doktrin anti-serikat dipelajari juga khusus oleh pengusaha
Bukan hanya buruh yang bersatu, pengusaha juga bersatu melalui berbagai forum. Untuk
pengusaha swasta kita mengenal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sementara untuk
direksi BUMN saat ini muncul Forum Komunikasi Direksi BUMN. Jika buruh bersatu untuk
memikirkan berbagai strategi mendapatkan hak anggotanya, maka pengusaha pun pada
umumnya memikirkan strategi apa yang tepat untuk menghancurkan serikat di
perusahaannya. Keberadaan serikat yang kuat menjadi ancaman bagi pengusaha karena
buruh tidak mudah lagi dibohongi dan ditindas. Melihat maraknya praktek union busting
yang menimpa berbagai serikat serta adanya kesamaan jenis union busting yang
diterapkan, bukan tidak mungkin saat ini pengusaha mempelajari secara khusus strategi
union busting. Ditambah dengan kemudahan fasilitas, pengusaha tidak mengalami kesulitan
untuk menggelar berbagai pertemuan.
19. Menyewa preman untuk menteror
Upaya intimidasi terhadap pengurus serikat tidak berhenti sampai dengan PHK, skorsing,
surat peringatan, kriminalisasi, tidak dipekerjakan atau pengurangan hak. Pada tingkatan
yang lebih ekstrem, penindasan terhadap aktivis serikat bisa juga berupa pelibatan preman
untuk melakukan kekerasan fisik. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pengurus atau aktivis
serikat jera dan tidak lagi bergiat dalam kegiatan serikat. Dalam sidang di PHI misalnya,
pernah ada pengusaha yang membawa tukang pukul untuk menakuti-nakuti buruh yang
berperkara.
20. Serikat yang ada merupakan serikat kuning (yellow union), ketika buruh membentuk
serikat baru, pengusaha tidak mau mengakui keberadaan serikat baru
Pada kasus tertentu, serikat yang sudah terbentuk merupakan yellow union, yaitu serikat
yang tidak berpihak pada hak dan kepentingan buruh serta cenderung berpihak kepada
pengusaha. Kemudian buruh yang lain menyadari hal tersebut dan membentuk serikat baru
yang berorientasi pada hak dan kepentingan buruh. Namun, pengusaha menisbikan
keberadaan serikat tersebut dengan jalan tidak mengakui keberadaannya.
21. Politisasi
Pengusaha bisa saja melibatkan partai politik untuk membungkam gerakan buruh. Tidak
jarang pengusaha menakut-nakuti buruh dengan mengatasnamakan partai politik tertentu
sebagai backing.
22. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Privatisasi BUMN menjadi salah satu upaya untuk menggembosi serikat karena melalui cara
ini bisa terjadi perubahan kepemilikan perusahaan. Dengan demikian, patut diwaspadai
apakah pemilik baru tetap akan peduli dengan adanya serikat. Belum lagi adanya ancaman
perubahan status pegawai dari pegawai tetap menjadi kontrak/outsourcing yang akan
melemahkan serikat.
23. Pengurus serikat diikutkan dalam pelatihan khusus (seperti Lemhanas) untuk diberikan
doktrin khusus
Ada kasus tertentu di mana ketua atau pengurus serikat diikutkan oleh pengusaha dalam
pelatihan khusus, seperti Lemhanas, dengan maksud untuk memberi doktrin khusus agar

mengalami disorientasi perjuangan serikat.


24. Lempar tanggung jawab antara Menteri Tenaga Kerja dan Menteri BUMN
Pada serikat BUMN, kerap terjadi pembiaran atas kasus-kasus ketenagakerjaan oleh Menteri
BUMN. Kalau pun Menteri Tenaga Kerja peduli, tetap saja penyelesaian masalahnya
bergantung pada Menteri BUMN.
25. Perubahan status dari buruh tetap menjadi buruh kontrak/outsourcing
Dalam perkembangan terkini, sistem kerja kontrak dan outsourcing juga menjadi cara untuk
memberangus serikat buruh. Perubahan status kerja ini menjadikan seorang buruh memiliki
kesulitan untuk berorganisasi karena hubungan kerja menjadi bersifat individual dan bukan
lagi kolektif. Kondisi ini pada akhirnya melemahkan buruh dan serikat buruh.
Mengapa Melakukan Union Busting?
Alasan mendasar mengapa perusahaan dan pengusaha melakukan union busting adalah
karena mereka menganggap serikat bisa berpengaruh buruk bagi kelangsungan bisnis.
Tuntutan serikat akan upah layak, kondisi dan keselamatan kerja yang sehat, dan
peningkatan kesejahteraan bagi buruh merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan,
karena perusahaan tidak lagi dapat mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya dengan
mengorbankan buruh. Pendeknya, keberadaan serikat buruh mengganggu keleluasaan
perusahaan dan pengusaha untuk membayar upah kaum buruh semurah-murahnya dan
menelantarkan nasib kaum buruh.
Di Indonesia, sejak disahkannya UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, setiap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai union busting merupakan tindak
pidana yang dapat dihukum. Pasal 43 UU No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh yang berbunyi :
1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.
Cara melawan Union Busting
Kebebasan berserikat adalah salah satu perubahan yang paling signifikan dalam tonggak
sejarah perjuangan rakyat di Indonesia. Melalui ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948
tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi, jaminan kepada
buruh akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasi demi kemajuan
dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada
campur tangan negara, dilindungi secara internasional. Jaminan kebebasan ini meliputi:
1. Kebebasan mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik
yang ada serta tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu
perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan
kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada.
2. Kebebasan untuk bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan
permohonan terlebih dahulu.
3. Kebebasan mengembangkan hak-hak di atas tanpa pengecualian apapun, apakah itu
pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.
Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi serikat buruh untuk:
1. Bebas menjalankan fungsi organisasi, termasuk untuk melakukan negosiasi dan
perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja.
2. Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan

melaksanakan berbagai program aktivitasnya.


3. Mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan
mereka.
4. Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau
mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak
berpihak.
5. Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan
pilihan mereka serta bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja internasional.
Bersamaan dengan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi,
sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja.
Dengan adanya jaminan hukum yang diberikan oleh UU No 21 Tahun 2000 dan Konvensi ILO
No. 87 Tahun 1948 harusnya praktik union busting sudah lenyap dari bumi Indonesia.
Namun, pada kenyataannya hal yang sebaliknya justru terjadi. Praktek union busting
semakin meningkat dan semakin mengkhawatirkan. Mengapa hal ini terjadi?
Pembiaran dan keberpihakan negara atau pemerintah kepada pengusaha merupakan kata
kunci untuk menjawab pertanyaan, mengapa union busting masih terus terjadi. Pembiaran
dan keberpihakan pada pengusaha ini dilakukan oleh negara melalui berbagai institusinya.
Institusi tersebut di antaranya adalah:
1. Presiden. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden seharusnya mengupayakan agar
seluruh aparat pemerintahannya melaksanakan amanat undang-undang dan menegakkan
hak konsitusional kaum buruh untuk berserikat dan memperoleh kesejahteraan.
2. Mahkamah Agung. Institusi ini cenderung lamban dan tidak memiliki keberpihakan pada
kaum buruh. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kasus union busting dan
kriminalisasi kaum buruh yang menumpuk dan tak terselesaikan hingga hari ini dan kalau
pun terselesaikan, lebih banyak kaum buruh yang dikalahkan.
3. DPR. Dewan terhormat yang harusnya menjadi pengemban amanat rakyat cenderung
lalai dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan mendengar
aspirasi kaum buruh.
4. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Sebagai institusi yang
melakukan pengawasan, Depnakertrans cenderung lalai melakukan tugas pengawasannya
dan tidak bersikap pro-aktif dalam mengupayakan penghentian praktek union busting di
Indonesia.
5. Kepolisian. Kepolisian yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum apabila
terjadi kasus union busting cenderung bergerak lamban dan tutup mata terhadap kasuskasus union busting. Kepolisian perlu membentuk unit khusus yang menangani kasus
perburuhan
Upaya yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk menegakkan kebebasan berserikat
tidak lain adalah dengan melakukan desakan pada institusi-institusi tersebut di atas.
Berkumpul, berdiskusi, menggalang persatuan kaum buruh, melakukan aksi, demonstrasi
dan pemogokan adalah jalan yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk merebut kembali
hak dan kebebasan yang selama ini telah dinjak-injak oleh perusahaan dan pengusaha.
Ayo gabung, berbaris bersama lautan massa kaum buruh untuk melawan union busting!
Lawan union busting sekarang juga!

Anda mungkin juga menyukai