Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
secara
efektif
dengan
penggunaan
kortikosteroid
topikal,
penggunaan anestesi
(Marx,
2003). Kontrol
BAB II
LAPORAN KASUS
: 26 April 2016
Nama
: Nn. MAS
Agama
: Islam
Telepon
: 0812145753XX
: 23 tahun
Alamat
Pekerjaan
: Mahasiswi
Status
: Belum Menikah
NRM
: 2015-024XX
Anamnesis
Seorang pasien wanita berusia 23 tahun datang ke RSGM dengan keluhan
adanya sariawan pada bibir bawah samping kiri depan bagian dalam sejak hari
Jumat yaitu 4 hari yang lalu. Pada awalna pasien mengeluhkan adanya rasa
tidak nyaman pada daerah sekitar sariawan. Sariawan tersebut pertamakali
timbul hanya berupa dua titik kecil yang berdekatan yang kemudian menjadi
satu dan membesar karena tergigit oleh pasien pada saat pasien makan.
Setelah sariawan membesar, pasien mengeluhkan rasa perih dan nyutnyutan saat pasien makan dan menyikat gigi. Setelah merasa tidak nyaman
tersebut pasien akhirnya menggunaan albotyl untuk meredakan rasa sakitnya,
akan tetapi setelah menggunakan albotyl sariawan pasien semakin bertambah
besar dan terdapat selaput putih di atasnya. Pasien selama hari Jumat hingga
Senin masih menggunakan albotyl. Waktu kecil pasien mengungkapkan pernah
sariawan jika bibir atau lidahnya tergigit, dan pada saar dewasa pasien jarang
mengalami sariawan.
Terakhir kali pasien mengalami sariawan adalah sekitar 3 bulan yang lalu
di bagian dalam gusi rahang bawah karena terkena pelat ortho yang terlalu
kencang. Di keluarga pasien juga jarang mengalami sariawan, paling hanya
sesekali. Saat ini pasien sedang menjalani perawatan orthodonti lepasan dan
pasien ingin keluhannya diatasi.
: YA/TIDAK
Hipertensi
: YA/TIDAK
Diabetes Melitus
: YA/TIDAK
Asma/Alergi
: YA/TIDAK
Penyakit Hepar
: YA/TIDAK
Kelainan GIT
: YA/TIDAK (Gastritis)
Penyakit Ginjal
: YA/TIDAK
Kelainan Darah
: YA/TIDAK
Hamil
: YA/TIDAK
Kontrasepsi
: YA/TIDAK
Lain-lain
: YA/TIDAK
: Baik
Tensi
: 120/80 mmHg
Kesadaran
: Compos Mentis
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: Afebris
Nadi
: 96 x/menit
Submental
Servikal
Mata
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Pupil
: Isokhor
Konjungtiva : Non-anemis
Sklera
: Non-ikterik
TMJ
Bibir
Wajah
Simetri / Asimetri
Sirkum Oral
Bibir kering
Lain-lain
Gingiva
Mukosa bukal
: Teraan gigitan pada sisi kiri dari gigi 35 s/d 37 dan sisi
kanan dari gigi 45 s/d 47 dengan lapisan berwarna
keputihan
Mukosa labial
Palatum durum
Palatum mole
Frenulum
Lidah
Dasar mulut
Unerruption tooh
: 18, 28, 38
Partial erruption
: 48
Karies superficial
Restorasi logam
: 46
Gambar 2.1 Ulser traumatik pada mukosa labial rahang bawah dalam sisi
kanan
Gambar 2.2 Cheek biting pada pasien di sisi kanan dan kiri
Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
: Tidak dilakukan
Darah
: Tidak dilakukan
Patologi Anatomi
: Tidak dilakukan
Mikrobiologi
: Tidak dilakukan
Diagnosis
d/ Traumatic ulcer pada mukosa labial kanan bawah, et causa trauma mekanik
d/ Cheek biting pada kedua sisi
d/ Coated tongue
d/ Keilitis eksfoliatif
Differential Diagnosis
dd/ Recurrent apthous stomatitis
Rencana Perawatan
Pro/ Oral Hygiene Instruction
-
Menyikat gigi minimal 2x sehari yaitu pagi saat sesudah sarapan, dan
Pro/ Resep
R/ Triamcynolone asetonida pasta 0,1% tube No. I
4.d.d 1 lit oris
R/ Clorhexidine gluconate 0,2% fls No. I
4.d.d 1 lit oris
Pro/ Kontrol 1 minggu
NRM
: 2015-024XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Anamnesis
Tujuh hari yang lalu terdapat sebuah sariawan pada bibir bawah bagian kanan
dalam. Sariawan tersebut terasa sakit dan mengganggu pada kunjungan
10
Submental
Servikal
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Bibir
Wajah
Simetri / Asimetri
Sirkum Oral
Bibir kering
Lain-lain
Gingiva
11
Mukosa bukal
: Teraan gigitan pada sisi kiri dari gigi 35 s/d 37 dan sisi
kanan dari gigi 45 s/d 47 dengan lapisan berwarna
keputihan
Mukosa labial
Palatum durum
Palatum mole
Frenulum
Lidah
Dasar mulut
Unerruption tooh
: 18, 28, 38
Partial erruption
: 48
Karies superficial
Restorasi logam
: 46
12
Gambar 2.4 Post traumatik ulser yang sedang dalam proses penyembuhan
Gambar
13
d/ Coated tongue
d/ Keilitis eksfoliatif
Differential Diagnosis
dd/ Recurrent apthous stomatitis
dd/ Linea alba
dd/ Oral candidiasis
Rencana Perawatan
Pro/ Medikamen
Melanjutkan penggunaan Triamcynolone asetonida 0,1% dan Clorhexidine
gluconate 0,2% pada area ulser
Pro/ Oral Hygiene Instruction
-
Menyikat gigi minimal 2x sehari yaitu pagi saat sesudah sarapan, dan
NRM
: 2015-024XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Anamnesis
15
Hari ke-21 sariawan pada bibir dalam bagian bawah kanan sudah sembuh dan
tidak ada keluhan lagi dan tidak terasa sakit sama sekali, setelah sebelumnya
melanjutkan memakai Triamcynolone asetonida 0,1% dan Clorhexidine
gluconate 0,2%.
Pemeriksaan Ekstraoral
Kelenjar Limfe
Submandibula
Submental
Servikal
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Bibir
Wajah
Simetri / Asimetri
Sirkum Oral
Lain-lain
Pemeriksaan Intraoral
Kebersihan mulut
Gingiva
16
Mukosa bukal
: Teraan gigitan pada sisi kiri dari gigi 35 s/d 37 dan sisi
kanan dari gigi 45 s/d 47 dengan lapisan berwarna
keputihan
Mukosa labial
Palatum durum
Palatum mole
Frenulum
Lidah
Dasar mulut
Unerruption tooh
: 18, 28, 38
Partial erruption
: 48
Karies superficial
Restorasi logam
: 46
17
Gambar 2.8 Traumatik ulser pada mukosa labial rahang bawah dalam sisi
kanan yang sudah sembuh
Hasil Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Diagnosis
d/ Post ulcer pada mukosa labial kanan bawah, et causa trauma mekanik
d/ Keilitis eksfoliatif
Differential Diagnosis
dd/ Recurrent apthous stomatitis
Rencana Perawatan
Pro/ Oral Hygiene Instruction
-
Menyikat gigi minimal 2x sehari yaitu pagi saat sesudah sarapan, dan
malam sebelum tidur
18
19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
20
Lokasi ulser traumatik biasanya pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan tepi
perifer lidah (Langlais and Miller, 2010).
Bentuk dari lesi ulser traumatik adalah lesi tunggal yang mengalami
kerusakan epitel dan ditutup oleh gumpalan fibrin yang terlihat putih kekuningan
dengan pinggiran eritem (Laskaris, 2006).
Ulser traumatik dapat dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronik. Ulser
traumatik akut lebih mudah utnuk didiagnosa karena pasien dapat memberikan
anamnesa yang jelas mengenai enyebab terjadinya ulser. Ulser yang menimbulkan
rasa sakit biasanya memiliki teri yang ireguler (Turner, 1980).
Lesi yang diakibatkan oleh iritasi ringan yang terus menerus dan
berkelanjutan disebut ulser traumatik kronis. Ulser tersebut bisa diakibatkan oleh
ujung gigi yang tajam atau gigi tiruan yang rusak. Pasien biasanya tidak
memperhatikan lesi hingga menjadi besar. Gambaran klinis lesi ini menyerupai
karsinoma dan ulser yang infeksius (Turner, 1980).
22
23
Gambar 3.4 Traumatik Ulser Akibat Penggunaan Gigi Tiruan (Regezi et al., 2003)
c. Suhu Panas
Lesi yang terjadi karena makanan dan minuman yang sangat panas dan anakanak yang menggigit kabel peralatan listrik. Kontak instrumen dokter gigi yang
panas pada mukosa yang teranestesi, secara tidak sadar pasien mengalami luka
akibat instrumen panas (Regezi et al., 2003).
24
Gambar 3.5 Traumatik Ulser Akibat Suhu Panas Material Hidrokoloid (Regezi et
al., 2003)
d. Terapi Radiasi dan Kemoterapi
Lesi biasa terdapat pada pasien yang sedang menjalani perawatan radiasi
kanker pada kepala dan leher. Pada lesi keganasan tersebut, terutama squamous
cell carcinoma, yang membutuhkan dosis radiasi yang besar (60-70Gy), ulser
biasa terlihat pada lokasi penyinaran (Regezi et al., 2003). Pada kemoterapi,
mukosa yang terkena adalah mukosa non keratinisasi, seperti mukosa bukal,
ventrolateral lodah, palatum mole, dan dasar mulut. Manifestasi oral akibat terai
radiasi adalah oral mucositis yang timbul pada minggu kedua setelah terapi, dan
akan sembuh perlahan setelah 2-3 minggu setelah terapi dihentikan (Regezi et al.,
2003).
Pada lesi jenis ini, lesi awal berwarna kaputihan dengan sedikit deskuamasi
pada keratin, yang kemudian menimbulkan atrofi pada mukosa dengan gambaran
edematous dan eritematous. Selanjutnya ulkus akan ditutupi oleh membran
fibrinopurulen. Ulkus terasa nyeri dengan sensasi rasa terbakar serta tidak nyaman
(Neville dkk., 2009).
3.2.2.
Gambaran Klinis
25
26
3.2.3.
Patofisiologi
Gaya eksternal yang mengenai jaringan dapat menyebabkan trauma pada
ulser (DeLong and Buckhart, 2013). Mukosa oral terdiri dari lapisan epitel gepeng
berlapis yang tipis dan rapuh. Epitel mukosa mempertahankan integritas struktural
oleh proses pembaharuan sel terus-menerus. Pembaharuan sel yang cepat dapat
mempercepat pula proses penyembuhan luka. Namun demikian kemungkinan
mutasu dan kerusakan pada sel juga tinggi (Cunningham, 2002).
27
Gejala ulser traumatik adalah sakit, berupa panas dan nyeri setempat.
Ketidaknyamanan dalam 24-48 jam sesudah trauma terjadi. Gambaran lesi
bergantung pada iritan. Pada awalnya daerah eritematous dijumpai di daerah
perifer kemudian menjadi makula merah, dalam waktu singkat bagian tengah akan
berubah menjadi jaringan nekrotik dan ulser akan ditutupi oleh eksudat fibrin
kekuningan. Ulser akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu 10-14 hari
apabila iritan peenyebab
perubahan warna dasar ulkus menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin
(Cunningham, 2002).
3.2.4.
Histopatologi
Secara histopatologi, epitelium dapat memperlihatkan hiperkeratosis. Pada
jaringan ikat di bawahnya terdapat jaringa granulasi dengan infiltrasi neutrofil,
limfosit, histiosit, dan kadang sel plasma. Lesi ini akan sembuh alam beberapa
minggu setelah stimulus dihilangkan. Ulser kecil tidak akan meninggalkan bekas
(Saraf, 2006).
Pada gambaran mikroskopik, daerah permukaan ulserasi ditutupi oleh
membran fibrinopurulen yang terdiri dari sel inflamasi akut dengan fibrin. Epitel
skuamosa bertingkat dari permukaan yang berdekatan dapat hiperplastik dan
menunjukkan daerah atypia skuamosa reaktif. Dasar ulser terdiri dari proliferasi
jaringan granulasi dengan daerah edema dan infiltrasi sel inflamasi akut dan
kronis (Houston, 2009).
Gambar 3.7 Gambaran Histologi Ulser Traumatik (Regezi et al., 2003)
3.2.5.
Diagnosis Banding
a. Stomatitits Aphtous Rekuren
28
SAR merupakan suatu kelainan pada rongga mulut yang ditandai dengan lesi
ulserasi yang bersifat rekureni pada rongga mulut dan saluran orofaring dan SAR
tidak disertai tanda-tanda penyakit lainnya. SAR terdiri atas daerah ulser yang
berwarna putih kekuningan dengan dasar cekung dan disertai dengan margin
eritema (Field and Longman, 2003).
Penyebab dari SAR sampai saat ini belum diketahui, namun SAR dapat
timbul karena beberapa faktor, dengan keterlibatan sistemik, lokal, mikrobial, dan
faktor genetik.
Faktor-faktor perdisposisi pada SAR :
1.
Faktor Genetika
Miller mengemukakan bahwa dari 1.303 anak-anak yang berasal dari 530
2.
Defisiensi Nutrisi
29
Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi juga merupaan penyebab
SAR, namun dalam jumlah yang kecil. Pasien dengan kondisi malabsorbsi seperti
penyakit celiac (gluten-sensitive enteropathy atau nontropical sprue) dan Crohns
disease memiliki kecenderungan menderita SAR. (Regezzi). Pada pasien yang
mengalami menstruasi juga dapat mengalami kekurangan zat besi .
3.
Alergi
Makanan yang diduga memicu alergi adalah susu, keju, mentega, dan
tepung. Deterjen yang terdapat pada pasta gigi, Sodium Lauryl Sulfate (SLS)
diduga menjadi etiologi pertumbuhan SAR, namun penelitian double-blind
crossover menunjukkan penggunaan pasta gigi bebas SLS tidak memiliki efek
signifikan pada perkembangan SAR.
4.
Stress
Stress diduga menjadi salah satu faktor predisposisi RAS. Orang yang
berspekulasi
bahwa
kecemasan
dapat
menyebabkan
kebiasaan
parafungsional, termasuk mengigit bibir dan pipi, dan trauma fisik dapat memulai
proses ulseratif pada individu yang rentan (Gallo, Mimura, and Sugaya, 2009)
30
Selain itu, terjadinya SAR karena faktor stress dihubungkan dengan hormon
kortisol. Pada keadaan stress, terjadi peningkatan sekresi hormon kortisol yang
akan mengakibatkan peningkatan level kortisol dalam plasma. Hal ini akan
menyebabkan
peningkatan
katabolisme
protein
menjadi
lambat
yang
5.
Gangguan Hormonal
Hormon
progesteron
yang
kadarnya
lebih
rendah
dari
normal
menyebabkan resiko terjadinya RAS yang lebih tinggi. Efek hormon progesteron
dalam jaringa periodontal adalah meningkatkan produksi prostaglandin (self
limiting process), meningkatkan polymorphonuclear leukocytes, mengurangi efek
anti-inflamasi dari glukokortikoid, mengubah sintesi protein kolagen dan non
kolagen serta metabolisme fibroblast, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler.
Pada pasien RAS oleh karena progesteronnya rendah maka self limiting process
berkurang (Soetiarto, Maria, Utami, 2003).
6.
hubungan
antara
meningkatnya
terkena
SAR
dengan
31
tahan terhadap ulser. Saat kebiasaan merokok berhenti, mukosa akan mengalami
penipisan karena penurunan keratinisasi mukosa sehingga mukosa lebih rentan
mengalami ulserasi. Selain itu, stress akibat menghentikan kebiasaan merokok
juga diduga dapat meningkatkan kemungkinan SAR (Field and Longman, 2003).
7.
Mikroorganisme
SAR dulu diasumsikan sebagai bentuk rekurensi dari infeksi HSV. Namun,
SAR
dengan
virus
lainnya
seperti
virus
varicella-zoster
atau
Fase Prodormal
Fase ini berlangsung 2-48 jam, ditandai dengan rasa ketidaknyamanan di
dalam mulut dan terkadang disertai dengan malaise. Namun, fase ini
jarang terjadi pada mayoritas pasien.
32
Fase Pre-ulseratif
Fase ini ditandai dengan adanya mukosa yang mengalami eritema dan
bengkak.
Fase Ulseratif
Fase ini merupakan fase yang dominan, pasien merasakan adanya nyeri
lokal pada mukosa mulut. Terlihat lesi cekung dengan margin yang tajam
dan jelas yang dikelilingi dengan daerah eritema dan edema. Pada SAR
lesi berbentuk oval atau bulat reguler, sedangkan pada ulkus traumatikus
lesi berbentuk irregular.
Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menghilangnya rasa nyeri dan terlihat gambaran
granulasi serta pseudomembran.
Fase Remisi
Fase ini dapat berlangsung lama atau sebentar, regular atau irregular,
tergantung dari faktor etiologi.
Terdapat tiga tipe SAR, yaitu tipe mayor, minor, dan herpetiform.
Perbedaan dari ketiga tipe tersebut adalah derajat keparahannya. Perbedaan dari
masing-masing tipe akan dijelaskan pada tabel di bawah:
Gambaran
Prevalensi
Tipe SAR
Minor
Mayor
Herpetiform
75-85%
10-15%
5-10%
33
Puncak onset
1 dan 2
1-5
1-3
(dekade)
Jumlah ulser per
episode
100)
< 10
> 10
1-2
7-14 hari
2 minggu 3 bulan
7-14 hari
Ya
Tidak
Ya
Mukosa nonkeratin,
Mukosa berkeratin,
Mukosa nonkeratin,
permukaan ventral
berkeratin, palatum
lidah
lateral lidah
34
35
36
multipel bervariasi 5-100 ulser. Mukosa oral nonkeratinisasi bisa terlibat, secara
khusus bisasanya terdapat pada lateral margin dan permulaan sentral dari lidah
dan dasar mulut (Field and Longman, 2003; Greenberg and Glick, 2003).
37
Gambar 3.11 Ulser pada Herpes Simplex Primer (Regezi et al., 2003)
Gambar 3.12 Ulser Multipel pada Herpes Simplex di Palatum (Laskaris, 2006)
Infeksi herpes rekuren biasa terjadi disebabkan HSV-1 laten pada ganglion
trigeminal dan teraktivasi kembali. Faktor yang dapat memicu aktivasi tersebut
diantaranya demam, stress, temperatur dingin, resistensi yang rendah, cahaya
matahari, trauma, dan kondisi immunosupresan. Herpes ini bersifat self limited
38
dan akan sembuh dalam 2 minggu tanpa meninggalkan bekas luka (Scully, 1999;
Regezi et al., 2003). Sekitar 15% dewasa normal mengalami rekurensi HSV-1
yang tampak sebagai:
Lesi bibir pada perteuan mucocutaneus; berupa makula yang secara
cepat berubah menjadi papula, vesikel, kemudian berubah menjadi
39
Gambar 3.13 Squamous Cell Carcinoma pada Dasar Mulut (Laskaris, 2006)
3.2.6. Terapi dan Penatalaksanaan
Ulser traumatik dapat dihilangkan dengan menghilangkan penyebab
ataud engan steroid topikal untuk jangka waktu yang pendek (Laskaris, 2006).
Lesi kecil dan tidak ekstensif akan hilangn dengan sendirinya setelah penyebab
trauma dihilangkan dan kebersihan mulut tetap terjaga. Untuk menjaga kebersihan
rongga mulut, dianjurkan untuk menggunakan antiseptik seperti obat kumur.
Lesi yang luas harus diperhatikan proses penyembuhannya karena lebih
rentan meninggalkan bekas luka. Lesi yang tidak mengalami perubahan ke arah
sembuh dianjurkan untuk dilakukan bipsi dan pemeriksaan lebih lanjut (Jordan,
2004).
40
41
Cheek biting
Lesi putih pada jaringan oral dapat dihasilkan dari iritasi kronis karena
42
tidak mengetahui hubungannya dengan lesi yang terjadi. Lesi putih dari check
chewing ini terkadang membingungkan karena mirip dengan kelainan
dermatologis lainnya yang mengenai mukosa oral, sehingga bisa menyebabkan
kesalahan mendiagnosa. Kronik chewing pada mukosa labial (morsicatio
labiorum) dan batas lateral lidah (morsicatio linguarum) dapat terlihat sewaktu
adanya check chewing atau dapat menyebabkan lesi terisolasi. Prevalensi rata-rata
0,12-0,5% dilaporkan pada populasi di Scandinavia dan 4,6% di Afrika Selatan
pada sekolah anak-anak yang memiliki treatment kesehatan mental; rata-rata ini
didukung oleh peranan stress dan kecemasan sebagai etiologi dari kondisi ini
(Greenberg and Glick, 2003).
Karena lesi dihasilkan dari kebiasaan yang tidak disadari, tidak ada
pengobatan
yang
diindikasikan.
Karena
43
tidak
adanya
pengobatan
dan
3.2.3.
Differential diagnosis Cheek Biting
(a) Linea alba
Linea alba merupakan lapisan horizontal pada mukosa bukal yang sejajar
dengan oklusal plane yang akan meluas ke geligi posterior. Hal ini sering
ditemukan dan seringkali berhubungan dengan tekanan, iritasi friksi atau trauma
menghisap (sucking trauma) dari permukaan fasial geligi (Greenberg and Glick,
2003).
Gambaran Klinis Linea Alba
Linea alba biasanya tampak bilateral dan mungkin terlihat tegas pada
beberapa individu. Linea alba ini terjadi lebih banyak pada individu dengan
pengurangan overjet pada geligi posterior. Biasanya berlekuk dan berbatasan
dengan area dentulous (Greenberg and Glick, 2003).
44
Gambar 3.16 Linea Alba pada Mukosa Bukal Kanan (Laskaris, 2006)
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Traumatik
kasus
yang
ulser
merupakan
umum
dikeluhkan
pasien yang datang ke bagian Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut,
Sekeloa. Pada kasus ini, pasien wanita berusia 22 tahun datang dengan keluhan
terdapat sariawan pada bibir bawah kanan bagian dalam akibat tergigit secara
tidak sengaja. Awal mula luka tampak kecil dan kemerahan, namun berubah
menjadi merah keputihan yang menimbulkan rasa sakit dan perih terutama saat
pasien makan. Pasien mengaku sering mengkonsumsi buah dan sayur setiap
harinya.
Pemeriksaan klinis pada pasien ditemukan ulser pada daerah labial kanan
bawah berdiameter +5 mm, menonjol, berwarna merah keputihan, dengan tepi
ireguler kemerahan.
Anamnesis dan pemeriksaan klinis merupakan tahap yang paling penting
dalam menegakkan diagnosis. Hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis
menunjukkan diagnosis oenyakit pasien adalah traumatik ulser. Traumatik ulser
merupakan ulser fokal yang paling sering terjadi dan basa disebabkan diantaranya
oleh trauma akibat gigi tiruan, tergigit, benda tajam, ataupun luka yang
diakibatkan karena alat dokte gigi (Eversole, 2011; Laskaris, 2006). Pada kasus
ini, ulser pada pasien disebabkan karena mukosa labial kanan bawah pasien
tergigit. Gambaran klinis meninjukkan ulser tunggal yang memilki dasar cekung
46
kedalaman dangkal yang berwarna putih keabuan dan tepi ireguler kemerahan,
tidak ada indurasi, serta lunak jika dipalpasi (Laskaris, 2006).
Menurut Cunningham (2002) gejala traumatik ulser adalah sakit, berupa
panas dan nyeri 24-48 jam sesudah trauma terjadi. Daerah lesi akan tampak
eritematous dan berubah menjadi makula merah. Bagian tengah akan berubah
menjadi jaringan nekrotik dan ulser akan ditutupi oleh eksudat fibrikn
kekuningan. Penjabaran tersebut sesuai dengan kasus yang dialami oleh pasien.
Diagnosis banding dari traumatik ulser adalah stomatitis apthous rekuren
(SAR), squomous cell carcinoma, dan herpes simplex virus. Hal yang
membedakan keempat kesi tersebut adalah faktor penyebab, angka kejadian
rekurensi, serta bentuk lesi. SAR disebabkan oleh berbagai faktor seperti stress,
trauma, hormon, atau faktor lain. Pada SAR bentuk cenderung lebih simetris
dibandingkan dengan ulser traumatik, angka kejadian juga berulang umumnya
seiap bulan. Ulser biasa terdapat di dasar mulut, mukosa bukal, mukosa labial,
atau lidah (Regezi et al., 2003); laskaris, 2006). Pada pasien HSV, terjadi demam
sebelum lesi muncul. Lesi yang timbul multipel dan ireguler. Tempat munculnya
lesi diantaranya pada bibir, lidah, palatum, dan gingiva. Herpes tipe sekunder
dapat terjadi akubat rekurensi HSV-1 yang laten pada ganglion trigeminal yang
dipicu oleh stress, paparan sinar matahari, temperatur dingin, dan trauma
(greenberg and Glick, 2003; Usri et al, 2003).
Terapi kasus ini adalah dengan pemberian OHI (Oral Hygine Instructions)
kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Kemudian
pasien diresepkan obat Triamcynolone acetonida 0,1% in orabase Terapi tersebut
47
sesuai dengan teori Field dan Longman (2003), penatalaksanaan traumatik ulser
dengan menghilangkan penyebab dan menggunakan simple covering agent selama
fase
penyembuhan
dan
ulserasi.
Triamcynolone
acetonida
merupakan
traumatik
ulser,
ulser
karena
obat,
dan
lichen
planus.
Kontraindikasinya adalah pasien yang menderita infeksi virus, bakteri, dan jamur,
lesi herpetik karena virus atau lesi intraoral. Pasien juga diresepkan obat kumur
berupa clorhexidine gluconate
penggunakan Trimacynolone acetonida 0,1% pada ulser. Buah, sayur, dan vitamin
B kompleks dianjutkan untuk dikonsumsi pasien agar mempercepat proses
penyembuhan.
Pada saat kontrol seminggu, traumatik ulser pada pasien tampak
mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Pasien baru dinyatakan sembuh total
setelah kontrol kedua, yaitu 21 hari sejak kunjungan pertama.
48
BAB V
SIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA
Ulcers.
Available
online
at
Jordan, Richard, C. K., et al. 2004. A color Handbook of Oral Medicine. Thieme.
New York.
Langlais dan Miller. 2003. Color Atlas of Common Oral Diseases. 3rd Edition.
New York. Lippincott Williams & Wilkins.
Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease. 2nd ed. NewYork: Thieme.
Lynch MA, Brightman V.J and Greenberg, MS. 1994. Burket Ilmu Penyakit
Mulut, Diagnosis dan Terapi (Terj). Jakarta : Binarupa Aksara.
Marx E, Robert. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology. Quinsteence Publishing
Company.
MIMS. 2009. Aloclair. Available online at http://mims.com/
50
Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E. 2009. Oral and
Maxillofacial Pathology. 3rd ed. Elsavier. India.
Paisal.
2014.
Kenalog
in
Orabase.
Available
http://www.kerjanya.net/faq/8037-kenalog-in-orabase.html/
online
at
51