KELOMPOK 1 :
DENI NURROHMAN
ADE RIZKI MAULANA
AYU KRISTIANA
USWATUN HASANAH
TRI PUSPITO WINARTI
DEVIGA APRIYANTI
FRISKA MERLIC
SELIANA SUSILAWATI
YULIA REKHANINA PAUL
DEWI KARTIKA SUCIWATI
: Keperawatan Komunitas
Sub topic
Sasaran
Tempat
: Posyandu Cempaka
Hari/Tanggal
Waktu
: 1x30 menit
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,
faringitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis,
bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14
hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit
tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli
beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI,
2008).
ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas yang meliputi
infeksi mulai dari rongga hidung sampai dengan epiglottis dan laring seperti
demam, batuk, pilek, infeksi telinga otitis media), dan radang tenggorokkan
(faringitis) (Khaidirmuhaj, 2008).
ISPA adalah penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya
dalam
waktu
satu
sampai
dua
minggu,
tetapi
penyakit ini
dapat
WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian
besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan
salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita
setiap tahun (WHO, 2007).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada
tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5%A dengan prevalensi
tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di
Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti
sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita
perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita
perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di
Indonesia adalah 9,4% (Depkes, 2012).
Angka kejadian ISPA di provinsi Jawa Barat mencapai 24,73%.
Jumlah penderita ISPA di Jawa Barat pada tahun 2012 diperkirakan mencapai
20.687 kasus. Sedangkan berdasarkan data pengkajian yang telah kami
lakukan, angka kejadian ISPA di RW 08 Kelurahan Limo, Kecamatan Limo,
Kota Depok yaitu 18 orang atau sekitar 6 % dari jumlah penyakit.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 30 menit,
warga RW 08 yang mempunyai balita mampu memahami penyakit ISPA
2. Tujuan Khusus:
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan selama 1 30 menit,
warga RW 08 yang mempunyai balita mampu menjelaskan:
a. Pengertian ISPA
b. Penyebab ISPA
c. Tanda dan gejala ISPA
d. Komplikasi ISPA
e. Pencegahan ISPA
f. Terapi modalitas ISPA
C. Sasaran
Warga RW 08 yang mempunyai balita
D. Target
Warga RW 08 yang mempunyai balita dapat memahami, dan mengetahui
tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi, pencegahan, dan
terapi modalitas ISPA
E. Materi
1. Pengertian ISPA
2. Penyebab ISPA
3. Tanda dan gejala ISPA
4. Komplikasi ISPA
5. Pencegahan ISPA
6. Terapi modalitas ISPA
F. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Demonstrasi dan redemonstrasi
G. Media
1. Lembar balik
2. Leaflet
H. Materi (terlampir)
I. Kegiatan Penyuluhan
No.
Waktu
1
5 menit
Kegiatan Penyuluhan
Pembukaan :
Kegiatan Peserta
a. Mengucapkan salam.
b. Memperkenalkan diri.
c. Menjelaskan tujuan dari kegiatan
- Menjawab salam.
- Mendengarkan.
- Memperhatikan.
penyuluhan.
d. Menyebutkan materi yang akan
- Memperhatikan.
disampaikan.
15 menit
Pelaksanaan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
5 menit
Evaluasi :
Menanyakan kepada klien tentang
- Menjawab pertanyaan.
5 menit
Terminasi :
a. Mengucapkan
terimakasih
atas
J. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesepakatan dengan warga RW 08 yang mempunyai balita
b. Kesiapan materi penyaji
2. Evaluasi Proses
a. Klien bersedia dilakukan penyuluhan sebelum pengkajian sesuai
dengan kontrak waktu yang ditentukan
b. Klien antusias untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahuinya
c. Klien dapat menjawab semua pertanyaan yang telah diberikan
3. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan
b. Klien dapat memahami dan mengaplikasikan penyuluhan yang telah
diberikan oleh mahasiswa
MATERI PENYULUHAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
A. Pengertian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi
asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong,
2003). Infeksi saluran pernapasan akut
mengenai struktur saluran pernapasan
penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau
berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan perubahan dan
struktur fungsi siliare (Behrman, 1999). ISPA adalah infeksi yang terutama
mengenai saluran pernafasan atas maupun bawah disebabkan oleh virus,
bakteri, atipikal (mikroplasma), tanda dan gejalanya sangat bervariasi antara
lain demam, pusing, lemas, tidak nafsu makan, muntah, batuk, keluar sekret,
stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal
(adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen).
B. Etiologi
ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronovirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain. Etiologi pneumonia
pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar untuk
diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan immunologi belum memberikan
hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab
pneumonia. Penetapan etiologi pneumonia yang dapat diandalkan adalah
biakan dari aspirat paru dan darah. Tetapi pungsi paru merupakan prosedur
yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya dimaksudkan
Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan
dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik,
kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya
makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi
dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri: berat badan lahir,
panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang
penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan
tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga
anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia.
Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan
terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya
daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita dengan gizi yang
kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan
gizi normal karena faktor daya tahan yang kurang. Penyakit infeksi
sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih
mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama
(Rahajoe, 2008).
Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan
kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan
empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan
sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah
sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok
kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan
imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik
dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bagi
antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar
antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan
adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk
jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha misal pemberian
vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak prasekolah
seharusnya tidak dilihat sebagai dua keinginan terpisah. Keduanya
haruslah
dipandang
dalam
suatu
kesatuan
yang
utuh, yaitu
Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat
akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai
komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA, diupayakan
imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi
lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling
efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan
pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11%
kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi
pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah (Behrman,
1999).
Jenis Kelamin
Pada umumnya tidak ada insidens ISPA akibat virus atau
bakteri pada laki-laki atau perempuan. Akan tetapi, ada yang
mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insidens lebih
tinggi pada anak laki-laki usia di atas 6 tahun (Behrman, 1999).
b. Faktor lingkungan
Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini
dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur
terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat
bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi
dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya
sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi (Rahajoe, 2008).
Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara
ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi
-
yang
mengandung
(Behrman, 1999).
Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan
terbalik antara angka kejadian dan kematian ISPA. Tingkat pendidikan
ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi, dan juga
berkaitan dengan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan
menyebabkan sebagian kasus ISPA tidak diketahui oleh orang tua dan
tidak diobati (Behrman, 1999).
E. Komplikasi
mengandung
minyak
astiri
dan
zat-zat
yang
mampu