Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN

ISPA (INFEKSI SALURAN NAFAS AKUT)


DALAM KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT
DI RW 08 KEC. LIMO, KEL. LIMO, KOTA DEPOK

KELOMPOK 1 :

DENI NURROHMAN
ADE RIZKI MAULANA
AYU KRISTIANA
USWATUN HASANAH
TRI PUSPITO WINARTI

DEVIGA APRIYANTI
FRISKA MERLIC
SELIANA SUSILAWATI
YULIA REKHANINA PAUL
DEWI KARTIKA SUCIWATI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2015

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN


ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
Topik

: Keperawatan Komunitas

Sub topic

: ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

Sasaran

: Warga RW 08 yang mempunyai balita

Tempat

: Posyandu Cempaka

Hari/Tanggal

: Selasa, 27 Oktober 2015

Waktu

: 1x30 menit

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,
faringitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis,
bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14
hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk menentukan batas akut dari penyakit
tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli
beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura (Depkes RI,
2008).
ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas yang meliputi
infeksi mulai dari rongga hidung sampai dengan epiglottis dan laring seperti
demam, batuk, pilek, infeksi telinga otitis media), dan radang tenggorokkan
(faringitis) (Khaidirmuhaj, 2008).
ISPA adalah penyakit ringan yang akan sembuh dengan sendirinya
dalam

waktu

satu

sampai

dua

minggu,

tetapi

penyakit ini

dapat

menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika dibiarkan dan tidak segera


ditangani. (Anonim 2008).
ISPA ( infeksi saluran pernafasan akut ) adalah penyakit terbanyak
yang dilaporkan kepada pelayanan kesehatan. World Health Organization
(WHO) memperkirakan insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di
negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000
kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut

WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian
besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan
salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita
setiap tahun (WHO, 2007).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada
tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5%A dengan prevalensi
tertinggi terjadi pada bayi dua tahun (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di
Indonesia pada tahun 2011 adalah lima diantara 1.000 balita yang berarti
sebanyak 150.000 balita meninggal pertahun atau sebanyak 12.500 balita
perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita perjam atau seorang balita
perlima menit. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi penderita ISPA di
Indonesia adalah 9,4% (Depkes, 2012).
Angka kejadian ISPA di provinsi Jawa Barat mencapai 24,73%.
Jumlah penderita ISPA di Jawa Barat pada tahun 2012 diperkirakan mencapai
20.687 kasus. Sedangkan berdasarkan data pengkajian yang telah kami
lakukan, angka kejadian ISPA di RW 08 Kelurahan Limo, Kecamatan Limo,
Kota Depok yaitu 18 orang atau sekitar 6 % dari jumlah penyakit.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 30 menit,
warga RW 08 yang mempunyai balita mampu memahami penyakit ISPA
2. Tujuan Khusus:
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan selama 1 30 menit,
warga RW 08 yang mempunyai balita mampu menjelaskan:
a. Pengertian ISPA
b. Penyebab ISPA
c. Tanda dan gejala ISPA
d. Komplikasi ISPA
e. Pencegahan ISPA
f. Terapi modalitas ISPA

C. Sasaran
Warga RW 08 yang mempunyai balita
D. Target
Warga RW 08 yang mempunyai balita dapat memahami, dan mengetahui
tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, komplikasi, pencegahan, dan
terapi modalitas ISPA
E. Materi
1. Pengertian ISPA
2. Penyebab ISPA
3. Tanda dan gejala ISPA
4. Komplikasi ISPA
5. Pencegahan ISPA
6. Terapi modalitas ISPA
F. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Demonstrasi dan redemonstrasi
G. Media
1. Lembar balik
2. Leaflet
H. Materi (terlampir)

I. Kegiatan Penyuluhan
No.
Waktu
1
5 menit

Kegiatan Penyuluhan
Pembukaan :

Kegiatan Peserta

a. Mengucapkan salam.
b. Memperkenalkan diri.
c. Menjelaskan tujuan dari kegiatan

- Menjawab salam.
- Mendengarkan.
- Memperhatikan.

penyuluhan.
d. Menyebutkan materi yang akan

- Memperhatikan.

disampaikan.

15 menit

Pelaksanaan :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Menjelaskan pengertian ISPA


Menjelaskan penyebab ISPA
Menjelaskan tanda dan gejala ISPA
Menjelaskan komplikasi ISPA
Menjelaskan pencegahan ISPA
Mendemonstrasikan terapi
modalitas ISPA

- Mendengarkan dan memperhatika


- Mendengarkan dan memperhatika
- Mendengarkan dan memperhatika

- Mendengarkan dan memperhatika


- Mendengarkan dan memperhatika
- Mendengarkan dan memperhatika

- Redemonstrasi pembuatan tera

meringankan batuk dengan jer

nipis dan gula


- Redemonstrasi fisioterapi dada
- Bertanya,
mendengarkan d
memperhatikan
3

5 menit

Evaluasi :
Menanyakan kepada klien tentang

- Menjawab pertanyaan.

materi yang telah disampaikan.


4

5 menit

Terminasi :
a. Mengucapkan

terimakasih

atas

waktu yang diluangkan, perhatian


serta peran aktif klien selama

- Mendengarkan dan membalas


ucapan terimakasih.
- Menjawab salam.

mengikuti kegiatan penyuluhan.


b. Salam penutup.

J. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesepakatan dengan warga RW 08 yang mempunyai balita
b. Kesiapan materi penyaji
2. Evaluasi Proses
a. Klien bersedia dilakukan penyuluhan sebelum pengkajian sesuai
dengan kontrak waktu yang ditentukan
b. Klien antusias untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak diketahuinya
c. Klien dapat menjawab semua pertanyaan yang telah diberikan
3. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan
b. Klien dapat memahami dan mengaplikasikan penyuluhan yang telah
diberikan oleh mahasiswa

c. Klien dapat mencoba mempraktekkan kembali terapi modalitas ISPA


K. Daftar Pertanyaan
1. Apakah yang dimaksud dengan ISPA ?
2. Sebutkan penyebab dari ISPA !
3. Sebutkan tanda dan gejala ISPA !
4. Sebutkan komplikasi ISPA!
5. Sebutkan pencegahan ISPA !
6. Peragakan kembali pembuatan terapi jeruk nipis dan madu !
7. Peragakan kembali fisioterapi dada !

MATERI PENYULUHAN
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

A. Pengertian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi
asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong,
2003). Infeksi saluran pernapasan akut
mengenai struktur saluran pernapasan

adalah infeksi yang terutama


diatas laring, tetapi kebanyakan,

penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau
berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan perubahan dan
struktur fungsi siliare (Behrman, 1999). ISPA adalah infeksi yang terutama
mengenai saluran pernafasan atas maupun bawah disebabkan oleh virus,
bakteri, atipikal (mikroplasma), tanda dan gejalanya sangat bervariasi antara
lain demam, pusing, lemas, tidak nafsu makan, muntah, batuk, keluar sekret,
stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal
(adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen).
B. Etiologi
ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronovirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain. Etiologi pneumonia
pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar untuk
diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan immunologi belum memberikan
hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab
pneumonia. Penetapan etiologi pneumonia yang dapat diandalkan adalah
biakan dari aspirat paru dan darah. Tetapi pungsi paru merupakan prosedur
yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya dimaksudkan

untuk penelitian. Oleh karena itu di Indonesia masih menggunakan hasil


penelitian dari luar negeri.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISPA sangat bervariasi antara lain demam, pusing,
malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah),
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas),
dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada),
hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal napas apabila tidak
mendapat pertolongan dan dapat mengakibatkan kematian (Behrman, 1999).
D. Faktor-faktor penyebab ISPA
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu
faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.
a. Faktor individu anak
Umur anak
Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden
penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anakanak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada
umur 6-12 bulan dan pada balita usia 1-4 tahun (Rahajoe, 2008).

Berat badan lahir


Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulanbulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan
kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,
terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.
Penelitian menunjukkan bahwa berat bayi kurang dari 2500
gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi
saluran pernafasan dan hubungan ini menetap setelah dilakukan
adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data ini
mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan lahir
rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit saluran
pernafasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya (Behrman, 1999).

Status gizi
Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan
dan perkembangan anak dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik,
kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya
makanan dan aktivitas dari si anak itu sendiri. Penilaian status gizi
dapat dilakukan antara lain berdasarkan antopometri: berat badan lahir,
panjang badan, tinggi badan, lingkar lengan atas.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang
penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan
tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga
anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia.
Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan
terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya
daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita dengan gizi yang
kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan
gizi normal karena faktor daya tahan yang kurang. Penyakit infeksi
sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih
mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama
(Rahajoe, 2008).

Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan
kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan
empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan
sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah
sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada kelompok
kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol.
Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan
imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik
dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bagi
antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar
antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan
adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk

jangka yang tidak terlalu singkat. Karena itu usaha misal pemberian
vitamin A dan imunisasi secara berkala terhadap anak-anak prasekolah
seharusnya tidak dilihat sebagai dua keinginan terpisah. Keduanya
haruslah

dipandang

dalam

suatu

kesatuan

yang

utuh, yaitu

meningkatkan daya tahan tubuh dan perlindungan terhadap anak


Indonesia sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat
dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.
Selain itu vitamin A sangat berhubungan dengan beratnya
infeksi. Grant melaporkan bahwa anak dengan defisiensi vitamin A
yang ringan mengalami ISPA dua kali lebih banyak daripada anak yang
tidak mengalami defisiensi vitamin A (Rahajoe, 2008).

Status Imunisasi
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat
akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai
komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA, diupayakan
imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi
lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan
penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling
efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan
pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11%
kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi
pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah (Behrman,
1999).

Jenis Kelamin
Pada umumnya tidak ada insidens ISPA akibat virus atau
bakteri pada laki-laki atau perempuan. Akan tetapi, ada yang
mengemukakan bahwa terdapat sedikit perbedaan, yaitu insidens lebih
tinggi pada anak laki-laki usia di atas 6 tahun (Behrman, 1999).

b. Faktor lingkungan
Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini

dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur
terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat
bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi
dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya
sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi (Rahajoe, 2008).
Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara

ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi
-

dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut :


Mensuplai udara bersih yaitu udara

yang

mengandung

kadaroksigen yang optimum bagi pernafasan.


Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu

dan zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.


Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi

tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal.


Mendisfungsikan suhu udara secara merata.

Kepadatan hunian rumah


Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri
kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m2.
Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan
penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal yang
padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada
(Rahajoe, 2008).

c. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita diantaranya :


Pemberian air susu ibu (ASI)
Terdapat banyak penelitian yang meunjukkan hubungan antara
pemberian ASI dengan terjadinya ISPA. Air susu ibu mempunyai nilai
protieksi terhadap pneumonia, terutama pada 1 bulan pertama. Lopez
mendapatkan bahwa prevalens ISPA berhubungan dengan lamanya
pemberian ASI. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan
mengalami ISPA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI paling

sedikit selama 1 bulan. Cesar JA dan kawan-kawan melaporkan bahwa


bayi yang tidak diberi ASI akan 17 kali lebih rentan mengalami
perawatan di RS akibat pneumonia di bandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI. Pemberian ASI dengan durasi yang lama mempunyai
pengaruh proteksi terhadap ISPA bawah selama tahun pertama

(Behrman, 1999).
Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan
terbalik antara angka kejadian dan kematian ISPA. Tingkat pendidikan
ini berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi, dan juga
berkaitan dengan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan
menyebabkan sebagian kasus ISPA tidak diketahui oleh orang tua dan
tidak diobati (Behrman, 1999).

Status sosial ekonomi


Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan
faktor-faktor lain seperti nutrisi, lingkungan, dan penerimaan layanan
kesehatan. Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial
ekonomi rendah mempunyai resiko lebih besar mengalami episode
anak. Rahman menyatakan bahwa risiko mengalami ISPA adalah 3,3
kali lebih tinggi pada anak dengan status sosial ekonomi rendah
(Behrman, 1999).

Penggunaan fasilitas kesehatan


Angka kematian untuk semua kasus pneumonia pada anak yang
tidak diobati diperkirakan 10-20%. Penggunaan fasilitas kesehatan
dapat mencerminkan tingginya insiden ISPA, yaitu sebesar 60% dari
kunjungan rawat jalan di puskesmas dan 20-40% dari kunjungan rawat
jalan dan rawat inap RS. Penggunaan fasilitas kesehatan sangat
berpengaruh pada tingkat keparahan ISPA. Di sebagian negara
berkembang, pemanfaatan fasilitas kesehatan masih rendah (Behrman,
1999).

E. Komplikasi

Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh


sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit
ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan komplikasi seperti: sinusitis paranasal, penutupan tuba eustachi,
empiema, meningitis dan bronkopneumonia serta berlanjut pada kematian
karena adanya sepsis yang menular (Ngastiyah, 2005).

F. Pencegahan dan Pemberantasan


Pencegahan dapat dilakukan dengan :
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Immunisasi.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
G. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada merupakan beberapa tindakan; drainase postural,
perkusi dan vibrasi dada, latihan pernapasan dan batuk efektif.Fisioterapi dada
adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita
penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis.
Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi
ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi
pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu.Jadi tujuan pokok fisioterapi
pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot
pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk
mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.
Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan
pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan
restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena
kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi
mekanik.
Tujuan:
1. Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
2. Memperkuat otot pernapasan
3. Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
4. Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang
cukup.

Teknik tepukan percussion. Cara melakukannya ialah:


1. Pastikan bayi dalam posisi meniarap dan letakkan bantal di bawah perut.
Pastikan bantal itu tidak terlalu tebal.
2. Kemudian condongkan sedikit posisi bantal dengan kedudukan kepala bayi
bawah dan kaki di atas, pastikan kaki lurus.
3. Bentukkan tapak tangan seakan cupping (lubang di tengah) dan gunakan
kekuatan dari pergelangan tangan untuk menepuk perlahan di belakang
bayi.
4. Tepuk selama lebih kurang 15 minit dan beralih di kiri dan kanan tubuh
bayi pula. Tujuan menepuk ini adalah untuk melonggarkan kahak di dalam
paru-paru dan 15 minit selepas selesai menepuk, biasanya bayi akan batuk
atau bersin dan sekali gus mengeluarkan kahak dalam bentuk muntah. Jika
tertelan, tidak mengapa kerana kahak tersebut akan keluar menerusi najis
mereka.
5. Sebelum memulakan teknik tepukan percussion ini, pastikan anak tidak
minum susu sejam atau setengah jam sebelum bagi mengelakkan muntah.
H. Pengobatan Tradisional Jeruk Nipis dan Madu
1 buah jeruk nipis di potong 2 diambil airnya dan tambahkan 2 sendok
makan madu. Kemudian aduk hingga rata. Ramuan ini diminum 2 kali sehari.
Fungsi dari jeruk nipis adalah air jeruk nipis berfungsi sebagai
pelancar dahak dan melebarkan thyme yang dapat menyebabkan batuk-batuk
berkurang, hingga akan cepat dapat dikeluarkan. Jeruk nipis (Citrus
aurantifolia)

mengandung

minyak

astiri

dan

zat-zat

yang

mampu

mengendalikan otot-otot di pernapasan sehingga batuk menjadi reda.


Fungsi madu adalah madu memiliki efek anti bakteri. Fungsi kecap
adalah mengurangi keasaman air jeruk. Pada dasarnya kecap tidak berkhasiat
untuk mengobati batuk, sifatnya hanya sebagai sediaan saja.

Anda mungkin juga menyukai