14.
dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
1991 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan
pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan
Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan
memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta
sukarela.
1992 - Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi
Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan,
kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan
manajemen lebih mandiri.
2005 - PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin
(PJKMM/ASKESKIN).
Dasar Penyelenggaraan :
UUD 1945
UU No. 23/1992 tentang Kesehatan
UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004
dan
Nomor
56/MENKES/SK/I/2005,
Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :
Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi
subsidi silang.
Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.
Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian,
efisiensi dan efektifitas.
2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS
Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.
Kepesertaan wajibSunting
Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal
enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS.[1]
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau
keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya
pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian.
Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja
informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib
mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada
2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri
Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala
jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.[2]
Dasar hukumSunting
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5 ayat (1)
dan Pasal 52
iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kebijakan itu dikhawatirkan bisa
mempengaruhi kepesertaan warga miskin dan semakin membebani rakyat. Kenaikan tak pas kalau
belum dilakukan audit.
Suir Syang, politisi Partai Gerindra, misalnya menilai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan
untuk peserta non PBI (Penerima Bantuan Iuran) tidak tepat. Sebab di lapangan masih banyak
masyarakat miskin yang tidak tercakup PBI mendaftar sendiri sebagai peserta bukan penerima
upah (PBPU) dengan mengambil ruang perawatan kelas tiga yang iurannya Rp25.500 per bulan
setiap orang. Jika iuran BPJS Kesehatan bagi peserta non PBI naik, ia khawatir masyarakat miskin
yang telah mendaftar PBPU berhenti jadi peserta non PBI.
Anggota Komisi IX dari PDIP, Ketut Sustiawan, menyebut sebelum iuran BPJS Kesehatan
dinaikan, harus dilakukan audit terlebih dulu agar bisa dihitung ulang berapa kenaikan yang
diperlukan. BPJS Kesehatan harus diaudit dulu, katanya dalam Rapat Kerja di Senayan, Rabu
(01/4).
Senada, anggota Komisi IX dari Partai Golkar, Andi Fauzia Pujiwatie Hatta, mengatakan rencana
kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus dipertimbangkan kembali dan harus menunggu hasil audit.
Saat harga BBM naik dan kemungkinan pengaruhnya terhadap harga kebutuhan pokok, maka
kenaikan iuran BPJS Kesehatan bakal menimbulkan rasa tidak adil kepada masyarakat terutama
golongan ekonomi menengah ke bawah.
Fauzia mengingatkan, dengan besaran iuran yang ada sekarang, pelayanan yang diberikan BPJS
Kesehatan masih dikeluhkan masyarakat. Karena itu, ketimbang menaikkan iuran, lebih baik BPJS
Kesehatan melakukan pembenahan internal lebih dahulu. Tidak pantas (kenaikan iuran,-red)
kalau pelayanan masih bermasalah, tukasnya.
Berdasarkan pemantauan Nihayatul Wafiroh di lapangan, peserta yang diuntungkan dengan sistem
BPJS Kesehatan sepakat kalau iuran dinaikkan. Tapi, peserta yang ditemuinya itu jumlahnya
sedikit. Sementara peserta BPJS Kesehatan yang sedang mengantri di RS keberatan jika besaran
iuran naik. Peserta yang keberatan itu jumlahnya sangat banyak. Mereka bertanya apakah
dengan kenaikan iuran itu ada jaminan pelayanan terhadap peserta akan lebih baik, ujar politisi
PKB itu.
Anggota Komisi IX dari PPP, Okky Asokawati, mengatakan jika BPJS Kesehatan defisit yang
pertama kali harus disorot adalah bagaimana manajemen BPJS Kesehatan mengelola lembaga
yang menggelar jaminan kesehatan itu. Apalagi di tengah kondisi itu, kata Okky, Direktur Utama
BPJS Kesehatan malah bertandang ke German dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan ke Swiss. Ia
meminta ada laporan hasil kunjungan ke luar negeri itu.
Okky meminta kenaikan iuran tidak dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan
masyarakat. Tapi ia sepakat jika iuran peserta PBI naik. Karena iuran PBI jauh lebih rendah
(Rp19.225) daripada peserta mandiri ruang perawatan kelas tiga (Rp.25.500), katanya.
Politisi Partai Nasdem, Irma Suryani, tidak setuju rencana kenaikan iuran bagi peserta non PBI
BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran itu tidak perlu selama manajemen BPJS Kesehatan belum
diperbaiki. Manajemen BPJS Kesehatan dibenahi dulu baru minta kenaikan iuran, tegasnya.
Save test