Anda di halaman 1dari 30

Presentasi Kasus

LAKI LAKI 35 TAHUN DENGAN COMBUTIO LISTRIK GRADE II 17 %


PRO MEDIKASI STATUS FISIK ASA II PLAN GA CUFF

Oleh:
Istna Sofia Aulia
G99142011
Pembimbing
dr. R. Th. Supraptomo, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran
sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter yaitu
wajib memelihara kehidupan pasien, karena dapat mengurangi
nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang
ilmu

kedokteran

yang

mendasari

berbagai

tindakan

yang

meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita


yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar,
pengobatan

intensif

pasien

gawat,

terapi

inhalasi,

dan

penanggulangan nyeri menahun (Latief, 2007).


Anestesi umum (general anestesi) adalah meniadakan
nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat
reversibel.

Anestesi

umum

biasanya

dimanfaatkan

untuk

tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan


waktu pengerjaan lebih panjang. Cara kerja anestesi umum
selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan
membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka selama
penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain
deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital
melakukan fungsinya selama operasi dilakukan (Leksana, 1998).
Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, listrik, dan bahan kimia. Luka yang disebabkan
oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan
jenis yang lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah. Luka
bakar merupakan jenis trauma dengan angka morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan suatu penatalaksanaan
sebaik-baiknya sejak fase awal hingga fase lanjut.. Luka bakar

dapat terjadi pada setiap orang muda maupun orang tua dan
baik laki-laki maupun perempuan. Luka bakar dapat bervariasi
dari cedera ringan yang dapat dengan mudah dikelola di klinik
rawat

jalan,

untuk

luka

yang

luas

dapat

mengakibatkan

kegagalan sistem organ dan perawatan yang berkepanjangan di


rumah sakit (Wim, 2005).
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang
berat.

Perawatan

memerlukan

dan

ketekunan,

rehabilitasinya
biaya

mahal,

masih
tenaga

sukar

dan

terlatih

dan

terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat


dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah
(bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum),
intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik,
psikiatri, dan psikologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANESTESI
1.

Pendahuluan
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri.
Anestesi umum ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya
persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain
hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi umum terdiri
atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang mendepresi SSP
secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan dapat dikontrol.
Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan secara intravena.
Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas dan cairan yang
mudah menguap) yang terpenting di antaranya adalah N2O, halotan,
enfluran, metoksifluran, dan isofluran. Obat anastesi umum yang
digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-analgesik,
senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus
seperti ketamin.

ASA (American Society of Anesthesiologists) membuat klasifikasi


berdasarkan status fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien kedalam
5 kelompok atau kategori sebagai berikut:
Kelas

Status Fisik
Seorang pasien yang normal dan sehat, selain penyakit yang akan

ASA I
ASA II
ASA III
ASA IV

ASA V

dioperasi.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang belum
mengancam jiwa.
Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam
jiwa.
Penderita sekarat yang mungkin tidak bertahan dalam waktu 24 jam
dengan atau tanpa pembedahan, kategori ini meliputi penderita yang
sebelumnya sehat, disertai dengan perdarahan yang tidak terkontrol,
begitu juga penderita usia lanjut dengan penyakit terminal.

Tabel 1. Status fisik pra anestesi


Anastesi seimbang, suatu kombinasi obat-obatan, sering dipakai
dalam anastesi umum. Anestesi seimbang terdiri dari:
1. Hipnotik diberikan semalam sebelumnya
2. Premedikasi, seperti analgesik narkotik atau benzodiazepin
(misalnya, midazolam dan antikolinergik (contoh, atropin) untuk
mengurangi sekresi diberikan kira-kira 1 jam sebelum pembedahan
3. Barbiturat dengan masa kerja singkat, seperti natrium tiopental
(Pentothal)
4. Gas inhalan, seperti nitrous oksida dan oksigen
5. Pelemas otot jika diperlukan
2. Tahapan Anestesi
Tahapan penatalaksanaan anestesi yang dilaksanakan perioperatif:
a. Persiapan pra anestesi
Persiapan pra anestesi sangat mempengaruhi keberhasilan
anestesi

dan

pembedahan.

Kunjungan

pra

anestesi

harus

dipersiapkan dengan baik, pada bedah elektif umumnya dilakukan 1-

2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat waktu yang


tersedia lebih singkat. Adapun tujuan kunjungan pra anestesi adalah:
1)
2)

Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.


Merencanakan dan memilih tehnik serta obatobat

anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak pasien.


3)
Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi
ASA (American Society of Anesthesiology).
Selain itu dibutuhkan juga pemeriksaan praoperasi anestesi
yang meliputi:
1)

Anamnesis

a) Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, dll.


b) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
c) Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat
menjadi penyulit anestesi seperti alergi, diabetes melitus,
penyakit

paru

kronis

(asma

bronkhial,

pneumonia,

bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit ginjal.


d) Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi
obat,

dan

obat

menimbulkan

yang

sedang

digunakan

interaksi

dengan

obat

dan

anestetik

dapat
seperti

kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik,


golongan aminoglikosid, dll.
e) Riwayat anestesi dan operasi yang terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif
paska bedah.
f) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi
tindakan anestesi seperti merokok, alkohol, obat penenang,
narkotik, dan muntah.
g) Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi
maligna.
h) Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan
umum, pernafasan, kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal,

hematologi, neurologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi dan


dermatologi.
i) Makanan yang terakhir dimakan.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat,
terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan
sesudah pembedahan.
b) Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan,
serta suhu tubuh.
c) Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk mengetahui
adanya trismus, keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu,
gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi ortopedi dan
dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai
dari visualisasi pembukaan mulut maksimal dan posisi
protusi lidah. Pemeriksaan mallampati sangat penting untuk
menentukan kesulitan atau tidaknya dalam melakukan
intubasi. Penilaiannya yaitu:
i. Mallampati I: palatum molle, uvula, dinding posterior
oropharynk, tonsilla palatina dan tonsilla pharyngeal
ii. Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding
posterior
iii. Mallampati III: palatum molle, dasar uvula
iv. Mallampati IV: palatum durum saja
d) Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung.
e) Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi.
f) Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites,
hernia, atau tanda regurgitasi.
g) Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal,
sianosis, adanya jari tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di
tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok saraf regional.
b. Premedikasi Anestesi

Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.


Adapun tujuan dari premedikasi antara lain:
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
2. Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam.
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam.
4. Memberikan analgesia, misal pethidin.
5. Mencegah muntah, misal : domperidol, metoklopropamid.
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin.
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin.
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas
atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin
Premedikasi diberikan berdasarkan atas keadaan psikis dan
fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan
prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang
akan digunakan harus selalu mempertimbangkan umur pasien, berat
badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat
anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat
penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya
anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana
anestesi yang akan digunakan.
Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat
digunakan sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di
bawah ini:
1. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.
2. Transquillizer

yaitu

dari

golongan

benzodiazepin,

diazepam dan midazolam.


3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.
4. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.
5. Antihistamin, misal prometazine.
6. Antasida, misal gelusil.

misal

7. H2 reseptor antagonis, misal simetidine.


c. Induksi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari
sadar menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya
anestesi dan pembedahan. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi
langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi sampai tindakan
pembedahan selesai.
Sebelum memulai induksi anestesi selayaknya disiapkan
peralatan dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya
terjadi keadaan gawat dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.
Untuk persiapan induksi anestesi, sebaiknya diingat kata STATICS:
S : Scope : Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia
pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa
balon (cuffed) dan usia > 5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway : Pipa mulut-faring (Guedel,orotracheal airway) dan
pipa hidung-faring (nasotracheal airway). Pipa ini untuk menahan
lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan napas.
T : Tape : Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau
tercabut
I : Introducer : Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa
trakea mudah dimasukkan
C : Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S : Suction : Penyedot lender, ludah, dan lain-lainnya
Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena,
inhalasi, intramuscular, atau rectal.
1. Induksi intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan


digemari, apalagi sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan
menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan
dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut, dan terkendali. Obat
induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik.
Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan
darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara
ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif. Anestetik intravena
selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan
anesthesia, tambahan apada analgesia regional atau untuk
membantu prosedur diagnostic. Obat yang biasa digunakan
adalah : Tiopental dosis induksi 3-7 mg/kg disuntikan perlahan
dihabiskan 30-60 detik, Propofol dosis bolus induksi 2-2,5
mg/kg, Ketamin untuk induksi intravena 1-2 mg/kg dan untuk
intramuscular 3-10 mg/kg, Opioid (fentanil) dosis induksi 2050 mg/kg.
2. Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat
diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan
setelah 3-5 menit pasien tidur.
3. Induksi inhalasi
Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah
obat-obat yang memiliki sifat-sifat
- tidak berbau menyengat / merangsang
- baunya enak
- cepat membuat pasien tertidur.
Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran. Induksi
dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran), atau desfluran

10

jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi


menjadi lama.
4. Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan
thiopental atau midazolam. Tanda-tanda induksi berhasil adalah
hilangnya refleks bulu mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada
gerakan pada kelopak mata.

B. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan
harus mendekati jumlah dan komposisi cairan yang hilang.
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang
hilang selama operasi.
2. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena
terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan,
puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan
cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstriktif,
perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan
untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam.
Setiap kenaikan suhu 1 0 Celcius kebutuhan cairan
bertambah 10-15 %.
2. Selama operasi

11

Dapat

terjadi

kehilangan

cairan

karena

proses

operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi :

Ringan

= 4 ml/kgBB/jam.

Sedang

= 6 ml / kgBB/jam

Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana

perdarahan

kurang

dari

10

EBV

maka

cukup

digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali


volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari
10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma /
koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang
hilang.
3. Setelah operasi
Pemberian

cairan

pasca

operasi

ditentukan

berdasarkan defisit cairan selama operasi ditambah


kebutuhan sehari-hari pasien.

C. PEMULIHAN
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan
pasca operasi dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang
pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi
pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar batu loncatan
sebelum

pasien

dipindahkan

ke

bangsal

atau

masih

memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian


pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.
D. LUKA BAKAR

12

Luka bakar adalah luka karena kerusakan atau kehilangan


jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, listrik, dan bahan kimia. Luka yang disebabkan
oleh panas api atau cairan yang dapat membakar merupakan
jenis yang lazim kita jumpai dari luka bakar yang parah.
Combustio atau Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi
dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan
melalui konduksi/radiasi elektromagnetik (Wim, 2005).
Luka

bakar

dapat

diklasifikasikan

berdasarkan

agen

penyebab antara lain :


1. Termal : Basah (air panas, minyak panas), kering (uap,
metal, api)
2. Listrik : Voltage tinggi, petir
3. Kimia : asam kuat, basa kuat.
4. Radiasi : termasuk X-Ray
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar.
Beratnya luka bakar dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak
dengan sumber panas, (misal: suhu benda yang membakar, jenis
pakaian yang terbakar, api, air panas,minyak panas), listrik, zat
kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran (Yovita,
2016).
Manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai
dengan kerusakannya :
1. Grade I

Disebut juga luka bakar superficial


Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak
sampai mengenai daerah dermis. Sering disebut

sebagai epidermal burn


Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan
terasa nyeri.

13

Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel


(peeling).

2. Grade II
a. Superficial partial thickness:
Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas

dari dermis
Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri

lebih berat daripada luka bakar grade I


Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam

setelah terkena luka


Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna

merah muda yang basah


Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih

pucat bila terkena tekanan


Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu
( bila tidak terkena infeksi ), tapi warna kulit tidak

akan sama seperti sebelumnya.


b. Deep partial thickness
Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam

dari dermis
Disertai juga dengan bula
Permukaan luka berbecak merah muda dan putih
karena variasi dari vaskularisasi pembuluh
darah( bagian yang putih punya hanya sedikit
pembuluh darah dan yang merah muda

mempunyai beberapa aliran darah


Luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.

3. Grade III

Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen


Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena
ujung-ujung saraf dan pembuluh darah sudah

hancur.
Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai
mengenai otot dan tulang
14

4. Grade 4
Berwarna hitam

Gambar 1. Pembagian luas area luka bakar pada dewasa


E. LUKA BAKAR LISTRIK
Kecelakaan arus listrik dapat terjadi apabila arus listrik
dapat terjadi apabila arus/ledakan dengan tegangan tinggi.
Energi panas yang timbul menyebabkan luka bakar pada jaringan
tubuh. Pada luka jenis ini yang khas adalah adanya luka tempat
masuk yang menimbulkan hiperemesis dan ditengahnya ada
daerah nekrosis yang dikelilingi daerah pucat (Wood et al., 2006).

15

Cedera trauma listrik dapat dibagi menjadi eksposur


tegangan tinggi (>1000 voltase), sedang (120-1000 voltase), dan
rendah (<120 voltase). Tingkat kerusakan luka trauma listrik
biasanya diasosiasikan dengan voltase, jenis arus, resistensi
jaringan tertinggi, terendah pada saraf dan pembuluh darah
sehingga mudah terjadi kerusakan. Lihat apakah ada luka masuk
dan luka keluar.
Komplikasi
kehilangan

berupa

kesadaran,

sindroma

kompartmen,

mioglobinuria

sering

aritmia,

dijumpai

pada

cedera luka listrik bertegangan tinggi dan harus diperhatikan


dimana

dapat

diikuti

pula

dengan

trauma

tumpul

yang

diasosiasikan dengan jatuh.


Energi listrik diubah menjadi panas menyebabkan cedera
termal. Pembangkit panas tergantung pada kekuatan arus, durasi
aliran, dan ketahanan jaringan. Panas yang meningkat dihasilkan
ketika salah satu dari tiga meningkat. Tulang memiliki ketahanan
tertinggi dibandingkan jaringan lain, dan sedikit menimbulkan
kerusakan

akibat

menghasilkan

lebih

panas.
sedikit

Saraf

dan

panas

pembuluh

tetapi

mudah

darah
terjadi

kerusakan.
Perubahan

warna

mioglobin

atau

hemoglobin

harus

tercatat, peningkatan keluaran urin penting untuk mencegah


gagal ginjal. Jika terdapat myoglobinuria di urin maka berikan
terapi mannitol 0,5 mg/kg intravena diikuti oleh 1 ampul
bikarbonat intravena. Cairan intravena ditingkatkan hingga urin
bersih. Kelainan jantung adalah komplikasi umum lainnya dari
cedera tegangan tinggi. Penyebab paling umum kematian di
tempat kejadian adalah fibrilasi ventrikel

16

BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama

: Tn. AM

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Kalijambe, Sragen

Pekerjaan

: Karyawan las

Tanggal masuk

: 07 Juni 2016

Tanggal Operasi

: 18 Juni 2016

No.Rekam Medis

: 01-34-xx-xx

B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Nyeri pada kedua tangan, punggung dan paha kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Empat jam sebelum masuk rumah sakit tangan kiri
pasien tersengat tersentuh kabel listrik yang menggantung
saat paseien sedang memasang baliho di ketinggian 8
meter. Pasien tesengat listrik selama 30 detik, kemudian
pasien

terpental.

Salah

satu

kaki

pasien

terjepit

di

kerangka baliho, sehingga pasien tidak jatuh. Setelah


tersengat listrik pasien sadar dan turun sendiri dari temapt
pemasangan baliho. Oleh penolong pasien dibawa ke
Rumah Sakit Panti Waluyo, karena keterbatasan sarana
pasien di rujuk ke Rumah Sakit Dr. Moewardi.
Pasien mengeluhkan kedua tangan, punggung dan
paha

kanan

nyeri

dan

17

terasa

panas.

Pasien

tidak

mengeluhkan pusing dan sakit kepala. Tidak ada gangguan


BAK dan BAB.
Operasi tanggal 18 Juni 2016 merupakan operasi ke 4
pasien semenjak dirawat di RSDM sejak tanggal 7 Juni
2016.

Selama

operasi

sebelumnya

pasien

tidak

mengeluhkan nyeri, pusing, maupun mual muntah pasca


operasi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit serupa

: disangkal

b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal


c. Riwayat penyakit gula

: disangkal

d. Riwayat sakit ginjal

: disangkal

e. Riwayat sakit jantung

: disangkal

f. Riwayat sakit liver

: disangkal

g. Riwayat sakit paru-paru


i. Riwayat operasi

: disangkal
: 3 kali

4. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok

: sehari 1 bungkus

b. Riwayat ketergantungan obat: disangkal


c. Riwayat alergi

: disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit serupa

: disangkal

b. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal


c. Riwayat penyakit gula

: disangkal

d. Riwayat sakit ginjal

: disangkal

e. Riwayat sakit liver

: disangkal

f. Riwayat asma

: disangkal

18

6. Riwayat Asupan Gizi


Pasien biasa makan 3x sehari dengan nasi, sayur dan lauk
pauk serta buah-buahan. Kesan: asupan gizi cukup

7. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang laki-laki 35 tahun, bekerja sebagai
karyawan las. Pasien berobat dengan BPJS.
II. PEMERIKSAAN FISIK
A. Primary survey
Airway

: Bebas, patensi hidung (+/+), deviasi septum (-), buka


mulut > 3 jari, mallampati II, gerak leher bebas, TMD >

Breathing

6cm
: Thorax bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan=kiri, retraksi (-), otot bantu nafas (-), sonor/sonor,
suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-, frekuensi

Circulation

nafas 20x/menit.
: Jantung ictus cordis tak tampak, tak kuat angkat teraba di
SIC V LMCS, bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising tidak terdengar, tekanan darah 120/75 mmHg, nadi
85 x/menit irama teratur, isi cukup, CRT <2 detik, akral

Disability

dingin (-).
: GCS E4V5M6, pupil isokor dengan diameter 3mm /3mm,
reflek cahaya +/+.

Exposure

: suhu 36,9 0C

B. Secondary survey
Status gizi
Berat badan

: 70 kg

Tinggi badan : 168 cm


19

BMI

: 24, 80 kg/m2

Kulit

: turgor menurun (-), lembab (+), ikterik(-)

Mata

: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan

tragus (-)
Hidung

: nafas cuping hidung (-), sekret (-), patensi (+/+),

deviasi
septum (-)
Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-), papil lidah

atrofi (-),
Leher

: trakhea di tengah simetris, massa/


pembesaran limfonodi (-), gerak leher bebas,
TMD >6cm

Thoraks

: Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama

dengan kiri
Palpasi

: fremitus dada kanan sama

dengan kiri
Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara


tambahan -/Abdomen

: Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : bising usus normal


Perkusi

: timpani

Palpasi
Ekstremitas

: supel

:
Extremitas

superior

inferior
Sinistra

Dextr
a
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Akral dingin

Extremitas

5
N
-

5
N
-

20

Dextra
5
N
-

Sinistra
5
N
-

Oedem
Luka bakar

Status Lokalis
Regio Brachii Dextra :
Tampak luka bakar, dasar kemerahan, bulla (+), luas 1 %
Regio Brachii dan Antebrachii Sinistra :
Tampak luka bakar, dasar kemerahan, bulla (+), luas 7 %
Regio Scapula Sinistra dan Dextra :
Tampak luka bakar, dasar kemerahan, bulla (+), luas 8,5 %
Regio Femur Dextra :
Tampak luka bakar, dasar kemerahan, bulla (+), luas 0,5 %
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENUNJANG
Tanggal
07/06/2014
HEMATOLOGI RUTIN
Hb
15.5
HCT
46
AL
17.2
AT
221
AE
5.64
Gol. Darah
B
KIMIA KLINIK
GDS
114
Albumin
4.1
Creatinine
0.8
Ureum
24
HEMOSTATIS
PT
12.3
APTT
26.2
INR
0.970
ELEKTROLIT
Natrium
136
Kalium
3.0
Klorida
106
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Rapid
Non reactive

SATUAN

RUJUKAN

g/dl
%
103/l
103/l
106/l

13.5 - 17.5
33 - 45
4.5 11.0
150 450
4.5 - 5.9

mg/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl

60 140
3.5 5.2
0.9 1.3
< 50

Detik
Detik

10 - 15
20 - 40

Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

136 - 145
3.3 5.1
98 - 106

Non reactive

ICT

Tanggal

SATUAN

RUJUKAN

10/06/2014

21

HEMATOLOGI RUTIN
Hb
15.6
HCT
45
AL
6.5
AT
179
AE
5.43
KIMIA KLINIK
Albumin
3.6
ELEKTROLIT
Natrium
132
Kalium
4.4
Klorida
102
Tanggal
11/06/2014
HEMATOLOGI RUTIN
Hb
15.3
HCT
44
AL
6.5
AT
227
AE
4.92
KIMIA KLINIK
Albumin
3.5

g/dl
%
103/l
103/l
106/l

13.5 - 17.5
33 - 45
4.5 11.0
150 450
4.5 - 5.9

g/dl

3.5 5.2

Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

136 - 145
3.3 5.1
98 - 106

SATUAN

RUJUKAN

g/dl
%
103/l
103/l
106/l

13.5 - 17.5
33 - 45
4.5 11.0
150 450
4.5 - 5.9

g/dl

3.5 5.2

IV. DIAGNOSA ANESTESI


Laki-laki 35 tahun dengan Combutio listrik grade II 17% pro
medikasi dengan status fisik ASA II Plan GA Cuf
V. POTENSIAL PROBLEM
Perdarahan
Infeksi
VI. PELAKSANAAN OPERASI
Operasi dilakukan pada tangga 18 Juni 2016 di OK 1 IBS
A. Primary survey

22

Airway

: Bebas, patensi hidung (+/+), deviasi septum (-), buka


mulut > 3 jari, mallampati II, gerak leher bebas, TMD >

Breathing

6cm
: Thorax bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan=kiri, retraksi (-), otot bantu nafas (-), sonor/sonor,
suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-, frekuensi

Circulation

nafas 18x/menit.
: Jantung ictus cordis tak tampak, tak kuat angkat teraba di
SIC V LMCS, bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising tidak terdengar, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
83 x/menit irama teratur, isi cukup, CRT <2 detik, akral

Disability

dingin (-).
: GCS E4V5M6, pupil isokor dengan diameter 3mm /3mm,
reflek cahaya +/+.

Exposure

: suhu 36,3 0C

B. Sekundary survey
Kulit

: turgor menurun (-), lembab (+), ikterik(-)

Mata

: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-)

Hidung

: nafas cuping hidung (-), sekret (-), patensi (+/+), deviasi


septum (-)

Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-), papil lidah

atrofi (-),
Leher

: trakhea di tengah simetris, massa/


pembesaran limfonodi (-), gerak leher bebas,
TMD >6cm

Thoraks

: Inspeksi

: pengembangan dada kanan sama

dengan kiri
Palpasi

: fremitus dada kanan sama

dengan kiri
Perkusi

: sonor/sonor
23

Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara


tambahan -/Abdomen

: Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : bising usus normal


Perkusi

: timpani

Palpasi
Ekstremitas

: supel

: motorik dan sensorik dalam batas normal


akral dingin

oedem

Sebelum dilakukan prosedur anestesi, pasien dipuasakan


selama 6 jam. Premedikasi diberikan midazolam 2.5 mg. Setelah
itu dilakukan general anestesi dengan fentanil 100 mcg, propofol
100 mg, dan sevoflurane. Anestesi dengan GA cuf. Setelah
menunggu

beberapa

saat,

perlahan

pasien

teranestesi.

Kemudian dilakukan tindakan medikasi luka bakar. Anestesi


dimulai pukul 12.15, berlangsung 15 menit, sampai pukul 12.30.
Tindakan bedah dilakukan mulai pukul 12.15-12.25 WIB.
Perhitungan cairan pada kasus ini adalah (BB = 70 kg)
1. Defisit cairan karena puasa 6 jam = 2 X 70 X 6 = 840
cc.
2. Kebutuhan cairan selama operasi + kebutuhan operasi
sedang :
= (2 X 70 X 1/4) + (6 X 70 X 1/4) = 35 + 105 = 140 cc
3. EBV pada pasien ini = 70 X 70 kg = 4900 cc.
4. Perdarahan selama operasi 50 cc (1%EBV).
5. Jadi kebutuhan cairan total = 840 + 140 + (50x3) =
1130 cc. Jumlah cairan yang telah diberikan :
a) Pra operasi : 150 cc
b) Saat operasi : 1000 cc
6. Total cairan yang diberikan 1150 cc

24

Tabel 2. Catatan hemodinamik selama operasi


Jam
Sistole
Diastole
Nadi

12.15
120
80
83

12.20
120
80
85

12.25
120
79
85

12.30
120
77
83

Di ruang pemulihan kesadaran pasien telah compos


mentis, tekanan darah 120/77 mmHg, nadi 83 x/menit, respirasi
18x/menit,

SpO2

100%.

Pasien

tidak

agitasi

dan

tidak

kebingungan. Pasien tidak mengeluhkan pusing dan tidak


mengeluhkan mual muntah. Saat di Recovery Room skor Aldrete
pasien > 8 sehingga pasien dapat dikembalikan kembali ke
bangsal.
Terapi post operasi diberikan injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam,
Ranitidine 50 mg/12jam, Paracetamol 1 gr/8jam

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Penggunaan anestesi sangat penting untuk melakukan
tindakan medis tertentu. Sebagaimana tindakan medis lainnya,
tindakan anestesi khususnya penggunaan obat-obatan anestesi,
memiliki risiko tersendiri. Banyak hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan tindakan anestesi karena dalam melakukan
tindakan anestesi harus memperhatikan teknik anestesi yang
akan dipakai demi menjaga keselamatan pasien.
Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan
operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu
pengerjaan lebih panjang. Cara kerja anestesi umum selain
menghilangkan

rasa

nyeri,

menghilangkan

kesadaran,

dan

membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka selama


penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain
deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital
melakukan fungsinya selama operasi dilakukan.
Pada pasien ini, dilakukan anestesi umum karena memiliki
keuntungan, yaitu:
1. Area medan operasi susah dijangkau menggunakan anestesi
spinal
2. Relaksasi otot yang lebih baik.
3. Analgesi yang cukup kuat.
Dipilihnya cuf sebagai modalitas ventilasi dikarenakan
operasi relatif singkat dan operasi tanggal 18 Juni 2016 adalah
operasi yang keempat. Terlalu sering menggunakan modalitas
ventilasi secara invasif dapat berakibat timbulnya efek samping
pasca operasi seperti rasa nyeri dan mual muntah.

26

Pada

kasus

ini

dilakukan

anestesi

umum

dengan

pemberian obat premedikasi midazolam 2,5 mg dan puasa 6 jam.


Hal ini untuk mengurangi rasa cemas dan untuk meminimalisasi
efek aspirasi cairan lambung saat dianestesi. Setelah itu pasien
diinduksi dan maintenance dengan propofol 100 mcg, fentanil
100 mcg, dan sevofluran. Sedangkan analgesi post operasi
dengan paracetamol 1 gr. Saat operasi tidak terjadi penurunan
tensi maupun gagal napas.
Diagnosis luka bakar listrik ditegakkan dari anamnesis
pasien. Grade luka bakar Grade II ditegakkan dari adanya bula.
Sedangkan luas area 17% ditegakkan dari rumus rule of nine
pada pasien luka bakar dewasa. TS Bedah diberikan terapi
ceftriaxon 1 gr/12 jam, ranitidin 50 mg/12 jam, dan metamizole
1gr/8 jam.
Luka

bakar

masih

merupakan

problem

yang

berat.

Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan


ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh
karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu
tim dari berbagai disiplin ilmu.
Penatalaksanaan luka bakar tergantung derajat dan luas
luka

bakar

yang

dialami.

Dalam

bidang

ilmu

bedah,

penatalaksanaan difokuskan pada pembersihan jaringan nekrotik


dan memacu regenerasi sel yang rusak. Selain itu, kebutuhan
cairan dan manajemen nyeri pad pasien luka bakar juga harus
diperhatikan dengan seksama.

27

BAB V
KESIMPULAN
Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Teknik
general anesthesia di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu secara parenteral yaitu intravena dan
inhalasi, muskular, dan secara perektal.
Pemilihan jenis anestesi tergantung lokasi medan operasi,
lama operasi, dan kemampuan anestesiologis. Jenis anestesi
pada pasien luka bakar ini lebih dipilih jenis anestesi umum
karena anestesi spinal sulit dilakukan. Dari cara penggunaannya
suatu anestetik yang ideal sebenarnya harus memperlihatkan 3
efek utama yang dikenal sebagai Trias Anestesi, yaitu efek
hipnotik, efek analgesia, dan efek relaksasi otot.
Tatalaksana

pasien

korban

luka

bakar

meliputi

pembersihan jaringan nekrotik dan regenerasi sel baru. Selain

28

itu, pengawasan kebutuhan cairan pasien dan manajemen nyeri


juga harus diperhatikan. Pasien dengan luka bakar luas akan
merasakan nyeri hebat jika tidak diterapi pain management. Jika
nyeri akut diabaikan, dapat menjadi nyeri kronik yang akan sulit
untuk diterapi. Pemberian kombinasi obat nyeri antara golongan
opioid dan non opioid dapat dipertimbangkan untuk mengurangi
rasa nyeri pada pasien.
Morbiditas dan mortalitas pada pasien luka bakar sangat
dipengaruhi oleh luas dan derajat dari luka bakar. Terapi cairan
yang tepat dapat mengurangi angka kematian. Prinsip dasar
terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan berguna
untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang
hilang selama operasi dan mengatasi syok dan kelainan yang
ditimbulkan karena terapi yang diberikan. Selama perawatan
mencegah infeksi dengan pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat juga harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA
De Jong dan Sjamsuhidajat.. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah De
Jong Edisi 3. Jakarta: EGC
Hettiarachy, Papini. 2004. Initial management of a major burn
injury. BMJ. 328:555-7
Latief SA. 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta:
Bagian

Anestesiologi

dan

Terapi

Intensif

Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.


Leksana E. 1998. Belajar Ilmu Anestesi. Semarang: FK
Universitas Diponegoro

29

Mangku dan Senapati. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan


Reanimasi. Denpasar: Penerbit Indeks
Moenajat RY. 2000. Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis.
Jakarta: Farmedika
Morgan. 2013. Clinical Anesthesiology, 5th ed. New York:
Lange Publisher
Muhardi, M, dkk. 1989. Anestesiologi. Jakarta: CV Infomedia,
Roesli M, Tampubolon OE. 1989. Pendidikan Anestesiologi
Mahasiswa. Jakarta: CV Infomedika.
Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
Wood, Hei, Crompton, Sweeney 2006. Burns: assesment and
triage. Aus Rur Doc. 19:17-20
Yovita

S.

2016.

Penanganan

luka

bakar.

www1-

media.acehprov.go.id/uploads/PENANGANAN_LUKA_BAK
AR.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai