TINJAUAN PUSTAKA
: Penaeidae
Genus : Penaeus
Sub genus : Litopenaeus
Spesies: Litopenaeus vannamei
2.1.2. Morfologi Udang Vaname
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), warna tubuh udang vaname secara
keseluruhan putih agak mengkilap dengan titik-titik warna hitam yang menyebar di
sepanjang tubuhnya. Bagian tubuh udang vaname dibagi dua bagian terdiri dari
bagian kepala, bagian dada (cephalothorax) dan bagian perut (abdomen).
Penjelasan bagian-bagian tubuh udang mulai dari bagian kepala, bagian dada
(cephalothorax), dan bagian perut (abdomen) dapat dijelaskan berikut ini.
3
1. Kepala (thorax)
Chepalothorax disusun oleh kulit yang keras dan tebal dengan kandungan
utamanya chitin yang disebut carapace. Bagian ujungnya terdapat antena sebanyak
dua buah dan rostrum yang bergerigi. Belakang rostrum terdapat sepasang mata
yang bertangkai berada di kanan dan kiri rostrum. Pada bagian badan kepala bawah
terdapat kaki jalan (pereopoda) sebanyak 5 pasang, 2 pasang maxillae yang sudah
mengalami modifikasi dan berfungsi sebagai organ untuk makan (Farchan, 2006).
2. Perut (abdomen)
Abdomen terdiri dari 6 ruas serta terdapat 5 pasang kaki renang dan
sepasang uropods (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama telson (Haliman
dan Adijaya, 2005).
Menurut Farchan (2006) alat kelamin jantan (petasma) terbentuk seperti
huruf V terdapat pada pangkal kaki jalan ke lima. Sedang alat kelamin udang
betina (thellycum) berbentuk seperti huruf I.
sampai Mexico. Daerah tersebut setiap tahun mempunyai suhu rata-rata 20o C dan
salinitas 35 permil. Induk udang vaname ditemukan di dasar laut berpasir, lepas
pantai dan kedalaman 70-72 m (Wyban dan Sweeney, 1991 dalam Farchan,
2006).
Menurut Farchan (2006), telur udang vaname terbawa arus pasang surut
menuju pantai dan menetas menjadi naupli dalam perjalanan. Setelah menjadi
naupli, udang vaname berkembang menjadi stadia zoea, mysis, dan post larva.
Setelah pemeliharaan 6 minggu, udang menjadi ukuran gelondongan dengan berat
sekitar 4 gram per ekor. Pada ukuran ini, udang bergerak ke laut dan dewasa berada
di laut kembali. Berdasarkan siklus hidupnya, udang vaname termasuk katadromus
yaitu pada saat benih dan fingerling di muara dan dewasa memijah di laut.
- Luas
- Kedalaman : 80 100 cm
- Sistem
yang
menerapkan
sistem
BUSMETIK
mengikuti
prinsip
dapat
3. Mengganti paku atau pengunci yang telah berkarat pada elbow penyambung
4. Memeriksa instalasi kincir air dan pompa.
5. Menambal atau mengganti strimin yang sobek pada anco dan mengganti kawat
stainless yang sudah patah.
6. Memeriksa secchi disk dan water stick level. Kerusakan yang sering terjadi pada
secchi disk yaitu piringan pecah atau gagang patah. Sementara kerusakan yang
sering terjadi pada water stick level yaitu terjadi kelunturan petunjuk ketinggian
sehingga angkanya tidak terlihat jelas.
2.2.3. Pengeringan dan pembersihan tambak
Menurut Rahayu (2010), untuk tambak baru pengeringan berguna untuk
pengukuran petakan sebagai acuan pembuatan plastik (welding), untuk perbaikan
konstruksi tambak, membersihkan tambak dari benda-benda yang dapat merusak
plastik dan juga penjemuran tanah dasar tambak agar lebih kering sehingga nanti
dapat mempermudah pemasangan plastik.
Haliman dan Adijaya (2005) menyatakan bahwa salah satu tahap
pembersihan tambak dilakuan dengan membuang semua jenis kotoran yang
membahayakan kelangsungan hidup udang, diantaranya lumpur hitam yang
tersbentuk dari sisa pakan dan bahan lain yang tidak terdekomposisi atau terurai
secara sempurna.
2.2.4. Biosecuriti
Biosekuriti adalah pengelolaan kawasan budidaya udang yang dilakukan
sebagai usaha memberikan proteksi pada tiap tahapan budidaya untuk
mencegah/mengurangi penyakit masuk ke dalam kawasan budidaya dan menyebar
ke tempat lain dengan cara pemasangan pagar keliling (fencing) diatas petakan
tambak (Farchan, 2006). Menurut Rahayu (2010), sarana biosecurity yang perlu
dibuat di tambak antara lain adalah alat pengusir burung (Bird Screaning Device),
pagar penghambat kepiting masuk ke tambak (Crab Screaning Device), tempat
cuci kaki dan tangan di pintu masuk.
Biosecuriti sangat menentukan keberhasilan budidaya udang karena akan
mencegah patogen yang masuk ke area budidaya,karen udang sangat terserang oleh
penyakit terutama virus yang cepat menyebar.
7
2.3.Persiapan Media
2.3.1. Pengisian air
Pengisian air dapat dilakukan menggunakan pompa atau secara gravitasi
(beda tinggi air di tandon dengan petakan tambak), air yang digunakan adalah air
yang sudah diendapkan kurang lebih 3-7 hari di petakan tandon dan tidak ikut
masuk ke petakan yang akan diisi air (Rahayu, 2010).
Proses pengisian air dilanjutkan dengan pemasangan kincir. Kincir dalam
budidaya intensif sangat diperlukan sebagai pemasok oksigen terlarut di tambak,
menghilangkan stratifikasi suhu permukaan, badan dan dasar tambak, serta
mempercepat proses pengumpulan kotoran yang ada di tambak sehingga posisi
pemasangan kincir harus memperhatikan pola arus (Rahayu, 2010).
2.3.2. Sterilisasi media
Menurut Farchan (2006) setelah dilakukan pengisian air, dilakukan
langkah-langkah berikut:
1. Untuk memberantas carrier SEMBV diantaranya udang liar dan kepiting,
disterilkan dengan divon 1 ppm (10 kg/ha) yang dilarutkan kedalaman 200 liter
air kemudian disebar merata di seluruh bagain petak tambak.
2. Aplikasi KMnO4 (Kalium Permanganat) dosis 2 ppm (20 kg/ha) bertujuan untuk
memberantas virus dan bakteri. Beberapa petambak menggunakan kaporit
(Kalsium Hypo Chloride) dengan dosis 30 ppm.
Sedangkan menurut Rahayu (2010), sterilisai air dapat dilakukan dengan
menggunakan kaporit 60% dengan dosis 20-50 ppm. Selama proses sterilisasi
kincir tetap dinyalakan untuk mempercepat pemerataan bahan dan membantu
proses netralisasi kandungan klor. Klorin didalam tambak dapat steril dengan
waktu normal yaitu 3 hari.
2.3.3. Pembentukan air
Pemberian kapur dilakukan setelah kandungan klorin di air tambak netral
atau 2-3 setelah proses sterilisasi. Dosis kapur diberikan sebanyak 60-80 ppm
diawal pemeliharaan untuk memberikan cadangan kebutuhan kapur selama 1 bulan
pemeliharaan dan untuk menumbuhkan plankton. Pemupukan juga dapat dilakukan
apabila saat akan dilakukan penebaran, plankton belum tumbuh. Jenis pupuk yang
digunakan adalah NPK dengan dosis 5 ppm (Rahayu, 2010). Hal ini serupa dengan
8
dilakukan
menggunakan pupuk NPK dengan dosis 4-5 ppm dan penambahan pupuk organik
(kotoran ayam dosis 0.1 ppm).
2.4. Pemeliharaan
2.4.1. Seleksi Benur
Menurut Farchan (2006), dalam pemilihan benur yang baik, terdapat tiga
tahapan yaitu: pengamatan morfologi, pengujian daya tahan, dan pengujian bebas
virus.
1. Pengamatan morfologi
Kriteria benur yang baik untuk budidaya di tambak dilihat morfologi dan
tingkah laku adalah:
a. Gerakannya lincah dan bila terjadi perubahan lingkungan mendadak akan
mudah melompat.
b. Ukurannya seragam. Pada PL (Post larva) 12 panjang tubuh 1,0 cm.
c. Di badan air, benur menyebar, tidak menggerombol atau menggumpal, selama
proses pengangkutan benur menyebar.
d. Pada air yang mengalir, benur menentang arus, berenang aktif dan beraturan.
e. Responsive terhadap cahaya (fototaksis positif).
f. Ekornya terbuka dan lebar, minimal 3 uropoda terbuka
g. Warna kaki dan kulit bersih
h. Tubuh normal, tidak ada organ yang cacat. Benur yang pucat dan pendek tidak
baik
i. Kotoran atau parasit menempel di badan sangat kecil
j. Hepatopancreas penuh dengan pakan dan gelap, kuning kecoklatan. Kondisi ini
menandakan nafsu makan tinggi
k. Ruas abdomen panjang sehingga dipilih benur yang mempunyai badan panjang.
2. Pengujian Daya Tahan
Pengujian daya tahan benur udang vaname dapat dilakukan dengan menguji
dengan formalin dan salinitas. Pengujian formalin dilakukan dengan merendam
dalam larutan formalin teknis dengan konsentrasi 200 ppm selama 30 menit. Benur
dikatakan baik apabila < 96% hidup. Sedangkan untuk uji salinitas, benur direndam
air tawar selama 30 menit. Benur dikatakan baik apabila < 96% hidup (Farchan,
2006).
3. Pengujian Bebas Virus
Pengujian benur untuk mendeteksi infeksi virus dilakukan dengan
menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). PCR terutama diarahkan
untuk mendeteksi jenis virus yang berbahaya misalnya SEMBV, IHHNV, WSSV,
TSV, dan YHV. Apabila dinyatakan bebas virus, maka benur dapat dipilih
(Farchan, 2006).
2.4.2. Penebaran Benur
Menurut Rahayu (2010), waktu penebaran sebaiknya dilakukan saat suhu
lingkungan rendah, yaitu pagi, sore atau malam hari sehingga dapat mengurangi
tingkat stess dan mempercepat proses aklimitasi. Salah satu yang diperhatikan saat
penebaran adalah padat tebar. Menurut
<5
>3 C
<3oC
5-10
10-15
>15
15-30
30-45
30-45
30-45
30-45
30-45
Dosis (%)
20
22.5
22.5
20.
15
100
11
Jenis
Bentuk
Ukuran
Pakan
Pakan
Pakan
(mm)
PL Feed
1+2
Starter
Coarse
1.0-2.0
1.1-2.5
Grower
Crumble
2.0-2.2
2.6-5.0
12
Pakan ABW
(gram/ekor)
PL10-1.0
Lanjutan tabel 3
2+3
Grower
Crumble
2.0-2.2
Finisher
Pellet
P 1.2-3.0
5.1-8.0
1.2-3.0
3
Finisher
P 1.2-3.0
Pellet
8.1-14.0
2.0-2.2
3+4
Finisher
P 2.2-5.0
Pellet
14.1-18.0
2.2 2.4
4
Finisher
P 4.0-8.0
Pellet
>18.1
4. Selama sampling kincir dimatikan agar sebaran udang ditambak lebih merata.
5. Udang yang telah disampling tidak dikembalikan ke tambak.
6. Jika akan melakukan sampling di tambak lain, peralatan sampling terlebih dahulu
disterilkan, untuk mengantisipasi masuknya pathogen.
Biomassa adalah jumlah berat dan populasi udang pada petakan
pemeliharaan. Prosentase pemberian pakan harian (Feeding Rate = FR) ditentukan
berdasarkan nafsu makan dan biomassa udang. Semakin berat udang bertambah
atau biomass bertambah maka nilai FR akan semakin berkurang (Farchan, 2006)
Menurut Farchan (2006), perhitungan hasil sampling diuraikan sebagai
berikut:
Berat rata-rata per individu = Total berat(gr)
satuan : gram
Jumlah individu
Biomassa = populasi x berat individu (gram)
SR =
populasi
satuan : gram
x 100% satuan : %
Jumlah tebar
ADG =
ABW2 ABW1
7 (hari)
ABW =
Keterangan:
ADG (Average Daily Growth)
e. Penyimpanan Pakan
Pakan buatan (artificial food) udang mengandung bahan yang mempunyai
protein tinggi, lemak, karbohidrat dan berasal dari bahan yang mudah mengalami
penguraian (dekomposisi), sehingga memerlukan perawatan dan penyimpanan
yang memadai (Farchan, 2006).
Prinsip dasar penyimpanan pakan adalah mampu mempertahankan kualitas
pakan selama proses budidaya berlangsung. Tumpukan maksimal 6 tumpukan dan
dasar di beri alas. Pengambilan pakan menggunakan istilah FIFO first in first out
(Rahayu, 2010).
Amri dan Kanna (2008), juga menambahkan bahwa ventilasi udara harus
cukup agar suhu di dalam kantong pembungkus pakan tetap terjaga dan gudang
pakan dalam keadaan bersih.
2.4.4. Pengelolaan Air
A. Kuantitas Air
Kuantitas air ini adalah jumlah air yang digunakan untuk pemeliharaan
udang didalam tambak. Jumlah air yang didalam tambak harus diperhatikan agar
udang dapat hidup sesuai dengan kondisi yang mendukung,
1. Tinggi air
Salah satu ciri khas udang vaname adalah cenderung hidup berada di badan
air, sehingga badan air harus dipelihara dengan baik. Kedalaman tambak budidaya
intensif 100 -130 cm, namun beberapa tempat menggunakan petakan tambak
dengan kedalaman sekitar 60 cm, seperti teknologi yang diterapkan dipertambakan
BAPPL STP Karangantu, Serang. Aliran air dibuat berputar terus tanpa adanya
titik mati (dead point), bagian pojok pematang dibuat sedikit melengkung yang
membuat aliran bebas, sehingga seolah olah udang berada di laut yang bebas.
Sehingga penempatan kincir air diatur agar terjadi aliran yang berputar (Farchan,
2006). Hal ini menjadi perhatian penting dalam penempatan kincir yang benar agar
tidak adanya titik mati perputaran air ditambak.
2. Pergantian air
Pergantian air dilakukan sesuai dengan teknologi yang diterapkan. Sumber
air untuk pergantian air harus berasal dari air tandon yang telah siap pakai dan
steril atau dari sumur bor, setiap air yang masuk kedalam petakan selalu
15
menggunakan saringan air dengan ukuran sekitar 200 mikron. Air dalam tandon
distelisasi dengan divon 1 ppm atau kaporit 20 -30 ppm. Pada pemeliharaan sistem
tertutup (closed system), pergantian hanya mengganti air yang hilang karena
penguapan dan bocoran. Namun ada juga tambak yang melakukan pergantian air
sekitar 10 20 %. Tujuan penambahan volume air akibat rembesan dan evaporasi
(penguapan) sedangkan pada umur lebih kelimpahan plankton yang berlebihan
(terlalu pekat), kelimpahan populasi bakteri yang merugikan, memperbaiki kondisi
parameter khususnya bahan organik yang terlalu pekat dan memperkecil gas - gas
beracun (Farchan, 2006).
B. Kualitas Air
Bagi biota perairan, misalnya ikan, udang, kerang dan lain lain, berfungsi
sebagai media, baik sebagai media internal maupun eksternal. Sebagai media
internal, air berfungsi sebagai bahan baku reaksi didalam tubuh, pengangkut bahan
makanan ke seluruh tubuh, pengangkut sisa metabolisme untuk dikeluarkan dari
dalam tubuh, dan sebagai pengatur atau penyangga suhu tubuh. Sementara sebagai
media eksternal air berfungsi sebagai habitatnya. Oleh karena peran air bagi
kehidupan biota perairan sangat penting atau esensial maka dalam budidaya
perairan / perikanan, kuantitas (jumlah) dan kualitasnya (mutunya) harus dijaga
sesuai dengan kebutuhan organisme yang dibudidayakan. Untuk tumbuh optimal,
biota budidaya membutuhkan lingkungan hidup yang optimal pula. Kualitas air dan
pengaruhnya terhadap biota budidaya sangat penting diketahui oleh pembudidaya.
Kualitas air dapat diketahui dari beberapa parameternya (Kordi dan Tancung,
2007).
1. Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan
aliran serta kedalaman badan badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap
proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran
suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya,
algae dari filum Chlorophyta dan diatome akan tumbuh dengan baik pada kisaran
16
udang lemah, sulit ganti kulit (moulting) dan mudah terserang penyakit (Farchan,
2006). Salinitas air tambak pemeliharaan udang dilakukan penurunan secara
bertahap setiap minggu sesuai kisaran pertumbuhan dan kelangsungan hidup
udang.
3. Kecerahan
Kecerahan air dalam tambak dapat disebabkan oleh bahan organik, lumpur,
dan plankton. Tambak udang intensif atau semi intensif umur pemeliharaan lebih
dari 70 hari akan berwarna lebih keruh dan biasanya banyak disebabkan oleh
plankton. Kepadatan plankton ini berpengaruh langsung terhadap kualitas seperti
DO, pH, CO2,. Plankton yang padat menyebabkan proses respirasi pada malam hari
yang memerlukan O2 yang besar, sehingga merupakan pesaing bagi komoditas
yang dipelihara (Farchan, 2006). Plankton yang terlalu padat ditambak tidak baik
untuk budidaya udang dan jika plankton sedikit maka tidak layak juga untuk
budidaya udang.
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyak cahaya yang di terserap dan dipancarkan oleh bahan bahan yang terdapat
di dalam air . Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan anorganik maupun organik
yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus). Maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain
(APHA,1976; Davis dan Coernwell, 1991 dalam Effendi 2003).
4. Warna
Warna air di setiap petakan tambak bermacam macam, sekalipun
teknologi yang diterapkan dan sumber air yang digunakan sama. Warna disebabkan
oleh partikel fisik tanah yang berupa lumpur atau oleh pertumbuhan plankton,
sehingga jenis warna memberi indikasi komponen, yang terlarut dalam air.
Umumnya warna yang disukai oleh para pembudidaya adalah hijau kecoklatan atau
jenis Chlorophyta dan Diatomae tumbuh seimbang. Namun demikian, warna air
dalam tambak dapat cepat berubah, yang penting jangan sampai plankton yang
tumbuh mati masal (drop). Setelah plankton mencapai puncak pertumbuhannya
atau blooming, kalau tidak segera ditangani dapat terjadi kematian masal, untuk itu
manajemen air dan pemupukan memegang peranan penting.
18
Warna air diamati karena ada hubungannya dengan kualitas air (kesuburan
lahan tambak, meningkatkan jumlah oksigen terlarut, keseimbangan suhu) dan
menghindari kanibalisme biota budidaya, misalnya udang. Adanya warna air
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hadirnya beberapa faktor, antara lain
hadirnya beberapa jenis plankton baik fitoplankton maupun zooplankton, larutan
tersuspensi, dekomposisi, bahan organik, mineral maupun bahan bahan lain yang
telarut dalam air. Ada beberapa warna yang air yang sering ditemukan pada tambak
dan kolam, yaitu hijau kecoklatan, coklat kemerahan dan keruh. Warna air tambak
yang diinginkan adalah hijau muda samapai coklat muda. Biar coklat kehitaman
biasanya sudah tercemar oleh pakan yang membusukan pastikan kandungan
amonianya tinggi.
5. Derajat keasaman (pH) air
Derajat keasaman singkatan dari Puissure Hidrogen (pH). Nilai pH air
dipengaruhi oleh pH tanah dan kandungan berbagai bahan yang terkandung dalam
air seperti kadar sulfat, nitrat, nilai pH air yang baik untuk udang adalah 7,5 8,5,
namun tidak boleh berfluktuasi cukup tajam. Fluktuasi harian biasanya terjadi pada
pagi hari dan pada sore hari. Fluktiasi harian harus tetap dijaga agar tidak melebihi
0,5 karena fluktasi derajat keasaman yang melebihi 0,5 menyebabkan udang stress
dan bahkan tidak nafsu makan (Farchan, 2006).
Mackereth et al. (1989) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan akalinitas.pada pH < 5, alkalinitas dapat mencapai nol.
Semakin tinggi nilai pH, semaki tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah
kadar karbondioksida bebas. Larutan yang bersifat asam (pH rendah) bersifat
korosif. pH juga mempengerahui toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa
amonium yang dapat terionisasi banyak dapat ditemukan pada perairan yang
memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik (inocuous) , namum , pada
suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi dan
bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap kedalam tubuh
organisme akuatik dibandingkan dengan amonium (Tebbut, 1992 dalam Effendi,
2003). pH rendah yang bersifat asam akan membuat udang stress dan rentan
terkena penyakit dan pH yang tinggi juga dapat membuat udang tidak tumbuh
dengan optimal.
19
diperuntukan
bagi
kepentingan
perikanan
sebaiknya
mengandung
kadar
pH perairan. Kation pertama yang mendominasi perairan tawar adalah kalsium dan
magnesium, sedangkan pada perairan laut adalah sodium dan magnesium Anion
utama pada perairan tawar adalah bikarbonat dan karbonat sedangkan perairan laut
adalah klorida (Barnes,1989 dalam Effendi, 2003).
Alkalinitas dihasilkan dari karbondioksida dan air yang dapat melarutkan
sedimen batuan karbonat menjadi bikarbonat. Kalsium karbonat merupakan
senyawa yang memberi konstribusi terbesar terhadap nilai alkalinitas dan
kesadahan air tawar. Tingginya kadar bikarbonat diperairan disebabkan oleh
ionisasi asam karbonat, terutama pada perairan yang banyak mengandung
karbondioksida (kadar CO2) mengalami saturasi/jenuh.
10. Nitrit
Di perairan alami, nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang
sangat sedikit dari pada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan
oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat
(nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Denitrifikasi
berlangsung pada kondisi anaerob (Novontny dan Olem, 1994). Kadar nitrit yang
lebih dari 0,05 mg/liter dapat bersifat toksin bagi organisme perairan yang sangat
sensitif (Moore,1991 dalam Effendi, 2003).
11. Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat dan nitrogen
sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses
oksidasi sempurna senyawa nitrogen diperairan. Nitrifikasi yang merupakan proses
oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus
nitrogen dan berlangsung pada kondisi aerob. Nitrat dan amonium adalah sumber
utama nitrogen di perairan. Namun, amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar
nitrat diperairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari pada kadar
amonium. Kadar nitrat nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih
dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya
pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia. Kadar nitrat
nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/liter dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
22
Angka Referensi
1.Suhu
Termometer
26-30C
2.pH
7,5-8,5
3.Salinitas
Refraktometer
15-30 ppt
4.Oksigen
terlarut
DO meter
02.00-05.00
> 3 ppm
5.Kecerahan
Seicchi disk
<30 ppm
Kimia
1.Nitrit
Test kit
2.Fosfat
Test kit
3.Alkalinitas
>150 ppm
4.Besi (Fe)
Test kit
< 1 ppm
5.H2S
Spektrofotometer
Berkala
sekali
Fisik
Pagi dan sore hari
Biologi
Jumlah vibrio Hitungan cawan
pathogen
<1.000 cfu/ml
24
karena kinerja probiotik dalam proses nitrifikasi berjalan dengan baik tidak terjadi
masalah yang membuat parameter kualitas air cepat berubah-ubah.
b. Pergantian air
Saat udang mencapai umur pemeliharaan 20 hari, biasanya mulai ada
plankton mati dan mengumpul didalam satu pojok tambak. Pada umur 40 hari,
kondisi air tambak telah jenuh akibat banyaknya plankton mati. Jumlah air yang
diganti berkisar antar 5%-20% tergantung tingkat kejenuhan air tambak. Waktu
pergantian dilakukan pada pagi atau sore hati, jika pada saat tersebut ada jadwal
pakan makan pergantian air dilakukan satu jam setelah pemberian pakan, kegiatan
ini untuk menghindari tingkat stress yang tinggi (Rahayu, 2010).
c. Pemberian kapur
Kapur digunakan untuk meningkatkan kapasitas penyangga air dan
menaikkan pH. Beberapa jenis kapur yang biasa digunakan yaitu kapur
pertanian/kaptan (crushed shell, CaCO3), kapur mati (skaled lime, Ca(OH)2), dan
dolomite (dolomite lime, CaMg(CO)3) (Amri dan Kanna, 2008).
Pemberian kapur bisa secara bertahap, yaitu bila pH tanah kurang dari 7,5
atau terjadi fluktuasi lebih dari 0,5 selama 24 jam yang cenderung disebabkan oleh
pengurangan alkalinitas. Secara umum, kapur dolomite bisa diberikan secara rutin
hingga 2 kali seminggu pada masa awal pemeliharaan (umur tebar sekitar PL 10PL 15) untuk menstabilkan pH air dan memacu pertumbuhan plankton (Haliman
dan Adijaya, 2005).
d. Pembuangan plankton mati
Pada saat umur udang 30 hari merupakan puncak ditemukan adanya
plankton mati, disebabkan pertumbuhan plankton yang terus membaik karena
ketersediaan unsur hara dari pakan sekaligus menjadi pupuk bagi plankton.
Plankton yang mati dalam jumlah banyak harus dibuang keluar dari tambak karena
menyebabkan kualitas
Solusinya dapat
dilakukan
pengenceran air tambak dengan menembahkan air tawar setiap tiga hari sekali,
jumlahnya disesuaikan dengan kondisi air tambak, hingga 40 hari. Kemudian,
setelah 40 hari dapat dilakukan pergantian air setiap 7 hari sekali (Rahayu, 2010).
Pengelolaan air juga dapat dilakukan dengan penambahan sumber C-karbohidrat
25
c. Ikan : Tilapia mossambica (Mujair), Tilapia nilotica (Nila), dan ikan liar.
3. Perusak
Hama perusak antara lain kepiting (Scylla serrata), ikan sidat, ikan sero,
biawak. Hama-hama tersebut bersifat merusak pematang atau pintu air petakan
(Farchan, 2006).
Menurut Rahayu (2010), salah satu pengendalian hama adalah penerapan
biosecurity dengan pemasangan skrin/ pagar waring/ pagar plastik di tepi pematang
untuk menghalangi masuknya hama serta memasang BSD (Bird Screaning Device)
untuk mengusir burung.
2.5.2. Penyakit
Menurut Farchan (20060) penyakit pada udang dapat disebabkan oleh
berbagai microorganisme seperti virus, bakteri dan parasit.
a. Parasit
Apabila kualitas air yang kurang baik, terutama pada kondisi kandungan
bahan organik yang tinggi, parasit mudah menyerang udang vaname. Parasit bisa
menempel pada permukaan tubuh udangdan dapat terlepas dari tubuh udang
vaname bila udang tersebut mengalami ganti kulit (moulting) (Farchan, 2006).
Parasit dapat menyerang udang yang kita pelihara apabila kondisi lingkungan
perairan yang tidak mendukung.
Pencegahan keberadaan parasit pada udang vaname bisa dilakukan denga
pergantian air tambak, pemakaian probiotik, dan pengelolaan pemberian pakan.
Beberapa jenis parasit yang sering menyerang udang vaname yaitu zoothamnium,
vorticela, dan epistyles (Haliman dan Adijaya, 2005).
b. Bakteri dan Jamur
Bakteri dan jamur tumbuh optimal di perairan yang mengandung bahan
organik tinggi (sekitar 50 ppm). Bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada
udang vaname yaitu vibrio. Jamur sering dijumpai pada udang sakit. Infeksi jamur
lebih sering menyerang tubuh udang bagian luar, seperti karapas dan insang bagian
dalam, terutama stomatch (Farchan, 2006). Gejala klinis yang bisa dilihat pada
penyakit vibriosis yaitu nafsu makan udang turun dan timbul warna merah pada
tubuh udang. Infeksi bakterial dapat diobati dengan antibiotika. Namun demikian,
28
perlu diperhatikan jenis antibiotika yang akan digunakan karena beberapa jenis
antibiotika, seperti golongan chloromphenicol dan nitrofuran, telah dilarang
penggunaaanya karena bisa meninggalkan residu di dalam tubuhnya (Haliman dan
Adijaya, 2005).
c. Virus
Serangan virus dapat menyebabkan kematian massal udang dalam waktu
singkat pada satu petakan dan bahkan dengan mudah menyebar ke seluruh
hamparan pertambakan. Faktor pemicu munculnya virus adalah perubahan
lingkungan, menurunnya daya tahan tubuh udang dan pembawa (carrier) virus ini
(Farchan, 2006). Menurut Amri dan Kanna (2008), beberapa virus yang perlu
diwaspadai pada budidaya vaname antara lain penyakit TSV (Taura Syndrome
Virus), WSSV (White Spot Syndron Virus), IHHNV (Infectious Hypodermal
HematopoeticVirus), dan IMHV (Infectious Myonecrosis Virus).
2.6. Panen dan Pasca Panen
2.6.1. Panen
Panen merupakan akhir suatu periode budidaya (Haliman dan Adijaya,
2005). Menurut Farchan (2006), teknik panen dapat dilakukan secara selektif
maupun secara total, tergantung dari permintaan pasar. Panen selektif dilakukan
apabila hanya sebagian saja yang dipanen. Sedangkan panen total adalah panen
secara keseluruhan biomass di dalam tambak.
Pemanenan total dilakukan setelah udang mencapai umur lebih kurang 100
hari pemeliharaan di tambak, atau tergantung laju pertumbuhan udang. Apabila
berat rata-rata (ABW) telah mencapai standar permintaan pasar (ukuran 60-80 atau
60-80 eor/kg) maka
mencapai 100 hari (Amri dan Kanna, 2008). Menurut Haliman dan Adijaya (2005),
berikut alasan dilakukan pemanenan udang vaname:
1. Udang sudah saatnya dipanen sehingga bila tetap dipertahankan, pertumbuhan
udang tidak optimal lagi, bahkan tidak tumbuh lagi.
2. Udang terserang penyakit dan telah menunjukkan gejala kematian terpaksa
dipanen untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
3. Kondisi darurat yang mengharuskan udang dipanen.
29
Beberapa kasus tersebut misalnya disebabkan kincir air tidak mampu menyuplai
oksigen ke tambak karena beban biomassa udang yang besar karena padamnya arus
listrik.
Menurut Rahayu (2010), sebelum melakukan pemanenan perlu dilakukan
perencanaan sebagai berikut :
1. Antisipasi banyaknya udang yang mengalami ganti kulit dengan meminimalkan
perubahan-perubahan yang ekstrem di air tambak.
2. Satu minggu sebelum jadwal panen, dilakukan pengapuran setiap 2 hari sekali,
dengan dosis 5-10 ppm.
3. Panen dimulai pada malam hari, sehingga di pagi hari bisa dilakukan
penimbangan hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas udang.
4. Menyiapkan air bersih, untuk mencuci udang sebelum dimasukkan ke air dingin.
5. Menyiapkan air dingin, untuk menjaga rantai dingi agar kualitas udang tidak
menurun.
Teknik panen yang dilakukan di tambak BUSMETIK dilakukan dengan
cara pemasangan pompa di caren pusat, badan pompa dimasukkan ke dalam drum
yang telah dilubangi, yang berfungsi sebagai saringan agar udang tidak tersedot
pompa, jika memakai pompa 6 inch, kurang lebih membutuhkan waktu 3-4 jam
untuk luasan lahan 1000 m2. Ketika air telah susut, masih tersisa 30 cm, maka bisa
dimulai pemanenan udang menggunakan jaring trawl. Panen menggunakan jaring
trawl lebih efektif dibanding menggunakan jaring tebar. Untuk luasan lahan 1000
m2 dengan padat tebar awal 100.000 ekor lamanya waktu panen kurang lebih 1-1.5
jam. (Rahayu, 2010).
Udang yang sudah tertangkap/dipanen ditampung dalm wadah yang telah
disiapkansebelumnya. Sejalan dengan proses pemanenan, pengurasan air tambak
terus dilakukan sampaitambak menjadi kering. Setelah itu, sisa udang yang masih
ada dalam tambak segera dikumpulkan menggunakan tangan kosong (digogo)
(Amri dan Kanna, 2008).
2.6.2. Pasca Panen
Pasca panen bertujuan utnuk menjamin mutu udang tetap tinggi dengan
mempertimbangkan beberapa faktor, seperti udang tidak membahayakan kesehatan
konsumen karena udang termasuk produk makanan yang mudah sekali rusak
30
(busuk). Oleh karena itu, sejak dari panen hingga pascapanen harus dalam keadaan
dingin (Haliman dan Adijaya, 2005). Hal ini serupa dengan Rahayu (2010) yang
menyatakan bahwa udang hasil panen yang telah dicuci, direndam ke dalam air es
agar kualitas udang tetap terjaga. Suhu air untuk merendam udang antara 5-10 0C.
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), tindakan pasca panen yang perlu
dilakukan adalah :
1. Cuci udang di tempat penampungan udang untuk menghilangkan kotoran atau
lumpur yang menempel pada tubuh udang.
2. Sortir dan kelompokan udang berdasarkan ukuran dan kualitasnya. Kegiatan ini
biasanya juga dilakukan oleh pembeli.
3. Timbang udang yang dilakukan oleh petambak dan pembeli.
4. Masukkan udang yang telah ditimabang secepat mungkin ke dalm wadah
(countainer). Penataan udang dan es batu dilakukan berselang-seling sehingga
kualitas udang tetap terjaga. Cara pengemasan udang dapat dilakukan dengan
cara berlapis atau cara teraduk.
2.7. Analisa Usaha
Analisa dilakukan untuk mengetahui suatu usaha layak atau tidak untuk
dijalankan hal ini sesuai dengan pernyataan Farchan (2006), analisa usaha
merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat kelayakan dari suatu jenis usaha,
yaitu mengetahui tingkat keuntungan, pengembalian investasi, dan titik impas
usaha.
2.7.1. Biaya tetap
Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah dengan penambahan atau
pengurangan volume produksi. Biaya ini habis dipakai dalam siklus produksi
tertentu.
2.7.2. Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah sejalan dengan perubahan
volume produksi. Biaya ini habis dipakai dalam siklus produksi tertentu.
2.7.3. Analisa rugi laba
Bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau kerugian dari usaha
yang dikelola. Suatu usaha yang menguntungkan akan memiliki nilai penerimaan
lebih besar daripada total pengeluaran.
31
??????????????
? ????????????
?????????
? ? ????
???? ????? ??????? ? ??????????
????? ?????
????? ????????
????? ?????
????? ????????????????
???? ????
? ????
? ???????? ???????????
33