Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
Ika Purwanti, S.Ked
I11110057
Pembimbing:
dr. Diana Bancin, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN ANAK
RSU ABDUL AZIZ SINGKAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016
BAB I
PENYAJIAN KASUS
1.1 Identitas
Nama
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Usia
Agama
: An. RM
: Perempuan
: 21-8-2007
: 8 tahun
: Islam
Alamat
Urutan Anak
Tanggal MRS
: 06 April 2016
Identitas
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Ayah
Tn. B
31 Tahun
SMP
Petani
Ibu
Ny. U
27 Tahun
SMP
Ibu Rumah Tangga
berobat ke mantri dan diberikan obat paracetamol dan obat batuk pilek.
Keluhan berkurang dalam waktu 1 minggu kemudian, namun keluhan
kembali muncul sekitar 1 bulan kemudian dan sering berulang. Ibu pasien
mengatakan, keluhan muncul tiap 1 atau 2 bulan sekali dan kemudian
sembuh dengan berobat ke mantri atau dengan obat yang dibeli dari
apotek.
3 bulan SMRS keluhan batuk berdahak dan pilek dengan ingus
berwarna kuning kehijauan kembali muncul. Keluhan dirasakan semakin
memberat, disertai dengan demam, dan tidak membaik dengan obat yang
diberikan oleh mantri. Pasien juga mengeluhkan telinganya terasa penuh,
namun tidak nyeri, tidak berdenging dan tidak ada cairan keluar dari
teinga. 5 hari kemudian, pasien tiba-tiba mengeluhkan pusing berputar.
Pasien merasa lingkungan berputar terhadap dirinya sehingga pasien tidak
bisa bangun dan harus memejamkan mata. Pusing berputar dirasakan jika
pasien berubah posisi dari berbaring
batuk dan pilek, namun tidak disertai pusing berputar maupun demam.
Terdapat riwayat alergi makanan pada keluarga. Ayah pasien alergi
terhadap udang saat masa remaja, namun berangsur menghilang seiring
bertambahnya usia. Riwayat asma dan rhinitis alergi pada keluarga ayah
dan ibu pasien tidak diketahui.
1.2.5
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Riwayat alergi udang
: Pasien
: Riwayat keluhan sering batuk pilek
Simpulan: Riwayat alergi pada keluarga pasien.
1.2.6
Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan, ibu memeriksakan kehamilan di bidan. Antenatal
care sebanyak 5 kali, 1 kali pada trimester pertama, 2 kali pada trimester
kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Ibu pasien merasa BB selalu naik
setiap bulan. Riwayat keluhan saat hamil tidak ada, riwayat dirawat di
rumah sakit disangkal. Selama hamil pasien hanya mengkonsumsi obat
dari bidan yaitu berupa kalk dan vitamin.
Riwayat konsumsi obat secara bebas dan jamu disangkal. Riwayat
trauma saat hamil disangkal.
Simpulan
: Riwayat Kehamilan baik
1.2.7
Riwayat Persalinan
usia 1 bulan Ibu pasien merasa ASI nya tidak mencukupi, sehingga
ditambah dengan susu formula yaitu SGM sebanyak 4-5 kali perhari.
Pasien mulai mendapatkan makanan pendamping sejak usia 6 bulan yaitu
bubur SUN. Kemudian pada usia 9 bulan secara bertahap diberikan
makanan tambahan berupa bubur nasi dengan sayuran dan ayam yang
dihaluskan. Pasien mulai makan makanan keluarga pada usia 12 bulan.
Saat ini pasien biasanya makan 3-4 kali dalam sehari, pasien cenderung
tidak pilih-pilih makanan, makanan yang diberikan berupa nasi, lauk-pauk,
sayuran, buah dan susu.
Simpulan
: Riwayat pemberian makan kurang baik secara
kualitas, namun baik secara kuantitas.
1.2.9
Riwayat Imunisasi
Ibu pasien selalu membawa pasien untuk melakukan imunisasi ke
cairan dari telinga (-), telinga terasa penuh (+), pilek (+), batuk (+).
Sistem kardiovaskular: takikardi (-)
Sistem respiratorius: batuk (+), pilek (+), sesak (-), mengi (-)
Sistem gastrointestinal: diare (-), konstipasi (-), mual (+), muntah (+)
Sistem muskuloskeletal: lumpuh (-), atrofi (-)
Urogenital: nyeri BAK (-), BAK merah/keruh/sedikit (-)
Termoregulasi: demam (-)
1.3.4 Antropometri :
a. Berat Badan
b. Panjang Badan
: 31 kg
: 135 cm
Status Gizi :
a. BB/ U
Interpretasi
b. PB / U
: 1< Z < 2
: normal
:1<Z<2
Interpretasi
c. BB/TB
Interpretasi
: normal
: 103%
: normal
Simpulan
petekie (-)
b. Kepala : normocephali
c. Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
cekung (-/-), injeksi konjungtiva (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya konsensual (+/+), pupil isokor
AS :
(3mm/3mm)
d. Telinga:
sekret (-), NT tragus (-), meatus tidak eritem, tidak edem,
retraksi (-)
j. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
k. Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
l. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
+ +
+ +
10
h. Refleks fisiologis
i. Bisep : +2/+2
ii. Trisep : +2/+2
iii. Patella : +2/+2
iv. Achiles: +2/+2
i. Refleks Patologis
i. Hoffman Thromner : - /ii. Babinski
:-/j. Sistem saraf Otonom: Inkontinensia urin (-), inkontinensia alvi (-),
retensi urin (-).
k. Tes Keseimbangan:
Finger to finger : tidak ada kelainan
Finger to nose
: deviasi ke kanan
Past pointing
: deviasi ke kanan
Romberg test
: sulit dilakukan karena pasien merasa pusing jika
berdiri
Simpulan:
Nistagmus
(kesan
kelainan
di
perifer),
gangguan
keseimbangan.
1.4 Pemeriksaan Penunjang
1.4.1
Darah rutin dan kimia darah (06 April 2016)
Pemeriksaan
Hb
Hct
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hitung
jenis
leukosit :
B/E/Bt/Sg/L/M
Creatinine
Urea
Natrium
Kalium
Klorida
Kalsium total
Kalsium ion
Simpulan
Hasil
15,3 g/dl
44,1%
9.500/uL
221.000/uL
5,42 x 106/uL
0/0/0/80/15/5
Nilai Rujukan
10,8-15,6 g/dl
33- 45 %
4500-13.500 /uL
184.000 488.000 /uL
3,8-5,8 x 106/uL
0-1/1-5/3-6/25-60/20-50/1-6
1,3 mg/dL
24,2 mg/dL
143,55 mmol/L
4,60 mmol/L
106,14 mmol/L
8,96 mg/dl
4,88 mg/dl
11
1.4.2. Hasil Pemeriksaan CT scan kepala dengan kontras (07 April 2016)
Pre-kontras
Post-kontras
12
Simpulan:
1. Sinusitis maksilaris sinistra dengan cairan di dalamnya (eksudat)
2. Tidak terdapat SOL, infark maupun perdarahan intraparenkim
cerebrum maupun serebelum/ intrakranial
13
14
Tanggal
Subjective
Objective
Assessment
07/04/16
Perawatan
H1
Pusing berputar
(+), mual dan
muntah
(+),
muntah
sebanyak
3-4
kali
dalam
sehari, demam
(-), batuk (-),
pilek (-), mata
kabur (+), nafsu
makan
dan
minum (+)
KU : tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
TTV : TD: 110/85 mmHg
HR : 80 x/menit,
RR: 24 x/menit reguler
T : 36,2oC
Mata : KA (-), SI (-/-),nistagmus
(-)
Leher : KGB (-)
Dada: Bentuk simetris,Retraksi
(-),
Cor: S1S2 tunggal regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SND vesikuler (+/+),
wheezing (-/-), rhonki (-/-),
krepitasi (-/-)
Abdomen : datar (+), distensi
(-), bising usus (+) normal, ,
nyeri tekan (-),
Ekstremitas : edema (-), Nadi
teraba kuat,Akral hangat, CRT <
2detik
Vertigo
Vestibular
Perifer Kronis e.c
susp.
Vestibular
Neuronitis
e.c
Sinusitis Maksilaris
Sinistra Kronis dd
Benign Paroxysmal
Vertigo of Childhood.
Missopportunity of
Immunization
KU : tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
TTV : TD: 110/80 mmHg
HR : 88 x/menit,
RR: 20 x/menit reguler
T : 37,2oC
Mata : KA (-), SI (-/-),
nistagmus (-)
Leher : KGB (-)
Dada: Bentuk simetris,Retraksi
(-),
Cor: S1S2 tunggal regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo: SND vesikuler (+/+),
wheezing (-/-), rhonki (-/-),
krepitasi (-/-)
Abdomen : datar (+), distensi
(-), bising usus (+) normal, ,
nyeri tekan (-),
Ekstremitas : edema (-), Nadi
teraba kuat,Akral hangat, CRT <
2detikEkstremitas
: edema
Vertigo Vestibular
Perifer Kronis e.c
susp. Vestibular
Neuronitis e.c
Sinusitis Maksilaris
Sinistra Kronis dd
Benign Paroxysmal
Vertigo of Childhood.
Missopportunity of
Immunization
08/04/16
Perawatan
H2
Pusing berputar
(+), mual dan
muntah
(+),
muntah
sebanyak 3 kali
dalam
sehari,
demam
(-),
batuk (-), pilek
(-), nafsu makan
dan minum (+)
Planning
-
IVFD D5 NS 17 tpm
makro
Inj. Ceftriaxone 2 x
800 mg iv
Inj. Ranitidin 2 x 30
mg iv
Inj. Ondansentron 3
mg iv p.r.n muntah
PO Betahistin Mesilat
3x6 mg
Oralit 200 ml tiap kali
muntah
CT scan kepala dengan
kontras
Konsul bagian mata
IVFD D5 NS 17 tpm
makro
Inj. Ceftriaxone 2 x
800 mg iv
Inj. Ranitidin 2 x 30
mg iv
Inj. Ondansentron 3
mg iv p.r.n muntah
PO Betahistin Mesilat
3x6 mg
Oralit 200 ml tiap kali
muntah
Rujuk Sp.THT di
Pontianak
15
BAB II
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan usia 8 tahun dibawa ke RSAA, merupakan
rujukan dari RSU Bengkayang, datang dengan keluhan pusing berputar sejak 3
bulan SMRS. Pasien merasa lingkungan berputar terhadap dirinya sehingga
pasien tidak bisa bangun dan harus memejamkan mata. Pusing berputar dirasakan
jika pasien berubah posisi dari berbaring
dirasakan sekitar 30 menit. Pusing berputar disertai dengan mual dan muntah.
Muntah sebanyak 5-7 kali dan berisi makanan.
Keluhan utama pada pasien tersebut adalah pusing berputar. Gejala pusing
berputar dalam bahasa medis disebut dengan vertigo, merupakan persepsi yang
salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya. Persepsi gerakan bisa
berupa rasa berputar, disebut sebagai vertigo vestibular. Vertigo pada anak
16
merupakan keluhan yang terdiri dari spektrum diagnosis yang luas. Diagnosis
sindrom vertigo pada anak dianggap suatu tantangan yang sulit, karena sistem
vestibular sentral dan perifernya yang masih imatur dan kemampuan
komunikasinya yang masih terbatas. Bahkan dalam literatur masih kurang
perhatian dibandingkan dengan vertigo pada dewasa. 1
Pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar harus dipikirkan
penyebab sentral maupun perifer. Kedua penyebab vertigo tersebut dapat
dibedakan berdasarkan gejalanya, seperti yang terlihat pada tabel berikut: 1
Tabel 1. Perbedaan gejala vertigo perifer dan sentral.1
Gejala
Bangkitan
Beratnya vertigo
Pengaruh gerakan kepala
Mual/muntah/keringatan
Gangguan pendengaran
Tanda fokal otak
Nistagmus
Perifer
Lebih mendadak
Berat
++
++
+/nistagmus horizontal
unidireksional
Sentral
Lebih lambat
Ringan
+/+
+/nistagmus
horizontal
bidireksional
atau
nistagmus vertikal atau
rotatoar
Selain berdasarkan gejala di atas, vertigo perifer dan sentral dapat dibedakan
17
labyrinthine
concussion,
iatrogenik/pembedahan)
Ototoksik (aminoglikosida, obat kemoterapi)
Radiasi
Benign positional vertigo
Benign paroxysmal vertigo of childhood
Pada pasien ini penyebab vertigo lebih mengarah ke penyebab perifer. Hal
ini dikarenakan pada pasien ini bangkitan vertigo bersifat mendadak, pusing
berputar dirasakan sangat berat hingga pasien tidak dapat bangun dan terus
memejamkan mata, pusing berputar dicetuskan oleh gerakan kepala saat akan
berubah posisi dari berbaring menjadi duduk, terdapat keluhan mual dan muntah
yang sangat berat hingga pasien lemas. Selain itu, pada pemeriksaan fisik
didapatkan nistagmus horizontal unidireksional, dimana nistagmus jenis tersebut
lebih sering ditemukan pada vertigo perifer, sedangkan pada vertigo sentral lebih
sering ditemukan nistagmus horizontal bidireksional ataupun nistagmus vertikal
dan rotatoar. Namun pada pasien ini didapatkan keluhan pusing berputar yang
tidak responsif terhadap pengobatan simptomatik. Hal tersebut mungkin
dikarenakan eliminasi faktor penyebab tidak dilakukan. Penyebab vertigo sentral
pada pasien dapat disingkirkan karena tidak terdapat gejala dan tanda neurologis
pada anamnesis maupun pemeriksaan fisik.
Penyebab paling sering vertigo perifer pada anak adalah penyakit telinga
tengah yang berhubungan tuba eustachius, namun dapat juga disebabkan oleh
labirintitis, fistula perilimfatik antara telinga dalam dan telinga tengah terkait
trauma atau defek kongenital, kolesteatoma di tulang mastoid telinga tengah,
neuronitis vestibular, benign paroxysmal vertigo, Meniere disease.3,4
18
Pada pasien ini, etiologi vertigo perifer yaitu kongenital dan genetik dapat
disingkirkan, karena keluhan pusing berputar pada pasien ini baru muncul setelah
usia 6 tahun. Kelainan kongenital maupun genetik biasanya dapat dikenali sejak
awal anak lahir dan biasanya kelainan keseimbangan kongenital maupun genetik
dapat menyebabkan gangguan perkembangan terutama motorik kasar, sedangkan
pada pasien ini tidak.
Etiologi trauma pada vertigo perifer yang terjadi pada pasien ini juga dapat
disingkirkan. Hal ini dikarenakan pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelum
keluhan muncul. Etiologi ototoksik juga dapat disingkirkan karena pasien tidak
memiliki riwayat konsumsi obat-obatan seperti aminoglikosida maupun obatobatan kemoterapi.
Penyebab vertigo perifer yang lain adalah infeksi, yang terdiri dari otitis
media efusi, otitis media supuratif, kolesteatom, labirintitis, penyakit sifilis yang
menyerang telinga dalam, penyakit lyme, dan vestibular neuronitis). Pada pasien
ini, tidak terdapat riwayat keluar cairan dari telinga ataupun nyeri pada telinga,
namun pasien pernah mengeluh telinga terasa penuh 3 bulan SMRS setelah
beberapa hari sebelumnya pasien mengalami infeksi saluran napas atas (batuk
berdahak disertai pilek dengan ingus yang awalnya jernih dan encer menjadi
kental berwarna kehijauan). Berdasarkan hal tersebut, dapat dicurigai pada pasien
ini terjadi infeksi pada saluran napas atas yang mengakibatkan gangguan pada
tekanan di dalam tuba eustachius yang menghubungkan antara rongga hidung
maupun mulut dengan telinga tengah. Infeksi tersebut dapat menjalar hingga
telinga tengah dan telinga dalam sehingga kemungkinan terjadi vestibular
neuronitis maupun labirintitis sangat besar.
Penyebab terbanyak vertigo pada anak menurut kelompok studi vertigo
PERDOSSI adalah infeksi virus (ISPA) yang dapat berkembang menjadi
vestibular neuronitis, Benign Paroxysmal Vertigo of Childhood (BPVoC), dan
migrainous vertigo, dimana ketiga etiologi ini kejadiannya sekitar 65% dari
keseluruhan kasus vertigo.1
Vestibular neuronitis didefinisikan sebagai defisit unilateral yang terjadi
secara tiba-tiba pada organ vestibular perifer tanpa disertai gangguan pendengaran
19
dan tanda disfungsi otak. Perjalanan penyakit ini termasuk ringan dan biasanya
didahului dengan infeksi saluran napas akut (ISPA). Gejala khasnya adalah
nistagmus horizontal rotatorik, yang diperberat oleh gerakan kepala, gejala lain
sulit untuk berdiri atau berjalan dan cenderung ke arah sisi yang terkena. Gejala
lain demam, pucat, mual, muntah dan berkeringat hampir selalu ada. Vertigo
muncul sangat tiba-tiba, berat dalam beberapa hari dan secara bertahap berkurang
dalam beberapa minggu. Beberapa pasien bisa merasa pusing berputar selama
beberapa bulan setelah onset awal. Tidak ditemukan tanda-tanda atau keluhan
koklear, penurunan pendengaran maupun kelainan saraf kranial. Pada otoskopi
normal. 1,5
BPVoC merupakan sindroma klinis gangguan vestibular yang ditandai
dengan episode pusing berputar tiba-tiba, unprovoked, disertai ketakutan beberapa
menit, sehingga anak menolak untuk berjalan, biasanya menumpu pada orang
dewasa atau objek terdekat. Anak menolak berdiri, mengeluh pusing dan mual.
Anak tampak pucat dan berkeringat, dan bisa disertai fotofobia dan fonofobia.
Serangan berakhir dalam beberapa detik sampai 5 menit dan jarang sampai lebih
lama lagi. Serangan dapat dimunculkan dalam posisi apapun dan tidak
diprovokasi oleh postur kepala atau gerakan kepala. Bisa timbul nistagmus selama
serangan, tapi bukan di antara serangan. Bisa terjadi perubahan kesadaran selama
episode-episode itu. International Classification of Headache Disorder II tahun
2003 (ICHD II) menyebutkannya sebagai sindrom periodik pada anak yang sering
menjadi prekursor migrain. Penyebabnya idiopatik dan merupakan penyebab
vertigo episodik ketiga terbanyak pada anak setelah migrain dan ISPA.1,6
Migrainous vertigo merupakan salah satu penyebab vertigo terbanyak pada
anak. Diagnosis migrainous vertigo dibuat jika pasien memiliki gejala migrain
yang disertai atau diikuti dengan pusing berputar, dan sering terdapat riwayat
migrain pada keluarga. 1
Pada pasien ini, terdapat gejala dan tanda yang mengarahkan etiologi pada
vestibular neuronitis. Sebelum terjadi pusing berputar, terdapat gejala infeksi
saluran napas akut berupa batuk dan pilek. Gejala diperberat oleh gerakan kepala,
namun dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda nistagmus horizontal
20
Gejala mayor
Gejala minor
Sakit kepala
21
Obstruksi hidung
Halitosis
Kelelahan
Sakit gigi
Batuk
Nyeri, rasa tertekan atau rasa
penuh pada telinga
Diagnosis ditegakkan dengan dua gejala mayor atau satu gejala minor
ditambah dengan dua gejala minor.7
Pada rinoskopi anterior tampak pus keluar dari meatus superior atau nanah
di meatus medius pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid
anterior, sedangkan pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid tampak
pus di meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post
nasal drip). Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi
suram atau gelap.7
Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi waters, PA dan lateral.
Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air
fluid level) pada sinus yang sakit.8
Pemeriksaan
mikrobiologik
dan
tes
resistensi
dilakukan
dengan
mengambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Lebih baik lagi bila
diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut
berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda
dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh,
dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau
turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta
nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan
terkadang berbau busuk.9
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pus dalam hidung, biasanya dari
meatus media, atau pus atau sekret mukopurulen dalam nasofaring. Sinus
22
maksilaris terasa nyeri pada palpasi dan perkusi. Transluminasi berkurang bila
sinus penuh cairan. Pada pemeriksaan radiologik foto polos posisi waters dan PA,
gambaran sinusitis maksilaris akut mula-mula berupa penebalan mukosa,
selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak
hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus. Akhirnya terbentuk
gambaran air-fluid level yang khas akibat akumulasi pus.10
Sinusitis kronik dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya vestibular
neuronitis. Hal tersebut terjadi karena infeksi dapat berpindah ke sistem vestibular
di telinga melalui saluran/tuba eustachius.11
Pada pasien ini, terdapat 2 gejala mayor dan 4 gejala minor, yaitu obstruksi
hidung, sekret hidung yang purulen, demam, sakit kepala, batuk, serta nyeri, rasa
tertekan atau rasa penuh pada telinga. Selain berdasarkan anamnesis yang
mengarah ke rhinosinutis, pada pemeriksaan fisik ditemukan juga nyeri tekan
pada pipi kanan dan kiri. Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa CT
scan kepala. Pemeriksaan ini awalnya dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
sentral dari gejala vertigo yang dialami pasien. Namun setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan hasil interpretasi terdapat sinusitis maksilaris sinistra
dengan cairan eksudat di dalamnya. Tidak terdapat SOL, infark maupun
perdarahan intraparenkim cerebrum maupun serebelum/ intrakranial. Oleh karena
itu pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis sinusitis maksilaris sinistra kronis
dan etiologi sentral dari vertigo yang dialami pasien dapat disingkirkan.
Berdasarkan analisis, vertigo vestibular yang dialami pasien dapat
diakibatkan karena sinusitis yang dialami pasien 3 bulan lalu. Infeksi pada sinus
dapat menyebar ke bagian telinga tengah hingga telinga bagian dalam dan
menyebabkan infeksi pada vestibular. Gejala awal yang mengindikasikan
penyebaran infeksi pada telinga adalah rasa penuh di telinga yang dirasakan
pasien selama pasien menderita rhinosinusitis 3 bulan lalu. Hal tersebut
menandakan terjadi inflamasi pada saluran eustachius sehingga menyebabkan
tekanan negatif pada saluran tersebut sehingga telinga terasa penuh. Infeksi dan
inflamasi dapat menyebar melalui saluran eustachius ke telinga tengah dan
selanjutnya telinga dalam sehingga menyebabkan vestibular neuronitis. Pada
23
orang normal, perubahan gerakan dan posisi kepala akan mengaktifkan salah satu
labirin (meningkatkan input) dan menghambat (menurunkan input) sisi lainnya.
Bila input pada satu sisi berhenti, misalnya pada neuronitis vestibular, maka
aktivitas neuronal nukleus vestibularis ipsilateral akan berhenti, sementara sisi
kontralateral masi aktif. Hal tersebut menyebabkan aktivitas neuronal yang
asimetri pada nukleus vestibularis menghasilkan gerakan bola mata kompensasi
(nistagmus) dan pengaturan postur, sehingga kepala terasa berputar atau
lingkungan terasa berputar terhadap penderita. 1,10
Pasien ini menderita rhinosinusitis sejak 2 tahun SMRS sehingga dapat
dikatakan perjalanan penyakitnya adalah kronik. Tatalaksana yang diberikan pada
pasien ini adalah terapi kausatif untuk menghilangkan infeksi pada sinus serta
terapi simptomatik berupa tetalaksana gejala vertigo, serta gejala mual dan
muntah pada pasien. Untuk pemberian antibiotik, diberikan injeksi ceftriaxone
2x80 gram iv.
Tatalaksana antibiotik lini pertama pada sinusitis kronik amoxicillinclavulanate (45 mg/kg/hari per oral dibagi menjadi 2 dosis), sedangkan lini kedua
dapat diberikan ceftriaxone ampicillin-sulbactam, levofloxacin, moxifloxacin,
ceftriaxone, dan cefotaxime. Berikut pemilihan antibiotik pada sinusitis kronik.12
Tabel 3. Rejimen pilihan antibiotik pada sinusitis
24
25
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Amar, Aboe, dkk.. Vertigo pada Anak dalam Pedoman Tatalaksana Vertigo.
PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). Jakarta. Halm.
161-171. 2012.
2. Rudolph, A.M. Buku Ajar Pediatri Rudolph (Rudolphs Pediatrics). Edisi 20.
Jakarta : EGC. 2007.
3. Nelson, W.E,. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 19. Jakarta : EGC. 2011.
4. Batu, Ezgi Deniz et al. Vertigo in Childhood: A Retrospective series of 100
Children. European Journal of Pediatric Neurology. XXX. 1-7. 2014.
5. Gruber, Maayan et al. Vertigo in Children and Adolescents: Characteristic and
Outcome. Scientific World Journal. 109642. 2012.
6. Osiska, Katarzyna Pawlak. Vertigo in Children. International Tinnitus
Journal, Vol. 12, No. 2, 185189 (2006)
7. Lawanil AK. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis and Treatment
in Otolaringology. 2nd Edition. New York : Departement of Otolaringology
New York University School Of Medicine. 2007.
8. Mekhitarian Neto, et al. Acute Sinusitis in Children- a Retrospective Study of
Orbital Complication. Article of Otorhinolaryngology. Vol.73. No.1. Sao
Paulo.2007
9. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2007; hal
170-3
10. Lawanil AK. Acute and Chronic Sinusitis. Current Diagnosis and Treatment
in Otolaringology. 2nd Edition. New York : Departement of Otolaringology
New York University School Of Medicine. 2007.
11. Schwartz G, White S. Complications of Acute and Chronic Sinusitis and
Their management; dalam Sinusitis from Microbiology to Management.
Brook I. New York : Taylor and Francis Group. 2006; hal : 269-88.
12. Chow et al. IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial
Rhinosinusitis in Children and Adults. Clinical Infectious Disease Advance
Access. IDSA Gideline. March 20,2012.
13. Bachert, Claus et al. ICON: Chronic Rhinosinusitis. World Allergy