PENDAHULUAN
1.3 MANFAAT
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa/i dapat memahami
penyimpangan-penyimpangan seksual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI PENYIMPANGAN SEKSUAL
Dalam bahasa medis, penyimpangan seksual disebut parafilia. Asalnya dari bahasa
Yunani, para = samping, philia = cinta. Parafilia digunakan untuk menyebut sifat dan perilaku
serta ketertarikan seksual yang di luar kebiasaan serta di luar kewajaran. Penyimpangan
seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan
seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah
menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat
psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan
faktor genetik
Penyebab penyimpangan seksual
faktor pribadi/personal (psikologis). Jadi banyak faktor penyebab, dan harus ditelaah dulu
lebih lanjut, apa yang menyebabkan individu tersebut menjadi homoseksual (Clara, 2008).
Berdasarkan pada pedoman dan penggolongan diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ),
perilaku homoseksual merupakan gangguan kejiwaan yang muncul berdasarkan faktor
genetik. Tetapi dalam perkembangannya homoseksual bukan lagi dianggap sebagai
gangguan kejiwaan yang timbul dari pola asuh orang tua dalam keluarga, namun lebih
kepada faktor lingkungan yang mendorong seseorang untuk berperilaku homoseksual.
Homoseksual ini dapat mengacu pada tiga aspek,
1. Orientasi Seksual / Sexual Orientation
Orientasi seksual - homoseksual yang dimaksud disini adalah ketertarikan/
dorongan/hasrat untuk terlibat secara seksual dan emosional (ketertarikan yang
bersifat romantis) terhadap orang yang berjenis kelamin sama. American Psychiatric
Association (APA) menyatakan bahwa orientasi seksual berkembang sepanjang
hidup seseorang.
2. Perilaku Seksual / Sexual Behavior
Homoseksual dilihat dari aspek ini mengandung pengertian perilaku seksual yang
dilakukan antara dua orang yang berjenis kelamin sama.
3. Identitas Seksual / Sexual Identity
Sementara homoseksual jika dilihat dari aspek ini mengarah pada identitas seksual
sebagai gay atau lesbian. Sebutan gay digunakan pada homoseksual pria, dan
sebutan lesbian digunakan pada homoseksual wanita.
2.2.2
SADOMASOKISME
5
Sadomasokisme termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh
bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa
pasangannya maupun membiarkan dirinya disakiti pasangannya.
Sadomasokisme seksual berbeda dengan gangguan kepribadian sadistik. Orang
dengan gangguan kepribadian sadistik kejam, agresif, merendahkan orang lain. Ia
menggunakan kekerasan dan kekejian untuk mencapai tujuan, memperlakukan orang lain
dengan kasar, menggemari penderitaan makhluk hidup, mengendalikan orang lain dengan
rasa takut, mengekang kebebasan orang lain dan tertarik dengan kekerasan, senjata dan
luka. Perilakunya tersebut tidak hanya ditujukan pada satu orang tertentu dan karakter
utama yang membedakannya dengan sadisme seksual, kekejamannya bukan untuk
memperoleh kepuasan seksual.
Ada beberapa bagian dari penyimpangan sadomasokisme, diantaranya sebagai
berikut
a.
Masokisme Seksual
Masokisme seksual (sexual masochism), berasal dari nama seorang Novelis
Austria, Leopold Ritter von Sacher- Masoch (1836-1895), yang menulis cerita dan novel
tentang pria yang mencari kepuasan seksual dari wanita yang memberikan rasa nyeri/sakit
pada dirinya, sering dalam bentuk flagellation (dipukul atau dicambuk). Masokisme
seksual melibatkan dorongan kuat yang terus menerus dan fantasi yang terkait dengan
tindakan seksual yang melibatkan perasaan dipermalukan, diikat, dicambuk, atau dibuat
menderita dalam bentuk lainnya. Dorongan itu dapat berupa tindakan yang menyebabkan
atau didasari oleh distress personal. Pada sejumlah kasus masokisme seksual, orang
tersebut tidak dapat mencapai kepuasan seksual jika tidak ada rasa sakit atau malu.
Ekspresi masokisme yang paling berbahaya adalah hipoksifilia (hypoxyphilia), dimana
partisipan merasa terangsang secara seksual dengan dikurangi konsumsi oksigennya,
misalnya dengan menggunakan jerat, kantung plastic, bahan kimia, atau tekanan pada dada
saat melakukan aktivitas seksual, seperti masturbasi. Pengurangan oksigen biasanya
disertai dengan fantasi sesak napas atau dengan dibuat sesak napas oleh pasangan. Orang
yang melakukan aktivitas ini biasanya menghentikannya sebelum mereka kehilangan
kesadaran, tetapi terkadang kematian karena kehabisan napas juga terjadi akibat salah
perhitungan (Blanchard & Hucker, 1991).
6
b. Sadisme Seksual
Sadisme seksual (sexual sadism) dinamai berdasarkan nama Marquis de Sade (17401814), pria Prancis pada abad ke-18 yang terkenal, yang menulis cerita tentang
kenikmatan mencapai kepuasan seksual dengan memberikan rasa sakit atau rasa malu pada
orang lain. Sadisme seksual ditandai dengan preferensi mendapatkan atau meningkatkan
kepuasan seksual dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental.
Berbeda dengan pada sadisme, objek yang disakiti pada orang dengan masokisme seksual
adalah diri sendiri. Sadisme seksual adalah sisi kebalikan dari masokisme seksual.
Sadisme seksual melibatkan dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi terkait untuk
melakukan suatu tindakan dimana seseorang dapat terangsang secara seksual dengan
menyebabkan penderitaan fisik atau rasa malu pada orang lain.
c.
Sadomasokisme Seksual
Kata sadomasokis itu adalah gabungan dari sadis dan masokis. Masokisme adalah
kecenderungan yang tidak normal untuk mendapatkan kesenangan karena disakiti orang
lain. Masokis adalah orang yang mendapat kesenangan karena atau dengan cara disakiti
orang lain. Karena pada pelaksanaan hubungan seksual itu berpasangan (antara pria dan
wanita), maka disebutlah sadomasokisme. Artinya, lebih pada wanita yang jadi korbannya.
Banyak orang memiliki fantasi sadistik atau masokistik pada saat-saat tertentu atau
melakukan permainan seks yang melibatkan simulasi atau bentuk ringan sadomasokisme
(sadomasokchism) dengan pasangan mereka. Sadomasokisme menggambarkan interaksi
seksual yang secara mutual memuaskan yang melibatkan baik tindakan sadistik dan
masokistik. Kelainan ini bisa juga disebut S-M, yaitu sebutan untuk penderita sadisme
yang melakukan hubungan seksual dengan masokisme.
Ciri-ciri Sadomasokisme Seksual
Ciri utama dari sadomasokis adalah munculnya nafsu birahi melalui rasa sakit. Ini
jelas berbeda dengan orang normal yang birahinya lenyap justru kalau sedang sakit. Bagi
penderita ini, rasa sakit merupakan pengalaman sensasional yang mendebarkan,
merangsang dan membangkitkan libido seksual. Disebut sadomasokis karena ada dua
pihak yang terlibat dalam perilaku seks aneh ini. Pihak sadis adalah pasangan yang
memberikan rasa sakit atau hukuman, misalnya memukul dengan cemeti, mengikat dengan
tali atau rantai, menyundut dengan rokok, dan sebagainya. Sebaliknya, pihak masokis
7
adalah orang yang menerima rasa sakit, penghinaan atau orang yang dikendalikan oleh
pasangannya.
Faktor-Faktor Penyebab
-
Pemaparan seks yang prematur, atau traumatik, dalam bentuk penyiksan seksual masa
anak-anak. Kira-kira 75 persen laki-laki yang diterapi di National Institute for Study,
Prevention, and Treatment Sexual di Baltimore, adalah korban penyiksaan seksual pada
masa anak-anaknya. Karena alasan yang amsih belum dimengerti, jika seorang anak
perempuan disiksa, mereka lebih sering terinhibisi secara seksual. Sedangkan anak lakilaki yang disiksa cenderung mewujudkan perilaku parafilia.
Supresi berlebihan terhadap keingintahuan alami tentang seks, karena alasan religius
atau alasan lain. Anak laki-laki yang diajari bahwa seks tabu, kotor dan dihukum karena
minatnya terhadap seks, mungkin menjadi laki-alki dengan perilaku fetihisme atau
obsesi. Represi parah tidak dianggap sebagi suatu bentuk penyiksaan seksual, tetapi bisa
jadi demikian.
Pandangan Behavioral dan Kognitif, seringkali orang dengan parafilia jenis ini
mengalami penyiksaan fisik dan seksual pada masa kanak-kanak, dan tumbuh dalam
keluarga yang hubungan antara orang tua dengan anak terganggu (Mason, 1997;
Murphy, 1997).
Terapi
Treatment yang dapat diberikan yaitu:
a. Teknik psikoanalisis
Terapi Psikoanalisis efektif pada beberapa kasus. Sebagai hasil terapi, pasien menjadi
menyadari bahwa kebutuhan menghukum diri sendiri adalah sekunder akibat perasaan
bersalah bawah sadar yang berlebihan dan juga menjadi mengenali impuls agresif
mereka yang terepressi, yang berasal dari masa anak-anak awal.
b. Teknik Behavioral
Para terapis dari aliran behavioral mencoba untuk mengembangkan prosedur terapeutik
untuk mengubah aspek seksual individu. Pada awalnya, dengan pandangan bahwa
parafilia merupakan ketertarikan terhadap obyek seksual yang tidak pantas, prosdur yang
dilakukan adalah dengan terapi aversif. Terapi aversif dilakukan dengan memberikan
kejutan fisik saat seoseorang menunjukkan perilaku yang berkaitan dengan parafilia.
Metode lain, disebut satiation; seseorang diminta untuk bermasturbasi untuk waktu lama,
sambil berfantasi dengan lantang.
Kedua terapi tersebut, apabila digabungkan dengan terapi lai seperti pelatihan
kemampuan sosial, dapat bermanfaat terhadap paedofilia, transvestisme, eksibisionisme,
dan transvestisme (Brownell, Hayes, & barlow, 1977; Laws & Marshall, 1991; Marks &
Gelder, 1967; Marks, Gelder, & Bancroft, 1970; Marshall & Barbaree, 1990).
Cara lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan membuat pasien
belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus seksual yang konvensional. Dalam
prosedur ini pasien dihadapkan pada stimulus perangsang yang konvensional, sementara
mereka memberi respon seksual terhadap rangsangan lain yang tidak konvensional.
Terdapat pula teknik lain yang umum digunakan, seperti pelatihan social skills.
c. Teknik Kognitif
Prosedur kognitif sering digunakan untuk mengubah pandangan yang terdistorsi pada
individu dengan parafilia. Diberikan pula pelatihan empati agar individu memahami
pengaruh perilaku mereka terhadap orang lain. Banyak program penanganan yang
memberikan program pencegahan relapse, yang dibuat berdasarkan program rehabilitasi
ketergantungan obat-obatan terlarang.
d. Teknik Biologis
Intervensi biologis yang sempat banyak diberikan dua generasi yang lalu adalah dengan
melakukan kastrasi atau pengangkatan testis. Baru-baru ini, penanganan biologis yang
dilakukan
melibatkan
obat-obatan.
Beberapa
obat
yang
digunakan
adalah
waktu yang tidak terbatas serta efek samping yang mungkin muncul dari pemakaian
jangka panjang. Baru-baru ini, fluoxetine (Prozac) telah digunakan, karena obat tersebut
kadang-kadang efektif untuk mengobati obsesi dan kompulsi. Karena parafilia terbentuk
dari pikiran dan dorongan yang serupa dengan parafilia.
e. Usaha Hukum
Di Amerika, sebagai akibat dari tuntutan masyarakat, telah muncul hukum mengenai
pelaku kejahatan seks. Dikenal sebagai Megans Law, hukum tersebut memungkinkan
warga sipil untuk mendeteksi keberadaan mantan pelaku kejahatan seksual, yang
dianggap berbahaya. Dengan hukum ini, diharapkan masyarakat dapat waspada, dan
para mantan pelaku tidak berkesempatan untuk mengulangi kejahatannya.
Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan terapis untuk meningkatkan motivasi
mengikuti perawatan (Miller & Rollnick, 1991):
1. Berempati terhadap keengganan untuk mengakui bahwa ia adalah pelanggar hukum.
2. Memberitahukan jenis-jenis perawatan yang dapat membantu mengontrol perilaku
dengan baik dan menunjukkan efek negatif yang timbul apabila tidak dilakukan
treatment.
3. Memberikan intervensi paradoksikal, dengan mengekspresian keraguan bahwa orang
tersebut memiliki motivasi untuk menjalani perawatan.
4. Menjelaskan bahwa akan ada pemeriksaan psikofisiologis terhadap rangsangan seksual
pasien; dengan demikian kecenderungan seksual pasien dapat diketahui tanpa harus
diucapkan atau diakui oleh pasien (Garland & Dougher, 1991).
2.2.3
EKSHIBISIONISME
10
Penderita
ekshibisionisme
akan
memperoleh
kepuasan
seksualnya
dengan
memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan kehendaknya.
Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi
begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan
masturbasi hingga ejakulasi. Tetapi juga ada wanita yang mengalami kelainan ini.
Berdasar beberapa penelitian diketahui bahwa para penderita ekshibisionisme adalah
seorang pemalu, tidak tegas, sulit bergaul dengan lawan jenis, dan minder, akan tetapi
dalam keseharian mereka cenderung dikenal memiliki perilaku yang baik secara sosial.
2.2.4
VOYEURISME
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni
vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual
dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan
berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak
melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau
melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama
mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi
merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual. Yang
jelas, para penderita perilaku seksual menyimpang sering membutuhkan bimbingan atau
konseling kejiwaan, disamping dukungan orang-orang terdekatnya agar dapat membantu
mengatasi keadaan mereka.
Voyeurisme adalah sebuah kelainan jiwa, di dunia kedokteran dikenal sebagai istilah
skopofilia. Ciri utama voyeurisme adalah adanya dorongan yang tidak terkendali untuk
secara diam-diam mengintip atau melihat seseorang yang berlainan jenis atau sejenis
tergantung orientasi seksual berbeda yang sedang telanjang, menanggalkan pakaian atau
melakukan kegiatan seksual. Dari ini, penderita biasanya memperoleh kepuasan seksual.
Bila penderita adalah seorang pria, wanita yang diintip pada dasarnya tak dikenal.
Mengintip menjadi cara eksklusif untuk mendapatkan kepuasan seksual. Anehnya, ia sama
sekali tidak menginginkan berhubungan seksual dengan wanita yang diintip. Cuma
berharap memperoleh kepuasan orgasme dengan cara masturbasi selama atau sesudah
mengintip. Berbeda dengan seseorang yang normal, penderita voyeurisme sudah
terpuaskan tanpa harus melakukan sanggama.
11
Voyeurisme tidak dapat dilekatkan kepada penggemar film dan pertunjukan porno,
karena para pemain film itu dengan sengaja menghendaki dan menyadari bahwa mereka
akan ditonton orang lain. Voyeurism sejati tidak akan terangsang jika melihat seseorang
yang tidak berpakaian di hadapannya. Mereka hanya terangsang dengan melakukan
pengintipan. Dengan mengintip mereka mampu mempertahankan keunggulan seksual
tanpa perlu mengalami risiko kegagalan atau penolakan dari pasangan yang nyata.
2.2.5
FETISHISME
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas
12
Ada lima tingkatan Fetishist dilihat dari tindakan atau seberapa jauh hasrat Fetishist
kepada parts / objek / kegiatan yang dicintainya, berikut :
1. Tingkat I : Pemuja (Desires)
Ini adalah tahap awal. Tidak terlalu terpengaruh atau fetish tidak terlalu mengganggu
pikiran seseorang. Contohnya adalah saat seorang pria mengidamkan wanita dengan
payudara yg besar, rambut pirang, atau berbibir tipis. Namun bila pria ini tidak
mendapatkan wanita yang diimpikannya itu, dia tidak akan terlalu mempermasalahkannya
dan hubungan seksual dengan wanita itu tetap berjalan normal.
2. Tingkat II : Pecandu (Cravers)[/B]
Ini adalah tingkatan lanjutan dari tingkat awal. Saat seseorang Fetishist telah mencapai
tahap ini, psikologi orang ini akan membuat dirinya "amat membutuhkan" pasangan
dengan fetish tertentu yang didambakannya. Bila hal itu tidak dapat terpenuhi, akan
mengganggu hubungan seksual orang ini, misalnya hilang hasrat seksual atau tidak
tercapainya organsme / climaks.
3. Tingkat III : Fetishist Tingkat Menengah[/B]
Ini termasuk tingkat yg berbahaya, Fetishist akan melakukan apapun demi mendapakan
fetish yang dia inginkan dengan menculik, menyiksa, atau hal sadis lainnya. Hasrat seksual
Fetishist ini hanya akan terlampiaskan dengan seseorang yang memiliki bagian yg dia
inginkan tidak peduli itu lawan jenis ataupun sejenis.
4. Tingkat IV : Fetishist Tingkat Tinggi
Lebih sadis dari tingkat III, pada tingkat ini seseorang tidak akan peduli dengan hal lain
diluar fetish-nya. Misal Fetish seseorang adalah stocking wanita, maka dia tidak
membutuhkan wanita itu, hanya stockingnya saja Dan yang lebih parah adalah bila Fetish
seseorang adalah bagian tubuh, dia hanya membutuhkan bagian tubuh orang itu saja dan
tidak peduli dengan orang yang memiliki bagian tubuh itu sendiri.
5. Tingkat V : Fetishistic Murderers
Singkat kata, tingkatan ini sudah sangat parah. Bahkan rela membunuh, memutilasi, demi
mendapatkan fetish yg dia inginkan.
2.2.6
BESTIALLY
Bestially adalah bentuk penyimpangan seksual pada manusia yang mempunyai hasrat
seksual dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing,
maupun makhluk lainnya yang dikategorikan sebagai binatang, baik secara anal, vaginal,
maupun oral.
2.2.8
INCEST
Incest adalah bentuk penyimpangan seksual yang ditandai dengan hubungan saling
mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan
keluarga (kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu
dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri.
Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar dan penyebab tersebut
tidak lain adalah karena pengaruh aspek struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang
semakin kompleks. Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri
individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung dianggap dan
menganggap
dan menimbulkan
tidak cocok dengan budaya dan norma-norma setempat. Orang dengan mudah
mendapat berita kriminal seks melalui tayangan televisi maupun tulisan di koran
dan majalah. Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai jenis media.
Akibatnya, tayangan televisi, VCD, dan berita di koran atau majalah yang sering
menampilkan kegiatan seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi
model bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu birahinya.
2. Kemiskinan.
Meskipun incest dapat terjadi dalam segala lapisan ekonomi, secara khusus
kondisi kemiskinan merupakan suatu rantai situasi yang sangat potensial
menimbulkan incest. Sejak krisis 1998, tingkat kemiskinan di Indonesia semakin
tinggi. Banyak keluarga miskin hanya memiliki satu petak rumah. Kita tidak dapat
membedakan mana kamar tidur, kamar tamu, atau kamar makan. Rumah yang ada
merupakan satu atau dua kamar dengan multi fungsi. Tak pelak lagi, kegiatan
seksual terpaksa dilakukan di tempat yang dapat ditonton anggota keluarga lain.
Tempat tidur anak dan orangtuanya sering tidak ada batasnya lagi. Ayah yang tak
mampu menahan nafsu birahinya mudah terangsang melihat anak perempuannya
tidur. Situasi semacam ini memungkinkan untuk terjadinya incest kala ada
kesempatan.
3. Pengangguran.
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak terjadinya PHK yang berakibat
banyak orang yang menganggur. Dalam situasi suit mencari pekerjaan, sementara
keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri banting tulang bekerja seadanya.
Dengan kondisi istri jarang di rumah (apalagi bila menjadi TKW), membuat sang
suami kesepian. Mencari hiburan di luar rumah pun butuh biaya. Tidak menutup
kemungkinan anak yang sedang dalam kondisi bertumbuh menjadi sasaran
pelampiasan nafsu birahi ayahnya.
Selain faktor-faktor diatas, Lustig (Sawitri Supardi: 2005) mengemukakan
factor-faktor lain yaitu: Keadaan terjepit, dimana anak perempuan manjadi figur
perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti
ibu. Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan
seksualnya. Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan seksual di luar rumah
karena kehutuhan untuk mempertahankan facade kestabilan sifat patriachat-nya.
Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota
keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.
15
Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan
peranan seksual sebagai istri.
Pengawasan dan didikan orangtua yang kurang karena kesibukan orang
bekerja mencari nafkah dapat melonggarkan pengawasan oleh orangtua bisa
terjadi incest. Anak remaja yang normal pada saat mereka remaja dorongan
seksualnya begitu tinggi karena pengaruh tayangan yang membangkitkan naluri
birahi juga ikut berperan dalam hal ini.
Alasan Anggota Keluarga Melakukan Incest
1. Ayah sebagai pelaku. Kemungkinan pelaku mengalami masa kecil yang kurang
menyenangkan, latar belakang keluarga yang kurang harmonis, bahkan mungkin saja
pelaku merupakan korban penganiayaan seksual di masa kecilnya. Pelaku cenderung
memiliki kepribadian yang tidak matang, pasif, dan cenderung tergantung pada orang
lain. Ia kurang dapat mengendalikan diri/hasratnya, kurang dapat berfikir secara
realistis, cenderung pasif-agresif dalam mengekpresikan emosinya, kurang memiliki
rasa percaya diri. Selain itu, kemungkinan pelaku adalah pengguna alkohol atau
obat-obatan terlarang lainnya.
2. Ibu sebagai pelaku. Ibu yang melakukan penganiayaan seksual cenderung memiliki
tingkat kecerdasan yang rendah dan mengalami gangguan emosional. Ibu yang
melakukan incest terhadap anak laki-lakinya cenderung didorong oleh keinginan
adanya figur pria lain dalam kehidupannya, karena kehadiran suami secara fisik
maupun emosinal dirasakan kurang sehingga ia berharap anak laki-lakinya dapat
memenuhi keinginan yang tidak didapatkan dari suaminya. Kasus ini jarang didapati,
terutama karena secara naluriah wanita cenderung memiliki sifat mengasuh dan
melindungi anak.
3. Saudara kandung sebagai pelaku. Kakak korban yang melakukan penganiayaan
seksual biasanya menirukan perilaku orang tuanya atau memiliki keinginan
mendominasi/menghukum adiknya. Selain itu, penganiayaan seksual mungkin pula
dilakukan oleh orang tua angkat/tiri, atau orang lain yang tinggal serumah dengan
korban, misalnya saudara angkat.
Akibat Incest
Ada beberapa akibat dari perilaku incest ini, khususnya yang terjadi karena paksaan.
Diantaranya adalah:
1. Gangguan psikologis. Gangguan psikologis akibat dan kekerasan seksual atau trauma
post sexual abuse, antara lain : tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau
khawatir dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan perilaku merusak
16
diri sendiri yang lain, harga diri yang rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri
dan tidak mau bergaul dengan orang lain, dan makan tidak teratur.
2. Secara medis menunjukan bahwa anak hasil dari hubungan incest berpotensi besar
untuk mengalami kecatatan baik fisik ataupun mental.
3. Akibat lain yang cukup meresahkan korban adalah mereka sering disalahkan dan
mendapat stigma (label) yang buruk. Padahal, kejadian yang mereka alami bukan
karena kehendaknya. Mereka adalah korban kekerasan seksual. Orang yang
semestinya disalahkan adalah pelaku kejahatan seksual tersebut.
4. Berbagai studi memperlihatkan, hingga dewasa, anak-anak korban kekerasan seksual
seperti incest biasanya akan memiliki self-esteem (rasa harga diri) rendah, depresi,
memendam perasaan bersalah, sulit mempercayai orang lain, kesepian, sulit menjaga
membangun hubungan dengan orang lain, dan tidak memiliki minat terhadap seks.
5. Studi-studi lain bahkan menunjukkan bahwa anak-anak tersebut akhirnya ketika
dewasa juga terjerumus ke dalam penggunaan alkohol dan obat terlarang, pelacuran,
dan memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual kepada anak-anak.
Upaya Mengatasi Incest
Untuk menghindari terjadinya incest yang baik disertai atapun tidak disertai kekerasan
seksual, perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
1. Memperkuat keimanan dengan menjalankan ajaran agama secara benar. Bukan hanya
mengutamakan ritual, tetapi terutama menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga
menjadi bagian integral dari diri sendiri.
2. Memperkuat rasa empati, sehingga lebih sensitif terhadap penderitaan orang lain,
sekaligus tidak sampai hati membuat orang lain sebagai korban.
3. Mengisi waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif.
4. Menjauhkan diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat.
5. Memberikan pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, sehingga dapat
terkontrol.
6. Memberikan pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak
2.2.9
NECROPHILIA/NECROFIL
Necrophilia, yang juga disebut dengan thanatophilia dan necrolagnia, adalah kelainan
seksual dimana pelakunya memiliki ketertarikan untuk berhubungan seksual dengan mayat
(orang mati).
2.2.10 ZOOPHILIA
17
Usaha-usaha pencegahan
1. Sikap dan pengertian orang tua
Pencegahan abnormalitas masturbasi sesungguhnya bias secara optimal diperankan
oleh orang tua. Sikap dan reaksi yang tepat dari orang tua terhadap anaknya yang melakukan
masturbasi sangat penting. Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan kesehatan umum
dari anak-anaknya juga kebersihan di sekitar daerah genitalia mereka. Orang tua perlu
mengawasi secara bijaksana hal-hal yang bersifat pornografis dan pornoaksi yang terpapar
pada anak.
18
2. Pendidikan seks
Sex education (pendidikan seks) sangat berguna dalam mencegah remaja pada
kebiasaan masturbasi. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai suatu proses yang seharusnya
terus-menerus dilakukan sejak anak masih kecil. Pada permulaan sekolah diberikan sex
information dengan cara terintegrasi dengan pelajaran-pelajaran lainnya, dimana diberikan
penjelasan-penjelasan seksual yang sederhana dan informatif. Pada tahap selanjutnya dapat
dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yag lebih bebas dan dipimpin oleh orang-orang yang
bertanggung jawab dan menguasai bidangnya. Hal penting yang ingin dicapai dengan
19
pendidikan seks adalah supaya anak ketika sampai pada usia adolescent telah mempunyai
sikap yang tepat dan wajar terhadap seks.
3. Pengobatan
Biasanya anak-anak dengan kebiasaan masturbasi jarang dibawa ke dokter, kecuali
kebiasaan ini sangat berlebihan. Masturbasi memerlukan pengobatan hanya apabila sudah ada
gejala-gejala abnormal, bias berupa sikap yang tidak tepat dari orang tua yang telah banyak
menimbulkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, perasaan bersalah/dosa, menarik diri atau
adanya gangguan jiwa yang mendasari, seperti gangguan kepriadian neurosa, perversi
maupun psikosa.
Farmakoterapi :
Pengobatan dengan estrogen (eastration)
Estrogen dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidak
terkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah. Diberikan
peroral. Efek samping tersering adalah ginecomasti.
dari dua-pertiga kasus dan efeknya sangat cepat. Diberikan IM dosis 1cc 25mg.
Efektif untuk jangka waktu 2 pekan.
o Pengobatan dengan trnsquilizer
Diazepam dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejalan
kecemasan dan rasa takut. Perlu diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar
dapat menghambat fungsi sexual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat
neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi adjuvant untuk pendekatan
psikologik.
-
Psikoterapi
20
Hypnoterapi
Self-hypnosis (auto-hypnosis) dapat diterapkan pada penderita dengan
medis.Pada
beberapa
daerah
dengan
kebudayaan
tertentu,
dengan
tujuan
Menikah
Bagi remaja/adolescent yang sudah memiliki kesiapan untuk menikah
21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Homoseksual merupakan kelainan mengacu pada interaksi seksual antara pribadi
yang berjenis kelamin sama secara situasional atau berkelanjutan.
22
Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana pelaku jatuh cinta
dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut.
3.2 SARAN
Semoga makalah ini dapat dijadikan bahan bacaan yang bisa menambah wawasan dan
pemahaman pembaca yang berkaitan dengan penyimpangan-penyimpangan seksual, dan bisa
dijadikan acuan sebagai bahan untuk skripsi atau untuk karya-karya lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas
http://netsains.com/2010/07/jenis-penyimpangan-seksual
http://health.detik.com/read/2009/12/28/155417/1267135/770/zoophilia?
24
Wikipedia. (February 24, 2009). "Human Sexual Behavior." This data retrieved
from http://en.wikipedia.org/wiki/Human_sexual_behavior
http://www.minddisorders.com/Py-Z/Sexual-sadism.html
www.scribd.com/doc/13289707/makalah-homoseksual
25