Case 2 Maria
Case 2 Maria
: Maria Priscilla
: 11 - 2014 - 325
: Dr. Adi Guritno, SpOG
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. NA
Umur
: 25 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Guru
Alamat
Masuk RS
SUAMI PASIEN
Nama
: Tn. F
Umur
: 28 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
I.
ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal 21 Agustus 2015 pukul 08.20 WIB
A. Keluhan Utama
Keluar cairan jernih dari jalan lahir sejak jam 10 malam.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. NA datang atas rujukan bidan, mengeluh keluar cairan dari
jalan lahir sejak 20 Agustus 2015 jam 10 malam WIB. Menurut pasien air
yang keluar mengalir seperti kencing yang merembes tidak dapat ditahan.
Pasien mengaku ini adalah kehamilan pertama. Saat dilakukan pemeriksaan
dalam di bidan didapatkan pembukaan 1. Pukul 02.00 WIB dilakukan
pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 5. Setelah itu pasien dirujuk ke
rumah sakit karena tidak ada kemajuan pembukaan, Tiba di rumah sakit pukul
08.05 WIB. Pukul 08.15 WIB 21 Agustus 2015 pasien masuk ruang bersalin
RS Simpangan Depok, pasien mengeluh air ketuban terus keluar, perut mules.,
dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 5, kepala Hodge 2,
ketuban negatif. His adekuat 2x10 menit kira-kira 25 detik. Tekanan darah
110/70, nadi 76x/menit, napas 28x/menit. Tinggi fundus uteri 31cm.
Pasien mengaku merasakan gerakan janin, sedikit nyeri saat janin
bergerak, Tidak ada demam, tidak ada keputihan. HPHT 20 November 2014.
Umur kehamilan 39 minggu, taksiran partus 27 Agustus 2015 berdasarkan
haid terakhir.
C. Riwayat Menstruasi
2
: 20 November 2014
TP
: 27 Agustus 2015
D. Status Pernikahan
Menikah 1x dan sudah berlangsung 2 tahun.
E. Riwayat Kehamilan yang lalu
F. Riwayat Kehamilan Sekarang
Hamil muda
Hamil tua
Leher
Thoraks
Cor
Pulmo
Ekstremitas
Status Obstetrik
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Leopold I
Leopold II
seperti papan
Leopold III
Leopold IV
His
: (+) 2x/10/25
Tafsiran Berat Janin : 2945 gram
Auskultasi
: DJJ 140 dpm, teratur.
Kesan :Janin tunggal, Hidup Intrauterin, Presentasi kepala,Punggung kanan, bagian
terbawah janin berada di Hodge II.
Anogenital
- Inspeksi
- Inspekulo
: tidak dilakukan
- VT
III.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium (23 Agustus 2015 : 00.10)
Hematologi
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Leukosit
19.600
mm3
5000-10000
Haemoglobin
13,0
g/dl
12-16
4
Trombosit
169000
mm3
150000-400000
Hematokrit
38
37-47
Masa Perdarahan
237
Menit
1-3
Masa Pembekuan
755
Menit
6-10
B. CTG
C. USG
Tidak dilakukan
IV.
RESUME
Pasien Ny. NA, 25 tahun, G1P0A0 datang dengan keluhan keluar cairan dari
jalan lahir sejak 10 jam SMRS. Air berwarna jernih,tidak berbau dan mengalir
tidak dapat ditahan. Gerak janin (+), nyeri saat janin bergerak (+), mulas (+),
lendir + darah (+), demam (-).ANC di bidan teratur. HPHT : 20/11/2014, TP :
27/08/2015. Pemeriksaan fisik, KU tampak sakit ringan, kesadaran compos
mentis, TD : 110/70 mmHg, N: 76x/m, RR : 28x/m, BB saat hamil =58kg, TFU 31
cm, VT pembukaan 5 H II, selaput ketuban (-),lendir darah (+), status generalis
dalam batas normal, CTG reaktif, pemeriksaan laboratorium darah terdapat
leukositosis. DJJ 140dpm.
V.
VI.
DIAGNOSIS
G1P0A0, 25 tahun, hamil 39 minggu inpartu kala I fase aktif memanjang dengan
KPD 10 jam.
TATA LAKSANA
5
infuse.
Pasang oksigen 3L/m
Minta ibu miring ke kiri
Observasi his, DJJ, TTV
o Pukul 10.00 WIB : VT ulang : pembukaan 8 H II, Ketuban -, his
3x10/35, DJJ : 153x/ menit.
o Bishop score :
Posisi : anterior (+2)
konsistensi : lunak (+2)
pendataran : 60% (+2)
dilatasi : 8cm (+3)
letak bayi : -2 (+1)
TOTAL : 10
Persiapan persalinan
Menunggu gejala dan tanda kala II persalinan, yaitu: dorongan meneran
bersamaan dengan terjadinya kontraksi, tekanan pada anus, perineum menonjol,
pukul 12.50.
Bayi di letakkan di atas kain yang telah disiapkan, dalam waktu 2 menit setelah
bayi lahir, tali pusat dijepit dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm
dari distal klem pertama. Dengan satu tangan pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi) dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem
tersebut. Kemudian resusitasi pada bayi dengan menggunakan suction,
dihangatkan, disuntikan Neo K 0,5 cc IM, bayi jenis kelamin perempuan, berat
badan 3,1 kg, panjang badan 50cm.
6
Meraba fundus uteri, memastikan tidak ada bayi lain di dalam uterus
Memberikan suntikan oksitosin 10 IU I.M. pada 1/3 atas paha bagian luar segera
perineum derajat 2.
Bidan menyuntikan lidocain 2 amp IM.
bidan melakukan jahitan dengan menggunakan benang catgut chromic.
persalinan selesai sekitar jam 13.45.
Medikamentosa :
Terapi selanjutnya :
-
Non Medikamentosa :
Anjurkan ibu untuk makan dan minum
PROGNOSIS
Ibu
Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
Janin
Ad Vitam
: Dubia ad bonam
FOLLOW UP
21 Agustus 2015 jam 18.00
S : nyeri di vagina karena luka jahitan, sulit BAK.
O:
Tekanan darah
: 100/50 mmHg
Nadi
: 92 x / menit
Pernapasan
: 20 x / menit
Keadaan umum
: Baik
Abdomen
: 100/60 mmHg
Nadi
: 88 x / menit
Pernapasan
: 24x / menit
8
Keadaan umum
: Baik
Abdomen
: 90/60 mmHg
Nadi
: 92 x / menit
Pernapasan
: 24x / menit
Keadaan umum
: Baik
Abdomen
: 90/60 mmHg
Nadi
: 96 x / menit
Pernapasan
: 20x / menit
Keadaan umum
Abdomen
: Baik
: sepusat, perdarahan minimal, Urine 400cc, mobilisasi (+).
9
: 90/60 mmHg
Nadi
: 84 x / menit
Pernapasan
: 20 x / menit
Keadaan umum
: Baik
Abdomen
: 110/60 mmHg
Nadi
: 84 x / menit
Pernapasan
: 20x / menit
Keadaan umum
: Baik
10
11
Patofisiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban adalah karena hilangnya elastisitas yang
terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar. Hilangnya
elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat
terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput
ketuban terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblast serta pada korion di
daerah lapisan retikuler dan trofoblas, dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada
lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 dan
prostaglandin.Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi
mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi
Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/ amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah, dan mudah pecah spontan.
Selain itu mediator tersebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur
akibat tarikan saat uterus berkontraksi.2,3
Ketuban pecah dini ada hubungannya dengan hal-hal sebagai berikut :
Diagnosis
Diagnosis harus ditegakkan secara tepat dan efisien. Pemeriksaan yang berulang pada
vagina, baik itu pemeriksan dalam ataupun inspekulum tidak boleh terlalu sering dilakukan
untuk mengurangi terjadinya infeksi.1
A. Gejala subjektif
Pasien dengan ketuban pecah dini mengeluh adanya keluar air ketuban warna putih
keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak. Kebocoran
13
cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas. Dapat disertai demam jika sudah ada
infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. 2,3
Riwayat haid pasien, umur kehamilan pasien diperkirakan dari hari haid terakhir dan
umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
B. Pemeriksaan Fisik
Kadang-kadang agak sulit atau meragukan apakah ketuban sudah pecah atau belum,
terutama bila pembukaan kanalis servikalis belum ada atau kecil.
1. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava,
atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada forniks anterior/posterior.
Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada
kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan
pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi
segmen
bawah
rahim
dengan
flora
vagina
yang normal.
Komplikasi
Infeksi maternal
Karena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung
antara dunia luar dan ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi
ascenden. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas
dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi.
Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan
15
prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan
bayi atau janin dalam rahim.
Korioamnionitis
Merupakan keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion, dan
cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Ini merupakan komplikasi paling serius bagi
ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis. Penyebab yang terutama adalah
yang berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal
dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus. Korioamnionitis tidak selalu
menimbulkan gejala. Bila timbul gejala antara lain demam, nadi cepat, berkeringat,
uterus lembek, dan cairan berbau keluar dari vagina.
Pada ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali.Ketuban pecah 24
jam, risiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat. Protokol : berikan antibiotika luas
dan janin dilahirkan tanpa memandang usia gestasi.. Ditandai seperti demam (37),
maternal dan fetal takikardia, leukositosis, nyeri tekan pada uteri dan bau yang tidak
enak (foul odor) dari amnion dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa. Bila
terdapat setidaknya 2 dari gejala klinik tersebut maka dapat dikatakan menderita
korioamnionitis. Sekitar 20% dari pasien KPD kemungkinan terkena korioamnionitis
dan hal ini berbanding terbalik dengan umur gestasi (UCLA series), kemungkinan
terkena korioamnionitis semakin besar pada kehamilan kurang dari 28 minggu atau
berat janin kurang dari 2000 gram. Hal ini mungkin disebabkan karena imunitas yang
berasal dari cairan amnion masih rendah, begitu juga dengan fetusnya pada kehamilan
muda. Insiden terjadinya infeksi korioamnionitis pada pasien KPD berhubungan
dengan lamanya waktu masa laten dari terjadinya KPD hingga terjadinya persalinan.
Bakteri penyebab terjadinya korioamnionitis biasanya streptococcus grup B. Pasien
dengan jumlah leukosit 18.500/mm3
konsekuensinya adalah banyaknya pasien dengan KPD yang harus dilakukan seksio
cesaria.
hari. Bila janin dalam satu minggu belum lahir, maka pemberian kortikosteroid dapat
diulang. Penggunaan antibiotik untuk profilaksis belum terbukti menguntungkan
untuk fetus. Dalam usia gestasi ini, rawat pasien hingga air ketuban tidak keluar lagi
sambil diobservasi kondisi ibu dan janin.1,3,4
17
Masalah berat terjadi apabila ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan kurang dari
26
minggu.Bila
dipertimbangkan.
berat
janin
Kegagalan
sudah
induksi
mencapai
disertai
2000
dengan
gram,induksi
infeksi
yang
dapat
diikuti
histerektomi.2
b. 34-37 minggu Apabila tidak ada tanda-tanda stress pada aktivitas uterus dan tidak
ada tanda-tanda infeksi, maka dilakukan manajemen konservatif. Resiko dari
respiratory distress syndrome (RDS) pada infant sekitar 5%. Terapi antibiotik dapat
diberikan untuk menurunkan infeksi maternal tetapi lebih baik pengobatan infeksi
dilakukan jika terdeteksi adanya infeksi dibandingkan pengobatan infeksi secara
subjektif pada semua pasien. Induksi persalinan pada 36 minggu dilakukan untuk
menghindari resiko yang berlanjut dari infeksi ascenden serta selagi resiko dari RDS
masih rendah. Apabila belum inpartu, diberikan profilaksis antibiotik, steroid,
observasi tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Tetapi bila ada tanda inpartu, maka
berikan steroid, antibiotik intrapartum profilaksis, dan lakukan induksi setelah 24
jam.4
c. >37 minggu- jika tidak terjadi persalinan dalam waktu 24 jam sejak ketuban pecah, maka
induksi persalinan dilakukan untuk menghindari perkembangan infeksi yang berhubungan
dengan peningkatan morbiditas. Komplikasi yang terjadi termasuk : infeksi, perdarahan
antepartum dan fetal compromise. Jika tidak ada komplikasi, maka menunggu sampai 96
jam untuk persalinan masih dapat dilakukan namun ada baiknya tidak menunggu selama
ini, dikarenakan 48-72 jam merupakan waktu yang rentan persalinan atau terjadinya
korioamnionitis. Induksi dilakukan dengan oksitosin atau misoprostol 25-50 mcg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda infeksi, berikan antibiotik dosis
tinggi dan terminasi. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bishops Score untuk menghitung pematangan serviks
Cerviks
Position
Consistency
Effacement
Dilation
Babys station
Posterior
Firm
0-30%
Closed
-3
Midposition
Medium
40-50%
1-2cm
-2
Anterior
Soft
60-70%
3-4cm
-1
>80%
>5cm
+1, +2
18
Antibiotik yang dapat diberikan (ampisilin 4x1-2 gram IV atau eritromisin 4x250 mg
IV selama 2 hari, untuk 5 hari selanjutnya diberikan terapi per oral, amoksisilin dan
eritromisin(4x250mg PO) dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari). Hindari
pemberian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat menyebabkan
Necrotizing Enterocolitis(NEC).1
Gamb
ar 2.Tatalaksana penanganan ketuban pecah dini.8
19
Daftar pustaka
21
1. Chris
T,et
al.Kapita
selekta
kedokteran.
Edisi
ke-4.
Jakarta:Media
Aesculapius;2014.h.442-3.
2. Abdul Bari Saifuddin, Prof., dr., SpOG, MPH, (ed) Ketuban Pecah Dini, Ilmu
Kebidanan,
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo-POGI,
Jakarta,
2002.h.677-82.
3. Svigos, J.M, Robinson, J.S, Vigneswaran,R. Premature Rupture of the Membranes,
High Risk Pregnancy Management Options, W.B Saunders Company, London,
1994.h.163-71.
4. Elder, M.G, et al. Preterm Premature Rupture of Membranes, Preterm Labor, 1 sted,
Churchill Livingstone Inc. New York, 1997.h.153-64.
5. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Ketuban Pecah
Dini , Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, Jakarta, 1991.h.39-40.
6. Wilkes, P.T, Premature Ruptur of Membrane, 2004 available at www. emedicine.
com / med/med/topic.3246.htm
7. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA.Obstetrics and gynaecology.USA:Elsevier Science
Limited;2003.p.19.
8. Manuaba IBG.Penuntun kepaniteraan klinik obstetri dan ginekologi.Edisi ke-2.Jakarta
: EGC;2004.h.73.
Diskusi khusus :
Peningkatan normal berat badan bayi dan berat badan ibu
22
Dari pemeriksaan fisik, seharusnya pasien KPD tidak dilakukan pemeriksaan dalam
terlalu sering karena akan menyebabkan infeksi asendens.
Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan hanya pemeriksaan CTG, padahal CTG
tidak bermakna untuk menentukan apakah seseorang itu KPD atau bukan, tetapi
mungkin dikerjakan untuk memantau keadaan janin setelah KPD.
Dari pemeriksaan darah ditemukan leukositosis tanpa adanya demam. Kemungkinan
penyebabnya adalah bakteri. Pada pasien ditemukan retensio urine dan dicurigai
disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Seharusnya dilakukan urinalisa ambil urine
midstream cek bakteriuria >100.000 koloni/ml infeksi +.
Saya setuju dengan penatalaksanaan pemberian oksitosin sebagai augmentasi persalinan
bukan sebagai induksi pada pasien ini, sebab pasien sudah inpartu kala 1 aktif
memanjang dengan KPD. Pemberian oksitosin ini bertujuan untuk menambah dan
memperkuat his sehingga persalinan menjadi lebih cepat. Pasien tidak mengalami
23
kemajuan pembukaan lebih lanjut selama 4 jam sejak pembukaan terakhir, padahal
seharusnya kecepatan pembukaan rata-rata pada pasien primi gravida adalah 1cm per
jam, sehingga diperlukan intervensi guna menyebabkan kemajuan persalinan dan
menghindari terjadinya infeksi lebih lanjut. Pada pemberian oksitosin drip pembukaan
bertambah dan his menjadi lebih kuat dan sering.
Saya kurang setuju dengan penatalaksanaan untuk KPD tanpa pemberian antibiotik
profilaksis dikarenakan KPD sudah terjadi selama 10 jam, dan pemeriksaan darah ibu
terdapat leukositosis yang merupakan kemungkinan salah satu tanda terjadinya infeksi
pada ibu. Dari literatur seharusnya antibiotik profilaksis diberikan sebab pada ketuban
pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko infeksi
meningkat sampai 2 kali lipat.
Setuju dengan pemasangan kateter sementara karena pasien sudah mencoba berkemih
namun tidak ada hasil, pasien mulai merasa tidak enak pada bagian perut. Kateter
dipasang selama 48 jam untuk menjaga kantung kemih tetap kosong dan
memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal. Saat kateter
dilepas, pasien disuruh banyak minum dan ditunggu selama 2 jam untuk diukur residu
urin. Setelah didapatkan RU < 100ml pasien dinyatakan sembuh.
24