A. PENGERTIAN
a. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat
suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b. Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel
syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba-tiba
(Marillyn, Doengoes. 1999 : 252)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Obat – obatan
Racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
2. Ketidak seimbangan kimiawi
Hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis
3. Demam
Paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis otak
Akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
5. Eklampsia
Hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik
Penyebab tidak diketahui
C. PATOFISIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIK
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sementara
Umur antara 6 bulan – 4 tahun
Lama kejang <15 menit
Kejang bersifat umum
Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2. Kejang demam komplikata
Diluar kriteria tersebut diatas
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Pemberian diazepam
dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan )
bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan
setelah 20 menit
2. Turunkan demam
anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
kompres air biasa
3. Penanganan suportif
bebaskan jalan nafas
beri zat asam
jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
pertahankan tekanan darah
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh pada
aktivitas kejang
2. Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi
(pencetus) kejang.
3. Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko
timbulnya aktivitas kejang
4. Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas
obat anti konvulsi yang terapeutik.
5. Elektroensepalogram (eeg) : dapat melokalisir
daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas
otak.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Data Dasar Pasien
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus dan kekuatan
2. Sirkulasi
Gejala : iktal : hiertensi, peningkatan nadi, sianosis
Postiktal : depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Elimnasi
Gejala : inkontinensia episodik
Tanda : iktal : peningkatan tekanan kandung kemih
Posiktal : inkontenensia urine
4. Makanan dan cairan
Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual, muntah
Tanda : kerusakan jaringan lunak (cidera selama kejang)
5. Neurosensori/ kenyamanan
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsang,
pusing
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area paralitik
6. Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/ cepat,
peningkatan sekresi mukus
b. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Resiko terhadap penghentian
pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan kehilangan koordinasi
otot besar dan kecil
2. Bersihkan jalan nafas inefektif
berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan peningkatan sekresi
mukus
c. Intervensi Keperawatan
DX 1 : Resiko Terhadap Penghentian Pernafasan Berhubungan Dengan
Kelemahan Dan Kehilangan Koordinasi Otot Besar Dan Kecil
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan penghentian pernafasan
tidak terjadi
Kriteria hasil :
RR dalam batas normal (16 – 20 x/ menit )
Tak kejang
Klien mengungkapkan perbaikan pernafasannya
Intervensi :
1. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur dengan
tempat tidur rendah
R/ : mengurangi trauma saat kejang
2. Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik / biarkan
pasien menggigit benda lunak atara gigi.
R/ : menurunkan resiko terjadinya trauma mulut
3. Observasi TTV
R/ : menentukan kegawatan kejang dan intervensi yang sesuai
4. catat tipe dari aktivitas kejang
R/ : membantu untuk melokalisir daerah otak
5. Lakukan penilaian neurologis, tingkat kesadaran, orientasi
R/ : mencatat keadaan postiktal dan waktu penyembuhan
6. Biarkan tingkah laku “ automatik” tanpa menghalangi
R/ : untuk menghindari cidera atau trauma yang lebih lanjut
7. Kolaborasi dalam pemberian obat anti convulsi
R/ : untuk mencegah kejang ulangan
DX 2 : Bersihan Jalan Nafas Inefektif Berhubungan Dengan
Peningkatan Sekresi Mukus, Obstruksi Jalan Nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan
jalan nafas efektif
Kriteria hasil : sekresi mukus berkurang, tak kejang, gigi tak menggigit
Intervensi :
1. Anjurkan klien mengosongkan mulut dari benda
R/ : menurunkan aspirasi atau masukanya benda asing ke faring
2. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ : mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas
4. Masukan spatel lidah
R/ : untuk membuka rahang dan mencegah tergigitnya lidah
5. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
Sumber :
http://panduankeperawatan.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-kejang-
demam/
http://rendradewata.blogspot.com