Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PROTEIN
Protein merupakan senyawa organik yang terdiri dari rangkaian asam amino yang
diberikatan dan membentuk ikatan peptide yang dihubungkan dengan ikatan sulfhidril dan
ikatan hydrogen.Terminologi protein berasal dari bahasa Yunani protos yang berarti
menduduki tempat ke-satu/utama, yang mencerminkan peran penting dalam kelangsungan
hidup mahluk. Protein berperan dalam hampir seluruh proses dan fungsi tubuh.(Boerhan
Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
Konfigurasi molekul protein sangat komplek dan terdiri dari berbagai macam molekul
protein yang tersusun dan ditemukan dalam berbagai jaringan biologik dengan karakteristik
fisik yang berbeda. Globular protein ditemukan dalam darah dan jaringan dalam bentuk
globular dan sangat tipis. Protein kolagen ditemukan dalam jaringan ikat seperti kulit atau
membrane sel. Protein fibrosa ditemukan dalam rambut, otot dan jaringan ikat. Protein
kristalin didapatkan pada lensa mata dan jaringan serupa. Enzim merupakan protein dengan
fungsi kimia yang spesifik dan merupakan perantara pada hampir semua proses fisiologik
kehidupan. Sejumlah kecil protein berperan sebagai hormon. Protein otot terbuat dari
beberapa polipeptida yang berperan untuk kontraksi dan relaksasi otot.(Boerhan Hidajat, Sri
S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
A. Struktur Protein
Struktur umum asam amino terdiri atas beberapa bagian: (1) gugusan, amino, (2) gugusan
karboksil, dan (3) gugusan sisa molekul (molecular,prest).(Djaeni A. 2012)

Gambar 4.1. Struktur kimia protein (Djaeni A. 2012)

Perbedaan antara asam amino yang satu dengan yang lain terletak pada struktur sisa
molekul R. Atas dasar struktur molekulnya, asam-asam amino dapat diklasifikasikan sebagai
terlihat dalam Tabel 4.1.(Djaeni A. 2012)
Dari 20 - 24 jenis asam amino yang dihasilkan dalam hidrolisa total suatu protein, ada
yang dapat disintesa di dalam tubuh, tetapi ada pula yang tidak. Asam-asam amino yang dapat
disintesa di dalam tubuh mempergunakan asam keto alpha (alpha ketoacid) dengan
ditambahkan gugusan amino kepadanya dalam proses transaminasi, diambil dari asam amino
lain. Jadi sintesa ini hanya dapat terjadi bila terdapat jenis asam keto yang diperlukan dan
cukup tersedia gugusan amino yang berasal dari asam amino lain. Asam amino yang tidak
dapat disintesa harus tersedia dalam makanan yang dikonsumsi, jadi merupakan bagian yang
esensial dari makanan. Karena itu asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh, disebut
asam amino esensial, sedangkan yang lainnya disebut asam amino non-esensial. Telah diteliti oleh
para ahli bahwa untuk orang dewasa terdapat delapan jenis asam amino esensial, ialah lysine,
leucine, isoleucine, valine, threonine, phenylalanine, methionine, tryptophane, sedangkan untuk
anak-anak yang sedang tumbuh, ditambahkan dua jenis lagi, ialah histidine dan arginine. (Djaeni
A. 2012)
Asam-asam amino esensial ini telah diteliti dengan mem pergunakan binatangbinatang percobaan. Bila satu atau lebih dari asam-asam amino ini ditiadakan dari susunan
makanan, binatang percobaan tersebut menunjukkan hambatan pertumbuhan dan terjadi
keseimbangan nitrogen yang negatif. Dengan cara demikian dapat diketahui kebutuhan
tubuh untuk masing-masing asam amino esensial setiap hari. Angka-angka kebutuhan masingmasing asam amino esensial tersebut dihimpun dalam suatu daftar oleh para ahli FAO-WHO
dan disebut Provisional Amino Acid Pattern (PAP), yang kadang-kadang disebutjuga protein
induk, atau protein standar. (Djaeni A. 2012)
Tubuh mensintesa suatu protein tertentu bila semua asam amino yang diperlukan untuk
struktur protein tersebut tersedia lengkap dalam jumlah masing-masing yang cukup. Bila
ada yang kurang tetapi dari jenis non-esensial, maka asam amino ini akan disintesa lebih dahulu
agar menjadi lengkap dan baru protein itu dapat disusun. Tetapi bila yang tidak ada itu asam
amino esensial, makatubuh tidak dapat mensintesanya den protein tersebut tidak dapat disusun.
Dapat atau tidaknya dibuat sesuatu protein tubuh, tergantung dari ada tidaknya semua asam
amino esensial secara lengkap dan dalam jumlah yang dibutuhkan masing-masing. (Djaeni A.
2012)

Jelas bahwa diperlukannya protein di dalam makanan harus memenuhi syarat jumlah
dan kualitas, sedangkan kualitas ditentukan oleh asam amino essensial yang lengkap dan dalam
jumlah masing masing yang memenuhi kebutuhan.(Djaeni A. 2012)
TABEL 4.1
PROVISIONAL AMINO ACID PATTERN (PAP)
Asam amino esensial
Lysine
Methionine +cystine
Threonine
Isoleucine
Leucine
Valine
Phenylalanine + tyrosine
Tryotophane

g
prot

AAE/100g

5,5
3,5
4,0
4,0
7,0
5,0
6,0
1,0

Dalam molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi gugusan
karboksil asam amino yang satu dengan gugusan amino dari asam amino yang lain, sehingga
terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. lkatan peptida ini merupakan ikatan tingkat primer.
Dua molekul asam amino yang saling diikatkan dengan cara demikian disebut ikatan dipeptida.
Bila tiga molekul asam amino, disebut tripeptida dan bila lebih banyak lagi disebut polypeptida.
Polypeptida yang hanya terdiri dari sejumlah beberapa molekul asam amino disebut oligopeptida.
Molekul protein adalah suatu polypeptida, di mana sejumlah besar sekali asam-asam amino saling
dipertautkan dengan ikatan peptida tersebut. (Djaeni A. 2012)
Di dalam gugusan sisa molekul R, mungkin terdapat gugusan reaktip lain yang dapat
sating mengikat, seperti gugusan karboksil pada asam amino acidic dan gugusan amino pada
asam amino basic, dan gugusan sulfhydryl (SH) pada asam amino sulfur (methionine, cysteine).
Gugusan-gugusan reaktif ini jika saling bereaksi membentuk struktur-struktur gelang atau
menyebabkan rantai polypeptida mendapat struktur melilit seperti solenoid (perspiral). Gayagaya ikatanjenis kedua ini menimbulkan struktur sekunder pada molekul polypeptida, yang
berbentuk gelang, cincin, atau melilit seperti solenoid. Jadi setelah terjadi struktur primer
dalam bentuk rantai panjang polypeptida, ikatan-ikatan sekunder menimbulkan struktur
tambahan yang diberi nama struktur sekunder.(Djaeni A. 2012)
Disamping gaya sekunder, terdapat lagi gaya-gaya tertier yang disebabkan oleh
gugusan reaktif yang lebih lemah, ialah gugusan yang mengandung muatan listrik dan
gaya tarik Vanderwaals. Gaya-gaya tingkat tiga ini dapat menyebabkan lagi tambahan
bentuk stereometrik di dalam ruang, sehingga molekul polypeptida mendapat bentuk
3

yang lebih kompleks lagi dalam ruang, misalnya bentuk global (bola), bentuk lonjong, dan
bentuk stereometrik lainnya. Gaya-gaya terakhir ini disebut gaya tingkat tiga dan
menyebabkan struktur protein tingkat tiga.
Kombinasi dari ketiga tingkat struktur inilah yang memberikan struktur alamiah sesuatu
molekul protein. Struktur alamiah ini khas bagi setiap protein dan protein alamiah demikian
disebut native protein. Struktur alamiah yang kompleks ini diperlukan oleh protein untuk
dapat menjalankan fungsinya. Bila struktur stereometrik alamiah ini berubah atau rusak, maka
protein tersebut akan kehilangan kesanggupannya untuk memenuhi fungsi fisiologisnya.
(Djaeni A. 2012)
Bila sesuatu protein alamiah dipengaruhi gaya sehingga merusak ikatan-ikatannya, maka
yang pertama terganggu adalah ikatan tingkat atas, dan bila gaya disruptif tersebut lebih besar,
ikatan tingkat yang lebih kuat (tingkat bawah) akan ikut rusak terputus. Maka molekul
protein akanmengalami denaturasi, yang mungkin masih reversibel bila belum begitu jauh
perubahannya. (Djaeni A. 2012)
Molekul protein yang mengalami denaturasi menunjukkan perubahan sifat fisik dan
kehilangan kapasitas fungsionalnya. Perubahan fisik yang terlihat, mulai dari flokulasi yang
memperlihatkan cloudiness (seperti ada awan dalam larutan) disusul oleh koagulasi dan
presipitasi. Gaya yang menyebabkan denaturasi mungkin termis (papas), gaya listrik
(medanlistrik), gaya mekanis (tekanan) atau gaya magnetik (medan magnit). Protein
yang telah mengalami denaturasi mudah dicerna lebih lanjut. (Djaeni A. 2012)
Ada pula native protein yang terdiri atas dua submolekul atau lebih, yang saling
diperlekatkan. Gaya ikat di sini ialah gaya ikat tingkat empat (quartenair), memberikan
struktur tingkat empat. Gaya ikat ini mungkin sangat lemah, sehingga mudah mengalami
disrupsi sehingga komponen-komponen molekul itu mudah berdisosiasi. Ikatan jenis ini
sudah dapat dipecah, misalnya dengan menambahkan alkohol pada larutannya, atau dengan
memanaskan sedikit.(Djaeni A. 2012)
B. Jenis-jenis Protein.
Klasifikasi protein dapat dilakukan berdasarkan berbagai cara:
- Berdasarkan komponen-komponen yang menyusun protein : (Djaeni A. 2012)
(a) Protein sederhana (simple protein).
Hasil hidrolisa total protein jenis ini merupakan campuran yang hanya terdiri atas asamasam amino.
(b) Protein Kompleks (complex protein, conjugated protein).
4

Hasil hidrolisa total dari protein jenis ini, selain terdiri atas berbagai jenis asam amino,
juga terdapat komponen lain, misalnya unsur logam, gugusan phosphat dan sebagainya
(contoh: hemoglobin, lipoprotein, glikoprotein, dan sebagainya).
(c) Protein derivat (derivative protein).
Ini merupakan ikatan antara (intermediate product) sebagai hasil hidrolisa parsial dari
protein native, misalnya albumosa, peptone, dan sebagainya.
- Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan menjadi: (Djaeni A. 2012)
(a) Protein hewani,
yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal dari binatang, seperti protein dari
daging, protein susu, dan sebagainya.
(b) Protein nabati,
ialah protein yang berasal dari bahan makanan tumbuhan, seperti protein dari jagung (zein),
dari terigu, dan sebagainya.
- Berdasarkan fungsi fisiologiknya, berhubungan dengan daya dukungnya bagi
pertumbuhan badan dan bagi pemeliharaan jaringan:(Djaeni A. 2012)
(a) Protein sempurna (protein lengkap)
bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan pemeliharaan jaringan.
(b) Protein setengah sempurna (protein setengah lengkap)
bila sanggup mendukung pemeliharaan jaringan, tetapi tidak dapat mendukung pertumbuhan
badan.
(c) Protein tidak sempurna (protein tidak lengkap)
bila sama sekali tidak sanggup menyokong pertumbuhan badan, maupun pemeliharaan
jaringan.

Tabel 4.2 (Djaeni A. 2012)


KLASIFIKASI PROTEIN BERDASARKAN
FUNGSINYA DI DALAM TUBUH
Mendukung

Mendukung

Jenis Protein

pertumbuhan

Pemeliharaan jaringan

Protein lengkap
Protein setengah lengkap

+
-

+
+
5

Protein tak lengkap

Protein lengkap adalah protein kelas tertinggi ditinjau dari fungsi gizinya, sanggup
mendukung pertumbuhan badan maupun pemeliharaan jaringan yang aus atau rusak terpakai.
Jenis protein inilah yang diperlukan oleh anak-anak yang sedang tumbuh (BALITA) pesat.
Anak yang tidak memperlihatkan laju pertumbuhan yang balk, tidak dapat dikatakan anak
sehat.(Djaeni A. 2012)
Protein setengah lengkap sanggup memelihara kesehatan orang dewasa yang tidak lagi
menunjukkan adanya pertumbuhan badan, tetapi masih memerlukan pemeliharaanjaringan yang
rusak atau aus terpakai. Tetapi jenis protein yang tidak sanggup mendukung pertumbuhan ini
tidak baik bagi anak-anak yang masih memerlukan pertumbuhan tersebut. Jadi protein jenis
ini tidak dapat diberikan kepada anak-anak yang sedang tumbuh sebagai sumber protein satusatunya di dalam hidangan.(Djaeni A. 2012)
Protein tak lengkap tak sanggup mendukung kesehatan siapapun, karena tidak sanggup
memelihara jaringan yang aus terpakai dan rusak, apalagi mendukung pertumbuhan badan.
Meskipun dikonsumsi dalam jumlah besar, kualitas protein ini akan dibakar untuk
menghasilkan energi dan tidak ada yang dipergunakan untuk sintesa protein tubuh yang
diperlukan untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan jaringan.(Djaeni A. 2012)
Dalam menyediakan bahan makanan sumber protein, pengetahuan tentang jenis jenis
kualitas protein ini sangat diperlukan.(Djaeni A. 2012)
Protein diklasifikasikan menjadi 3 bentuk yaitu:(Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar,
Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
1. Protein sederhana, terdiri dari asam amino dan sedikit karbohidarat. Contoh : albumin,
globumin, glutelin, albuminoid, histon dan protamin
2. Protein konjugasi, merupakan protein sederhana yang dikombinasikan dengan material
non protein dalam tubuh. Contoh : nucleoprotein, glikoprotein, fosfoprotein, hemoglobin
dan lesitoprotein.
3. Derivate protein, adalah protein yang berasal dari protein sederhana atau protein yang
terkonjungsi secara fisika atau kimiawi. Contoh : denaturasi protein dan peptida.

Tipe

Asam amino

Kelompok R

Karakteristik asam amino

fungsional
Allphatic

(singkatan)
Glycine (Gly) G

Kelompok R kecil (H)


mengizinkan ikatan kecil di

Alanin (Ala) A

dalam rangkaian peptida.


Bisa dilakukan deaminasi untuk

CH3

pyruvate dan digunakan untuk


CH3

sintesis glukosa.
Asam amino rangkaian

CH

bercabang dimetabolisasi di

CH3
CH3

dalam otot.
Rangkaian bercabang yang lebih

CH2 CH

hydophobic metabolisme otot.

CH3
CH CH2 CH3

Rangkaian bercabang yang lebih

Valine (Val) V*

Leucine (Leu) L*

Isoleucine (Lie) I*

hydophobic metabolisme otot.


Sulfur

Cysteine (Cys) C**

CH3
CH2 SH

Penting untuk sintesis glutation


sintesis terbatas pada penyakit

Mehionine (Met) M*

CH2 CH2 S CH2

kronis.
Diubah menjadi Sadenosylmethionine (SAM),
donor methyl universal, dan

Hydroxyl

Serine (Ser) S

CH2 OH

cysteine.
Kelompok hydroxyl di
phosphorylated untuk
mengaktifkan/menonaktifkan

Threonine (Thr) T
Aromatik

CH2 CH2 S CH3

protein.
Bagian untuk pengaturan
phosphorylation.
Diubah menjadi tyrosin untuk

Phenylalanine (Phe) F*
CH2

sintesis norepinephrine,
epinephrine dan dopamine.
Diubah menjadi

Tyrosine (Tyr) Y
CH2

OH

neurotransmitter,
norepinephrine, epinephrine dan
dopamine.
Diubah menjadi

Tryptophan (Trp) W*
CH2
Siklis

neurotransmitter, serotonin dan


menjadi niacin.
Mengizinkan tiga helix; proline

Proline (Pro) P*

di dalam kolagen harus

dihidroksilasi untuk hubungan


Basa

melintang.
Bagian untuk hidroksilasi di

Lysine (Lys) K
CH2 CH2 CH2 CH2 NH3

dalam protein; hydrophylic


digunakan di dalam penentuan
sinyal.
Hydrophilic, mengikat seng di

Histidine (His) H**

dalam pemberian isyarat


Arginine (Arg) R

NH2

protein.
Terbentuk di dalam siklus urea
penting untuk sintesis jalur

Asam

CH2 CH2 CH2 NH C NH2

pensinyalan oksida nitrit.


Mengambil nitrogen kedua

untuk membentuk asparagine

CH2 C

(Asn)

Asam aspartit (Asp) D

N CH2 C
NH2
Mengambil nitrogen kedua

Asam glutamat (Glu) E


O

untuk membentuk glutamin

CH2 CH2 C

(Gln)

O
Q CH2 CH2 C
NH2

Gambar 4.1 Struktur dan fungsi 20 asam amino yang didapatkan oleh manusia. Semua asam
amino mempunyai struktur umum yang sama di mana R masing-masing berbeda. Asam
amino disingkat dengan menggunakan tiga huruf dan satu huruf. Asam amino ditandai
dengan bintang (*) memang penting; asam amino yang ditandai dengan (**) penting untuk
bayi dan pasien yang mengalami penyakit kronis. (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE,
Raymond JL, 2011)
Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1, karbon asam amino juga mengikat
atom hidrogen dan rangkaian sisi (kelompok R). Karboksil dan karbon pada semua asam
amino memang identik. Ini adalah kelompok R yang menentukan identitas asam amino.
Gambar 4.1 menunjukkan struktur umum untuk asam amino . Kelompok R untuk setiap
asam amino ditunjukkan, bersamaan dengan singkatan tiga huruf yang umumnya digunakan
dan singkatan satu huruf yang digunakan ketika menjabarkan rangkaian asam amino protein.
Asam amino yang selalu esensial ditunjukkan dengan tanda bintang, dan asam amino yang
esensial menurut kondisinya ditandai dengan bintang ganda. Karakterisasi yang jelas dari
8

setiap asam amino ditunjukkan, mengidentifikasikan pengaruh struktur kelompok R pada


fungsi asam amino. (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE, Raymond JL, 2011)
C. Protein Dalam Makanan
1. Sumber Protein.
Dalam kualifikasi protein berdasarkan sumbernya, telah kita ketahui protein hewani dan
protein nabati. Sumber protein hewanidapat berbentuk daging dan alat-alat dalam seperti hati,
pancreas, ginjal, paru, jantung dan jerohan. Yang terakhir ini terdiri atas babat (gaster), dan iso
(usus halus dan usus besar). Susu dan telur termasuk pula sumber protein hewani berkualitas tinggi.
Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik,
karena mengandung sedikit lemak; tetapi ada yang alergis terhadap beberapa jenis sumber
protein hasil taut ini. Jenis kelompok sumber protein hewani ini mengandung sedikit lemak,
sehingga baik bagi komponen susunan hidangan rendah lemak. Ada yang mengatakan bahwa
kerang-kerangan mengandung banyak kolesterol, sehingga tidak baik untuk dipergunakan di
dalam diet yang harus rendah kholesterol.(Djaeni A. 2012)
Ayam dan jenis burung lain serta telurnya, juga merupakan sumber protein hewani
berkualitas baik. Harus diperhatikan bahwa telur bagian merahnya mengandung banyak
kolesterol, sehingga sebaiknya ditinggalkan pada diet rendah kolesterol.(Djaeni A. 2012)
Protein hewani pada umumnya mempunyai kualitas (nilai gizi) lebih tinggi dibandingkan
dengan protein nabati. Namun demikian, campuran beberapa bahan makanan sumber protein
nabati dapat menghasilkan komposisi asam amino yang secara keseluruhannya mempunyai
kualitas cukup tinggi. Bahan makanan sumber protein hewani pada umumnya lebih mahal
dibanding dengan sumber protein nabati.(Djaeni A. 2012)
Campuran nasi dengan kacang kedele atau hasil olah kedele, memberikan komposisi
asam-asam amino yang bernilai gizi tinggi, karena pengaruh saling suplementasi. Juga bubur
kacang hijau dengan ketan hitam yang banyak dijual di warung-warung di tepi jalan di kotakota di Pulau Jawa, adalah komposisi yang baik untuk mendapatkan campuran asam-asam
amino bernilai protein tinggi.(Djaeni A. 2012)
Juga mie bakso merupakan makanan rakyat yang bernilai protein tinggi, karena protein
terigu di dalam mie dicampur dengan protein daging atau ikan di dalam baksonya.Kedua
jenis makanan tersebut disukai rakyat dan dijual dengan harga yang terjangkau oleh daya beli
masyarakat banyak yang membutuhkannya. (Djaeni A. 2012)
Tabel 4.3 Komposisi asam amino dari beberapa makanan(Ettinger S. dalamMahan LK,
Stump SE, Raymond JL, 2011)
9

Asam amino

Keju,

Jagun

esensial

telur,

Sereal

Polong-

Gandu

Kacang

Biji

Kacan

Sayura

Gelati

polonga

m utuh

wijen

n daun

(dengan

minyak

dan

bijinya)

biji-

bunga

dagin

bijian

matahar

dan

susu,
dan

Metionin
Isoleucine
Leucine
Lysine
Phonylalanin
e
Threonine
Tryptophan
Valine

Ragi

hijau

kedelai

2. Penentuan Protein dalam Bahan Makanan.


Penentuan protein di dalam makanan sebaiknya, mengenai kuantitas maupun
kualitasnya. Kuantitas protein ditentukan melalui penentuan nitrogen total (N), dengan metoda
destruksi menurut KYELDAHL. Protein di dalam bahan makanan didestruksi secara oksidatif
dengan pertolongan H2SO4 pekat, sambil dipanaskan. Dalam proses ini protein didestruksi
total menjadi

602

dan H2O, dan nitrogen menjadi ammonium sulfate (NH4)2SO4. Kemudian

ammonia dilepaskan dengan menambahkan KOH atau NaOH dan NH3 yang dilepaskan
didistilasi dengan uap panas, ditangkap ke dalam asam borat dan ditetrasi dengan HCI dari buret.
Dari jumlah HCI yang diperlukan dan titer HCI tersebut, dapat dihitung nitrogen total yang
dihasilkan pada destruksi protein tersebut.(Djaeni A. 2012)
Karena kadar nitrogen (N) rata-rata di dalam protein adalah 16%, maka protein yang
menghasilkan a gram nitrogen adalah 100/16 x a gram atau 6,25 x a gram. Faktor 6,25 ini disebut
faktor konversi nitrogen menjadi protein.(Djaeni A. 2012)
Hasil penentuan protein dengan metoda ini mengandung kesalahan sistem, karena
dianggap bahwa semua nitrogen di dalam bahan makanan berasal dari protein, sesuatu yang
tidak benar. Sebenarnya total nitrogen inijumlah nitrogen dari protein dengan ikatan-ikatan lain
yang mengandung nitrogen, seperti urea dan ikatan-ikatan amine.(Djaeni A. 2012)
Nitrogen yang berasal dari protein disebut protein nitrogen (PN), sedangkan yang berasal
dari ikatan lain yang mengandung nitrogen tetapi bukan protein, disebut non-protein
nitrogen (NPN). Kesalahan yang terkandung di dalam cara menentukan protein berdasarkan
penentuan nitrogen total ini tergantung dari besarnya jumlah NPN. Pada beberapa bahan makanan
10

nabati NPN ini dapat mencapai jumlahyang signifikan. Karena itu pada penelitian kadar
protein yang lebih sensitif, dipergunakan cara-cara lain yang lebih peka. Dalam analisa bahan
makanan yang lebih teliti, dipergunakan faktor konversi lain untuk berbagai jenis bahan
makanan. Kualitas protein bahan makanan ditentukan dengan nilai beberapa parameter
untuk menilai gizi protein.(Djaeni A. 2012)
3. Kualitas Protein dan Nilai Gizi Protein.
Kalau susunan asam-asam amino jumlah dan jenisnya di dalam protein makanan sama
dengan susunan yang diperlukan untuk sintesa protein tubuh, maka semua asam amino protein
makanan tersebut akan dipergunakan, sehingga efisiensi penggunaannya 100%. Bila ada
satu atau lebih asam amino esensial mempunyai jumlah yang lebih rendah dari yang
diperlukan untuk sintesa protein tubuh, maka hanya sebagian saja dari seluruh asam amino
esensial makanan tersebut dapat dipergunakan, sehingga efisiensi penggunaan protein makanan
tersebut lebih rendah dari 100%. Jadi persentase penggunaan protein makanan ditentukan oleh
ada atau tidaknya semua jenis asam amino esensial di dalam makanan tersebut, masing-masing
dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan untuk sintesa protein tubuh.(Djaeni A. 2012)
Bila ada satu atau lebih asam amino esensial dalam protein makanan kurang dari
kebutuhan untuk sintesa protein tubuh, maka efisiensi pemakaian protein makanan tersebut
ditentukan oleh asam amino esensial yang jumlahnya terendah dibandingkan dengan
kwantum asam amino yang bersangkutan di dalam PAP.(Djaeni A. 2012)
Asam amino esensial yang kwantumnya kurang dari 100% dibandingkan dengan
PAP, disebut asam amino pembatas (limiting amino acid). Suatu protein makanan mungkin
mempunyai

satu

asam

amino

limiting,

tetapi

mungkin

pula

lebih,

dengan

jumlahmaksimum 8 buah untuk orang dewasa. Bila kadar asam amino esensial melebihi
100%, tidak akan berpengaruh atas efisiensi pemakaian protein tersebut. Bila suatu
protein makanan mempunyai lebih dari satu asam amino pembatas, diberikan nomor
menurut tingkat persentasenya, mulai dengan persentase terendah, asam amino pembatas pertama,
kedua, ketiga dan seterusnya.(Djaeni A. 2012)
Persentase asam amino pembatas pertama itulah yang disebut Skor Kimia dari protein
makanan tersebut, dan ini memberikan derajat efisiensi pemakaian protein tersebut untuk sintesa
protein tubuh. Skor Kimia dapat dipergunakan untuk menilai kualitas protein makanan secara
numerik obyektif (quantitative scoring). Protein makanan yang mempunyai Skor Kimia tinggi,
disebut protein kualitas tinggi, sedangkan yang nilai skor kimianya rendah, disebut pula protein
berkualitas rendah.(Djaeni A. 2012)
11

Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kualitas sesuatu protein makanan ditentukan
oleh terdapat tidaknya asam-asam amino esensial masing-masing dalam jumlah yang
mencukupi kebutuhan tubuh untuk sintesa protein badan.(Djaeni A. 2012)
5. Parameter untuk Menilai Kualitas Protein.

Ada beberapa jenis parameter yang dapat dipergunakan untuk menilai kualitas
protein makanan secara numerik objektif: (Djaeni A. 2012)
(1) Skor Kimia atau Skor Protein(Chemical Score, Protein Score).
Parameter ini diberi definisi persentase kwantum asam amino pembatas pertama,
dibandingkan dengan kebutuhan tubuh, seperti yang tercantum pads provisional amino acid pattern
(PAP).
CS = kwantumasamamino limiting pertamax 100
kwantum asam amino tersebut dalam PAP
(2) Protein Efficiency Ratio (PER).
Didefinisikan sebagai gram perubahan berat badan binatang percobaan, untuk setiap gram
protein makanan yang dikonsumsi, selama suatu periode percobaan tertentu (biasanya 3 - 4
minggu).
PER =gramperubahanberatbadan
gram protein makanan yang dikonsumsi
Parameter ini ditentukan dengan percobaan biologik, mempergunakan binatang percobaan.
Biasanya dipergunakan tikus putih laboratorium, tetapi dapat pula anak ayam, dan binatang
percobaan lainnya yang masih sedang dalam umur pertumbuhan. Lama percobaan biasanya
3 sampai 4 minggu.
(3) Net Protein Utilization (NPU).
NPU adalah persentase nitrogen makanan yang diretensi tubuh per gram protein yang
dikonsumsi.
NPU =gram retensiprotein makanan (N) x 100
gram protein dikonsumsi (N)
Biasanya yang diukur bukan protein makanan, tetapi nitrogen. NPU yang ditentukan dengan
kondisi-kondisi standar/standardized NPU (NPUst), sedangkan yang ditentukan dalam kondisi
yang meniru kondisi di masyarakat (lapangan) yang mempergunakan bahan makanan sumber
12

protein tersebut, diberi namaoperative NPU (NPUop).(Djaeni A. 2012)


NPUst dipergunakan, untuk membandingkan nilai NPU berbagai bahan makanan
sumber protein yang ditentukan oleh berbagai peneliti di berbagai laboratorium,
mempergunakan binatang percobaan yang sejenis. Ditentukan dalam kondisi-kondisi standar karena
banyak faktor yang mempengaruhi hasil penentuan tersebut, sehingga bila kondisi
percobaan tidak sama, tidak dapat diperbandingkan hasilnya. (Djaeni A. 2012)
NPUop berguna untuk menilai kualitas sumber protein tersebut seperti yang
sesungguhnya dikonsumsi di dalam masyarakat, jadi nilainya tidak dapat dipakai
untuk perbandingan dengan nilai pada kondisi lain.(Djaeni A. 2012)

(4) Net Dietary Protein Calorie Percentage (NDpCaI%)


NDpCaI% = kaloridariproteinmakananx 100
kalori total yang dikonsumsi
Nilai gizi (kualitas) protein makanan ternyata dipengaruhi pula oleh kalori total yang
dikonsumsi,

karena

protein

merupakan

juga

sumber

kalori

utama.

Untuk

menghubungkankualitas protein dengan jumlah kalori yang dihasilkannya, diusulkanlah


parameter Net Dietary Protein Calorie Percentage ini. Parameter ini tidak terlalu populer, sehingga
di Indonesia tidak banyak dipergunakan. (Djaeni A. 2012)
(5)Keseimbangan Nitrogen/Nitrogen balance
Masih ada parameter untuk menilai kualitas protein, yaitu nitrogen balance. Metoda ini
sebenarnya dipergunakan untuk menentukan kebutuhan tubuh akan protein. Di sini diukur
jumlah protein (nitrogen) yang diekskresikan tubuh dibandingkan dengan jumlahnya di
dalam makanan yang dikonsumsi. Bila yang diekskresikan kurang dari yang dikonsumsi, maka
berarti sebagian dari protein (nitrogen) makanan tersebut diretensi oleh tubuh, dan
dianggap dipakai untuk sintesa protein tubuh; dalam keadaan demikian dikatakan terdapat
keseimbangan protein (nitrogen) positif. Bila sebaliknya yang terjadi, yaitu ekskresi protein
(nitrogen) lebih besar dari yang dikonsumsi, berarti sebagian dari protein yang diekskresi
berasal dari bagian tubuh yang dipecah, maka dalam kondisi demikian disebut
keseimbangan protein (nitrogen) negatif. Bila yang diekskresikan sama dengan yang
dikonsumsi, diberi nama kondisi seimbang. Dalam kondisi terakhir ini jumlah protein yang
dikonsumsi itu tepat sama dengan yang dibutuhkan tubuh. Pada seorang dewasa yang sehat,
13

tingkat konsumsi proteinnya harus memberikan kondisi keseimbangan protein, karena


orang tersebut tidak tumbuh lagi, jadi tidak memerlukan penambahan atau retensi protein;
kebutuhan akan protein cukup mencapai keseimbangan karena jumlah protein yang
diperlukan hanya untuk menggantikan protein sel yang aus rusak terpakai.(Djaeni A. 2012)

Nilai Biologik (BV) = N yang diretensi x 100%


(Biological Value)

N yang dicerna

Kedua parameter ini ditentukan dalam percobaan biologik, seperti juga penentuan
parameter PER dan NPU serta teknik keseimbangan nitrogen.
Dengan memperhatikan berbagai definisinya dan perhitungan matematika, dapat dicari
hubungan antara NPU, Daya Cerna dan BV sesuatu jenis protein makanan:
100 x NPU = BV x Dig
Di Indonesia, parameter yang biasa dipergunakan untuk menilai kualitas protein bahan
makanan ialah PER dan NPU, dan kadang-kadang NDPCaI%. Makanan yang diteliti secara rutin
kualitas proteinnya, ialah makanan bayi dan BALITA, khususnya susu bubuk dan campuran
makanan bagi bayi lainnya dalam bentuk tepung. Contoh (sampel) bahan makanan ini
diambil di pasaran bebas secara acak dan ditentukan PER dan NPUst; kadang-kadang
dihitung NDPCaI% untuk melengkapi data yang terdapat di laboratorium.(Djaeni A. 2012)
Tepung bahan makanan bayi yang telah disimpan lama mungkin mengalami
perubahan fisiko-kimiawi, sehingga nilai proteinnya menurun. Kita ketahui bahwa anak-anak
yang sedang tumbuh pesat, terutama bayi dan BALITA, memerlukan bahan makanan sumber
protein dengan kualitas protein lengkap.(Djaeni A. 2012)
Sumber protein hewanipada umumnya mengandung protein berkualitas tinggi, yang disebut
protein lengkap (Protein sempurna); nilai-nilai parameter ialah Skor Kimia: 65 - 100; PER:
2.5 -4.0 dan NPU st: 70 - 100.(Djaeni A. 2012)
Protein nabati pada umumnya berkualitas setengah lengkap atau tidak lengkap. Yang
setengah lengkap mempunyai nilai-nilai Skor Protein: 40 - 65, PER:1,0 - 2,4 dan NPUSt: 40
- 69. Protein tak lengkap menunjukkan nilai-nilai PER: kurang dan1.0, Skor Kimia kurang dari 40,
dan NPUSt kurang dari 40.(Djaeni A. 2012)
Pada umumnya terdapat kesesuaian antara nilai parameter-parameter suatu sumber
protein makanan tertentu. Bila PER-rendah, demikian pula Skor Kimia dan NPU-nya.
14

Sebaliknya juga benar, bahwa bila nilai NPU tinggi, akan terdapat nilai tinggi pula untuk
PER dan Skor Kimianya.(Djaeni A. 2012)
Namun harus diakui pula bahwa hal ini tidak selalu benar, ada kalanya nilai berbagai
parameter tersebut tidak sejajar.Dengan mempergunakan nilai-nilai parameter ini kita dapat
mengetahui secara obyektif numerik kualitas protein sesuatu sumber, sehingga dapat
memilih bahan makanan yang mana yang sesuai disediakan untuk seseorang yangtumbuh.
(anak-anak dan BALITA, ibu hamil dan ibu yang menyusukan), atau untuk memilih
campuran bahan-bahan yang akan memberikan efek suplementasi.(Djaeni A. 2012)
Telah kita ketahui bahwa anak-anak yang sedang tumbuh dan para anggota kelompok rentan
gizi lainnya memerlukan sumber protein yang mengandung kualitas protein lengkap, dan bahwa
protein berkualitas tidak lengkap tidak akan sanggup memberikan kesehatan gizi yang dikehendaki kepada siapapun.(Djaeni A. 2012)
Seorang dewasa sebenarnya cukup bila diberi protein kualitas setengah lengkap,karena
protein kualitas lengkap umumnya akan lebih mahal.(Djaeni A. 2012)
6. Meningkatkan Kualitas Protein
Telah kita ketahui bahwa kualitas protein sesuatu bahan makanan ditentukan oleh asam-asam
amino esensial yang menyusun protein tersebut. Skor Kimia ditentukan oleh persentase asam
amino pembatas pertama (first limiting amino acid). Jadi dengan meningkatkan kadar asam amino
pembatas ini, kits dapat meningkatkan Skor Kimia, yang berarti pula meningkatkan kualitas
protein makanan tersebut. Kalau ada beberapa asam amino pembatas, setelah kadar asam
amino pembatas pertama dinaikan menjadi mencukupi (100 persen), maka asam amino
limiting kedua akan menjadi asam amino pembatas pertama, dan bila yang kedua ini
ditingkatkan, maka asam amino pembatas ketiga yang menjadi asam amino pembatas
pertama, dan begitulah seterusnya. Maka idealnya peningkatan kadar asam amino
pembatas itu harus ditingkatkan kadarnya untuk semua, dari yang pembatas pertama sampai
yang tertinggi.(Djaeni A. 2012)
Untuk keperluan itu kita harus menganalisa protein makanan menjadi masing-masing
asam amino esensial dan diukur kadarnya, juga kita harus mempunyai daftar PAP sebagai
tolok ukur pembanding. Kadar asam amino limiting harus ditambah dengan asam amino murni,
sampai mencapai kadar sesuai dengan dalam PAP.(Djaeni A. 2012)
Dalam prakteknya meningkatkan kadar asam amino limiting ini tidak perlu di(akukan
untuk semua asam amino limiting, dan juga tidak perlu sarrrpai mencapai Skor Kimia 100,
karena sesuai dengan pembicaraan pada halaman 66, kualitas protein sempurna cukup
mempunyai Skor Kimia 65 atau lebih.(Djaeni A. 2012)
15

Cara meningkatkan kualitas protein makanan dengan cara meningkatkan kadar asam
amino limiting ini disebut suplementasi. Dalam prakteknya teknik suplementasi ini dapat
dilakukan dengan dua metoda:(Djaeni A. 2012)
(1) suplementasi dengan menambahkan asam amino pembatas yang murni, dan
(2) suplementasi dengan mencampurkan dua atau lebih sumber protein yang berbeda jenis
asam amino pembatasnya.
Pada cara pertama yang ditambahkan ialah asam amino pembatas yang murni, dan
meningkatkan nilai Skor Kimia sampai mencapai nilai yang sesuai dengan kualitas
protein lengkap. Bilaterdapat beberapa asam amino pembatas, maka setelah asam amino
pembatas pertama dinaikkan konsentrasinya, mungkin pulameningkatkan kadar asam amino
pembatas kedua dan seterusnya. Tetapi biasanya pada suplementasi dengan cara pertama itu hanya
diperlukan untuk meningkatkan satu asam amino pembatas saja, yaitu yang pertama; asam
amino pembatas yang lainnya tidak terlalu rendah, sehingga sudah mencapai nilai Skor Kimia
yang sesuai dengan nilai kualitas protein lengkap.
Pada cara kedua dicampurkan dua atau lebih bahan makanan sumber protein yang
mempunyai jenis asam amino pembatas pertama yang berbeda. Maka asam amino pembatas
yang kurang pada sumber protein yang satu, ditingkatkan oleh kadar asam amino limiting
tersebut yang terdapat cukup dalam bahan makanan yang lain. Contoh yang baik sekali bagi
suplementasi dengan mencampurkan dua jenis bahan makanan ialah campuran bubur
kacang hijau dan ketan hitam. Bubur ini banyak dijual di warung-warung kaki lima. (Djaeni
A. 2012)
Susunan hidangan rakyat di Indonesia banyak yang berdasarkan nasi dan tempe atau tahu
serta kacang-kacangan lainnya. Mungkin hal ini berdasarkan pengalaman nenek moyang, yang
menemukan bahwa komposisi ini memberikan kesehatan yang memadai untuk biaya yang
terbatas.(Djaeni A. 2012)
Banyak komposisi makanan bayi yang berupa tepung, disusun dengan dasar campuran
serealia dengan kacang-kacangan. Pada serelia lysyne merupakan asam amino pembatas
pertama, sedangkan pada kacang-kacangan methionine yang menjadi asam amino
pembatas pertama. Bile kedua jenis bahan makanan tersebut dicampurkan, maka kadar
lysine yang rendah ditingkatkanoleh kacang, sedangkan kadar methionine yang kurang,
ditambah

oleh

serealia.

Jadi

untuk

dapat

membuat

campuran

yang

saling

mensuplementasikan, perlu diketahui kadar asam amino esensial dari bahan makanan yang akan
saling dicampurkan tersebut. Pada dasarnya bahan makanan nabati dari spesies yang sama akan
mempunyai asam amino pembatas yang sejenis, jadi tidak benar untuk mencampurkan dua
16

jenis bahan makanan dari spesies yang sama, dengan harapan dapat meningkatkan nilai
kualitas protein campuran yang terjadi. Yang dicampurkan harus dua jenis bahan makanan
dari dua spesies yang berbeda, misalnya kacang-kacangan dengan serealia. Jadi
mencampurkan beras dengan jagung tidak akan menghasilkan efek saling suplementasi yang
diharapkan.(Djaeni A. 2012)
Cara suplementasi yang mempergunakan asam amino murni memerlukan ketelitian.
Dalam menambahkan jumlah asam amino limiting yang akan ditingkatkan kadarnya, kontrol
yang teliti sangat diperlukan. Hal ini tidak dapat dikerjakan oleh masyarakat umum, tetapi
harus dilaksanakan di pabrik dengan pengawasan kualitas (quality control). Penambahan
asam amino limiting terlalu banyak atau terlalu sedikit tidak akan memberikan efek suplementasi yang diharapkan, karena akan timbul gejala ketidakseimbangan asam-asam amino
(imbalance of the amino acid mixture), yang memberikan gejala-gejala yang merugikan.
(Djaeni A. 2012).
Cara suplementasi yang kedua tidak memerlukan ketelitian, dan dapat dikerjakan di dalam
rumah tangga oleh rakyat umum. Pada cara yang kedua ini, ketelitian tidak begitu diperlukan,
karena yang dicampurkan adalah beberapa asam amino sekaligus, sehingga kemungkinan
terdapat konsentrasi satu asam amino saja menjadi sangat kecil. Dan sebenarnya dengan
menyusun hidangan yang terdiri atas berbagai jenis bahan makanan, efek suplementasi ini
dengan tidak sadar sudah dikerjakan oleh masyarakat. Tambahan pula dengan mencampurkan
beberapa jenis bahan makanan, dicampurkan pula berbagai zat gizi yang kurang terdapat di
dalam satu jenis bahan makanan saja. Cara kedua ini biasanya dengan mempergunakan
bahan-bahan makanan yang relatif murah harganya, sehingga terjangkau oleh daya beli
masyarakat secara umum.(Djaeni A. 2012)
Cara suplementasi dengan asam amino limiting murni pernah dikerjakan secara
komersial di Indonesia, untuk meningkatkan kualitas protein beras dengan penambahan asam
amino pembataslysine. Lysine dan beberapa zat gizi lain yang kurang di dalam hidangan di
Indonesia, yang berdasarkan bahan makanan pokok beras, dilarutkan di dalam gelatin yang
tidak larut air, kemudian dilapiskan pada butir beras. Hasilnya yang terjadi disebut "beras
premix".Beras yang telah dicuci sebelum dimasak ditambah dahulu dengan beras premix
ini dengan dosis satu sendok makan (5 gram) untuk 1 kilogram beras biasa.(Djaeni A. 2012)
Beras premix Indonesia dijual di apotik, dan tidak dapat dibeli di pasar biasa atau di
toko maupun di supermarket. Sayang bahwa beras ini tidak cukup dipropagandakan,
sehingga tidak pernah menjadi populer, dan menghilang dengan sendirinya, tidak lagi diproduksikan.(Djaeni A. 2012)
17

Di Philippina ada beras premix lain, yang dasar susunannya sangat berbeda dengan
premix Indonesia. Beras premix Philippina bertujuan untuk mensuplementasi thiamine (Vitamin
131) pada beras giling sempurna. Cara sama, yaitu dengan melapiskan gelatin dengan
suplemen pada permukaan beras premix. Premix Philipina inipun tidak panjang umurnya,
ternyata juga menghilang dengan sendirinya.(Djaeni A. 2012)
Premix Indonesia mengandung Riboflavin yang berwarna kuning-oranye, sehingga
setelah beras ditanak, nasi putih yang terjadi memperlihatkan bercak-bercak kuning pada
berbagai tempat di sekitar butir premix, yang oleh masyarakat awam disangka butir beras busuk
atau beras rusak. Juga penyuluhan dan penerangan kepada para konsumen kurang cukup,
sehingga masyarakat kurang mengetahui tentang manfaat penggunaan beras premix
tersebut.(Djaeni A. 2012)
Tabel 4.3 Contoh Kombinasi Protein dengan skor Protein berbeda (Ettinger S. dalamMahan
LK, Stump SE, Raymond JL, 2011)
Kombinasi yang sangat baik
Contoh
Padi-padian polong-polongan Nasi/kacang, sup kacang hijau/roti panggang, lentil cury/nasi
Padi-padian susu
Pasta/keju, puding nasi, sandwich keju
Polong-polongan biji-bijian
Kacang garbanzo/biji wijen seperti dip, falafel atau sup
Kombinasi lainnya, susu biji-bijian, susu kacang polong, padi-padian biji-bijian, kurang efektif
karena skor kimianya sama dan tidak efektif untuk pelengkap.

Meskipun tidak penting untuk memakan protein tambahan pada makanan yang sama,
protein tambahan seharusnya dimakan dalam 3 hingga 4 jam untuk memastikan bahwa semua
asam amino ada ketika diperlukan. Sebagian besar individu, bahkan mereka yang melakukan
diet ketat, seharusnya tidak perlu menambahkan makanan tambahan di semua hidangannya.
Ibu yang sedang mengandung dan menyusui seharusnya meningkatkan asupan protein
mereka lebih banyak untuk asupan energi.(Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE, Raymond
JL, 2011)
D. Sumber Protein Inkonvensional.
Penamaan sumber protein Inkonvensional ini berasal dari kelompok ahli dunia Barat,
ditinjau dari sudut mereka, sehingga ada kemungkinan tidak cocok dengan kondisi di Indonesia
dan di Asia umumnya. Definisi yang diberikan ialah Sumber protein yang pada saat sekarang
tidak biasa dipergunakan untuk konsumsi manusia secara langsung. Di negara-negara Barat
bahan makanan sumber protein inkonvensional dipergunakan untuk campuran makanan
khewan, balk khewan ternak maupun khewan piaraan lain. Yang termasuk kelompok sumber
protein jenis ini ialah:(Djaeni A. 2012)
18

(a) Ampas biji-bijian bekas pembuatan minyak makan, sebagai hasil sisa (waste product)
pabrik. Kedalamnya termasuk bungkil

kacang

kedele,

bungkil

kacang

tanah,

bungkil,jagung, bungkil biji kapas dan bungkil biji bunga matahari.


(b) Tepung Ikan (Fish Protein Concentrate = FPC). Hasil penangkapan ikan di laut, hanya
sebagian kecil saja terdiri atas ikan yang mempunyai nilai komersial, untuk dijual langsung
ataupun dikalengkan. Sebagian besar ikan yang tertangkap tidak dapat dimanfaatkan secara
komersial bagi konsumsi manusia. Ikan sisa ini ditepungkan tanpa diseleksi atau dibersihkan
terlebih dahulu. Tepung ikan sisa tangkapan laut inilah yang disebut FPC.
c) Protein Daun (Leaf Protein).
Protein jenis ini diekstraksi dari daun, yang metodanya mirip dengan pembuatan tahu dari
kacang kedelai.
(d) Unicellular Algae.
Jenis tumbuhan lent bersel tunggal. Ada due spesies yang dianggap mempunyai hari depan
untuk dibudidayakan dan dipergunakan untuk konsumsi manusia, ialah Chlorella spp. dan
Scenedesmus spp. Chlorella termasuk ganggang hijau bersel satu dan Scenedesmus termasuk
jenis Diatomeae yang mengandung silisium (Sj) di dalam kotak selulosa yang membentuk
dindingnya.
e) Ragi (Yeast).
Ada jenis ragi yang dapat ditumbuhkan di dalam medium sisa minyak bumf atau di
dalam molasses, bahan sisa dari pembuatan gula pasir dari tebu. Tumbuhan bersel tunggal ini
tidak mengandung khlorophyl dan sudah lama dipergunakan sebagai bahan konsumsi manusia
dalam pembuatan makanan dan minuman, maupun dalam diet khusus (terapi). Bungkil kacang
tanah di Indonesia sudah sejak lama dipergunakan sebagai bahan makanan manusia setelah
difermentasikan menjadi oncom. Dari sudut ini, bungkil kacang tanah di Indonesia tidak
termasuk definisi inkonvensional seperti di atas. Perhatikan jangan mencampurbaurkan antara
oncom dan tempe.
Pada saat ini sumber protein inkonvensional masih terlalu mahal untuk dibudidayakan dan
dilempar ke pasar hasilnya. Jugs masih terdapat beberapa masalah akseptabilitas dan teknik
memasak bahan-bahan tersebut, sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein yang
berarti, terutama bagi masyarakat ekonomi lemah yangg sangat membutuhkannya. Namun
demikian, semua bahan makanan sumber protein inkonvensional yang tersebut di atas
mempunyai nilai potensial untuk menanggulangi problem kekurangan protein pada waktuwaktu yang akan datang.(Djaeni A. 2012)
E. Fungsi Protein.
19

Fungsi protein di dalam tubuh sangat erat hubungannya dengan hayat hidup sel. Dapat
dikatakan bahwa setiap gerak hidup sel selalu bersangkutan dengan fungsi protein. Telah diuraikan
bahwa di dalam sel terdapat protein struktural dan protein metabolik. Protein struktural
merupakan bagian integral dari mikrostruktur sel, misalnya merupakan bagian dari struktur
membran, cytoplasma den organel subselular lainnya.(Djaeni A. 2012)
Dalam penyuluhan dan pendidikan gizi ditekankan fungsi protein sebagai zat pembangun.
Selain itu protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan selsel yang mati dan aus terpakai, sebagai protein struktural.(Djaeni A. 2012)
Sebagai badan-badan anti, protein juga berfungsi dalam mekanisma pertahanan tubuh
melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari luar dan masuk ke dalam
tubuh.(Djaeni A. 2012)
Sebagai zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk
enzim dan hormon. Boleh dikatakan bahwa semua proses metabolik (reaksi biokimiawi) diatur
dan dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktivitas enzim diatur lagi oleh hormon,
agar terjadi hubungan yang harmonis antara proses metabolisme yang satu dengan yang lain.
(Djaeni A. 2012)
Tidak boleh lupa pula bahwa protein adalah salah satu sumber utama energi, bersama-sama
dengan karbohidrat dan lemak. Tetapi energi yang berasal dari protein termasuk mahal,
sehingga tidaklah ekonomis bilasebagian besar energi yang diperlukan oleh tubuh disediakan
di dalam makanan terdapat dalam bentuk protein. Energi yang berasal dari karbohidrat jauh
lebih murah dan lebih mudah didapat bagi sebagian besar masyarakat.(Djaeni A.
2012)Protein memberikan energi (1 gram memberikan 4 kkal energi).
Dalam bentuk kromosom, protein juga berperan dalam menyimpan dan meneruskan sifatsifat keturunan dalam bentuk genes. Di dalam genes ini tersimpan codon untuk sintesa protein
enzim tertentu, sehingga proses metabolisme diturunkan dari orang tua kepada anaknya dan terus
kepada generasi-generasi selanjutnya, secara bersinambungan.(Djaeni A. 2012)
Protein mempertahankan tekanan osmotik dan dengan demikian
mempertahankan

keseimbangan

cairan

dalam

tubuh.Protein

mempertahankan konsentrasi ion hidrogen dari cairan tubuh sehingga


menjaga keseimbangan asam-basa.
Mengingat berbagai fungsi protein yang sangat penting di atas, sudah selayaknya bila
protein ini diberikan perhatian den tempat penting khusus dalam penyediaan pangan, baik bagi
anak-anak maupun orang tua.(Djaeni A. 2012)
20

F. Proses metabolisme protein


Protein dalam makanan nabati terlindung oleh dinding sel yang terdiri atas selulosa, yang
tidak dapat dicerna oleh cairan pencernaan kita, sehingga daya cerna sumber protein nabati pads
umumnya lebih rendah dibandingkan dengan sumber protein hewani.(Djaeni A. 2012)
Memasak makanan dengan memanaskannya akan merusak dan memecahkan dinding sel
tersebut, sehingga protein yang terdapat di dalam sel menjadi terbuka den dapat dicapai oleh
cairan pencernaan saluran gastrointestinal.(Djaeni A. 2012)
Protein dalam makanan, segera setelah dikonsumsi akan dipecah di lambung oleh asam
hidroklorida, dan protease menjadi peptide (rantai asam amino) dengan pemecahan ikatan
peptide pada rantai asam amino. Dalam usus halus, duodenum, enzim pankreas tripsin
merubah polipeptida menjadi dipeptida (dua asam amino), dan tripeptida (tiga asam amino).
Proses selanjutnya dalam perjalannya di usus halus, amino peptidase termasuk dipeptidase,
mengubah protein menjadi asam amino tunggal. Molekul asam amino ini akan diabsorbsi dan
dibawa ke hati melalui vena porta. Hati merupakan tempat utama dan regulasi metabolism
asam amino yang akan beredar ke seluruh tubuh. Protein dibentuk dan dipecah setiap hari.
Sekitar 60-70% asan amino yang terdapat dalam tubuh disintesis dari protein jaringan. Proses
daur ulang asam amino disebut sebagai asam amino endogen maupun eksogen, sedangkan
yang berasa; dari makanan disebut sebagai asam amino eksogen. Setiap sel mempunyai
kemampuan utnuk tumbuh dan membutuhkan protein baik secara endogen maupun eksogen.
Sebagian besar asam amino digunakan untuk membentuk protein tubuh seperti enzim,
hormon, antibody, dan protein jaringan seperti otot. Beberapa asam amino dimetabolisme
dalam jaringan lain seperti melanin (hormon pigmentasi), epinefrin, keratin, niasin, kholin,
dan lain-lain. Setiap hari protein dibuat (proses metabolisme) dan di pecah (proses
katabolisme). Proses ini menentukan balans nitrogen dalam tubuh. Bila terjadi peningkatan
masukan protein, maka balans nitrogen positif sehingga terjadi proses pertumbuhan
sedangkan jika terjadi kekurangan asupan protein maka balans nitrogen akan negatif.
Kelebihan protein dapat diubah menjadi lemak, dan disimpan dalam tubuh sebagai cadangan
bahan bakar atau sebagai glikogen yang disimpan dalam hati dan otot. (Boerhan Hidajat, Sri
S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
1. Pencernaan Protein Makanan.
Di dalam rongga, mulut, protein makanan belum mengalami proses pencernaan. Baru di
dalam lambung terdapat enzim pepsins dan HCI yang bekerjasama memecah protein makanan
21

menjadi metabolite intermediate tingkat polypeptida, yaitu peptone, albumosa dan


proteosa.(Djaeni A. 2012)
Di dalam duodenum protein makanan yang sudah mengalami pencernaan parsial itu
dicerna lebih lanjut oleh enzim yang berasal dari cairan pancreas dan dari dinding usus halus.
Pancreas menghasilkan enzim-enzim proteolitik trypsine dan chemotrypsine, sedangkan
sekresi dinding usus hanya terdiri atas satu enzim yang diberi nama erepsine, tetapi kemudian
ternyata bahwa erepsine tersebut merupakan campuran dari sejumlah enzim-enzim
oligopeptidase,

yaitu

yang

memecah

ikatan-ikatan

oligopeptida.

Oleh

erepsine,

oligopeptida dipecah lebih lanjut menjadi asam-asam amino. Cairan empedu tidak
mengandung enzim yang memecah protein.(Djaeni A. 2012)
2. Absorpsi dan Transpor.
Di dalam usus halus protein makanan dicerna total menjadi asam-asam amino, yang
kemudian diserap melalui set-set epithelium dinding usus. Semua asam amino larut di dalam air
sehingga dapat berdifusi secara pasif melalui membrana sel. Ternyata bahwa kecepatan dan
mudahnya asam amino menembus membrana set untuk berbagai asam amino tidak sama, ada
yang lebih mudah dan cepat, tetapi ada yang lebih lambat penyerapannya. Bahkan asam-asam amino
tersebut dapat diserap menentang suatu gradient konsentrasi (concentration gradient), yang
tidak mungkin terjadi pada difusi pasif.(Djaeni A. 2012)
Penyerapan asam-asam amino telah banyak sekali dipelajari, baik in vivo maupun in
vitro, (metoda cincin usus, kantong intestine bagi penelitian in vitro; intestinal loop, balance
technique bagiin vivo). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa asamasam amino
diserap secara aktip. Ada tanda-tanda bahwa masing-masing kelompok asam amino (asam
amino netral, asam amino basa dan asam amino asam), diserap secara aktip mempergunakan
satu transport carrier untuk masing-masing kelompoksendiri-sendiri.(Djaeni A. 2012)
Akibat adanya kompetisi di antara sesama anggota satu kelompok, maka penyerapan
suatu asam amino murni berbeda dengan penyerapannya bila di dalam suatu kelompok.
Beberapa sifat terdapat pada suatu mekanisma penyerapan aktip:(Djaeni A. 2012)
(a) aliran zat yang diserap dapat menentang gradien konsentrasi,
(b) memerlukan energi,
(c) menunjukkan fenomena jenuh pada ketinggian konsentrasi tertentu,
(d) menunjukkan gejala persaingan antara para anggota dari satu kelompok yang
mempergunakan carrier yang sama, dan
(e) dihambat oleh zat-zat penghambat oksidasi.
22

Pada umumnya protein dicerna dan diserap secara sempurna, sehingga di dalam tinja
praktis tak tersisa protein makanan. Memang di dalam tinja ada protein, tetapi bukan berasal
dari makanan; melainkan dari cairan pencernaan, dari sel-sel epithel usus yang terlepas dan
sebagian besar dari mikroflora usus yang terbawa ke dalam tinja tersebut.(Djaeni A. 2012)
Pada gangguan pencernaan dan penyerapan, protein makanan dapat terbawa ke dalam
colon dan dipecah oleh mikroflora usus.Pemecahan protein oleh microflora usus
menimbulkan proses pembusukan (putrefaction); hasil pemecahan protein dan asam amino
di antaranya gas H2S, indol dan skatol, yang berbau busuk. Dekarboksilasi asam-asam amino
menghasikan berbagai ikatan amino yang toksik. Kumpulan ikatan-ikatan ini diberi nama
ptomaine; dua anggota ptomaine ialah putrescine dan cadaverine. Zat-zat toksik ini dapat
diserap oleh tubuh dan memberikan keluhankeluhan, seperti demam dan gatal-gatal.(Djaeni A.
2012)
Ada pula polypeptida atau molekul protein dengan berat molekul rendah yang dapat
menembus lapisan epitel usus dan masuk diserap ke dalam cairan tubuh dan aliran darah.
Polypeptida dan protein asing (bukan asli dibuat di dalam metabolisme tubuh itu sendiri)
yang masuk ke dalam tubuh, bersifat antigenik, merangsang pertahanan tubuh untuk
menggerakkan upayaupaya perlawanan, di antaranya dengan membuat antibodi. Antibodi
bereaksi melawan antigen, dan reaksi demikian disebut reaksi alergik, menimbulkan gejalagejala alergik. Pada dasarnya gejala-gejala ini menyangkut pembuluh darah dan otot-otot polos.
Manifestasi reaksi allergik dapat berupa kontraksi otot-otot polos pada saluran pernapasan,
sehingga terjadi serangan asmatik. Dapat pula reaksi tersebut berupa permeabilitas kapiler
darah meningkat, sehingga terjadi oedema lokal, terutama pada permukaan kulit, sehingga
terjadi urticaria (biduran).Atas dasar inilah terdapat orang-orang yang allergis terhadap
beberapa jenis makanan sumber protein, terutama jenis ikan taut, kerang, udang dan air susu.
(Djaeni A. 2012)
Setelah asam-asam amino diserap ke dalam jaringan Binding usus, terus dialirkan ke
dalam kapiler darah dan melalui Vena portae ke dalam hati. Postpandrial kadar asam amino di
dalam darah arterial meningkat lebih tinggi daripada di dalam darah vena. Kenaikan kadar asam
amino di dalam plasma darah ini tidak menyolok, karena asam-asam amino sangat cepat
ditangkap oleh sel-sel tubuh, sehingga kadarnya di dalam aliran darah tidak sampai memuncak
tinggi. Meskipun demikian, dengan teknik penentuan yang cukup sensitip dapat diperlihatkan
kadar asam-asam amino yang berbeda antara darah arterial dan darah vena. Kadar protein 7%
di dalam makanan sudah sanggup menyebabkan perbedaan kadar asam amino dalam darah,
23

sebelum dan setelah pemberian dosis.(Djaeni A. 2012)


Di dalam rongga intestine, campuran asam-asam amino hasil pencernaan protein
makanan itu ditambah dengan asam-asamamino endogen sehingga konsentrasinya menjadi
3 - 4 kali yang berasal dari makanan. Penambahan ini menyebabkan komposisi asam-asam
amino menjadi lebih seimbang, yang meningkatkan penyerapan.(Djaeni A. 2012)
Dalam aliran darah, asam amino ditransport bersama albumin, tetapi ikatannya sangat
longgar, sehingga dianggap sebagai asam amino bebas. Dengan menambahkan alkohol
kepada sampel plasma, ikatan asam amino dengan albumin ini terputus dan terdapatlah asam
amino bebas di dalam plasma tersebut, yang dapat ditentukan kuantitasnya. Plasma amino
acid pattern dapat ditentukan dengan metoda khromatographi kertas atau TLC. Khromatogram yang terdapat demikian disebut fingerprinting dari asam amino bebas di dalam plasma.
(Djaeni A. 2012)
3. Pool Asam amino.
Di dalam tubuh terdapat sejumlah asam amino yang setiap saat siap untuk dipergunakan
sebagai cadangan darurat. Cadangan ini terdiri atas asam-asam amino di dalam darah maupun di
dalam jaringan (hati, otot), yang cukup labil dan mudah dimobilisasikan untuk penggunaan
yang lebih urgen dan lebih penting.(Djaeni A. 2012)
Cadangan asam amino,yang setiap saat dapat dipergunakan tubuh inilah yang kemudian
diberi nama Pool Asam amino (Amino acid Pool). Amino acid pool ini tidak merupakan timbunan
cadangan seperti misalnya glikogen maupun lemak, yang bersifat lebih inert, tidak berperan
serta aktip dalam fungsi fisiologis jaringan. Amino acid pool memang berbentuk cadangan
yang sewaktu-waktu dapat dimobilisasikan oleh tubuh, tetapi sebenamya sedang memegang suatu
fungsi tertentu di dalam jaringan, misalnya sebagai albumin di dalam cairan darah, atau
sebagai set otot skelet, atausebagai protein metabolik yang terdapat di dalam
cytoplasma. Namun bila diperlukan di dalam sintesa protein lain yang lebih penting,
sedangkan bahan dari protein makanan tidak cukup, maka pool asam amino ini dapat
melepaskan fungsinya yang sedang dipenuhi dan tersedia untuk dipergunakan dalam
sintesa protein baru tersebut.(Djaeni A. 2012)
Terdapat suatu keseimbangan dinamis antara asam amino di dalam jaringan dan asam
amino di dalam pool, artinya asam aminodi dalam pool dan di dalam jaringan tersebut selalu
saling dipertukarkan, dengan flux total yang sama menuju ke kedua arahnya. Pool asam amino
yang terbesar terdapat dalam bentuk jaringan otot skelet. Bila penyediaan protein dari
24

makanan tidak mencukupi dan diperlukan asam-asam amino untuk sintesa protein tubuh yang
tidak dapat ditunda, maka set otot-otot tertentu dipecah dan asamasam aminonya masuk ke
dalam pool untuk dapat dipergunakan. Maka otot-otot yang tidak begitu banyak diperlukan
akan dikorbankan terlebih dahulu dan menjadi atrofis, menjadi mengecil, dengan akibat
kekuatan otot tersebut menurun. Namun hal ini tidak mengganggu fungsi tubuh keseluruhan,
karena otot yang dikorbankan tersebut tidak begitu sering dipergunakan atau diperlukan.(Djaeni
A. 2012)
4. Keseimbangan Asam-asam Amino.
Distribusi protein pada berbagai organ berbeda berdasarkan perkembangan usia. Pada
anak, jumlah protein dalam organ viscera (hati, ginjal, otak, jantung dan paru) lebih besar
dibandingkan dengan protein pada otot. Pada orang dewasa, jumlah protein sekitar 15% dari
total berat badannya. Pada keadaan kelaparan atau kadar protein serum rendah terjadi
mobilisasi protein visceral. Namun jumlah ini hanya 1% dari jumlah total protein tubuh.
Selama masa sakit, protein otot merupakan sumber energi cadangan sehingga otot mengecil
(atrofi). Protein tubuh selalu dalam kondisi dinamis antra sistesis (anabolisme) dan
katabolisme. Secara fisiologis asam amino berasal dari pemecahan protein akan digunakan
kembali untuk sintesis protein sehingga pada keadaan ini pembentukan kembali protein
(protein turnover) akan meningkat. (Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif.
2011)

Gambar 4.2 Pertukaran antara protein tubuh dan cadangan asam amino. (Dikutip dari
Castillo L. Nutrition in Pediatrics. 2003 dalam Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti
Rusli Sjarif. 2011)
Kualitas sesuatu protein ditentukan terutama oleh adanya semua asam amino esensial
25

dalamjumlah masing-masing sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jadi harus terdapat suatu
perbandingan kwantum tertentu di antara semua asam amino esensial tersebut.(Djaeni A. 2012)
Perbandingan yang terbaik ialah yang terdapat pada PAP (provisional aminoacid pattern)
menurut WHO-FAO. Perbandingan antara asam-asam amino yang terdapat dalam PAP inilah
yang dianggap paling serasi dan seimbang, dan mempunyai Skor Kimia bernilai 100. Jadi
keseimbangan antara asam-asam amino esensial di dalam makanan menentukan efisiensi
pemakaian protein makanan tersebut.(Djaeni A. 2012)
Pada binatang percobaan telah terbukti bahwa campuran asamasam amino esensial yang
tidak seimbang memberikan berbagai hambatan pada metabolisms dan kondisi gizi yang
berhubungan dengan protein dan asam amino.(Djaeni A. 2012)
Pengaruh pertama yang tampak pada binatang percobaan yang diberi makanan yang
mengandung campuran asam-asam amino yang tidak seimbang, ialah penurunan nafsu
makan. Pada anakanak yang menderita gizi salah, sebab pertama biasanya ketidakseimbangan
protein di dalam makannya. Ini menyebabkan penurunan nafsu makan, yang pada gilirannya
mengurangi konsumsi zatzat gizi, terutama kalori dan vitamin-vitamin. Karena bahan makanan
pokok memberikan sebagian besar kalori dan protein, maka penurunan konsumsi nasi ini
akan sekaligus memberikan kekurangan kalori dan protein, sehingga terjadilah penyakit
Kurang Kalori dan Protein (KKP). Selanjutnya ketidak seimbangan asam-asam amino ini
memberikan pula hambatan penyerapan berbagai zat gizi, dengan akibat memperberat defisiensi
berbagai zat gizi tersebut. Juga utilisasi zat-zat gizi menurun sebagai akibat susunan asamasam amino yang tidak seimbang. Ketidak seimbangan asam-asam amino terdapat pads
makanan yang mengandung protein dengan skor kimia rendah, jadi mempunyai efisiensi
yang rendah pula padapenggunaan proteinnya.(Djaeni A. 2012)
Maka pada anak-anak yang menderita KKP, sebab yang permulaan sekali mungkin
karena ketidakseimbangan asam-asam amino di dalam makanannya. Susunan makanan ini
akan memberikan penurunan nafsu makan, yang berakibat pula pengurangan konsumsi zat-zat
gizi dan begitulah seterusnya kondisi gizi akan semakin menurun, sehingga terjadi keadaan
penyakit KKP yang semakin berat.Karena itu, terapi yang terutama ialah pemberian susunan
makanan yang adekwat, mengandung protein yang seimbang dan cukup kuantitasnya, serta
mudah dicerna.(Djaeni A. 2012)
5. Utilisasi Protein.

26

Di dalam tubuh, fungsi protein makanan ialah menyediakan asam-asam amino yang
diperlukan untuk berbagai kebutuhan:(Djaeni A. 2012)
(a) sintesa protein tubuh,
(b) salahsatu penghasil utama energi,
(c) sintesa zat-zat organik lain yang mengandung nitrogen.
Jadi inti penggunaan protein makanan dapat dikembalikan sebagai penggunaan asam
amino yang dihasilkan pada pemecahan protein makanan tersebut.Langkah pertama dari
penggunaan asam amino untuk sintesa zat-zat organik lain ialah melepaskan gugusan amino atau
gugusan karboksil. Proses melepaskan gugusan amino dapat berlangsung melalui proses
transaminasi atau proses deaminasi.(Djaeni A. 2012)
Pada transaminasi, gugusan amino tersebut dipindahkan dari asam amino asal ke asam
keto (ketoacid), sehingga terbentuk asam amino baru, yang berbeda dari asam amino asal. Ini
terjadi bila diperlukan pembentukan asam amino non-esensial. Jadi hasil transaminasi ialah suatu
asam amino baru yang berbeda dari asam amino asst, tetapi diperlukan untuk sintesa protein
tubuh. Untuk memungkinkan hal ini perlu tersedianya asam keto yang strukturnya sejenis dengan
asam amino yang hendak dibentuk baru tersebut, dan ada asam amino yang gugusan aminonya
dapat dipindahkan dengan proses transaminasi. Enzim yang melaksanakan dan mengatur
proses ini disebut transaminase.(Djaeni A. 2012)
Pada deaminasi, gugusan amino yang dilepaskan dari suatu asam amino asal, diproses
lebih lanjut di dalam suatu reaksi siklus dan menghasilkan ikatan organik ureum (urea), yang
kemudian dibuang melalui ginjal di dalam air seni. Reaksi siklus yang memproses
gugusan amino menjadi urea disebut SIKLUS UREA KREBS-HEINSLET.(Djaeni A. 2012)
Pada reaksi dekarboksilasi dilepaskan gugusan karboksil dari asam amino dan terjadilah
ikatan organik amino, sedangkan gugusan karboksil menghasilkan gas karbondiokasida (C02).
Gugusan C02 dapat berupa gas yang kemudian diikat oleh hemoglobine dan dibawa ke paruparu, untuk dilepaskan di dalam udara pernapasan, dibuang melalui hidung ke udara luar.
Dapat puts C02 diproses menjadi gugusan karbonat dan larut dalam cairan darah, untuk
dibuang melalui ginjal ke dalam air seni.(Djaeni A. 2012)
Setelah melepaskan gugusan amino, asam amino menjadi suatu asam keto (ketoacid)
yang dapat mengalami proses metabolik lebih lanjut. Satu jalur reaksi ialah yang menghasilkan
energi, dioksidasi di dalam suatu reaksi siklis yang disebut Siklus KREBS (siklus asam
trikarboksilat, siklus asam sitrat. Ketoacid yang berasal dari asam amino dapat menempuh
jalur proses karbohidrat yang menghasilkan asam pyruvat, atau jalur lemak yang
menghasilkan gugusan acetyl-CoA, sebelum memasuki reaksi siklus KREBS.(Djaeni A. 2012)
27

6.

Ekskresi Protein.

Pada umumnya orang sehat tidak mengekskresikan protein, melainkan sebagai


metabolitnya atau sisa metabolisma (metabolic waste product). Selain C02 dan H2O sebagai
hasil sisa metabolisms protein, terjadi pula berbagai ikatan organik yang mengandung nitrogen
seperti urea dan ikatan lain yang tidak mengandung nitrogen.(Djaeni A. 2012)
Nitrogen yang dilepaskan pada proses deaminasi masuk ke dalam siklus Urea dari
KREBS-HEINSLET dan diekskresikan urea melalui ginjal di dalam air seni. Bila air seni
dibiarkan di udara terbuka, ureum akan dipecah oleh mikroba, menghasilkan amonia (NH3)
yang menguap dan memberikan bau khas air seni (pesing).(Djaeni A. 2012)
Nitrogen yang dilepaskan pada proses transaminasi tidak dibuang ke luar tubuh, tetapi
dipergunakan lagi dalam sintesa protein tubuh. Ada pula nitrogen yang terbuang di permukaan
kulit dalam sel-sel yang terlepas atau dalam rambut yang putus terbuang. Nitrogen juga ada
yang ikut terbuang di dalam tinja, karena terbuang di dalam cairan pencernaan atau di dalam
sel-selepithet usus yang terlepas dan terbuang aus. Pada keadaan sakit ginjal, ada protein yang
terbuang di dalam air seni, yang disebut proteinuria. Protein Benz-Jones terdapat di dalam
urine pada kondisi sakit tertentu. Juga mungkin ada asam amino atau metabolitnya yang
terbuang di dalam air seni pada kondisi abnormal tertentu.(Djaeni A. 2012)
7. Pemrosesan dan daya cerna protein
Daya cerna sumber protein dipengaruhi oleh beberapa faktor. Prosedur persiapan
daging seringkali menggunakan anggur atau cuka rendaman dan panas lembab untuk
memperlembut potongan daging melalui proses denaturasi. Protein dipertahankan dengan
konfigurasi yang sesuai melalui interaksi hidrogen dan ionik; ikatan-ikatan ini dilonggarkan
dalam keberadaan asam, garam, dan panas. Dengan mendenaturasi protein, metode-metode
ini juga melunakkan jaringan tulang rawan atau jaringan konektif protein dan melepaskan
protein otot dari tempelannya, dengan demikian membuat semua protein lebih tersedia pada
enzim pencernaan. (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE, Raymond JL, 2011)
Protein sayuran kurang bisa dicerna dengan baik daripada protein hewani, sebagian
karena protein sayuran dilapisi dengan dinding sel karbohidrat dan tidak terlalu banyak.
Beberapa tanaman juga mengandung enzim yang mengganggu pencernaan protein. Enzimenzim ini harus dipanaskan sebelum konsumsi. Contohnya, kedelai mengandung trypsinase
yang tidak mengaktifkan trypsin, protein utama mencerna enzim di dalam usus. (Ettinger S.
dalamMahan LK, Stump SE, Raymond JL, 2011)
28

Pemrosesan

makanan

juga

bisa

merusak

asam

amino

dan

menurunkan

ketersediaannya dengan cara-cara berikut ini (Crim, 1994). Perlakuan panas ringan dengan
adanya gula pereduksi (glukosa dan galaktosa), seperti pada pemrosesan susu, menyebabkan
kehilangan lysine yang ada. Laktosa bereaksi dengan rangkaian sisi lysine dan membuatnya
tidak tersedia. Reaksi ini disebut pencokelatan atau reaksi Maillard dan bisa menyebabkan
kehilangan lysine yang signifikan pada suhu tinggi. (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE,
Raymond JL, 2011)
Pada kondisi pemanasan yang kuat dengan keberadaan gula atau lipid oksidasi, atau
bahkan pada ketiadaannya, semua asam amino di dalam protein makanan menjadi tahan
terhadap pencernaan. Ketika protein diberikan perlakuan yang kuat dengan alkali, maka
lysine dan cysteine asam amino bisa bereaksi bersama dan membentuk lysinoalanine yang
berpotensi beracun. Paparan pada dioksida sulfur dan kondisi oksidatif lainnya bisa
menunjukkan kehilangan methionin. Pemrosesan protein dengan panas dan penyimpanan
dengan kelembaban rendah juga bisa menghasilkan ikatan reduktif vitamin B 6 pada residu
lysine, dengan demikian tidak mengaktifkan vitamin. (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump
SE, Raymond JL, 2011)
G. Sintesa Protein.
Sintesa protein tubuh sangat kompleks, menyangkut faktor yang diturunkan (faktor
keturunan - gene). Kegiatan dimulai dengan DNA (deoksi ribonucleic acid) yang terdapat di
dalam khromosoma di dalam inti set. DNA melakukan duplikasi dan menghasilkan RNA(ribonucleic acid) yang membawa kode bagi pembentukan suatu jenis protein tertentu. Kode
ini dibawa oleh spa yang disebut messenger-RNA dari kromosom di dalam inti ke dalam
cytoplasma di luar inti sel, dan dilekatkan pada ribosoma yang terdapat melekat pada
endoplasmic reticulum. Di dalam cairan protoplasma terdapat RNA yang lain, yang
mengikat asam amino tertentu, lalu membawa asam amino tersebut ke tempat pada ribosom yang
ditentukan oleh kode (codon) di dalam messenger- RNA yang telah melekat menjadi acuan
(template) pada ribosoma tersebut. Jenis RNA yang kedua ini diberi nama transfer RNA (tRNA). Transfer RNA mengenal tempatnya pada m-RNA (messenger RNA) dengan codon
tersebut di atas. Pada t-RNA terdapat apa yang disebut anticodon, yaitu rumusan khusus
yang merupakan lawan (counterpart) dari sesuatu codon tertentu. Maka asam amino tertentu
dibawa ke tempat codon tertentu dengan melalui pengenalan oleh t-RNA dengan anti codonnya. Demikianlah setiap t-RNA yang berbeda-beda membawa asam amino
tertentu, sehingga menjadi deretan asam-asam amino menurut kode yang dibawa oleh m29

RNA. Setelah asam-asam amino yang jenisnya sesuai dengan perintah code yang didapat dari
genes dibawa oleh m-RNA, maka asam-asam amino itu saling dikaitkan melalui ikatan peptida.
Jadi jenis kode yang dibawa oleh m-RNA merupakan kode untuk susunan struktur primer dari
sesuatu protein.(Djaeni A. 2012)
Terjadilah rantai panjang dari asam-asam amino,. ialah susunan struktur primer
polypeptida sesuatu protein tertentu. Seelah sruktur primer dari protein disintesa secara lengkap,
maka protein tersebut dilepaskan dari ribosoma. Kemudian gaya-gaya sekunder mulai saling
berinteraksi dan memberikan tambahan struktur sekunder, kemudian bereaksi pula gaya-gaya
tertier yang memberikan struktur protein yang semakin kompleks, mencapai struktur akhir
yang disebut struktur native, dan terjadilah molekul protein dengan strukturnya seperti yang
terdapat di dalam alam (native protein).(Djaeni A. 2012)
Setiap tingkat dari reaksi-reaksi pembentukan protein itu diatur oleh enzim-enzim tertentu,
yang pada gilirannya diatur pula oleh berbagai hormon. Bagaimana mekanisme yang tepat dari
sintesa protein dan pengaturannya oleh enzim dan hormon, masih terus diteliti dan dipelajari.
(Djaeni A. 2012)
Protein yang telah siap, ada yang tetap tinggal di dalam sel produsennya dan dipergunakan
di situ, tetapi ada pula yang dipersiapkan oleh Apparat Golgi, untuk kemudian dikeluarkan
oleh sel, untuk dibawa ke sel jaringan lain dan memenuhi fungsinya di situ.(Djaeni A. 2012)
Asam amino memang penting karena digunakan sebagai substrat untuk sintesis protein.
Susunan untuk semua protein dikandung di dalam DNA setiap organisme. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.3, sintesis protein memang merupakan proses kompleks sehingga
susunan protein digandakan dari DNA ke RNA. Pesan RNA diambil pada sitoplasma di mana
asam amino menempel pada rangkaian linear. Rincian tepat dari sintesis protein bisa
didapatkan pada biokimia dan teks biologi sel tertentu. Gambar 4.4 menunjukkan produk
akhir sintesis protein, formasi ikatan peptida. Ikatan peptida dibentuk antara karboksil OH
asam amino pertama dan nitrogen berikutnya. Susunan untuk sintesis protein dikandung pada
pesan RNA (mRNA). Ketika protein telah terbentuk, maka protein ini akan terlepas dari
pesan tersebut dan siap digunakan. (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE, Raymond JL,
2011)

30

Gambar 4.3 Ringkasan transkripsi DNA dan translasi RNA di dalam sel eukaryote. (Ettinger
S. dalamMahan LK, Stump SE, Raymond JL, 2011)
Lipatan protein: struktur tiga dimensi
Lipatan sebelumnya dari rangkaian asam amino linear komplet penting bagi protein
untuk melakukan fungsi uniknya. Rangkaian linear asam amino individu menentukan
konfigurasi protein dewasa. Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.4, kelompok R
menonjol dari rangkaian peptida yang baru saja disintesakan dan berada pada posisi untuk
bereaksi satu sama lain. Lipatan diselesaikan melalui ikatan hidrogen, ikatan ion, dan
interaksi hydrophobic dan interaksi lainnya antara kelompok R individu pada setiap asam
amino. Contohnya, beban negatif pada salah satu kelompok R asam amino yang membentuk
atraksi dengan beban positif pada kelompok lainnya. Ini memungkinkan protein untuk
membentuk struktur tiga dimensi yang tepat. Protein mengasumsikan empat tingkat struktur
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.4(Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE,
Raymond JL, 2011)

31

Gambar 4.4 Ikatan peptida dan lipatan protein (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE,
Raymond JL, 2011)
Transkripsi DNA terjadi seperti berikut ini:(Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE,
Raymond JL, 2011)
1. Semua sel mempunyai kemampuan untuk membuat semua protein diperlukan oleh tubuh.
Rangkaian linear setiap protein ditunjukkan oleh rangkaian linear nukleotida basa,
thymine, adenine, guanine, dan cytosine. Rangkaian linear kode tiga basa untuk setiap 20
asam amino. Karena empat basa bisa dikombinasikan dengan 64 cara, lebih dari satu
kodon tiga basa bisa dikodekan untuk satu asam amino.
2. Ketika sel-sel itu berbeda, maka kode sel tidak aktif untuk protein. Contohnya, hanya
pemicu sel darah merah yang membentuk hemoglobin.
3. Di depan setiap wilayah pengodean adalah wilayah pendukung. Wilayah pendukung
menerima sinyal di mana protein diperlukan. Gizi, termasuk vitamin A dan D, dan juga
mineral seperti seng, memainkan peranan di dalam mengatur ekspresi gen pada wilayah
pendukung.
4. Pada sinyalnya, polimerase RNA terikat pada kode awal di dalam wilayah pengodean,
membuka helix ganda, dan membangun rangkaian RNA baru, wilayah pengodean negatif.
5. Ketika mencapai ujung kode protein, kode berhenti, molekul polimerase terlepas,
melepaskan transkrip RNA lengkap. Helix DNA terbentuk dan transkrip RNA
dimodifikasi untuk menghilangkan introns (rangkaian intervensi) bukan bagian susunan
pengodean protein. Transkrip modifikasi disebut messenger RNA (mRNA).
6. Pada waktu yang sama, pada wilayah lain DNA, molekul polimerase DNA telah membuat
salinan ribosomal RNA (rRNA) dan transfer RNA (tRNA).
7. mRNA, rRNA, dan tRNA meninggalkan nukleus dan memasuki sitoplasma.
Translasi RNA kemudian mengikuti langkah-langkah ini:(Ettinger S. dalamMahan LK,
Stump SE, Raymond JL, 2011)
1. Sub unit rRNA kecil diaktifkan dan mengikat mRNA.
2. Sub unit rRNA besar mengikat mRNA dengan kuat. mRNA diapit di antara dua sub unit
dengan dua kodon tiga basa yang ada untuk pengikatan.

32

3. Setiap 10 tipe tRNA mengikat asam amino yang menyesuaikan wilayah anti kodonnya.
Anti kodon mengetahui dan mengikat kodon mRNA. Ini memastikan bahwa rangkaian
asam amino linear adalah gambaran pasti kode asli DNA.
4. Proses berlanjut, setelah setiap tRNA mengikat bagian A, asam aminonya dihubungkan
pada pertumbuhan rangkaian peptida oleh enzim, peptidyl transferase, yang membentuk
ikatan peptida antara ujung karboksil dan kelompok amino dari asam amino yang muncul.
5. Ribosom bergerak ke depan; sekarang tRNA menempel pada rangkaian peptida yang
berada pada sisi P dan sehingga tRNA lainnya asuk.
6. Pada sinyal berhenti, UAG, faktor pelepasan, terikat pada sisi A. Pelepasan ini mengikat
molekul air pada rangkaian peptida, menciptakan batasan karboksil (COOH). Rangkaian
peptida yang baru terbentuk terlepas dan unit tRNA dan rRNA terpisah.
Tingkatan struktur protein:
1. Struktur primer: Ikatan peptida terbentuk antara rangkaian asam amino menurut arahan
pada mRNA. Protein lengkap adalah rangkaian linear asam amino.
2. Struktur sekunder: Atraksi antara kelompok R asam amino menciptakan heliks dan
struktur lembaran berlipat.
3. Struktur tersier: Heliks dan lembaran berlipat dilipat pada domain rapat. Protein-protein
kecil mempunyai satu domain, protein besar mempunyai berbagai domain.
4. Struktur kuarterner: Polipeptida individual bisa bertindak sebagai sub unit dalam formasi
pertemuan atau kompleks. Beberapa sub unit diikat bersama oleh berbagai interaksi
noncovalent lemah; kadang-kadang sub-sub unit tersebut distabilkan oleh ikatan disulfida.
Contohnya, empat monomer hemoglobin digabungkan untuk membentuk molekul
hemoglobin tetramer.
Struktur protein memang penting untuk fungsi protein. Bagian aktif dan katalis di mana
tindakan protein terjadi dibentuk dengan menyandingkan kelompok fungsional dari
kelompok R yang berdekatan dan kadang-kadang berjarak. Jika rangkaian protein linear
diubah, seperti pada penyakit genetik tertentu, protein tidak mampu membentuk bagian aktif
dan keaktifannya terbatas atau hilang seluruhnya. (Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE,
Raymond JL, 2011)
H. Kebutuhan protein
Kebutuhan protein didefinisikan sebagai sejumlah protein atau asam amino untuk
kebutuhan biologi yang sebenarnya, yaitu asupan terendah untuk pemeliharaan kebutuhan
fungsional individu.Kebutuhan protein meliputi dua komponen yaitu (1) nitrogen total untuk
sintesis asam amino yang disediakan dalam tubuh (dispensable) dan asam amino yang tidak
disediakan (conditionally indispensable) dan juga utnuk sitensis senyawa lain yang
33

mengandung nitrogen sesuai fungsi fisiologik; dan (2) menyediakan asam amino yang tidak
disediakan dari makanan (indispensable amino acid) yang tidak dapat disintesis oleh jaringan
tubuh untuk merumat kebutuhan metabolik dan harus didapat dari sumber eksogen.(Boerhan
Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
Asupan protein yang adekuat diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan
fungsi tubuh. Namun perkiraan kecukupan protein atau sam amino pada anak sangat
kompleks dan penuh tantangan. Hal ini disebabkan anak merupakan kelompok dinamis mulai
dari masa neonatal sampai remaja. Setiap kelompok mempunyai perbedaan dalam hal
kenaikan berat badan, kecepatan pertumbuhan, lingkungan hormonal, aktivitas dan faktor lain
yang berpengaruh terhadap status nutrisi dan metabolik. Data kebutuhan protein pada anak
yang saat ini digunakan berdasarkan imbangan nitrogen pada anak malnutrisi dalam masa
pemulihan.(Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
Adanya pengetahuan baru tentang fungsi non nutrisional nutrien dan aspek fisiologi
serta farmakologi asam amino, maka konsep kebutuhan asam amino berubah dari kriteria
kebutuhan rumatan untuk pertumbuhan dan berat badan ke fungsi yang lebih luas seperti
induksi ekspresi gen atau koreksi terhadap hiperhomosistinemia dengan asam folat.Dalam
makanan, untuk tujuan tertentu kadang-kadang protein tersedia dalam bentuk terhidolisis,
misalnya susu formula khusus untuk bayi dengan alergi susu sapi.(Boerhan Hidajat, Sri S.
Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
Asam amino adalah pembentuk protein, ada sekitar 23 asam amino yang dapat
diisolasi dari protein alamiah dan 10 diantaranya tidak dapat disintesis oleh tubuh sehingga
harus didapatkan dari diet. (Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
Tabel 4.4. Indispensable, dispensable and conditionally indispensable asam amino dari
diet (Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
Indispensable

Dispensable

Conditionally

Precursors of Conditionally
Indispensable
Glutamine / glutamate, aspartate

Histidine

Alanine

Indispensable
Arginine

Isoleucine

Aspartic acid

Cysteine

Methionine, serine

Leucine

Asparagines

Glutamine

Glutamic acid / ammonia

Lysine

Glutamic acid

Glycine

Serine, choline

Serine

Proline

Glutamate

Tyrosine

Phenylalanine

Methionine
Phenylalanine
Threonine

34

Trythophan
Valine
Menurut FAO/WHO (2005) pada bayi usia 0-6 bulan jumlah yang dibutuhkan sesuai
dengan jumlah yang terdapat pada ASI. Jumlah tersebut setara dengan 9,1 gram/hari atau
1,52 gram/kg/hari. Estimasi protein yang terdapat pada ASI adalah 11,7 gram/L. Kebutuhan
untuk usia di atas 6 bulan, anak dan remaja sekitar 13,5 gram/hari sampai 52 gram/hari.
(Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli Sjarif. 2011)
Tabel 4.5. Rekomendasi asupan Protein (Boerhan Hidajat, Sri S. Nasar, Damayanti Rusli
Sjarif. 2011)
Kelompok umur

Protein (gram/hari)
Bayi

0-6 bln
7-12 bln

9.1
13.5
Anak

1-3 tahun
4-8 tahun
9-13 tahun
14-18 tahun

13
19
Laki-laki
34
52

Perempuan
34
46

Recommended Dietary Allowance untuk protein adalah 0.8-1 g/k bobot tubuh untuk
orang dewasa sehat. Untuk mendapatkan kuantitas protein ini, manusia memerlukan protein
makanan yang menyusun kira-kira 10% hingga 15% total asupan energi mereka. Kebutuhan
protein meningkat selama tekanan hypermetabolis, pertumbuhan anak-anak, selama
kehamilan, selama menyusui, selama infeksi, infestasi, stres dan selama
pemulihan dari penyakit.Makanan yang kaya protein didapatkan utamanya dari daging
hewan atau dari produk hewan seperti telur dan susu. Sebagian besar makanan dari tanaman
relatif kurang protein, dengan pengecualian polong-polongan dan buncis.(Ettinger S.
dalamMahan LK, Stump SE, Raymond JL, 2011)
Tabel 4.6Perkiraan Kebutuhan asam amino
Asam amino
Histidina
Isoleucine
Leucine
Lysine

Persyaratan (mg/kg/hari) menurut kelompok usia


Bayi,
Anak-anak, Anak-anak,
Dewasa
3-4 bulan
~ 2 tahun
10-12 tahun
28
7
?
8-12
70
31
28
10
161
73
44
14
103
64
44
12

35

Methionine plus cystine


Phenylalanine plus tyrosine
Threonine
Tryptophan
Valine
Total tanpa histidina

58
125
87
17
93
714

27
69
37
12.5
38
352

22
22
28
3.3
25
216

13
14
7
3.5
10
84

Diadaptasi atas izin dari WHO, Energy and Protein Requirements Report of a Joint
FAO/WHO/UNU Expert Consultation, Technical Report Series 724. WHO, 1985, hal. 65.
(Ettinger S. dalamMahan LK, Stump SE, Raymond JL, 2011)
* Berdasarkan pada jumlah asam amino di dalam susu manusia atau susu sapi formula
yang diberikan pada tingkat pertumbuhan yang baik.
* Berdasarkan pada pencapaian keseimbangan nitrogen yang memadai untuk
mendukung jaringan yang ada (16 mg N/kg/hari).
* Berdasarkan pada rentang persyaratan untuk keseimbangan nitrogen positif.
* Berdasarkan pada penaksiran persyaratan tertinggi untuk mencapai keseimbangan
nitrogen.

36

Anda mungkin juga menyukai