A Definisi
Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat
dikelilingi halo.
B Epidemiologi
Data epidemiologi urtikaria secara internasional menunjukkan bahwa urtikaria
(kronis, akut, atau keduanya) terjadi pada 15-25% populasi pada suatu waktu dalam
hidup mereka. Chronic idiopatic urticaria (CIU) terjadi hingga 0,5-1,5% populasi
semasa hidupnya. Insiden urtikaria akut lebih tinggi pada orang dengan atopi. Insiden
urticaria kronis tidak meningkat pada orang dengan atopi. Data epidemiologi urtikaria
berdasarkan usia menunjukkan bahwa urtikaria akut paling sering terjadi pada anak
dan dewasa muda, sedangkan CIU lebih sering terjadi pada dewasa dan wanita
setengah baya.
Sebuah penelitian epidemiologi urtikaria di Spanyol menunjukkan bahwa terdapat
(0,6 %) prevalensi total urtikaria kronik.namun terjadi perbedaan prevalensi urtikaria
kronik yang signifikan pada perempuan (0.48%) daripada laki-laki (0.12%).
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan prevalensi urtikaria
kronik berdasarkan status ekonomi, lokasi geografis, atau luas wilayah suatu kota.
Sedangkan insidensi urtikaria akut pada suatu kota dengan penduduk lebih dari
500.000 orang mempunyai frekuensi urtikaria akut yang secara signifikan lebih tinggi
daripada wilayah dengan jumlah penduduk kurang dari 500.000.
C Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga
penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain:
1
Obat
Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat
reaksi imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan,
kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.
3
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).
4
Bahan fotosenzitiser
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan
Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang,
dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).
6
Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil,
Trauma Fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan,
dan emosi menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non
imunologik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa
menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau
fenomena Darier.
8
Infeksi
Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
Adrenergic urticaria
Delayed-pressure urticaria
Solar urticaria
Aquagenic urticaria
Cold urticaria
Special syndromes
Schnitzler syndrome
Muckle-Wells syndrome
Pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy
Urticarial vasculitis
1
Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau
berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Lesi individu biasanya hilang
dalam < 24 jam, terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan
atopi. Sekitar 20%-30% pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau
rekuren.
2
Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu2,
pengembangan urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6
minggu dengan setiap lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat
mengganggu kesehatan terkait dengan kualitas hidup.
3
Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di tempat
di mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa. Urtikaria kontak
dapat dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau non-alergi (IgEindependen).
4
Urtikaria Fisik
Dermographism
b Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa
immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul
eritema linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.
c
disertai nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit.
Episode spontan terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk
pengaman, pada kaki setelah berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan
dengan tangan.
Vibratory angioedema
Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter).
Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan
dalam temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara
paparan dingin dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata
durasi episode adalah 12 jam.
Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic
urticaria terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan
biduran bentuk papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh
flare eritema sedikit atau luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.
Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam
beberapa menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit
setelah kulit terpapar panas diatas 43C. Area yang terekspos menjadi seperti
terbakar, tersengat, dan menjadi merah, bengkak dan indurasi.
h Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadangkadang angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar
matahari atau sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil
dan neutrofil dapat ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A
(UVA), UVB, dan sinar/cahaya yang terlihat.
Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari
pruritus, urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang
berbeda dari cholinergic urticaria. Exercise-induced anaphylaxis memerlukan
olahraga/exercise sebagai stimulusnya.
7
Gambar 9. Exercise-induced anaphylaxis.
Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang
dan atau pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai pembawa
antigen-antigen epidermal yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil
yang mirip dengan cholinergic urticaria.
5.Sindrom Khusus
a
Schnitzler syndrome
Schnitzler Syndrome adalah varian unik urtikaria kronis yang ditandai oleh
pruritic non-wheals yang berulang, demam intermiten, nyeri tulang, arthralgias, atau
radang sendi, terdapat peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan
monoclonal IgM gammopathy.
b
Muckle-Wells syndrome
Muckle-Wells syndrome adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan
Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak disertai gatal
yang dikenal dengan Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy (PUPP).
Erupsi muncul secara tiba-tiba dengan 90% di abdomen, dan dalam beberapa hari
dapat menyebar secara simetris dengan tidak melibatkan wajah.
d
Urticarial vasculitis
Presentasi klinis urticarial vaculitis dapat dibedakan dari urtikaria kronis.
Berbeda dengan urtikaria kronis, lesi dari urticarial vasculitis cenderung bertahan
lebih lama dari 24 jam dan berkaitan dengan sensasi panas, nyeri, dan gatal. Lesi ini
juga digambarkan sebagai penyembuhan dengan atau petechiae purpura karena
garukan.
E Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang
meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan
cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of
anaphylaxis (SRSA), dan prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast
atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut (gambar 10). Pada yang
nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang
peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan
amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin,
dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung
dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya
panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat langsung merangsang sel
mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol dapat
merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik;
biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya
reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi
degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak
pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga
ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan
kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat
kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga,
bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik
menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.
Gambar 10. Diagram Faktor Imunologik dan Non-Imunologik yang Menimbulkan Urtikaria
10
11
Gejala
Gejala urtikaria adalah sebagai berikut :
a
Lesi dapat menghilang dalam 24 jam atau lebih, tapi lesi baru dapat mucul
seterusnya.
Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut diare,
muntah dan nyeri kepala.
Tanda
Tanda urtikatria adalah sebagai berikut:
a
Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas dan kadang-kadang
bagian tengah tampak lebih pucat.
Jika ada lesi yang gatal, dapat dipalpasi, namun tidak memutih jika ditekan,
maka merupakan lesi dari urticarial vasculitis yang dapat meninggalkan
perubahan pigmentasi.
Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.
G Diagnosis Banding
1
Angioedema
Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan
submukosa yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat
disebabkan oleh mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada
angioedema mengenai lapisan dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus. 21
12
Pitiriasis rosea
Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.
Urtikaria pigmentosa
Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang
Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat
atopi pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial, rhinitis
alergika, dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab yang pasti
belum diketahui, tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya
penyakit. Gejala utama dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul
sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita
13
yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap
suatu alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua bagian tubuh dapat
terkena. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat
pecah menimbulkan erosindan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
H Diagnosis
1
Anamnesis
Informasi mengenai riwayat urtikaria sebelumnya, durasi rash/ruam, dan gatal
dapat bermanfaat untuk mengkategorikan urtikaria sebagai akut, rekuren, atau kronik.
Beberapa pertanyaan untuk menentukan penyebab alergi atau non-alergi adalah
sebagai berikut:
a
Apakah biduran disebabkan oleh stimulus fisik seperti panas, dingin, tekanan,
vibrasi?
14
Pemeriksaan Fisik
a
Dermographism.
Pemeriksaan Penunjang
a
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya
infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada alat dalam. Pemeriksaan darah
rutin bisa bermanfaat untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit
15
penyerta.
Pemeriksaan-pemeriksaan
seperti
komplemen,
autoantibodi,
elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati, faal hati, dan urinalisis akan
membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C 1 inhibitor dan C4
komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.
Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.
b Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina.
Pemeriksaan ini untuk menyingkirkan dugaan adanya infeksi fokal.
c
Tes Alergi
Adanya kecurigaan terhadap alergi dapat dilakukan konfirmasi dengan
melakukan tes kulit invivo (skin prick test) dan pemeriksaan IgE spesifik
(radio-allergosorbent test-RASTs). Tes injeksi intradermal menggunakan
serum pasien sendiri (autologous serum skin test-ASST) dapat dipakai sebagai
tes penyaring yang cukup sederhana untuk mengetahui adanya faktor
vasoaktif seperti histamine-releasing autoantibodies.
d Tes Provokasi
Tes provokasi akan sangat membantu diagnosa urtikaria fisik, bila tes-tes
alergi memberi hasil yang meragukan atau negatif. Namun demikian, tes
provokasi ini dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin keamanannya.
e
h Tes fisik
Tes fisik ini bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai
adanya alergi pada suhu tertentu.
i
Pemeriksaan histopatologik
16
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi first-line therapy, second-line
First-line therapy
First-line therapy terdiri dari :
a
Menjelaskan
kepada
pasien
tentang
penyakit
urtikaria
dengan
17
18
Second-line therapy
Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line
Photochemotherapy
Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen plus
UVA [PUVA]) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian menunjukkan
peningkatan efektivitas PUVA hanya dalam mengelola urtikaria fisik tapi
tidak untuk urtikaria kronis.
Antidepresan
Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis
reseptor H1 dan H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai
efek sedasi daripada diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik.
Doxepin dapat sangat berguna pada pasien dengan urtikaria kronik yang
bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk pengobatan depresi dapat
bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari yang dianjurkan
untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang menunjukkan
efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas antipruritus. Telah
dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik dan delayedpressure urticaria pada dosis 30 mg/hari.
Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin
gagal, bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah.
Dalam situasi seperti itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan
menggunakan kortikosteroid. Jika tidak berespon, maka pertimbangkan
kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan, mastocytosis,
vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis,
yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus singkat dari
kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa
19
tappering) atau dosis tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika digunakan
untuk episode urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin.
Kortikosteroid harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan
urtikaria kronis karena efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia,
osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.
Contoh
obat
kortikosteroid
adalah
prednison,
prednisolone,
Third-line therapy
20
Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak berespon
terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy menggunakan agen
immunomodulatori,
yang
meliputi
cyclosporine,
tacrolimus,
methotrexate,
Immunomudulatory Agents
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam
corticosteroid-
dependent urticaria.
Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen
pasien dengan urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme
yang terlibat tidak jelas, namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi
anti-idiotypic antibody yang bersaing dengan IgG endogen untuk reseptor H1
dan memblok pelepasan histamin atau memperbanyak klirens IgG endogen.
b
Plasmapheresis
Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan
urtikaria autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup untuk
mencegah akumulasi kembali autoantibodi yang melepaskan histamine dan
harus diselidiki dalam hubungannya dengan penggunaan immunosuppressant
pharmacotherapy.
c
Obat lainnya
Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola
21
dan
telah
dikaitkan
dengan
respon
yang
baik
pada
22
Gambar 11. Alur Penatalaksanaan Urtikaria.
23
Antihistamin H1 + kostikosteroid oral jangka pendek + pencarian/penanganan untuk urtikaria karena vaskulitis, faktor tekanan, dan lain-lain + dicoba o
Urtikaria kronik memberikan tantangan yang agak banyak dan seharusnya selalu
Gambar 13. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Kronik.
24
mungkin dapat disarankan untuk diawali dengan kortikosteroid jangka pendek dengan
harapan dapat memotong siklus penyakit.
J
Prognosis
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,
sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong, H.K. (2009). Urticaria, Acute. Emedicine, Artikel. Diakses 18 Desember
2011, dari http://emedicine.medscape.com/article/1049858-print
2. Djuanda, A. (2008). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
25
3. Soter, Allen. Urticaria and Angioedema. Dalam : Freedberg, Eisen, Wolff, Austen.
Fitzpatricks Dermatology In Genereal Medicine. Edisi 7. New York : McGrawHill Inc. 2008: 330-346.
4. Siahaan, J. (2009). Urtikaria/Biduran. Blogspot, Artikel. Diakses 18 Desember
2011, dari http://jeksonsiahaansked.blogspot.com/2009/05/urtikariabiduran.html
5. Siregar, R.S. (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
6. Irga. (2009). Urtikaria. Blogspot, Artikel. Diakses 18 Desember 2011, dari
http://irwanashari.blogspot.com/2009/03/urtikaria.html
7. Hasan. (2009). Urtikaria. Wordpress, Artikel. Diakses tanggal 18 Desember 2011,
dari http://drhasan.files.wordpress.com/2009/02/urtikariafh.doc
26