Anda di halaman 1dari 5

Laporan Kasus

Blokade AV Derajat Dua Mobitz Tipe I


pada Penderita Demam Berdarah Dengue
di Rumah Sakit Atma Jaya

Alius Cahyadi, Yudistira P Santosa, Riki Tenggara, Maria R Iryaningrum,


Mario Steffanus, Yunita Maslim
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya/
Rumah Sakit Atma Jaya, Jakarta

Abstrak: Seorang wanita berusia 19 tahun datang dengan demam sejak lima hari, disertai nyeri
kepala, mual, muntah, dan mialgia pada seluruh tubuh. Pada pemeriksaan ditemukan
hepatomegali, tanda-tanda perdarahan spontan, dan trombositopenia. Gambaran klinis pada
penderita ini sesuai dengan kriteria demam berdarah dengue. Pemeriksaan konfirmasi dengue
blot menunjukkan hasil yang positif. Pada hari perawatan ke-4 pasien mengalami bradiaritmia
dengan hemodinamik yang stabil. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan adanya
blokade atrioventrikuler derajat dua Mobitz tipe I. Tidak ada kelainan pada pemeriksaan
ekokardiografi dan enzim jantung. Kelainan konduksi jantung ini berlangsung selama tiga
hari, tanpa adanya tanda gangguan hemodinamik pada penderita. Seiring dengan perbaikan
klinis dan peningkatan trombosit, elektrokardiogram penderita menjadi normal kembali pada
perawatan hari ke-7. Blokade atrioventrikuler derajat dua Mobitz tipe I yang terjadi pada
penderita demam berdarah dengue dapat merupakan suatu gangguan fungsi nodus
atrioventrikular yang sementara, terkadang terjadi perubahan pada tonus otonom.
Kata kunci: demam berdarah dengue, bradiaritmia, blokade atrioventrikuler derajat dua Mobitz
tipe I

364

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Blokade AV Derajat Dua Mobitz Tipe I pada Penderita Demam Berdarah Dengue

Mobitz Type I Second Degree AV Block in a Patient with


Dengue Hemorrhagic Fever at Atma Jaya Hospital
Alius Cahyadi, Yudistira P Santosa, Riki Tenggara, Maria R Iryaningrum,
Mario Steffanus, Yunita Maslim
Department of Internal Medicine Faculty of Medicine UNIKA Atma Jaya/
Atma Jaya Hospital, Jakarta

Abstract: A 19-year-old woman was admitted to the hospital because of a 5-day history of fever
accompanied with headache, nausea, vomiting, and myalgia. Hepatomegaly, spontaneous bleeding, and thrombocytopenia were found. Clinical features of this patient were typical for dengue
hemorrhagic fever. Confirm test on dengue blot examinations were positive. On the fourth day
after admission, a bradyarrhythmia with stable hemodynamic was detected. Electrocardiogram
revealed Mobitz type I second degree AV block. Echocardiogram and cardiac enzyme were within
normal limit. This heart conduction abnormality was detected in three days without any symptoms
of hemodynamic instability. Electrocardiogram was completely back to normal on the seventh day
after admission due to improvement of her clinical status and elevation of her thrombocyte.
Mobitz type I second degree AV block in a patient with dengue hemorrhagic fever may be a
transient functional impairment of atrioventricular node, in which altered autonomic tone may
play a role.
Keywords: dengue hemorrhagic fever, bradyarrhythmia, Mobitz type I second degree AV block

Pendahuluan
Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan
masalah serius di tujuh negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.1,2 Insidens terjadinya DBD meningkat secara tajam
dalam 17 tahun terakhir, dan prevalensi DBD di Indonesia
pada tahun 2007 sebesar 0,6%.2,3 Pada DBD dapat ditemukan
komplikasi kelainan elektrokardiografi (EKG), dan pernah
dilaporkan insidens di Singapore sebesar 44%, di Thailand
64%, dan di Filipina 34%.4 Berbagai kelainan EKG pada
penderita DBD yang pernah dilaporkan sebelumnya yaitu:
kelainan segmen ST, sinus bradikardia, blokade atrioventrikular (AV) derajat satu, kontraksi atrial prematur, dan
kontraksi ventrikel prematur.5 Dengan adanya komplikasi
kelainan pada sistem konduksi jantung akan meningkatkan
angka kesakitan dan kematian penderita DBD bila tidak
diawasi dengan cermat.
Laporan Kasus
Seorang pasien wanita berusia 19 tahun datang dengan
keluhan utama demam sejak lima hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien juga merasa nyeri kepala, mual dan muntah,
serta mialgia pada seluruh tubuhnya. Pemeriksaan fisik saat
pasien masuk: kesadaran pasien kompos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 92 x/menit (teratur, kuat,
penuh), frekuensi pernapasan 24 x/menit, suhu aksila 39,4oC.
Kami menemukan hepatomegali dan petekie pada kedua
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

lengan serta tungkainya, sedangkan pemeriksaan fisik lainnya


dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium didapatkan:
hemoglobin 11,1 g/dL, hematokrit 34%, leukosit 1700/L
(PMN: 65%, limfosit: 32%, monosit: 3%), trombosit 61 000/
L. Pasien dirawat dengan diagnosis kerja DBD derajat II.
Kami memberikan terapi berupa cairan intravena dan terapi
suportif lainnya. Untuk konfirmasi, dilakukan pemeriksaan
IgM dan IgG dengue blot dan didapatkan hasil keduanya
positif.
Selama perawatan hari ke-2 (hari sakit ke-7), pasien sudah
bebas demam, tetapi pasien mengalami epistaksis, tanpa
adanya tanda-tanda syok. Pada pemeriksaan laboratorium
ulang didapatkan hasil: hemoglobin 10,9 g/dL, hematokrit
34%, leukosit 3700/L, trombosit 44 000/L, SGOT 75 U/L,
dan SGPT 30 U/L. Kemudian pada hari ke-4 perawatan (hari
sakit ke-9), kami menemukan adanya frekuensi nadi yang
lambat dan tidak teratur pada pasien tanpa adanya gejala
gangguan hemodinamik. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin 11,1 g/dL, hematokrit 35%, leukosit
4500/L, dan trombosit 50 000/L. Lalu dilakukan pemeriksaan
EKG dan didapatkan frekuensi jantung 50 x/menit dengan
blokade AV derajat dua Mobitz tipe I (Gambar 1).
Pasien menjalani pemeriksaan ekokardiografi, hasilnya
adalah tidak tampak adanya kelainan baik fungsi ruang
jantung maupun katup jantung. Hasil pemeriksaan troponin
T juga negatif. Pada pasien ini diberikan terapi tambahan
365

Blokade AV Derajat Dua Mobitz Tipe I pada Penderita Demam Berdarah Dengue

Gambar 1. Rekaman EKG pada Hari Sakit ke-9 Menunjukkan Blokade AV Derajat dua Mobitz Tipe I

berupa deksametason intravena 3 x 4 mg selama tiga hari.


Kelainan konduksi (blokade AV derajat dua Mobitz tipe I) ini
bertahan sampai hari sakit ke-11. Selama perawatan hari ke-5
dan enam kondisi pasien mengalami perbaikan secara klinis,
begitu pula dengan penurunan hematokrit dan peningkatan
jumlah trombosit.
Pada hari ke-7 perawatan (hari sakit ke-12) frekuensi
jantung pasien sudah normal dan teratur kembali, dan
elektrokardiogram menunjukkan sinus ritme kembali tanpa
adanya gangguan konduksi (Gambar 2). Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hemoglobin 9,2 g/dL, hematokrit
30%, leukosit 5 100/L, dan trombosit 142 000/L. Kami memperbolehkan pasien pulang dengan anjuran untuk kontrol
lima hari kemudian.
Diskusi
Secara umum terdapat lima jenis gangguan irama dasar
pada jantung, yaitu aritmia yang berasal dari sinus, irama
ektopik, aritmia reentri, blokade konduksi dan sindrom
preeksitasi. Blokade konduksi dapat terjadi di manapun pada
sistem konduksi jantung. Berdasarkan lokasi anatomiknya
terdapat tiga tipe blokade konduksi, yaitu: blokade nodus
sinus, blokade AV, dan blokade cabang berkas. Tiga macam
blokade AV adalah blokade AV derajat pertama, derajat ke-2,
dan derajat ke-3. Pada blokade AV derajat dua tidak semua
impuls atrium mampu melewati nodus AV untuk masuk ke
ventrikel. Blokade AV derajat dua memiliki dua tipe, yaitu

Mobitz tipe I dan Mobitz tipe II. Blokade AV derajat dua


Mobitz tipe I hampir selalu disebabkan oleh blokade di dalam
nodus AV (Gambar 3). Pada blokade ini, blokade yang terjadi
semakin bertambah pada setiap kejadian impuls. Dalam EKG
akan terlihat pemanjangan interval PR progresif pada setiap
denyut dan kemudian secara mendadak gelombang P tidak
diikuti oleh kompleks QRS.6

Gambar 3. Lokasi blokade AV Derajat Dua Mobitz Tipe I

Gambar 2. Rekaman EKG Menjadi Normal Kembali pada Perawatan Hari ke-7

366

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Blokade AV Derajat Dua Mobitz Tipe I pada Penderita Demam Berdarah Dengue
Pasien kami datang dengan gejala dan tanda yang
sesuai dengan kriteria demam berdarah dengue derajat dua
menurut WHO. Pada perawatan hari ke-4 ditemukan adanya
bradiaritmia dengan hemodinamik yang stabil disertai
elektrokardiogram yang menunjukkan adanya blokade AV
derajat dua Mobitz tipe I. Pada penderita DBD derajat I dan
II dapat terjadi komplikasi kelainan EKG. Kelainan ini
biasanya tanpa gejala dan hanya bersifat sementara saja.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yusoff et al.7 didapatkan
bahwa 20 dari 23 penderita DBD (87%) mengalami kelainan
EKG.7 Beberapa kelainan EKG pada penderita DBD yang
pernah dilaporkan sebelumnya yaitu: kelainan segmen ST,
sinus bradikardia, blokade atrioventrikular (AV) derajat satu,
kontraksi atrial prematur, dan kontraksi ventrikel prematur.5
Kelainan EKG berupa berbagai derajat blokade nodus selama
masa konvalesens DBD sering kali ditemukan.4,8 Literatur
tersebut tidak mendeskripsikan mengenai kondisi pasienpasien dengan kelainan-kelainan EKG yang ada.
Mekanisme terjadinya bradiaritmia dengan hemodinamik yang stabil pada penderita DBD masih belum
diketahui secara pasti. Suatu studi kasus pernah melaporkan
bahwa pada penderita DBD dapat terjadi perubahan pada
jantung. Perubahan yang terjadi berupa kongesti, edema,
fenomena perdarahan dan nekrotik, perubahan inflamasi
interstitial, dan miokarditis interstitial.9 Perubahan ini dapat
menimbulkan gangguan irama dan konduksi jantung.
Literatur lain menyatakan bahwa mekanisme patogenesis
terjadinya kelainan fungsi jantung dapat dipengaruhi oleh
adanya peranan perubahan tonus otonom dan hipotensi
yang berkepanjangan.7 Selain itu, kelainan fungsi jantung
dapat pula disebabkan oleh adanya kelainan metabolisme
adenosin atau kelainan lain dalam sel yang sebagian besar
menggunakan kalsium untuk depolarisasi, serta perdarahan
yang sedikit dan terlokalisasi pada nodus. Perdarahan yang
terlokalisasi pada nodus AV memungkinkan timbulnya
blokade AV yang terjadi untuk sementara waktu saja.5
Literatur lainnya menyatakan bahwa virus juga dapat
menginvasi miokardium secara langsung dan menimbulkan
kerusakan pada serabut otot jantung. Selain itu, kerusakan
pada serabut otot jantung juga dapat terjadi melalui peningkatan reaksi hipersensitivitas atau melalui mekanisme autoimun.10 Disfungsi miokardium yang terjadi, selain dipengaruhi oleh faktor virulensi virus, juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor lainnya seperti digambarkan dalam Gambar 4.
Pada pasien kami hanya terjadi kelainan konduksi
jantung tanpa adanya kelainan fungsi jantung, yang telah
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan ekokardiografi dan
enzim jantung yang normal. Kondisi hemodinamik pasien
juga stabil, walaupun terjadi bradiaritmia. Sampai saat ini
belum dibentuk suatu panduan mengenai kelainan EKG dan
tatalaksananya pada penderita DBD. Berdasarkan algoritme
dalam Bantuan Hidup Jantung Lanjut (Advanced Cardiac
Life Support/ACLS), dalam menghadapi penderita dengan
bradikardia, yang penting dinilai adalah apakah bradikardia
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Infeksi Virus

Predisposisi genetik

Virulensi virus

Faktor pejamu lainnya


Usia

Reaksi Autoimun

Replikasi virus

Imunitas seluler

Imunitas humoral

Perubahan ekspresi gen

Produksi sitokin
sitotoksisitas langsung

Produksi antibodi

Perubahan sintesis protein

Disfungsi Miokardium
Gambar 4. Berbagai Faktor yang Terlibat dalam Perkembangan
Disfungsi Miokardium Setelah Infeksi Virus
Diadaptasi dari: Pinney SP, Mancini DM. Myocarditis and Specific
Cardiomyopathies Endocrine Disease and Alcohol. In: Fuster V, et al.
editors. Hursts The Heart. 10th ed. Vol 2. USA: The McGraw-Hill
Companies. 2001.11

telah menimbulkan gejala dan tanda seperti sesak napas, nyeri


dada, pusing, kesadaran menurun, syok, edema paru, dan
penurunan produksi urin. Bila tidak terjadi gejala dan tanda
tersebut, maka penderita cukup diobservasi dan dipantau
kondisi klinisnya. Sebaliknya bila timbul gejala dan tanda
tersebut, pertimbangkan pemberian obat-obatan atau
pemasangan pacu-jantung transkutan ataupun transvena.
Obat-obatan yang dapat diberikan adalah sulfas atropin 0,5
mg intravena yang dapat diulang setiap 3-5 menit bila tidak
terdapat respons peningkatan denyut jantung sampai total
dosis sulfas atropin mencapai 3 mg. Selain itu dapat pula
diberikan epinefrin 2-10 g/menit, atau dopamin 2-10 g/kg
BB/menit. Obat-obat ini tidak diberikan pada blokade AV
derajat dua Mobitz tipe II dan blokade AV derajat III. Pada
kasus-kasus ini segera lakukan pemasangan pacu jantung
transkutan atau transvena.12
Pasien kami selain diobservasi dan dipantau kondisi
klinisnya, juga diberikan terapi tambahan berupa deksametason intravena. Kelainan konduksi yang timbul pada
pasien ini, berlangsung selama tiga hari. Seiring dengan
perbaikan klinis, elektrokardiogram menjadi sinus ritmik
kembali. Pemberian kortikosteroid pada penderita DBD dengan
komplikasi kelainan konduksi jantung masih menjadi
kontroversi. Pemberian kortikosteroid sebagai anti-inflamasi,
dapat membantu mencegah kerusakan lebih lanjut dari otot
jantung yang diakibatkan oleh proses inflamasi yang terjadi.
Di lain pihak, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa
kelainan koduksi jantung yang terjadi pada penderita DBD
hanya bersifat sementara saja.
Blokade jantung yang terjadi pada infeksi virus akut dapat
merupakan tanda adanya kelainan patologis yang berat,
367

Blokade AV Derajat Dua Mobitz Tipe I pada Penderita Demam Berdarah Dengue
seperti miokarditis akut. Walaupun pada penderita DBD
dapat terjadi miokarditis, blokade jantung yang terjadi pada
pasien kami kemungkinan besar bukanlah suatu miokarditis
akut. Hal ini disebabkan blokade yang terjadi hanya
sementara saja, tidak adanya gangguan fungsi jantung, dan
tanda-tanda kerusakan otot jantung.
Kasus serupa seperti ini pernah dilaporkan sebelumnya.
Namun, dalam laporan tersebut tidak dibahas mengenai
kondisi klinis dan tatalaksana pasien tersebut. Diharapkan
dengan adanya laporan kasus seperti ini, dapat dijadikan
sebagai dasar dalam pembentukan panduan diagnosis dan
tatalaksana kelainan EKG pada penderita DBD.
Kesimpulan
Telah dilakukan pembahasan kasus tentang seorang
pasien wanita usia 19 tahun dengan DBD derajat II dengan
komplikasi bradiaritmia berupa blokade AV derajat dua Mobitz
tipe I.
Daftar Pustaka
1.

2.

Pramuljo HS. Peran Pencitraan pada Demam Berdarah Dengue.


In: Hadinegoro SRH, Satari HI, editors. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis
Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana
Kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004:63-72.
World Health Organization. Prevention and Control of Dengue
and Dengue Hemorrhagic Fever: Comprehensive Guidelines. New
Delhi: WHO Regional Publication, SEARO No 29; 1999.

3.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007: Laporan Nasional 2007. Jakarta; 2008.
4. George R, Lum LCS. Clinical Spectrum of Dengue Infection. In:
Gubler DJ, Kuno G, editors. Dengue and Dengue Hemorrhagic
Fever. United Kingdom: CAB International; 1997:89-113.
5. Khongphatthallayothin A, Chotivitayatarakorn P, Somchit S,
Mitprasart A, Sakolsattayadorn S, Thisyakorn C. Morbitz Type I
Second Degree AV Block During Recovery From Dengue Hemorrhagic Fever. Southeast Asian J Trop Med Public Health.
2000;31:642-5.
6. Thaler MS. The Only EKG Book Youll Ever Need. 5th ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
7. Yusoff K, Roslawati J, Sinniah M, Khalid B. Electrocardiographic
and Echocardiographic Changes During the Acute Phase of Dengue Infection in Adults. J HK Coll Cardiol. 1993;1:93-6.
8. Promphan W, Sopontammarak S, Pruekprasert P, Kajornwattanakul W, Kongpattanayothin A. Dengue Myocarditis. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2004;35(3):611-3.
9. Chuah SK. Transient Ventricular Arrhythmia as a Cardiac Manifestation in Dengue Haemorrhagic Fever - A Case Report.
Singapore Med J. 1987;28:569-72.
10. Obeyesekere I, Hermon Y. Myocarditis and Cardiomyopathy After
Arbovirus Infections (Dengue and Chikungunya Fever). British
Heart Journal. 1972;34:821-7.
11. Pinney SP, Mancini DM. Myocarditis and Specific Cardiomyopathies - Endocrine Disease and Alcohol. In: Fuster V, et al.
editors. Hursts The Heart. 10th ed. Vol 2. USA: The McGraw-Hill
Companies. 2001.
12. Karo-karo S, Rahajoe AU, Sulistyo S, editors. Buku Panduan Kursus
Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life
Support) Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2008.
HH

368

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Anda mungkin juga menyukai