Anda di halaman 1dari 21

1

MAKALAH KOLOKIUM
Nama Pemrasaran/NIM
Departemen
Pembahas
Dosen Pembimbing/NIP
Judul Rencana Penelitian

:
:
:
:
:

Tanggal dan Waktu

Muhammad Sadri Sugra/I34100010


Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Anggita Widasari/I34100023
Dr. Ir. Saharuddin, M.S/19641203 199303 1 001
Hubungan Tingkat Partisipasi dalam Panglima Laot terhadap
Tingkat Taraf Hidup Rumahtangga Nelayan Tradisional (Kasus:
Desa Lambada Lhok, Kecamatan Baitussalam, Kabupaten
Aceh Besar)
13 Maret 2014, 08.00-09.00 WIB

1. PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG

Sebagai suatu konstruksi sosial, masyarakat nelayan tidak akan lepas dari masalah.
Permasalahan atau isu utama yang dialami oleh masyarakat nelayan dari dulu hingga saat ini
adalah rendahnya tingkat kesejahteraan. Salah satu indikator yang paling mempengaruhi adalah
dari segi pendapatan nelayan yang rendah, sehingga berdampak pada kemiskinan pada
masyarakat nelayan. Data Badan Pusat Statistik mencatat jumlah nelayan miskin di Indonesia
pada tahun 2011 mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional
yang mencapai 31,02 juta orang. Sementara di Aceh sendiri, data dari Panglima Laot dalam
Antara (2014) menyebutkan sekitar 70 persen nelayan Aceh hidup dibawah garis kemiskinan.
Menurut Satria (2002) dalam Sugiharto et al. (2013), perangkap kemiskinan yang melanda
kehidupan nelayan disebabkan oleh faktor-faktor yang kompleks. Faktor-faktor tersebut tidak
hanya berkaitan dengan fluktuasi musim-musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, modal
serta akses, jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen,
tetapi juga disebabkan oleh dampak negatif modernisasi perikanan yang mendorong terjadinya
pengurasan sumberdaya laut secara berlebihan. Namun demikian, data yang pasti tentang jumlah
nelayan miskin di Indonesia sampai saat ini tidak pernah tersedia (Satria 2009 dalam Muflikhati et
al. 2010).
Selama ini pemerintah terus berupaya membuat kebijakan yang terkait dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam hal ini adalah masyarakat nelayan.
Contohnya adalah penanggulangan kemiskinan yang selama ini telah ditangani melalui kebijakan
dan mekanisme, misalnya dengan bantuan langsung tunai (BLT), tetapi kurang efektif karena
banyak yang salah sasaran, bahkan membuka peluang penyalahgunaan dana hingga berakibat
konflik sosial (Pattimana 2009). Oleh sebab itu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat baik
secara sosial maupun ekonomi memerlukan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Namun kebutuhan masyarakat akan berbeda-beda di setiap daerahnya. Oleh karena
itu peran pengetahuan lokal atau kearifan lokal diperlukan karena berhubungan dengan aspek
lokalitas daerahnya. Peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan tentu memerlukan kearifan
lokal karena berdasarkan pengetahuan yang secara turun menurun dipelihara untuk kebaikan
masyarakatnya. Kearifan lokal masyarakat nelayan biasanya berperan dalam pengaturan
pengelolaan sumberdaya alam suatu daerah dan sistem ekonomi dalam masyarakat, harmonisasi
kehidupan horizontal sesama masyarakat maupun vertikal kepada sang pencipta. Segala
pengaturan tersebut tentu berdasarkan aspek lokalitas suatu daerah dan akan berdampak baik
terhadap kesejahteraan masyarakat apabila kearifan lokal tersebut tetap dijaga kelestariannya.
Salah satu contoh kearifan lokal masyarakat nelayan di Indonesia yang juga menjadi fokus
dalam penelitian ini adalah Panglima Lat di Aceh. Penelitian Jufri (2008) menjelaskan bahwa
Panglima Lat adalah pemimpin nelayan yang secara hukum adat laut (hukum adat lat) bertugas
mengkoordinasikan satu atau lebih wilayah operasional nelayan, dan minimal satu pemukiman

nelayan. Dengan demikian tugas dan tanggung jawab Panglima Lat diantaranya mengawasi dan
memelihara pelaksanaan hukum adat laut, menyelesaikan berbagai pertikaian sehubungan
dengan penangkapan ikan dan menyelenggarakan upacara-upacara adat laut dan lainnya.
Kelembagaan panglima lat merupakan tatanan yang dibuat oleh masyarakat dalam menjalankan
tiga fungsi, yakni fungsi religi, ekonomi dan sosial. Peran Panglima Lat sangat strategis dalam
rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut secara bijaksana agar ketiga fungsi
tersebut laut dapat tereksplorasi secara optimal dan seimbang. Kelembagaan panglima lat
menjadi lebih kuat dan efektif dengan adanya pengakuan secara formal dari pemerintah setempat
yaitu dengan diterbitkannya Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat
dan Adat Istiadat serta Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat oleh Gubernur
Nanggroe Aceh Darussalam (Kurniasari dan Nurlaili 2012).
Penelitian ini akan dilakukan di Lhok Kuala Gigieng, Desa Lambada Lhok. Desa Lambada
Lhok merupakan bagian dari Kecamatan Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Penduduk di desa ini rata-rata menggantungkan hidup di laut alias sebagai nelayan. Sebagai desa
yang sebagian besarnya adalah kawasan pesisir, kearifan lokal Panglima Lat merupakan
kelembagaan yang berjalan di desa ini. Sebagai kearifan lokal yang mengatur hampir seluruh
kegiatan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup masyarakat, terutama masyarakat
nelayan, panglima laot diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Hal
ini didukung oleh beberapa poin dari Pasal 6 Perda No. 2 Tahun 1990 dalam Djufri (2008)
mengenai fungsi lembaga Panglima Laot. Poin pertama menyebutkan bahwa fungsi Panglima
Laot adalah membantu pemerintah dalam melancarkan pelaksanaan pembangunan. Selain itu,
poin terakhir juga menjelaskan fungsi lain, yakni menyelenggarakan pembinaan dan
pengembangan masyarakat. Seperti yang kita ketahui bahwa kegiatan pembinaan dan
pengembangan dalam upaya pembangunan akan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut, menarik dan penting untuk dianalisis tentang
hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam Panglima Laot terhadap tingkat taraf hidup
rumahtangga nelayan di Desa Lambada Lhok, Aceh Besar.

1.2.

MASALAH PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut.


1. Sejauhamana hubungan antara karakteristik individu masyarakat nelayan dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam Panglima Laot?
2. Sejauhmana hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam Panglima Laot dengan
tingkat taraf hidup rumahtangga nelayan tradisional?
1.3.

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, penulisan proposal
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis hubungan karakteristik individu masyarakat nelayan dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam Panglima Laot.
2. Menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam Panglima Laot dengan tingkat
taraf hidup rumahtangga masyarakat nelayan tradisional.
1.4.

KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan berguna bagi beberapa pihak, antara lain.
(1) Kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu sumber informasi dan
dapat menambah khasanah penelitian mengenai kearifan lokal masyarakat nelayan. Selain itu
penelitian ini diharapkan juga bisa menjadi acuan atau referensi bagi para akademisi untuk

melakukan penelitian yang lebih jauh mengenai kearifan lokal pada masyarakat nelayan. (2) Bagi
pemerintah, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam membuat
kebijakan-kebijakan yang tentunya mempertimbangkan aspek lokalitas masyarakat nelayan, baik
di tingkat daerah maupun pusat. (3) Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran kepada masyarakat mengenai kearifan lokal dan tingkat kesejahteraan dalam
masyarakat. Selain itu juga dapat memberi kesadaran pada masyarakat akan pentingnya
melestarikan kebudayaan salah satunya dengan mempertahan nilai-nilai kearifan lokal yang
mereka pegang dalam upaya pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1.

TINJAUAN PUSTAKA
Kearifan Lokal

Kearifan lokal menurut Barkes (1999) dalam Naing et al. (2009) dengan terminologi
traditional ecological knowledge (TEK) sebagai kumpulan pengetahuan, praktik, keyakinan yang
berkembang melalui proses adaptif (penyesuaian) yang diwariskan dari generasi ke generasi
melalui saluran (transmisi) budaya berkaitan dengan hubungan antara makhluk hidup (termasuk
manusia) dengan lingkungan sekitarnya. Sulaiman (2010) dalam Juniarta et al. (2013)
mendefinisikan pengetahuan lokal secara lebih detil sebagai pengetahuan yang yang dibangun
oleh kelompok komunitas secara turun-temurun terkait hubungannya dengan alam dan
sumberdaya alam. Pengetahuan lokal masyarakat meliputi segenap pengetahuan tentang hal-hal
yang terkait dengan lingkungan hingga pengetahuan sosial, politik dan geografis.
Pemikiran yang berbeda datang dari Yayat Hendayana yang menekankan pada kesalahan
kita yang menjadikan kearifan lokal sebagai sabda leluhur yang harus dianggap sakral. Tanpa
reserve kita jadikan pedoman dalam melangkah ke masa depan. Akibatnya, kita mengalami
kesulitan karena ternyata kearifan masa lalu sama sekali tidak cocok untuk diterapkan pada masa
kini. Hal tersebut juga didukung dalam tulisan Biantoro (2011), yakni generasi terdahulu memang
menciptakan kearifan lokal karena mereka menghadapi persoalan yang bersifat lokal. Berbeda
dengan zaman sekarang, yang sebagian persoalan berakar di ranah global. Maka dalam
menghadapi persoalan kehidupan, seharusnya yang kita pikirkan adalah kearifan global.
Dari berbagai pemikiran tentang kearifan lokal diatas, intinya bisa penulis simpulkan bahwa
definisi kearifan lokal merujuk kepada pengetahuan lokal masyarakat setempat yang mereka
aplikasikan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari berdasarkan tradisi, kepercayaan dan
pengalaman yang datang secara turun-temurun dari orang tua atau nenek moyang mereka
terdahulu. Namun terlihat bahwa ada perbedaan baik kecil maupun besar dari para ahli dalam
pendefinisian kearifan lokal terkait dengan pengaplikasiannya di masyarakat, yakni terkait dengan
ketidakcocokan penerapan kearifan lokal yang berasal dari jaman yang berbeda dengan jaman
sekarang. Oleh karena itu, penulis menemukan pendapat yang sedikit lebih bijak dari Heddy Shri
Ahimsa-Putra dalam penelitian Biantoro (2011) yang merumuskan batasan kearifan lokal menjadi
dua, yaitu kearifan tradisional (lama) dan kearifan kontemporer (kini). Kearifan tradisional (lama)
dimaknai sebagai perangkat pengetahuan pada suatu komunitas untuk menyelesaikan secara baik
dan benar persoalan dan/ atau kesulitan yang dihadapi, serta diperoleh dari generasi-generasi
sebelumnya secara lisan atau melalui contoh tindakan, yang memiliki kekuatan seperti hukum
maupun tidak. Sedangkan, kearifan kontemporer (kini) adalah perangkat pengetahuan yang baru
saja muncul dalam suatu komunitas.
Masyarakat Nelayan
Satuan konsep masyarakat nelayan terdiri atas dua unsur, yaitu masyarakat dan nelayan.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang berdomisili di suatu wilayah dengan batas-batas
tertentu, saling berinteraksi antarsesama warganya, memiliki adat-istiadat, norma-norma serta
aturan-aturan yang mengatur semua pola tingkah laku warganya dan memiliki rasa identitas yang
mengingat semua anggota masyarakatnya tanpa kecuali (Alkausar 2013). Sementara Surayanto

dalam Alkausar (2013) menjelaskan bahwa nelayan merupakan orang-orang yang kerjanya
menangkap ikan di sungai, di danau dan di laut. Namun dalam tulisan ini konsep nelayan lebih
terfokus pada nelayan yang melakukan penangkapan ikan di laut dan tinggal di wilayah pesisir.
Nelayan sendiri dalam BPP-PSPSL UNRI (2005) dibedakan menjadi dua, yakni nelayan
modern dan nelayan tradisional. Perbedaan keduanya tentu jelas bahwa nelayan modern adalah
nelayan yang menggunakan alat-alat tangkap modern dan lebih berorientasi terhadap keuntungan
yang besar walaupun harus mengorbankan lingkungan. Sedangkan nelayan tradisional adalah
nelayan yang menggunakan alat tangkap sederhana yang bertujuan hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidup (subsisten). Kemudian nelayan tradisional biasanya masih memegang erat nilai
dan norma yang berlaku pada masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut biasanya tertuang dalam aturanaturan berdasarkan tradisi dan adat-istiadat setempat. Aturan-aturan tersebut biasanya berupa
larangan menggunakan alat tangkap tertentu atau larangan untuk melaut pada hari-hari tertentu.
Nilai-nilai tersebut juga diimplementasikan dalam ritual-ritual atau upacara-upacara tertentu yang
biasanya dilakukan untuk menghormati laut sebagai sumber mata pencarian bagi masyarakat
nelayan.
Selain itu, secara lebih rinci Kusnadi (2003) dalam Sudarso (tidak ada tahun)
mengemukakan ciri-ciri usaha nelayan tradisional, yaitu: (1) teknologi penangkapan yang bersifat
sederhana dengan ukuran perahu yang kecil, daya jelajah yang terbatas, daya muat perahu
sedikit, daya jangkau alat tangkap terbatas, dan perahu dilajukan dengan layar, dayung, atau
mesin ber PK kecil; (2) besaran modal usaha yang terbatas; (3) jumlah anggota organisasi
penangkapan kecil antara 2-3 orang, dengan pembagian peran bersifat kolektif (non -spesifik), dan
umumnya berbasis kerabat, tetangga dekat, dan atau teman dekat; (4) orientasi ekonomisnya
terutama diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
Nelayan sebagai produser ikan dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu (1) golongan
nelayan kecil, dengan modal kecil atau bahkan dengan hanya bermodalkan tenaga kerja saja; (2)
golongan nelayan menengah, dengan peralatan-peralatan sederhana seperti perahu kecil dan jala;
dan (3) golongan nelayan tertinggi, yang mempunyai peralatan-peralatan dan perlengkapan
khusus yang cukup canggih dan seringkali mempunyai cara-cara atau usaha lain (Alkausar 2013).
Dalam bukunya, Satria dalam Saryani (2010) menyebutkan bahwa secara sosiologis karakteristik
masyarakat nelayan berbeda dengan karakteristik masyarakat petani dalam pengelolaan atau
dalam memanfaatkan lahan untuk mencari nafkah. Nelayan menghadapi sumberdaya yang tidak
terkontrol dimana pada saat hasil tangkapan berkurang, maka nelayan tersebut harus mencari
lahan baru. Artinya adalah nelayan lebih dipengaruhi oleh kondisi alam dan produktivitas tempat
mereka mencari nafkah. Sementara masyarakat petani dapat mengontrol atau berada pada lahan
yang terkontrol. Pada saat penghasilan mulai berkurang, petani dapat melakukan usaha
peningkatan lahan melalui intensifikasi pertanian, mekanisasi pertanian dan sebagainya dalam
satu lahan yang sama.
Sebagai suatu kesatuan sosial, masyarakat nelayan hidup, tumbuh, dan berkembang di
wilayah pesisir atau wilayah pantai. Dalam konstruksi sosial masyarakat di kawasan pesisir,
masyarakat nelayan merupakan bagian dari konstruksi sosial tersebut, meskipun disadari bahwa
tidak semua desa-desa di kawasan pesisir memiliki penduduk yang bermatapencaharian sebagai
nelayan. Walaupun demikian, di desa-desa pesisir yang sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai nelayan, petambak, atau pembudidaya perairan, kebudayaan
nelayan berpengaruh besar terhadap terbentuknya identitas kebudayaan masyarakat pesisir
secara keseluruhan (Ginkel 2007 dalam Kusnadi 2010).
Dari beberapa penjelasan konsep tentang masyarakat nelayan diatas, maka secara
sederhana masyarakat nelayan bisa diartikan sekelompok orang atau komunitas yang
bermatapencaharian menangkap ikan baik di laut maupun di sungai, atau di danau. Dalam
pengertiannya, masyarakat nelayan berbeda dengan masyarakat pesisir. Satria dalam Saryani
(2010) mendefinisikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan masyarakat yang hidup bersamasama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait
dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Dari pendefinisian tersebut,
jelas bahwa keseluruhan masyarakat pesisir belum tentu merupakan masyarakat nelayan.
Panglima Lat di Aceh

Panglima Lat adalah pemimpin nelayan yang secara hukum adat laut (hukum adat lat)
bertugas mengkoordinasikan satu atau lebih wilayah operasional nelayan, dan minimal satu
pemukiman nelayan. Dengan demikian tugas dan tanggung jawab Panglima Lat diantaranya
mengawasi dan memelihara pelaksanaan hukum adat laut, menyelesaikan berbagai pertikaian
sehubungan dengan penangkapan ikan dan menyelenggarakan upacara-upacara adat laut dan
lainnya. Panglima Lat merupakan pimpinan tertinggi yang mengatur tentang usaha-usaha dan
kegiatan-kegiatan yang dapat/boleh dilakukan oleh masyarakat nelayan (Main dalam Djufri 2008).
Dari strukuturnya, Panglima Lat memiliki dua tingkatan, yaitu Panglima Lat Lhk dan Panglima
Lat. Wilayah Lhk adalah suatu wilayah pesisir dimana nelayan berdomisili dan sebagian besar
melakukan usaha penangkapan ikan atau bermata pencaharian utama menangkap ikan di laut.
Tugas Panglima Lat tingakt kabupaten/kota adalah untuk menyelesaikan sengketa tentang
kegiatan mencari ikan di laut, perselisihan tentang adaat (hukum adat) laut antara Panglima Lat
Lhk dan Pawang Lat yang tidak terselesaikan pada tingkat Panglima Lat Lhk. Tugas utama
lainnya adalah mengatur kenduri lat bersamaan dengan nelayan dibawah koordinir Panglima
Lat Lhk (Djufri 2008).
Kelembagaan Panglima Lat merupakan tatanan yang dibuat oleh masyarakat dalam
menjalankan tiga fungsi, yakni fungsi religi, ekonomi dan sosial. Fungsi religi terkait dengan
hubungan para nelayan dengan tuhan, fungsi sosial berarti hubungan antar sesama nelayan, dan
fungsi ekonomi adalah hubungan nelayan dengan alam sehingga berdampak positif pada kegiatan
ekonomi masyarakat nelayan. Peran Panglima Lat sangat strategis dalam rangka pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya laut secara bijaksana agar ketiga fungsi tersebut laut dapat
tereksplorasi secara optimal dan seimbang. Hal ini terlihat dalam setiap pasal demi pasal aturan
Panglima Lat selalu mengandung nilai religi, ekonomi, dan sosial. Aturan pantang melaut yaitu
nelayan tidak boleh melaut pada hari Jumat, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha serta
peringatan hari-hari besar keagamaan seperti hari Maulid Nabi dan hari ketika ada warga yang
meninggal sampai mayatnya dikuburkan. Pantangan ini, mengandung nilai religi, nilai ekonomi dan
sosial. Selain itu terkait dengan sistem teknologinya, alat tangkap yang digunakan oleh nelayan
tidak boleh bersifat merusak seperti pukat langga, pemboman, pembiusan dan lain-lain. Jika hal ini
dilakukan selain terkena sanksi adat yang telah ditetapkan oleh panglima laot juga akan
berhadapan dengan pihak yang berwajib (Kurniasari dan Nurlaili 2012).
Mekanisme pengambilan keputusan dalam kelembagaan panglima laot menempatkan
semua nelayan mempunyai hak untuk terlibat dalam pengelolaan sumberdaya laut. Hal ini
dibuktikan dengan adanya rapat mingguan para nelayan tingkat lhok yang diselenggarakan di balai
adat untuk membahas permasalahan dan perkembangan isu-isu kelautan. Kelembagaan
Panglima Lat tidak hanya memperhatikan hubungan sosial antar anggota masyarakat nelayan
tetapi juga hubungan antara nelayan dengan pemerintah. Nelayan tidak boleh menangkap jenis
ikan yang dilindungi oleh pemerintah seperti lumba-lumba dan penyu. Kelembagaan Panglima
Laot menjadi lebih kuat dan efektif dengan adanya pengakuan secara formal dari pemerintah
setempat yaitu dengan diterbitkannya Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan
Kehidupan Adat dan Adat Istiadat serta Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat
oleh Gubernur Nangroe Aceh Darussalam. Kolaborasi yang baik anatara pemerintah dan lembaga
adat inilah yang merupakan salah satu kelebihan dan kekuatan wilayah pesisir Lambadalhok
dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain diluar Provinsi NAD.
Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga Panglima Laot telah diatur secara rinci dalam Pasal
6 Perda No. 2 Tahun 1990. Menurut pasal tersebut fungsi lembaga adat yang didalamnya
termasuk lembaga Panglima Laot adalah:
1. Membantu pemerintah dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan.
2. Melestarikan hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
3. Memberi kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut
keperdataan adat.
4. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan masyarakat.
Adapun beberapa spesifikasi program yang dilaksanakan oleh lembaga panglima laot
dalam Taufiq et al. (2014), antara lain : (1) penguatan masyarakat nelayan, (2) penguatan hukum
adat laot masyarakat nelayan, (3) pemberdayaan masyarakat pesisir, (4) program beasiswa untuk

pelajar dari kalangan nelayan miskin, (5) memelihara lingkungan darikerusakan, (6) penyelesaian
konflik internal dan eksternal nelayan, dan (7) mencegah terjadinya penangkapan ikan secara
illegal.

Konsep Partisipasi
Nasdian (2006) dalam Rosyida (2011) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif,
inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan
menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan
kontrol secara efektif . Cohen dan Uphoff (1979) dalam Rosyida (2011) membagi partisipasi ke
beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam
rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud disini yaitu pada perencanaan
dan pelaksanaan suatu program. Proses pengambilan keputusan bermaksud untuk melihat
sejauh mana kesadaran masyarakat dalam memberikan penilaian dan menentukan
pemilihan sesuai dengan kebutuhan mereka sendiri. Seringkali pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh stakeholders hanya terpusat pada orang-orang yang memiliki
kekuasaan, seperti pihak perusahaan yang lebih merasa mampu dari segala bidang,
sedangkan masyarakat cenderung diabaikan bahkan tidak dilibatkan dalam proses ini,
padahal proses pengambilan keputusan juga sangat bergantung pada keberhasilan
aktivitas kemudian.
2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari
pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan
menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan
materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. Tahap pelaksanaan juga seringkali
diartikan sebagai tahap implementasi, bahwa pada tahap ini partisipasi tidak hanya bernilai
sebuah tindakan nyata, namun dapat pula secara tidak langsung memberikan masukan
untuk perbaikan program dan membantu melalui sumber daya. Tahap pelaksanaan
partisipatif sangat berbeda dengan top down dan bottom up, namun partisipasi dapat
berupa gabungan dari kedua pendekatan tersebut, seperti yang bekerja bukanlah hanya
pihak perusahaan, namun bersama merumuskan kebutuhan kemudian membangun hal
yang diperlukan. Seperti contoh pelaksanaan top down hanya mengikuti instruksi dari
pihak tertentu baik instansi atau perusahaan tanpa secara langsung mengikuti kebutuhan
dari masyarakat sehingga banyak pelaksanaan pembangunan yang menjadi sia-sia dan
tidak berkelanjutan.
3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan
umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek
selanjutnya. Evaluasi merupakan kemampuan masyarakat dalam menilai baik-buruknya,
berhasil-tidak berhasil, dan efektif-tidak efektifnya suatu program. Pada tahapan ini
masyarakat setingkat lebih memahami kegunaan dan kerugian dari suatu program yang
diberikan sehingga mereka dapat menyusun dan mengeksekusi solusi atas penilaian
mereka. Evaluasi juga dapat menilai sejauhmana keberhasilan dan keefektifan program
yang mereka lakukan, sehingga mereka dapat menentukan secara mandiri dan sadar
apakah mereka harus melanjutkan atau meninggalkan kegiatan tersebut. Evaluasi yang
dilakukan oleh orang dalam cenderung lebih sesuai konteks dengan permulaan difasilitasi
oleh orang luar.
4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat
pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi
masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek
dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Pada tahapan ini
masyarakat sudah mampu merasakan keberhasilan dari program yang telah mereka
lakukan. Mereka juga dapat mengukur hasil yang mereka peroleh dengan potensi sendiri
yang mereka miliki.

Konsep Taraf Hidup


Menurut Badan Pusat Statistik (2005) dalam Sugiharto (2007), indikator yang digunakan
untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau
pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempa tinggal, kesehatan anggota
keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anda ke
jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Dengan tingginya taraf hidup
rumahtangga tentunya akan berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat yang lebih
baik.
Definisi dari kesejahteraan telah dilahirkan dari beragam peneliti dari dahulu maupun
sampai sekarang. Di Indonesia, dalam pasal 1 yang tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, dinyatakan bahwa yang dimaksud
dengan kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Inti dari kesejahteraan sosial itu sendiri ialah terpenuhinya
kebutuhan baik secara moril maupun materiil. Secara umum, tingkat kesejahteraan seseorang
dapat diukur dari bidang ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan alam.
2.2.

KERANGKA PEMIKIRAN

Pokok pikiran penelitian ini tidak terlepas dari judul penelitian, yakni pengarruh tingkat
partisipasi masyarakat nelayan dalam lembaga panglima laot terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat. Partisipasi sendiri sebagai suatu indikator keaktifan suatu individu dalam suatu proses
kegiatan tertentu dirasa berperan penting dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan
tertentu. Termasuk pada kegiatan-kegiatan dalam adat panglima laot, tingkat partisipasi
masyarakat nelayan mempengaruhi pencapaian tujuan dari kegiatan-kegiatan dalam adat
panglima laot tersebut. Karakteristik masyarakat nelayan diyakini berhubungan dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam adat Panglima Laot. Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama
tinggal dan pengalaman melaut merupakan indikator dari karakteristik individu yang akan diuji
keterhubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat nelayan.
Tingkat partisipasi pada penelitian ini akan diuji berdasarkan penjabaran tingkat partisipasi
dari Cohen dan Uphoff (1979) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu keterlibatan dalam
pembuatan keputusan, keterlibatan dalam pelaksanaan, keterlibatan dalam evaluasi, dan jumlah
hasil dan manfaat yang dirasakan. Selanjutnya tingkat partisipasi ini akan diuji keterhubungan
dengan tingkat taraf hidup rumahtangga masyarakat nelayan. Taraf hidup berdasarkan BPS dikutip
Bappenas (2005), indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat taraf hidup ada delapan
yaitu, pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, fasilitas tempat tinggal, kesehatan
keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan mendapat fasilitas
transportasi, kemudahan mendapat akses pendidikan.Berdasarkan penjelasan di atas, maka
penulis dapat menyusun kerangka pemikiran penelitian ini sebagai berikut.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

1.
2.
3.
4.
5.

Karakteristik
Individu
Umur
Jenis kelamin
Tingkat pendidikan
Lama tinggal
Pengalaman
melaut

Tingkat Partisipasi dalam


Adat Panglima Lat
1. Frekuensi Keterlibatan
dalam pembuatan
keputusan
2. Frekuensi Keterlibatan
dalam pelaksanaan
kegiatan adat laot
3. Frekuensi Keterlibatan
dalam evaluasi kegiatan
4. Jumlah hasil dan manfaat
yang dirasakan

Tingkat Taraf Hidup


Rumahtangga Nelayan
Pendapatan
Konsumsi atau pengeluaran
rumahtangga
Keadaan tempat tinggal
Fasilitas tempat tinggal
Kesehatan anggota keluarga
Kemudahan mendapatkan
pelayanan kesehatan
Kemudahan memasukkan
anak ke jenjang pendidikan
Kemudahan mendapatkan
fasilitas transportasi

Eksistensi Panglima Lat


1. Fungsi religi
2. Fungsi sosial
3. Fungsi ekonomi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


Keterangan:
: berhubungan / diuji secara kuantitatif
: diuji secara kualitatif
: fokus penelitian
2.3.

HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis penelitian yang didapatkan ialah:
1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu masyarakat nelayan dengan tingkat
partisipasi masyarakat dalam lembaga Panglima Laot.
2. Diduga terdapat hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dalam lembaga Panglima
Laot dengan tingkat taraf hidup rumahtangga masyarakat nelayan
2.4.

DEFINISI OPERASIONAL
Karakteristik Individu Masyarakat

1.

Umur adalah selisih antara tahun responden dilahirkan dengan tahun pada saat penelitian
dilaksanakan. Selanjutnya digolongkan menjadi tiga kategori secara ordinal yaitu: (1) muda
(24-39 tahun), (2) dewasa (40-55 tahun), (3) tua (56-70 tahun)

2.

Jenis kelamin merupakan sifat biologis responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu
identitas yang dimiliki responden, yang dinyatakan dalam dua kategori nominal yaitu (1)
laki-laki dan (2) perempuan.
Tingkat pendidikan adalah karakteristik yang menjelaskan pendidikan terakhir yang
ditempuh oleh responden. Selanjutnya akan diukur dalam tiga kategori secara ordinal yaitu
(1) rendah (tidak sekolah-SD), (2) sedang (SMP), (3) tinggi (SMA).
Lama tinggal adalah rentang waktu antara tahun responden mulai tinggal di lokasi
penelitian dengan tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Selanjutnya akan diukur dalam
tiga kategori secara ordinal yaitu (1) rendah ( 5 tahun), (2) sedang (5 tahun 15 tahun),
(3) tinggi (> 15 tahun)
Pengalaman melaut adalah rentang waktu antara tahun responden mulai melaut dengan
tahun pada saat penelitian dilaksanakan. Selanjutnya akan diukur dalam tiga kategori
secara ordinal yaitu (1) rendah ( 5 tahun), (2) sedang (5 tahun 15 tahun), (3) tinggi (> 15
tahun)

3.

4.

5.

Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam adat Panglima Laot

10

Tingkat partisipasi masyarakat akan dilihat dari nilai setiap indikator yang akan dihitung dari
setiap pertanyaan dengan kategori (1) tingkat partisipasi rendah (tidak pernah) diberi skor 1,
tingkat partisipasi sedang (jarang) diberi skor 2, tingkat partisipasi tinggi (selalu) diberi skor 3.
Indikator-indikator yang akan diukur adalah sebagai berikut (Rosyida 2011).
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan adalah keterlibatan masyarakat nelayan dalam
merumuskan, merancang aturan-aturan dan kegiatan-kegiatan dalam panglima laot, baik
bersifat teknis maupun non-teknis, mencakup aspek kehadiran, keikutsertaan dalam
pengambilan keputusan dan keaktifan nelayan selama proses perencanaan.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan adalah keterlibatan masyarakat nelayan dalam penerapan
aturan-aturan dalam adat laot dan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh panglima laot,
mencakup aspek penerapan aturan-aturan, kehadiran, keikutsertaan dalam pengambilan
keputusan, dan keaktifan nelayan dalam setiap kegiatan.
3. Partisipasi dalam evaluasi adalah keterlibatan masyarakat nelayan dalam mengevaluasi
kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan adat laot yang mencakup
aspek keikutsertaan nelayan dalam memberikan saran dan kritik.
4. Partisipasi dalam menikmati manfaat dan hasil adalah dilihat dari aspek kepuasan nelayan
dalam menerima manfaat. Selain itu keterlibatan masyarakat nelayan dalam proses
laporan, memberikan laporan kepada pihak terkait, yang mencakup keaktifan dalam
memberikan pendapat, kesimpulan dan rekomendasi untuk kebaikan panglima laot di masa
yang akan datang.
Tingkat Taraf Hidup Rumahtangga Nelayan Tradisional
Tingkat taraf hidup akan dihitung berdasarkan akumulasi skor jawaban dari setiap
pertanyaan. Kemudian akan digolongkan dalam tiga kategori secara ordinal, yaitu: (1) Rendah
(Skor 12-20), (2) Sedang (Skor 21-28), (3) Tinggi (Skor 29-36).
1. Pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh oleh responden yang merupakan
pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Pendapatan dihitung per hari,
sesuai dengan data Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam indomaritimeinstitute.org,
bahwa pendapatan nelayan per hari berkisar Rp.50.000,00 hingga Rp.100.000,00 per hari.
Perhitungan ini berdasarkan hasil produksi nelayan sebanyak 6,4 juta ton pertahun.
Dengan asumsi per nelayan mampu menangkap 2 ton pertahun, dan sehari nelayan
mampu menangkap ikan berkisar 3 kilo gram. Jika diuangkan dengan hasil tangkap 3 kilo
gram perhari maka pendapatan nelayan sehari rata-rata berkisar Rp.50.000-Rp.100.000.
a. < Rp. 50.000,00 (skor 1)
b. = Rp. 50.000,00-Rp.100.000,00 (skor 2)
c. > Rp. 100.000,00 (skor 3)
2. Pengeluaran adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Pengeluaran yang menunjukkan tingginya tingkat Taraf hidup masyarakat yaitu
pengeluaran yang lebih kecil dibandingkan pendapatan yang diperoleh sisa tersebut
merupakan kelebihan yang dapat disimpan sebagai tabungan.
a. Pengeluaran > Pendapatan (skor 1)
b. Pengeluaran = Pendapatan (skor 2)
c. Pengeluaran < Pendapatan (skor 3)
3. Jenis dinding terluas merupakan indikator tingkat Taraf hidup masyarakat khususnya
melihat fasilitas tempat tinggal
a. Kayu atau Rumbia atau Seng (skor 1)
b. Setengah Batu Bata (skor 2)
c. Tembok Bata, diberi (skor 3)
4. Jenis alas tanah terluas merupakan jenis pijakan dari ruangan terluas yang berada dirumah
responden
a. Tanah, Kayu Murah (skor 1)
b. Kayu Mahal, Bambu, Lantai semen (skor 2)

11

c. Ubin atau keramik (skor 3)


5. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit yang terdapat
pada responden
a. Menderita > 4 Jenis penyakit (skor 1)
b. Menderita 2-3 jenis penyakit (skor 2)
c. Menderita 1 atau tidak sama sekali penyakit (skor 3)
6. Pengobatan yang digunakan merupakan salah satu cara untuk menyembukan dari penyakit
dan menjaga kesehatan responden
a. Obat Tradisional (skor 1)
b. Obat Warung (skor 2)
c. Obat berdasar resep dokter (skor 3)
7. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden dalam menjangkau
dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan
a. Harus membayar langsung kepada petugas kesehatan dengan uang sendiri (skor 1)
b. Mendapatkan kartu jaminan kesehatan, askes, jamsostek (skor 2)
c. Mendapatkan pengobatan gratis di tempat kesehatan (skor 3)
8. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam memperoleh jenjang
pendidikan yang baik dan tinggi
a. TK/SD (skor 1)
b. SMP/SMA/SMK (skor 2)
c. Diploma, S1, S2, S3 (skor 3)
9. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang dimiliki responden
untuk mempermudah akses ke berbagai tempat
a. Tidak memiliki, Perahu kecil tanpa motor (skor 1)
b. Perahu besaar tanpa motor, Sepeda (skor 2)
c. Perahu motor tempel, sepeda motor (skor 3)
10. Akses terhadap peminjaman dana merupakan kemudahan peminjaman dana dari sumber
yang memiliki nilai materi lebih tinggi dan tidak memberatkan
a. Dana dari toke atau juragan (skor 1)
b. Dana dari koperasi (skor 2)
c. Dana dari Bank (skor 3)
11. Penerangan untuk fasilitas rumah , sumber energi yang digunakan untuk menunjang
penerangan dalam mendukung aktivitas sehari-hari
a. Lilin, Obor (skor 1)
b. Listrik non-PLN (skor 2)
c. Listrik PLN (skor 3)
12. Fasilitas WC merupakan jenis fasilitas yang digunakan responden untuk buang air besar
a. Sungai atau sumber air lainnya (skor 1)
b. WC Umum (skor 2)
c. WC Pribadi (skor 3)
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 LOKASI DAN WAKTU
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Lambada Lhok, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi
penelitian ditentukan oleh penulis secara purposive (sengaja). Alasan pemilihan lokasi penelitian
adalah karena lokasi penelitian sebagian besar merupakan kawasan pesisir sehingga rata-rata
mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai nelayan. Selain itu desa ini juga merupakan
lokasi dimana kelembagaan Panglima Lat masih berjalan.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan yang terhitung mulai
bulan Februari 2014 sampai dengan Juni 2014. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal
penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan

12

data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi,
dan perbaikan laporan skripsi.
Kegiatan

Feb
2 3

Mar
2 3

Apr
2 3

Mei
2 3

Jun
2 3

Penyusunan
Proposal Skripsi
Kolokium
Perbaikan
Proposal Skripsi
Pengambilan Data
Lapang
Pengolahan dan
Analisis Data
Penulisan Draft
Skripsi
Uji Petik
Sidang Skripsi
Perbaikan
Laporan Skripsi
Gambar 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
3.2 TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumahtangga nelayan tradisional di Desa
Lambada Lhok, Aceh Besar. Sumber data dalam penelitian ini adalah informan dan responden.
Informan adalah orang yang termasuk dalam kegiatan ini yang memberikan keterangan mengenai
informasi atau data di sekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Informan
berperan sebagai pihak yang dapat mendukung keberlangsungan informasi penelitian secara
lancar. Informan yang dipilih adalah pihak-pihak yang memiliki informasi mengenai kehidupan
sosial masyarakat setempat dan informasi tentang Hukum Adat Laot itu sendiri, seperti kepala
desa, tokoh adat, tokoh agama, Panglima Lat atau Pawang Lat, dan pihak lainnya yang
dianggap memiliki informasi tentang penelitian yang dilakukan. Pemilihan responden di wilayah ini
dilakukan secara acak untuk warga masyarakat nelayan tradisional. Teknik penarikan sampel
menggunakan simple random sampling. Unit analisa dalam penelitian ini adalah rumahtangga
masyarakat yang bemata pencaharian sebagai nelayan tradisional yang masih aktif melaut di
Desa Lambada Lhok.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang didapatkan peneliti melalui observasi, kuesioner, dan wawancara
mendalam kepada responden dan informan secara langsung di lokasi penelitian. Observasi
dilakukan oleh peneliti dengan cara mengamati kondisi fisik dan aktivitas yang terdapat di lokasi
penelitian. Kuesioner akan diberikan kepada 30 orang responden yang sudah ditentukan
sebelumnya. Sedangkan wawancara mendalam dilakukan kepada responden dan informan untuk
melengkapi data yang dibutuhkan. Data sekunder akan diperoleh baik dari dokumen-dokumen
tertulis di kantor desa, kantor kecamatan, kantor Panglima Lat , dan dokumen lain yang
berkaitan. Data sekunder juga diperoleh peneliti melalui studi literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini yaitu buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya.
3.3 TEKNIK PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data
kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang didapatkan dari hasil kuesioner responden akan

13

dioleh dengan tahapan coding, entry, editing, cleaning dan analisis data. Seluruh data tersebut
akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program software SPSS Statistics 20 dan
Microsoft Office Excel 2013. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan beberapa teknik, antara
lain: (1) Tabel frekuensi, untuk menganalisis data primer, yaitu: tingkat partisipasi ; (2) Tabulasi
silang, untuk menerangkan hubungan antar variabel dengan metode analisis data ; (3) Uji chi
square juga digunakan untuk mengukur data-data yang bersifat nominal. Selanjutnya data
kualitatif akan diproses dengan reduksi data, analisis data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
[BPP-PSPSL UNRI] Universitas Riau. 2005. Kajian kearifan lokal masyarakat di Kecamatan
Bunguran Barat Kabupaten Natuna Kepulauan Riau. [Internet]. [Diunduh 30 November
2013].
Dapat
diunduh
dari:
http://www.coremap.or.id/downloads/kearifan_
lokal_masyarakat_ds_sabang_mawang.pdf
Alkausar M. 2011. Keterancaman Ritual Mappandesasi Dalam Masyarakat Nelayan Etnik Mandar
Kelurahan Bungkutoko Sulawesi Tenggara. [tesis]. [Internet]. [Diunduh 8 Oktober 2013].
Denpasar
[ID]:
Universitas
Udayana.
187
hal.
Dapat
diunduh
dari:
http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-349-1033464347pdf%20 tesis.pdf
Anwar SJ. 2012. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) Pasompe Bugis-Makassar dalam
menjelajah nusantara. Sosiologi Reflektif. [Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. 07(01): 6577. Dapat diunduh dari: http://journal.uinsuka.ac.id/sosiologi reflektif/article/viewFile/44/47
Biantoro S. 2011. Kearifan lokal di tengah modernisasi kasus (kearifan lokal dan politik identitas:
Menjawab tantangan global? Strategi Masyarakat adat dalam kasus pembalakan hutan di
Kalimantan Barat). Dalam: Makmur A, editor. Kearifan lokal di tengah modernisasi.
[Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. [Tidak ada nama kota]: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kebudayaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia. Hal. 211-234. Dapat diunduh dari: http://litbang.kemdikbud.go.id/
pengumuman/buku%20 kearifan%20lokal.pdf
Jufri A. 2008. Revitalisasi kelembagaan panglima laot dalam pengembangan masyarakat nelayan
(Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam). [tesis]. [Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. Bogor [ID]:
Institut Pertanian Bogor. 122 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.
ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/41436/Bab%201%202008aju.pdf
Juniarta HP, Susilo E, Primyastanto M. 2013. Kajian profil kearifan lokal masyarakat pesisir Pulau
Gili Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. ECSOFiM. [Internet].
[Diunduh
18
November
2013].
01(01):
11-24.
Dapat
diunduh
dari:
http://ecsofim.ub.ac.id/index.php/ecsofim/article/downlo ad/10/8
Kurniasari N, Nurlaili. 2012. Fungsi laut dalam menjaga harmonisasi hidup masyarakat adat
Lambadalhok, Aceh Besar. Buletin Riset Sosek Kelautan dan Perikanan. [Internet].
[Diunduh
18
November
2013].
07(02):
41-45.
Dapat
diunduh
dari:
http://www.bbrse.kkp.go.id/publikasi/buletin_2012_v7_ no2_(2)_full.pdf
Kurniasari N, Reswaty E. 2011. Kearifan lokal masyarakat Lamalera: Sebuah ekspresi manusia
dengan laut. Buletin Riset Sosek Kelautan dan Perikanan. [Internet]. [Diunduh 30
Desember 2013]. 06(02): 29-33. Dapat diunduh dari: http://www.bbrse.kkp.go.id/
publikasi/buletin_2011_v6_ no2_(1)_full.pdf
Kusnadi. 2010. Kebudayaan masyarakat nelayan. Prosiding Jelajah Budaya Nasional, Yogyakarta
12-15 Juli 2010. [Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari:
http://www.javanologi.info/main/themes/images/pdf/Budaya_Masyarakat_
NelayanKusnadi.pdf
Muflikhati I, Hartoyo, Sumarwan U, Fahrudin A, Puspitawati H. Kondisi sosial ekonomi dan tingkat
kesejahteraan keluarga: kasus wilayah pesisir Jawa Barat. Dalam: Jurnal Ilmu Keluarga
dan Konsumen. [Internet]. [dikutip tanggal 2 Maret 2014, pukul 23.30]. 3(1): 1-10. Dapat
diunduh dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/download/ 5178/3572

14

Naing N, Santosa HR, Soemarno I. 2009. Kearifan lokal tradisional masyarakat nelayan pada
permukiman mengapung di Danau Tempe Sulawesi Selatan. Dalam: Jurnal Local Wisdom.
[Internet]. [Diunduh 20 Desember 2013]. 01(01): 19-26. Dapat diunduh dari:
localwisdom.ucoz.com/_ld/0/3_1ed_3_JLWOL_nai.pdf
Pattimana MJ. 2009. Pengentasan kemiskinan dengan kearifan lokal. Dalam: Jurnal Makara,
Sosial Humaniora. [Internet]. [dikutip tanggal 2 Maret 2014, pukul 24.00]. 13(01): 1-12.
Dapat
diunduh
dari:
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/
e98e701d3488e758e71344d4c5a109bd7770dbd0.pdf
Rosyida. I. 2011. Partisipasi masyarakat dan stakeholder dalam penyelenggaraan program
corporate social responsibility (CSR) dan dampaknya terhadap komunitas perdesaan.
[skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 159 hal.
Saryani Y. 2010. Langgan bagi nelayan Muara-Binuangeun (studi kearifan lokal masyarakat
nelayan Muara-Binuangeun, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten). [skripsi]. Bogor [ID]:
Institut Pertanian Bogor. 161 hal.
Setiawan B. 2011. Eksistensi masyarakat hindu Tolotang, Sulawesi Selatan. Dalam: Makmur A,
editor. Kearifan lokal di tengah modernisasi. [Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. [Tidak
ada nama kota]: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Hal. 127-159. Dapat diunduh dari:
http://litbang.kemdikbud.go.id/pengumuman/buku%20 kearifan%20 lokal.pdf
Singarimbun M , Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta : PT Pustaka LP3ES
Indonesia. 336 hal.
Sudarso. [tidak ada tahun]. Tekanan kemiskinan struktural komunitas nelayan tradisional di
perkotaan. Dalam: Jurnal Unair. [internet]. [dikutip tanggal 9 maret 2014, pukul 15.00].
dapat
diunduh
dari:
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Tekanan%20Kemiskinan
%20Struktural.pdf
Sugiharto E. 2007. Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan Desa Benua Baru Ilir berdasarkan
indikator Badan Pusat Statistik. Dalam: Jurnal EPP. [Internet]. [dikutip tanggal 2 Maret
2014,
pukul
23.00].
4(2):
32-36.
Dapat
diunduh
dari:
https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-vol-4-no-1-eko.pdf
Sugiharto E, Salmani, Gunawan BI. 2013. Studi tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di
Kampung Gurimbang Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau. Dalam: Jurnal Ilmu
Perikanan Tropis. [Internet]. [dikutip tanggal 2 Maret 2014, pukul 23.30]. 18(2): 68-74.
Dapat diunduh dari: https://fpik.unmul.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/9-Salmani-STUDITINGKAT-KESEJAHTERAAN-MASYA- RAKAT.pdf
Taufiq M, Radhianto PRY, Juliansyah R. 2014. Lembaga Panglima Laot sebagai kearifan lokal
untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat pesisir Aceh. Dalam: Abstrak Jurnal
UNSYIAH. [Internet]. [Diunduh 8 Maret 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.sharepdf.com/2014/2/14/cc2d18e93ab643c185bef2b0075d32a8/abstrak%20kami.pdf
Wardah E. 2004. Dampak keberadaan hukum adat laot dalam kehidupan nelayan Aceh kaitannya
terhadap tingkat pendapatan nelayan. [tesis]. [Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. Dapat
diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7520 /2004ewa.pdf?
sequence=4
Lampiran 1. Peta Desa Lambada Lhok

15

(Sumber: https://www.google.com/maps/place/Lambada+Lhok/ )
Lampiran 2. Kuesioner
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
KUESIONER
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PANGLIMA LAOT TERHADAP TINGKAT TARAF
HIDUP RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL DI DESA LAMBADA LHOK, ACEH BESAR
Saya, Muhammad Sadri Sugra, mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Program Studi
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Sehubungan dengan penelitian
yang saya lakukan, saya meminta kesediaan Saudara/Saudari/Bapak/Ibu untuk
mengisi kuesioner ini dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Jawaban
Saudara/Saudari/Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya dan digunakan semata-mata
hanya untuk kepentingan penelitian ini. Terima kasih.
I. IDENTITAS RESPONDEN
Nama lengkap
:
Jenis kelamin*
: ( )L/( )P
Umur
:
Tahun.
Alamat
:
No. Telp/HP
:
Lama tinggal di lokasi
:
Tahun.
Pengalaman melaut
:
Tahun.
Pendidikan terakhir*
( ) Tidak Sekolah
( ) SD (Tamat/Tidak Tamat)
( ) SMP (Tamat/Tidak Tamat)
( ) SMA (Tamat/Tidak Tamat)
( ) Universitas (Tamat/Tidak Tamat)
( ) Lainnya.........
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Identitas Responden dan Karakteristik Rumahtangga

16

II.

Anggota
keluarga

Jenis
kelami
n*

Kepala
keluarga
Istri/suami
Anak ke 1
Anak ke 2
Anak ke 3
Anak ke 4
Anak ke 5
Anak ke 6
Anak ke 7
Keterangan : *
**
***
****

Usia
(tahun)

Status
Perkawinan
**

1 = laki-laki
2 = perempuan
1 = Tidak kawin
2 = Kawin
1 = tidak sekolah
2 = SD
1 = Nelayan
2 = Petani

Pendidikan
terakhir ***

Jenis pekerjaan ****

3 = Cerai
4 = Duda/Janda (Mati)
3 = SMP
5 = Perguruan Tinggi
4 = SMA
6 = Lainnya, sebutkan.
3 = PNS
5 = Pedagang
4 = Becak
6 = Lainnya, sebutkan.

TINGKAT PARTISIPASI
Berilah tanda silang (X) pada kotak yang telah disediakan, kecuali kotak dengan tanda bintang (*)
a. Tahap Perencanaan/Pengambilan Keputusan
No
.

Pertanyaan

1.

Saya menghadiri rapat bulanan dalam


3 bulan terakhir.
Saya menghadiri rapat mingguan
dalam 3 bulan terkahir.
Saya terlibat aktif dalam diskusi
perancangan
aturan-aturan
adat
panglima laot.

2.
3.

Indikator/Jawaban
Tidak
pernah

4.

Saya terlibat aktif dalam diskusi


perencanaan kegiatan atau program
dalam panglima laot.

5.

Saya terlibat aktif dalam memberikan


saran atas usulan-usulan aturan dan
kegiatan atau program yang akan
dilaksanakan

Jarang

Skor*

Selalu

b. Tahap Pelaksanaan
No
.

Pertanyaan

Indikator/Jawaban
Tidak
pernah

Jarang

Selalu

Skor*

17

6.
7.
8.

Saya
menghadiri
pelaksanaan
pemilihan panglima laot.
Saya menuruti seluruh aturan-aturan
yang telah ditetapkan dalam panglima
laot.
Saya mengajak orang lain untuk ikut
rapat atau kegiatan-kegiatan dalam
panglima laot.

9.

Saya memberitahukan tentang aturanaturan dalam panglima laot kepada


anggota keluarga saya atau kepada
orang lain sesama nelayan
10. Saya ikut menyumbang dana dalam
acara-acara yang diselenggarakan
panglima laot
c. Tahap Evaluasi
No
.

Pertanyaan

11.

Saya menghadiri rapat evaluasi aturanaturan dan kegiatan atau program


panglima laot
Saya terlibat aktif dalam diskusi
evaluasi panglima laot
Saya
merasa
bertanggungjawab
apabila
masih
banyak
terdapat
kesalahan atau pelanggaran dalam
adat panglima laot
Saya aktif dalam memberikan solusi
atas permasalahan yang dihadapi
panglima laot
Saya aktif dalam memberikan saran
untuk kebaikan aturan dan kegiatan
atau program dalam panglima laot.

12.
13.

14.
15.

Indikator/Jawaban
Tidak
pernah

Jarang

Skor*

Selalu

d. Tahap Menerima Manfaat dan Hasil


No
.

Pertanyaan

16.

Saya merasakan manfaat yang positif


dari aturan-aturan dan kegiatan dalam
panglima laot.
Saya ikut dalam rapat penyusunan
laporan
kegiatan
atau
program
panglima laot
Saya ikut memberikan pendapat dalam
proses penyusunan laporan
Saya
aktif
dalam
memberikan
kesimpulan atau rekomendasi dalam
pelaksanaan kegiatan atau program
panglima laot di masa yang akan
datang

17.
18.
19.

Indikator/Jawaban
Tidak
pernah

Jarang

Selalu

Skor*

18

20

Saya ikut serta dalam memberikan


hasil laporan kepada pihak-pihak lain
yang dapat membantu pengembangan
aturan-aturan, kegiatan dan program
panglima laot. (Pemerintah daerah,
desa, dan LSM)
Keterangan: *
Skor 1 = Tidak Pernah (Rendah)
Skor 2 = Jarang (Sedang)
Skor 3 = Selalu (Tinggi)
III. TINGKAT TARAF HIDUP
No
Pertanyaan/Indikator
Jawaban
1.
Berapakah
pendapatan a. < Rp. 50.000,00
rumahtangga anda dalam sehari?
b. = Rp. 50.000,00Rp.100.000,00
c. > Rp. 100.000,00

Skor

2.

Berapakah
pengeluaran a. Pengeluaran > Pendapatan
rumahtangga anda dalam sehari? b.Pengeluaran = Pendapatan
c. Pengeluaran < Pendapatan

3.

Apakah jenis dinding bangunan a. Kayu atau Rumbia


terluas dari rumah anda?
Seng
b. Setengah Batu Bata
c. Tembok Bata

4.

Apakah jenis lantai bangunan a. Tanah, Kayu Murah


terluas dari rumah anda?
b. Kayu Mahal, Bambu, Semen
c. Ubin atau keramik

5.

Bagaimana
tingkat
kesehatan a. Menderita > 4 Jenis penyakit
keluarga anda dalam 3 bulan b. Menderita 2-3 jenis penyakit
terakhir?
c. Menderita 1 atau tidak sama
sekali penyakit

6.

Apakah jenis obat yang keluarga a. Obat Tradisional


anda konsumsi?
b. Obat Warung
c. Obat berdasar resep dokter

7.

Bagaimana kemudahan keluarga a. Harus membayar langsung


anda dalam menjangkau dan
kepada petugas kesehatan
memperoleh
fasilitas
untuk
dengan uang sendiri
kesehatan?
b. Mendapatkan kartu jaminan
kesehatan, askes, jamsostek
c. Mendapatkan
pengobatan
gratis di tempat kesehatan

8.

Apa tingkat pendidikan rata-rata a. TK/SD


atau terbanyak anggota keluarga b. SMP/SMA/SMK
anda?
c. Diploma, S1, S2, S3

atau

19

9.

10.

Apa alat transportasi yang anda a. Tidak memiliki, perahu kecil


miliki dalam rumahtangga?
tanpa motor
b. Perahu besar tanpa motor,
sepeda
c. Perahu
motor
tempel,
sepeda motor
Darimana biasanya keluarga anda a. Dana dari toke atau juragan
mendapatkan pinjaman?
b. Dana dari koperasi
c. Dana dari Bank

11.

Apa alat penerangan yang ada a. Lilin, Obor


dalam rumahtangga anda?
b. Listrik non-PLN
c. Listrik PLN

12.

Dimana biasanya tempat anda dan a. Sungai atau


keluarga anda buang air besar?
lainnya
b. WC Umum
c. WC Pribadi

sumber

air

Lampiran 3. Panduan Pertanyaan


PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM
Hubungan Tingkat Partisipsi dalam Panglima Laot terhadap Tingkat Taraf Hidup
Rumahtangga Nelayan Tradisional di Desa Lambada Lhok, Aceh Besar

I.

Tujuan

Mengidentifikasi latar belakang sampai dengan perkembangan


panglima Laot di Aceh, khususnya di Desa Lambada Lhok.

Sasaran

Koordinator Panglima Laot, Pawang Laot

Hari/ Tanggal Wawancara

Lokasi Wawancara

Nama dan Umur Informan

Pekerjaan

Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan Umum
1. Apa yang melatarbelakangi lahirnya kelembagaan panglima laot sebagai kearifan lokal
yang mengatur sumberdaya pesisir dan masyarakat nelayan Aceh?
2. Sejak kapan kearifan lokal panglima laot mulai berjalan di Desa Lambada Lhok?
3. Bagaimana perkembangan panglima laot di Desa Lambada Lhok?
4. Aspek apa saja yang diatur atau dijalankan oleh panglima laot di Desa Lambada Lhok?
5. Apa saja aturan-aturan yang ditetapkan dalam panglima laot untuk mengatur kegiatan
melaut nelayan?
6. Apa saja kegiatan atau program yang dilaksanakan dalam panglima laot di Desa Lambada
Lhok?
7. Apa tujuan dari aturan-aturan, kegiatan dan program yang dilaksanakan panglima laot?

20

8. Apa dampak yang diharapkan terhadap masyarakat nelayan atas aturan-aturan, kegiatan
dan program yang dilaksanakan panglima laot?
9. Seberapa penting keberadaan panglima laot di tengah-tengah masyarakat nelayan?
10. Apa saja kendala atau masalah yang dihadapi oleh panglima laot dalam menjalankan
perannya?
11. Bagaimana panglima laot menyelesaikan permasalahan atau kendala yang dihadapi?
Bagaimana solusi yang ditawarkan?
12. Bagaimana keberadaan panglima laot sendiri ketika terjadi konflik di Aceh?
13. Bagaimana keberadaan panglima laot sendiri ketika terjadi bencana gempa dan tsunami di
Aceh?
14. Bagaimana proses menghidupkan kembali panglima laot pasca konflik dan bencana
gempa tsunami di Aceh?
15. Bagaimana dukungan pihak-pihak terkait (Pemda, Perangkat Desa, dll) terhadap panglima
laot?
II. Pertanyaan Khusus
1. Apakah makna dari ketiga fungsi (fungsi religi, sosial dan ekonomi), baik bagi panglima
laot maupun bagi masyarakat nelayan?
2. Apakah yang melatarbelakangi ketiga fungsi tersebut dijalankan dalam panglima laot?
3. Bagaimana ketiga fungsi dalam panglima laot dijalankan pada setiap aturan-aturan atau
kegiatan-kegiatan dan program-program yang dijalankan?
4. Apakah eksistensi dari panglima laot bergantung kepada berjalannya ketiga fungsi
tersebut?
5. Bagaimana usaha yang dilakukan panglima laot untuk tetap mempertahankan
eksistensinya dengan ketiga fungsi tersebut?
6. Bagaimana peran panglima laot melalui aturan, kegiatan, dan program-programnya
terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat nelayan di Desa Lambada Lhok?
7. Apakah harapan atau keingingan yang belum tercapai dari panglima laot terkait dengan
perannya sebagai kearifan lokal yang memimpin dalam pengaturan sumberdaya pesisir
dan kehidupan masyarakat nelayan Aceh, khususnya di Desa Lambada Lhok?
8. Apa usaha atau upaya yang direncanakan panglima laot untuk mencapai keinginan
tersebut?
Lampiran 3. Rancangan Skripsi
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Masalah Penelitian
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.2. Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotesis
2.4. Definisi Operasional
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. Metode Penelitian
3.2. Lokasi dan Waktu
3.3. Teknik Penentuan Informan dan Responden
3.4. Teknik Pengumpulan Data
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

21

4.1. Kondisi Geografis


4.2. Kondisi Ekonomi
4.3. Kondisi Sosial
5. PANGLIMA LAOT
5.1. Sejarah Panglima Laot
5.2. Pengakuan hukum dan kewenangan adat
5.3. Struktur Organisasi
5.4. Fungsi dan Tugas Panglima Laot
5.5. Tradisi dan Kegiatan Panglima Laot
5.6. Eksistensi Panglima Laot
5.6.1. Fungsi Religi
5.6.2. Fungsi Sosial
5.6.3. Fungsi Ekonomi
6. HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU NELAYAN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI
DALAM PANGLIMA LAOT
6.1. Karakteristik Indidvidu Masyarakat Nelayan
6.2. Tingkat Partisipasi Masyarakat Nelayan dalam Panglima Laot
6.3. Hubungan Karakteristik Umur dengan Tingkat Partisipasi
6.4. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin dengan Tingkat Partisipasi
6.5. Hubungan Karakteristik Tingkat Pendidikan Umur dengan Tingkat Partisipasi
6.6. Hubungan Karakteristik Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi
6.7. Hubungan Karakteristik Pengalaman Melaut dengan Tingkat Partisipasi
7. HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN TINGKAT TARAF HIDUP RUMAHTANGGA
NELAYAN TRADISIONAL
7.1. Tingkat Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan
7.2. Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat Nelayan dengan Tingkat Taraf Hidup
Rumahtangga Nelayan Tradisional
8. PENUTUP
8.1. Kesimpulan
8.2. Saran
9. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai