Nyeri
Nyeri
TINJAUAN PUSTAKA
ABSTRACT
Pain (nociception) is a unique problem, on one hand is to protect our bodies and on the
other hand is an ordeal. Pain also has a clear practical meaning. Pain warns us of danger;
pain can help the diagnosis; sometimes it can support the healing of the restriction of
movement and support the immobilization of the injured part. There are a number of
pharmacological substances that can be used as an "analgesic" to relieve pain in
conscious patients without causing memory loss as the total general anesthesia.
Pharmacological substance which can be used as an analgesic is still referring to the
concept of multi analgesia capital. The concept of multi analgesia capital refers to the way
in which the used NSAID pain nociception in the transduction process, local anesthetics
and opioids in the transmission process in the modulation and perception. Where is the
advantage of the multimodal analgesia is obtained the effect of higher analgesia without
increasing side effects compared to increasing the provision of analgesia in a single dose.
ABSTRAK
Rasa nyeri (nosisepsi) merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindungi badan
kita dan dilain pihak merupakan suatu siksaan. Nyeri juga mempunyai makna praktis yang
jelas. Nyeri memperingatkan kita akan bahaya; nyeri dapat membantu diagnosis; kadangkadang dapat menunjang penyembuhan dengan pembatasan gerakan dan menunjang
imobilisasi bagian yang cedera. Terdapat sejumlah substansi yang secara farmakologis
dapat digunakan sebagai analgesik untuk meredakan nyeri pada penderita yang sadar
tanpa menimbulkan penurunan daya ingat total seperti pada anestesi umum. Substansi
yang secara farmakologis dapat digunakan sebagai analgesik tersebut tetap merujuk pada
konsep analgesia multi modal. Konsep analgesia multi modal ini merujuk pada perjalanan
nyeri nosisepsi dimana digunakan NSAID pada proses transduksi, anestetik lokal pada
proses transmisi dan opioid pada proses modulasi dan persepsi. Dimana keuntungan dari
pada analgesia multimodal ini adalah didapatkan efek analgesi yang lebih tinggi tanpa
meningkatkan efek samping dibandingkan peningkatan dosis pada pemberian analgesia
tunggal.
182
PENDAHULUAN
Nyeri adalah salah satu alasan utama
penderita mencari pertolongan medis,
mekanisme neurobiologi yang mendasari
sudah semakin jelas, sehingga pendekatan
terapi berdasar mekanisme sudah dapat
dilakukan sejak awal sampai akhir
sekalipun. Nyeri digolongkan kedalam
tanda vital ke 5, dapat memberikan
perubahan fisiologi, ekonomi, sosial dan
emosional yang berkepanjangan sehingga
perlu dikelola dengan baik.
Nyeri merupakan pengalaman sensorik
dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual
maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut.
Terdapat berbagai modalitas
mengatasi nyeri, antara lain:
untuk
183
184
185
hipofisis-adrenal
dan
hipotalamushipofisis-gonadal (Ballantyne dan Mao,
2003). Morfin dapat menyebabkan
penurunan secara progresif konsentrasi
kortisol plasma. Efek utama dari opioid
pada
sumbu
hipotalamus-hipofisisgonadal melibatkan modulasi pelepasan
hormon termasuk peningkatan konsentrasi
hormon prolaktin dan penurunan hormon
luteinizing, folikel stimulating hormone,
testosteron, dan esterogen. 1
Manifestasi utama overdosis opioid adalah
depresi pernapasan dengan manifestasi
berupa frekuensi pernapasan yang lambat,
yang mana dapat berkembang menjadi
apnea. Pupil simetris dan dan miosis
kecuali jika terjadi hipoksemia arteri yang
berat, yang mengakibatkan midriasis. Otot
skeletal bersifat flaksid, dan obstruksi
saluran napas atas mungkin terjadi. Edema
paru sering terjadi, tetapi mekanismenya
masih belum diketahui. Hipotensi dan
kejang
berkembang
jika
terjadi
hipoksemia
arteri.
Trias
miosis,
hipoventilasi, dan koma menunjukkan
overdosi suatu opioid. 1
Meperidin
Meperidin adalah agonis opioid sintetik
pada reseptor opioid mu dan kappa dan
berasal dari phenylepiperidin. Terdapat
beberapa analog dari meperidin, antara
lain fentanil, sufentanil, alfentanil dan
ramifentanil. 1
Meperidin memiliki kekuatan sekitar
sepersepuluh dari morfin, dengan 80
sampai 100 mg IM sama dengan sekitar
10 mg IM morfin. Durasi kerja meperidin
adalah sekitar 2 sampai 4 jam,
186
187
neuromuskuler
yang bermanifestasi
dalam bentuk hiperrefleksia) terjadi
ketika obat mampu meningkatkan
pemberian serotonin yang diberikan.
Pada kasus yang berat, koma, kejang,
koagulopati, dan asidosis metabolik dapat
terjadi. Pemberian meperidin pada pasien
yang mendapat obat antidepresan
(monoamine
oksidase
inhibitor,
fluoxetine) dapat menimbulkan sindrom
ini (Tissot, 2003). 1
Meperidin mengganggu ventilasi dan
mungkin lebih sering menyebabkan
depresi pernapasan dibandingkan morfin.
Opioid ini dengan segera melintasi
plasenta, dan konsentrasi meperidin di
darah korda umbilikalis pada saat lahir
dapat melebihkan konsentrasi plasma ibu
(Way dkk, 1965). Meperidin jarang
menimbulkan konstipasi dan retensi urin
dibandingkan pada morfin. Setelah dosis
analgesik yang sama, spasme traktus
biliaris jarang terjadi setelah injeksi
meperidin dibandingkan setelah injeksi
morfin tetapi lebih besar dibandingkan
yang disebabkan oleh kodein (Radnay
dkk,
1980).
Meperidin
tidak
menyebabkan miosis tetapi cenderung
menyebabkan midriasis, menunjukkan
kerja sedang yang mirip dengan atropin.
Mulut kering dan peningkatan denyut
jantung adalah fakta selanjutnya efek
yang mirip atropin pada meperidin.
Gejala neurologis yang sementara telah
ditunjukkan setelah pemberian meperidin
intratekal untuk anesthesia pembedahan
(Lewis dan Perrino, 2002). 1
Fentanil
188
189
190
191
192
193
Kodein
Kodein adalah hasil dari susbtitusi ggus
metil dengan ggus hidroksil pada karbon
nomor 3 morfin.1,6 Adanya gugus metil ini
membatasi metabolisme hepar yang
pertama (first-pass metabolism) dan
perhitungan untuk efektivitas kodein
ketika diberikan secara oral. Waktu paruh
eliminasi pada kodein setelah pemberian
oral atau IV adalah 3,0 sampai 3,5 jam.
Sekitar 10% kodein yang diberikan
mengalami demetilasi di hepar menjadi
morfin, yang bertanggung jawab untuk
efek analgesia pada kodein. Beberapa
sisanya dimetilasi menjadi norkodein yang
tidak aktif, yang dikonjgasi atau
diekskresi dalam keadaan tidak diubah di
ginjal. 1
Kodein merupakan obat antitusif yang
efektif pada dosis oral 15 mg. Analgesia
maksimal, sama dengan yang dihasilkan
oleh 650 mg aspirin, terjadi dengan 60 mg
kodein. Jika diberikan secara IV, 120 mg
kodein sama dengan efek analgesik 10 mg
morfin. Paling sering, kodein diberikan
pada pengobatan sebagai antitusif atau
dikombinasikan dengan analgesik non
opioid untuk pengobatan nyeri ringan
sampai sedang. Kerentanan terhadap
depresi
pernapasan
pada
kodein
tampaknya jarang dibandingkan pada
morfin dan jarang terjadi setelah
penggunaan analgesik oral. Kodein
menimbulkan sedasi yang minimal, mual,
muntah dan konstipasi. Dizziness dapat
terjadi pada pasien rawat jalan. Pada dosis
tinggi, kodein tidak menimbulkan apneu.
Pemberian
kodein
IV
tidak
direkomendasikan,
karena
terdapat
194
INFLAMASI
NON
195
Berat molekul
Waktu paruh eliminasi (jam)
Volume distribusi (L)
Ikatan protein (%)
Celecoxib
Valdocoxib
381,38
12
400
98
314,36
811
86
98
Kegunaan klinis
Dosis
Celecoxib
Osteoartritis
Artritis reumatoid
Poliposis adenoma familial
Nyeri akut dan dismenore
primer
Dismenore primer
Nyeri akut
Nyeri akut
Osteoartritis
Artritis reumatoid
Dismenore primer
Parecoxib
Valdecoxib
Inhibitor
COX-2
berguna
dalam
manajemen pasien yang mengalami nyeri
yang disebabkan oleh osteoartritis, artritis
reumatoid, gout akut, dan dismenore.
Mayoritas efek samping NSAID terjadi
pada pasien yang mendapat obat ini
pembedahan
ortopedi
mayor
dan
artroskopi responsif terhadap inhibitor
COX-2 dan tidak adanya efek antiplatelet
membuat obat ini dapat terus diberikan
selama periode pasca operatif. Efikasi
inhibitor COX-2 untuk nyeri dental sudah
terbukti. 1
Pemberian NSAID adalah salah satu
teknik analgesik non-opioid yang paling
196
197
198
Peningkatan
konsentrasi
plasma
transaminase hepar dapat menyertai
1
pemberian
terapi
NSAID.
Hipersensitivitas terhadap sulfonamid
adalah kontraindikasi pemberian celecoxib
dan valdecoxib. Inhibitor COX-2 tidak
boleh diberikan pada penderita dengan
riwayat asma, urtikaria, atau reaksi alergi
pada aspirin. 1
NSAID dapat memicu bronkokonstriksi
pada pasien asmatik yang rentan dengan
menghambat konversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin yang dimediasi
COX, terutama prostaglandin E2 yang
merupakan substansi anti inflamasi yang
kuat. 1
Riwayat
eksaserbasi
asma
karena
pemberian
aspirin
adalah
alasan
menghindari NSAID yang menghambat
COX-1 dan COX-2. Walau demikian,
inhibitor COX-2 rofecoxib mungkin aman
diberikan pada pasien yang sensitif
terhadap aspirin. Natrium salisilat,
salisilamid, dan dekstropropoksifen tidak
menghambat enzim COX dan dapat aman
diberikan pada pasien yang sensitif
terhadap aspirin. 1
Meningitis akibat obat telah diamati
mengikuti pemberian NSAID (terutama
ibuprofen). 1 NSAID dapat mengganggu
penyembuhan tulang sehingga obat ini
tidak direkomendasikan untuk pasien yang
menjalani pembedahan fusi spinal. 1
Interaksi obat yang paling sering adalah
antara antikoagulan oral dan NSAID, yang
menyebabkan
meningkatnya
risiko
perdarahan gastrointestinal. Pemberian
199
200
yang
diduga
berperan
dalam
1
hepatotoksisitas.
Secara genetik keterbatasan tetap pada
metabolisme
fenasetin
menjadi
asetaminofen menyebabkan pembentukan
metabolit lain yang memiliki potensi
untuk memproduksi methemoglobinemia
dan hemolisis. Sebagai contoh, fenasetin
dapat menyebabkan methemoglobinemia
dan anemia hemolitik pada pasien dengan
defisiensi genetik berupa defisiensi
glukosa-6-fosfat
dalam
eritrosit.
Hemolisis
dan
jaundice
yang
mengikutinya
berasosiasi
dengan
pemberian obat ini pada pasien dengan
defisiensi genetik enzim ini dalam eritrosit
diduga
karena
metabolit
yang
mengoksidasi glutation dan komponen
membran eritrosit, mengarah pada
perpendekan masa hidup eritrosit.1
Diflunisal
Diflunisal adalah derivat asam salisilat
berfluorin yang berbeda secara kimia dari
salisilat tetapi memiliki efek analgesik,
antipiretik, dan anti-inflamasi. Efek
samping tersering diflunisal adalah
nausea,
muntah,
dan
iritasi
gastrointestinal. Efek diflunisal pada
Indometasin
Indometasin
adalah
derivat
indol
termetilasi dengan efek analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi yang
sebanding dengan salisilat. Obat ini adalah
salah satu inhibitor enzim COX terkuat
yang diketahui. 1
Efek
samping
berat
membatasi
penggunaan
obat
ini.
Gangguan
gastrointestinal dan sakit kepala frontal
berat
sering
terjadi.
Indometasin
menghambat agregasi platelet. Reaksi
alergi dapat terjadi. Tes fungsi hepar dapat
menjadi abnormal, dan pasien dengan
penyakit ginjal sebelumnya dapat
mengalami
eksaserbasi.Neutropenia,
trombositopenia, dan anemia aplastik
jarang terjadi. 1
Sulindac
Sulindac adalah analog substitusi untuk
indometasin dan memiliki efek analgesik,
antipiretik, dan anti-inflamasi yang
Tolmetin
Tolmetin
adalah
obat
analgesik,
antipiretik, dan anti-inflamasi yang seperti
salisilat, menyebabkan iritasi lambug dan
202
203
204
205