Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi
tidak saja di Indonesia tetapi juga di seluruh Dunia. Ada beberapa jenis
bakteri dan jamur patogen yang mampu berproduksi untuk menginfeksi
manusia terutama Candida albicans L. Jamur ini merupakan merupakan flora
normal yang sering dijumpai pada rongga mulut, saluran pencernaan dan
vagina. Jamur Candida albicans L merupakan jamur yang menginfeksi mulut
yang menyebabkan sariawan yang disebut juga stomatis diftosa.
Sariawan merupakan salah satu kelainan yang terjadi pada selaput lendir
di dalam mulut. Kelainan tersebut berupa luka yang berbentuk bercak
berwarna putih kekuningan dengan permukaan cenderung cekung. Biasanya
terjadi di dalam mukosa mulut biasanya melibatkan pipi, gusi, lidah, bibir,
kerongkongan, dan bagian atas atau bawah mulut. Sariawan umumnya
ditandai dengan kondisi yang nyeri, terkait dengan eritematosa (kemerahan),
pembengkakan, terkadang pendarahan pada daerah yang terkena, biasanya
menyebabkan penderita sulit untuk menelan makan dan bila sudah parah
menyebabkan demam. Gangguan sariawan dapat menyerang siapa saja
termasuk bayi yang masih berusia 6-24 bulan. Jamur penyebab sariawan yang
disebabkan bakteri sangat mudah masuk melalui makanan dan minuman yang
biasa dikonsumsi.

Penyakit infeksi termasuk Candida albicans L, dapat diberikan antiseptik


dan antibiotik dalam dosis dan jenis yang tepat diperlukan untuk menangani
berbagai kasus yang terjadi. Peningkatan jumlah resisten yang berujung
kegagalan terapi masih menjadi masalah yang terus timbul dalam pengobatan
infeksi bakteri dan obat-obatan antifungi yang terbukti berhasil dalam
mencegah dan mengobati infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida
albicans L.
Solusi untuk mengatasi permasalahan di atas salah satunya dengan
tanaman obat. Tanaman obat sudah dikenal sejak zaman dahulu dalam
pengobatan tradisional. Namun, penggunaanya sebagai bahan baku belum
dimanfaatkan secara maksimal. Kebanyakan masyarakat masih menggunakan
bahan kimiawi yang memiliki efek samping berbahaya.
Bahan yang bersifat anti jamur bisa diperoleh dari bahan-bahan alam salah
satunya tanaman bunga belimbing wuluh. Tanaman ini dapat tumbuh liar atau
dibudidayakan

sehingga

masyarakat

mudah

mengkonsumsi

tanaman

belimbing wuluh. Tanaman bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)


merupakan salah satu tanaman yang yang digunakan sebagai obat tradisional.
Tanaman belimbing wuluh telah lama dikenal bahwa buahnya sebagai obat
gondongan, rematik dan hipertensi, sedangkan pada bunganya biasanya
digunakan sebagai obat batuk dan sariawan. Bunga belimbing wuluh
mengandung golongan senyawa seperti saponin, flavonoid dan polifenol.

Berdasarkan penampilan diatas maka penulis ingin melakukan penelitian


mengenai Uji Aktivitas Antifungi Ekstrak Bunga Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbii L.) dan Formulasinya Dalam Sediaan Sirup.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ekstrak bunga belimbing wuluh mampu menghambat pertumbuhan
jamur Candida albicans L?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak pada bunga belimbing wuluh yang paling
efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans L?
1.3 Batasan Masalah
1. Bunga belimbing wuluh (Averrhoa belimbi L.) dari Desa Margapadang
Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal.
2 Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstrak maserasi.
3 Uji aktivitas antifungi dengan metode sumuran.
4 Kadar ekstrak yang digunakan adalah 15%, 30%, dan 45%.
1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah ekstrak bunga belimbing wuluh mampu
menghamabat pertumbuhan jamur Candida albicans L.
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak bunga belimbing wuluh yang paling
efektif menghambat pertumbuhan Jamur Candida albicans L.

1.5 Manfaat
1. Memberikan pengetahuan tentang manfaat bunga belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) sebagai anti fungi dan formulasinya dalam sediaan sirup.
2. Memberi informasi pada pembaca tentang manfaat dan pengolahan bunga
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Tanaman bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)

Gambar 1. Bunga belimbing wuluh


1. Klasifikasi Tumbuhan
Klasifikasi tumbuhan belimbing wuluh sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Geraniales

Suku

: Oxalidaceae

Marga

: Averrhoa

Spesies

: Averrhoa bilimbi L. (Heyne, 1987: 2)

2. Nama lain
Belimbing Asam (Indonesia), Belimbing Wuluh (Jawa), Calincing
(Sunda), Bhalimbing bulu (Madura), Blimbing bulu (Bali), Limbi (Bima),
Bainang (Ujungpandang),Ttakurela (Ambon) dan Celane (Bugle).
(Kanisius 1992: 17).
3. Morfologi

Pohon belimbing bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-10 m.


Batang utamanya pendek, berbenjol - benjol, cabangnya rendah dan
sedikit. Batangnya bergelombang atau tidak rata (Masripah, 2009: 2).
Perbungaan berupa malai, bunganya kecil, berkelompok, keluar
langsung pada batang dan cabang-cabangnya dengan tangkai bunga
berambut, menggantung, panjang 5-20 cm, mahkota bunga biasanya
berjumlah 5, panjang kelopak bunga 5-7 mm, helaian mahkota bunga
berbentuk elips, panjang 13-20 mm, berwarna ungu gelap dan bagian
pangkalnya ungu muda, benang sari semuanya subur (Masripah, 2009:
Mario, 2011: 3).
Bentuk daunnya majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak
daun. Anak daun bertangkai pendek, berbentuk bulat telur sampai jorong,
ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebarnya 1-3
cm, berwarna hijau dan permukaan bawah warna hijau muda (Dalimartha,
2008: 2).
Buah belimbing wuluh berbentuk elips hingga seperti torpedo dengan
panjang 4-10 cm. Warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak
bunga menempel di ujungnya. Jika masak buahnya berwarna kuning pucat.
Daging buahnya berair dan sangat asam. Kulit buah berkilap dan tipis.
Bijinya kecil (6 mm) berbentuk pipih dan berwarna coklat, serta tertutup
lendir (Mario, 2011: 2).
4. Kandungan tanaman belimbing wuluh

Kandungan kimia pada tanaman belimbing wuluh kalium oksalat,


vitamin C, beta karoten, niasin, riboflavin dan tiamina (komponen vitamin
b kompleks. Sementara kandungan aktif tanaman belimbing wuluh yang
ada kaitannya dengan pengobatan penyakit kulit adalah asam askorbat,
riboflavin, tiamin (terkandung dalam daun dan buah), beta karoten
(terkandung dalam buah) niasin (tekandung dalam daun) (Djoko santoso,
1992 : 61) Bunga belimbing wuluh mengandung golongan senyawa kimia
yang bersifat antibakteri seperi saponin, flavonoid dan polifenol
(Ardananurdin, 2004: 3).
5. Manfaat tanaman belimbing wuluh

Bunga belimbing wuluh dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk


mengobati batuk, dan sariawan. Buahnya digunakan sebagai obat kompres
pada sakit gondongan dan rematik. Buahnya digunakan sebagai sakit gigi,
diabetes, tekanan darah tinggi, jerawat dan gusi berdarah (Kanisus, 1992:
18).
2.1.2 Simplisia
1. Pengertian simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang dikeringkan (Dirjen POM, 1999: 7).
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang telah dikeringkan (MMI, 1995: 57).

2. Macam-macam simplisia
Simplisia dapat digolongkan dalam tiga kategori (gunawan dan
mulyani, 2004: 9).
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman ialah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara
tertentu dipisahkan dari tanamanya dan belum berupa zat kimia murni.
Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya
dengan cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari tanamanya.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau zatzat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni. Contohnya minyak ikan (oleum iecoris asselli), madu (mel
depurantum).
3. Simplisia pelikan (mineral)
Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan
(mineral) yang belum diolah dengan cara sederhana dan belum berupa
zat kimia murni. Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga.

2.1.3

Ekstraksi

1. Pengertian ekstraksi

Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau


fisika suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan yaitu tanaman
obat. Metode ekstraksi menggunakan pelarut dibedakan menjadi 2 cara
yaitu cara panas dan cara dingin. Cara dingin dibagi menjadi 2 yaitu
maserasi dan perkolasi sedangkan cara panas dibagi menjadi 4 yaitu
reflux, digesti, soxhletasi, infus atau dekok. (Depkes RI 2000: 7).
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman
dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium pengekstraksi
(menstrum) yang tertentu pula (Agoes, 2007: 7).
2. Maserasi
Maserasi adalah pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruang (kamar) (Depkes RI, 2000). Maserasi dari bahasa latin
adalah macerase berarti mengairi dan melunakkan. Maserasi merupakan
cara yang paling sederhana. Dasar dari maserasi adalah melarutnya bahan
kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat
penghalusan. Ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh.
Setelah selesai waktu maserasi artinya keseimbangan antara bahan yang
diekstraksi pada bagian ke dalam sel dengan yang masuk ke dalam cairan,
telah tercapai maka proses difusi segera berakhir (Voight, 1994: 566).
Selama maserasi atau proses perendaman dilakukan pengocokan
berulang-ulang, upaya pengocokan ini dapat menjamin keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraksi yang lebih cepat di dalam cairan. Sedangkan

10

keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan


aktif. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya
ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan
pengekstraksi akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1994:
564).
Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan
luar sel telah tercapai. Dengan pengocokan dijamin keseimbangan
konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. keadaan diam selama
maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Voight, 1995:
567).
Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti
dilakukan pengdukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti
dilakukan penyaringan maserasi pertama dan seterusnya (Depkes RI,
2000: 7).

2.1.4 Sirup
1. Pengertian sirup

11

Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa,


C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0% (DepKes RI,
1979: 31).
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa.
Kadar sakarosa adalah tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,9%
kecuali dinyatakan lain (Anief, 2010: 174).
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula
dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat (Ansel, 1989:
326).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan sirup (DepKes
RI, 1979: 31) adalah:
1. Kelarutan zat aktif
2. Kestabilan zat aktif dalam larutan
3. Dosis takaran
2. Komponen dalam sirup
a. Pemanis
Pemanis berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Dilihat dari
kalori yang dihasilkan dibagi menjadi pemanis berkalori tinggi dan
pemanis berkalori rendah. Adapun pemanis berkalori tinggi misalnya
sorbitol, sakarin dan sukrosa sedangkan yang berkalori rendah seperti
laktosa (Aulton, 1988: 38).
b. Pengawet
Pengawet yang digunakan harus nontoxic, tidak berbau, stabil dan
dapat bercampur dengan komponen formula yang lain yang digunakan
selama pengawet ini bekerja dalam melawan mikroba potensial

12

spektrum luas dan hal ini bukanlah hal yang sederhana (Aulton, 1988:
486).
c. Perasa dan Pengaroma
Untuk menutupi rasa yang tidak enak dan agar obat diterima oleh
pasien

(terutama

anak-anak)

dalam

pemilihan

pewangi

harus

dipertimbangkan untuk siapa obat diberikan dan berapa usia yang


mengkonsumsinya. anak-anak lebih menyukai rasa buah-buahan dan
orang dewasa lebih menyukai rasa asam (Aulton, 1988: 36).
d. Pewarna
Zat warna ditambahkan kedlam sediaan oral cair untuk menutupi
penampilan yang tidak menarik atau untuk meningkatkan permintaan
pasien. Zat warna yang ditambahkan harus sesuai dengan flavor sediaan
tersebut (Aulton, 1988: 35-36).
e. Anti caplocing agent
Untuk mencegah kristalisasi gula di dalam botol maka umumnya
digunakan

alkoholpolyhydric

seperti

sorbitol,

gliserol

atau

propylenglikol (Aulton, 1988: 267).


3.Keuntungan dan kerugian sirup
Menurut pharmaceutics, the science of dosage form design, Aulton :
254-255, keuntungan bentuk sediaan sirup:
a. Keuntungan
1) Lebih mudah ditelan dibandingkan bentuk sediaan padat sehingga
dapat digunakan untuk bayi, anak-anak dan usia lanjut.

13

2) Segera diabsorbsi karena sudah dalam bentuk larutan (tidak


mengalami proses disintegrasi dan pelarut.
3) Obat secara homogen terdistribusi keseluruh sediaan.
4) Mengurangi resiko iritasi pada lambung oleh zat-zat iritan (contoh:
aspirin, KCL) karena larutan akan segera diencerkan oleh isi
lambung.
b. Kerugian
1) Larutan bersifat voluminolis, sehingga kurang menyenangkan untuk
diangkat dan disimpan. Apabila kemasan rusak, keseluruhan sediaan
tidak dapat digunakan.
2) Stabilitas dalam bentuk larutan biasanya kurang baik dibandingkan
bentuk sediaan tablet atau kapsul, terutama jika bahan mudah
terhidrolisis.
3) Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan bakteri karena
itu memerlukan penambahan pengawet.
4) Ketetapan dosis tergantung pada kemampuan pasien untuk menakar.
Sebagian besar sirup mengandung komponen-komponen seperti gula
(biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi
rasa yang manis dan kental), pengawet anti mikroba, essen dan
pewarna (Ansel, 2008: 328).
4. Uraian bahan
Pemerian bahan pembuatan sirup adalah sebagai berikut:
a. Bunga belimbing wuluh
Bunga belimbung wuluh berbentuk ekstrak kental, berwarna agak
kemerahan, bau khas bunga belimbing wuluh dan rasanya agak asam
atau pahit.
b. Gliserin

14

Gliserin merupkan cairan seperti sirup, jernih tidak berwarna, tidak


berbau, manis, diikuti rasa hangat, dapat dicampur dengan air dan
dengan etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam klorofrom P dalam
eter dan dalam minyak lemak. (DepKes RI, 1979: 271).
c. Sorbitol
Sorbitol merupakan merupakan cairan kental, tidak berwarna, tidak
berbau, manis. Mengandung tidak kurang dari 91,0% dan sangat mudah
larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, dalam metanol P, dan
dalam asetat P.( DepKes RI, 1979: 567).
d. Propylenglikol
Propylenglikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau dan rasa agak manis, bigroskopis.
e. Aquades
Aquades atau air suling dibuat dengan menyuling air yang
diminum, berupa cairan, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempuyai
rasa, disimpan dalam wadah tertutup baik (DepKes RI, 1979: 96).
5. Evaluasi sediaan
Pengujian fisik yang dapat dilakukan dalam sediaan sirup adalah:
a. Pemeriksaan organoleptis
Bertujuan untuk mengetahui bentuk, bau, warna dan rasa sediaan
sirup.
b. Penentuan PH
Ukuran pH adalah suatu bilangan yang menyatakan keasaman
atau kebasaan zat yang larut dalam air (DepKes RI, 1979: 756).
c. Uji kejernihan

15

Bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan yang telah dibuat


terdapat partikel atau endapan dan mengetahui apakah sediaan larut
sempurna.
d. Penentuan bobot jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat yang terkandung air
volume sama yang ditimbang di udara pada suhu yang sama
(Anonim 1979 : 767). Melakukan perhitungan dengan rumus :
p

air =

w 1wo
Vair

p
sirup =
keterangan :

: Bobot jenis (g/ml)

Wo

: Bobot piknometer kosong

W1

: Bobot piknometer yang berisi air

W2

: Bobot piknometer berisi zat uji

V air

: volume air (ml)

V sirup

: volume sirup (ml)

e. Penentuan viskositas
Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk
mengalir. Untuk lebih mudah viskositas dapat dianggap sebagai sifat
yang relatif dengan air sebagai bahan rujukan dan semua viskositas
dalam istilah viskositas air murni pada suhu 20oC. Viskositas air
dianggap satu contipoise ( sebenarnya 1,0087 centipolse) viskositas
dapat berubah-ubah tergantung pada temperature, umumnya

16

viskositas cairan berkurang dengan meningkatnya temperatur.


(Ansel, 2008: 551)
air
air x Tair
=
sirup
sirup x T sirup
Keterangan :
air

: Kekentalan air (0,89 cps)

sirup

: Kekentalan sirup

t1

waktu alir air dalam detik

t2

waktu alir sirup dalam detik

: bobot per ml air dalam

: bobot per ml sirup dalam

g
ml
g
ml

( Martin, 1993: 1077 -1103)


2.1.5 Anti fungi
Anti fungi adalah suatu bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme mikroorganisme. Pemakaian bahan mikroba merupakan suatu
usaha untuk mengendalikan bakteri maupun jamur. Jamur yaitu segala
kegiatan yang dapat menghambat, membasmi, atau menyingkirkan
mikroorganisme. Tujuan utama pengendalian mikroorganisme untuk
mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme
pada inang yang terinfeksi , mencegah pembusukan dan perusakan
mikroorganisme. Ada bebrapa hal yang harus dipenuhi oleh suatu bahan

17

mikroba, seperti mampu mematikan mikroorganisme, mudah larut, bersifat


stabil, tidak bersifat racun bagi manusia dan hewan tidak bergabung dengan
bahan organik, efektif pada suhu kamar dan suhu tubuh, tidak berwarna,
berkemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, murah dan mudah
didapat (Pelcar dan Chan, 1988: 157).
Mekanisme anti jamur dapat dikelompokan sebagai gangguan pada
membran sel, gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur.
Jamur ini adalah komponen sterol yang sangat penting sangat mudah
diserang oleh antibotik turunan polielin. Kompleks polielin yang terjadi
dapat membentuk suatu pori tersebut konstituen essensial sel jamur seperti
ion K, fosfat bocor keluar hingga menyebabkan kemtian sel jamur.
Penghambatan biosintsis ergosterol dalam sel jamur, mekanisme ini
merupakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan imidazol
karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur
dengan cara mengubah permeabilitas membran dan mengubah fungsi
membran dalam proses pengangkutan senyawa-senyawa essensial yang
dapat menyebabkan ketidaksinambungan metabolik sehingga menimbulkan
kematian sel jamur (Sholichah, 2010: 53).
Ketokonazol merupakan salah satu agen antifungi yang sering
digunakan dalam pengobatan kandidiasis. Cara kerja dari ketokonazol
meliputi beberapa mekanisme, tetapi yang paling utama adalah sintesis
ergosterol. Ketokonazol dalam pengobatan kandidiasis digunakan dalam
sediaan oral karena absorsinya cukup baik. Selain itu juga digunakan secra

18

topikal. Ketokonazol merupakan obat anti fungi yang efektif untuk Candida
albicans. walaupun begitu pemakaian ketokonazol pada penderita hepar
tidak dianjurkan karena bersifat hepatotoksik (Maenza JL, 1997: 24).
2.1.6 Jamur Candida albicans
Jamur adalah tubuh buah, atau basidiokarp yang mengandung
basidia bersama basidiosporanya (Pelczar, Minchael J, 1986: 205).
Kandidiasis yaitu penyakit pada selaput lendir, mulut, vagina, dan saluran
pencernaan.

Infeksi

yang

lebih

gawat

dapat

menyerang

jantung

(endokarditis), darah (septisemia) dan otak (meningitis) (Pelczar, Minchael


J, 1986: 205-206 ).

1. Klasifikasi ilmiah Candida albicans sebagai berikut :


Kerajaan
Filum

: Fungi
: Ascomycota

Upafilum

: Saccharomycotyna

Kelas

: Saccharomycetes

Ordo

: Saccharomyceteles

Family

: Saccharomycetacea

Genus

: Candida

Spesies

: Candida albicans L. (Septiani, 2012: 2)

2. Morfologi

19

Candida albicans L merupakan jamur diformik karena kemampuanya


untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas
yang akan berkembang menjadi blastopora dan menghasilkan kecambah
yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada
faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk
bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 x3-6 hingga 2-5,5
x 5-28 ( Tauryska, 2011: 2).
Candida albicans L memperbanyak diri dengan membentuk tunas
yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu dengan
banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar
septum. Pada beberapa strain, blastospora berukuran besar, berbentuk
bulat atau seperti botol, dalam jumlah sedikit. Sel ini dapat berkembang
menjadi klamidospora yang berdinding tebal dan bergaris tengah sekitar
8-12 (Jawetz, et al., 1992: 381).
Candida albicans L dapat tumbuh pada variasai pH yang luas, tetapi
pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat
tumbuh dalam perbenihan pada suhu 28oC -37oC. Candida albicans L
membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon dan sumber
energi untuk pertumbuhan dan proses metabolismenya. Unsur karbon ini
dapat diperoleh dari karbohidrat. Jamur ini merupakan organisme aerob
maupun anaerob. Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans L
dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia
dalam larutan dapat dimanfaatkan untuk melakukan metabolisme sel

20

dengan cara mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam suasana
aerob (Jawetz, et al., 1992: 382).
3. Patogenitas
Bagian tubuh yang sering terinfeksi Candida albicans L pada
manusia ditemukan rongga mulut, saluran pencernaan, dan vagina.
Kandidiasis merupakan infeksi karena jamur. Candida albicans L dapat
membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam
tubuh, bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan
sifat jamur yaitu sebagian saproba tanpa menyebabkan kelainan atau
sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan
(Jawets et al,. 2005: 4).

4. Gambaran klinik
Faktor-faktor predisposisi utama infeksi Candida abicans diabetes
mellitus, imunodefidiensi, kateter intra vena atau kateter air kemih yang
terpasang terus-menerus, penyalahgunaan narkotika intravena, pemberian
antimikroba (yang mengubah flora bakteri normal), dan kortikosteroid.
a. Mulut
Infeksi mulut (sariawan), terutama pada bayi, terjadi pada selaput
mukosa pipi dan tampak sebagai bercak-bercak putih yang sebagian
besar terdiri atas pseudomi selium dan epitel yang berkelupas, dan
terdapat erosi yang minimal pada selaput. Pertumbuhan Candida di
dalam mulut akan lebih subur bila disertai kortikosteroid antibiotika,
kadar glukosa tinggi, dan imunodefisiensi (Jawets et al., 2005: 30).

21

b. Sariawan atau kandidiasis pseudomembranosa


Rongga mulut merupakan habitat sejumlah besar spesies
mikroorganisme yang hidup berdampingan satu sama lain sebagai
mikroba normal. Ada lebih dari 20 spesies Candida, yang paling umum
jamur mulut oportunistik yang terjadi pada individu yang sehat adalah
Candida albicans L sebenarnya merupakan flora normal yang dapat
ditemukan dalam rongga mulut yang sehat pada konsentrasi rendah
(Adwan et al., 2012: 14).
Sariawan atau kandidiasis pseudomembranosa (Thrush) adalah
infeksi oportunistik yang disebabkan oleh pertumbuhan jamur
permukaan, Candida albicans L yang berlebihan. Biasanya ditemukan
pada mukosa rongga mulut, lidah, dan palatum lunak (Mumpuni &
Pratiwi, 2013: 45). Sariawan atau stomatis adalah radang pada rongga
mulut (bibir dan lidah) yang disebabkan oleh jamur Candida albicans L
/ moniliasis dan hygiene (Kristiyanasari, 2010: 106). Oral trush adalah
lapisan atau bercak-bercak putih kekuningan yang timbul dilidah yang
dikelilingi oleh daerah kemerahan (Rukiyah dan Yulianti, 2010: 136).
Menurut (rukiyah dan yulianti, 2010 :136) ada beberapa jenis yang
menyerang anak-anak antara lain:
1)Stomatis apthtosa, yaitu sariawan yang terjadi akibat tergigit atau luka
akibat benturan dengan benda agak keras misalnya sikat gigi. Bila
kuman masuk daya tahan tubuh anak sedang turun, maka terjadi
infeksi, sehingga menimbulkan peradangan dan menyebabkan nyeri.
2) Oral trush /monoliasia, sariawan yang disebabkna jamur Candida
albicans L biasanya bnyak dijumpai di lidah. Pada keadaan normal,
jamur memang terdapat pada mulut. Namun, saat daya tahan tubuh

22

menurun ditambah penggunaan obat yang berlangsung lama atau


melebihi jangka waktu pemakaiaan, jamur Candida albicans L akan
tumbuh lagi.
3) Stomatik herfetik yang disebabkan virus herpes simpleks dan
berkolasi dibagian belakang tenggorokan biasanya langsung terjadi
jika ada virus yang sedang mewabah dan pada saat itu daya tahan
tubuh menurun.

2.1.7 Sterilisasi
Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau
substansi dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan
mikrobiologi dalam usaha mendapatkan keadaan steril, mikroorganisme
dapat dimatikan setempat (in situ) gas-gas seperti formaldehid,
etilenoksida atau betaproilakton oleh bermacam-macam larutan kimia,
oleh sinar lembayung ultra atau sinar gamma. Mikroorganisme juga dapat
disingkirkan secara mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau oleh
filtrasi (Koes iriyanto, Jilid 1, 2006 : 75).
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik
bentuk patogen, nonpatogen, vegetatif, maupun nonvegetatif dari suatu
objek atau material. Hal tersebut dapat dicapai dengan panas, penyaringan,
bahan kimia, atau dengan cara lain hingga tidak ada organisme hidup yang
tertinggal (Stefanus lukas, 2006: 103).
Sterilisasi panas kering (Oven) proses sterilisasi panas kering terjadi
melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh
permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke bagian dalam

23

permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Sterilisasi


panas kering biasanya digunakan untuk alat-alat atau bahan dengan uap
tidak dapat penetrasi secara mudah atau untuk peralatan yang terbuat dari
kaca. Pada sterilisasi panas kering, pembunuhan mikroorganisme terjadi
melalui mekanisme oksidasi sampai-sampai terjadinya koagulasi protein
sel. Karena panas kering kurang efektif dalam membunuh mikroba dari
autoklaf, maka sterilisasi memerlukan temperatur yang lebih tinggi dan
waktu yang lebih panjang. Sterilisasi panas kering biasa ditetapkan pada
temperatur minimum 160oC dengan waktu 1 jam untuk alat logam dan alat
gelas. Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawasenyawa yang tidak efektif disterilkan dalam autoklaf (Stefanus lukas,
2006: 113).
Tujuan utama sterilisasi adalah mematikan, menyingkirkan, dan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah:
1. untuk mencegah inflansi pada manusia, hewan, dan tumbuhan.
2. untuk mencegah makanan dan lain-lain menjadi rusak.
3. untuk mencegah gangguan kontaminasi bahan-bahan yang dipakai.
4. untuk mencegah gangguan kontaminasi mikroorganisme.
2.1.8 Media biakan bakteri
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara yang
berguna untuk membiakan mikroba dengan menggunakan bermacammacam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan, pengujian, sifat
fisiologis dan perhitungan jumlah mikroba (Sutedjo et al., 1991: 14).
Pengembangbiakan dalam cawan petri ada beberapa cara biakan murni
sebagai berikut:
1. Metode penggoresan

24

Cara penggoresan dilakukan pada medium pembiakan padat bentuk


lempeng. Bila dilakukan dengan baik cara ini adalah yang paling praktis.
Setiap laboratorium memiliki cara atau pengerjaan yang berbeda-beda,
tetapi tujuannya adalah sama yaitu untuk membuat garis sebanyak
mungkin pada permukaan lempeng medium pembiakan dengan ose atau
jarum.

Sebelum

dilakukan

penanaman

harus

diperhatikan

agar

permukaan lempeng medium pembiakan itu kering. Bila masih terdapat


tetes embun perlu dikeringkan dahulu dengan cara menyadarkan petri
terbalik pada tepi tutupnya (Iriyanto, 2006: 19)
2. Cara tuang
Isolasi bakteri dengan cara tuang ini umumnya dilakukan untuk
menentukan perkisaran jumlah bakteri hidup dalam suatu cairan,
misalnya air, susu kemih. Hasilnya dinyatakan dalam jumlah koloni,
berarti jumlah bakteri hidup dalam tiap mililiter cairan yang diperiksa
(Irianto, 2006: 127).
3. Teknik Dilusi (Pengenceran)
Tujuan dari teknik ini adalah melarutkan atau melepaskan mikroba
dari substratnya ke dalam air, sehingga lebih mudah penanganannya.
Sampel yang telah diambil kemudian disuspensikan dalam aquades
steril. Teknik dilusi sangat penting dalam analisa mikrobiologi. Karena
hampir semua metode penelitian dari penghitungan jumlah sel mikroba
menggunakan teknik ini, seperti: TPC ( Total Plate Counter) (Irianto,
2006: 128).
(Menurut murachman et al., 1995 : 57) macam-macam media sebagai
berikut:

25

1. Media cair (liqida media) yaitu media yang berbentuk cair.


2. Media padat (solid media) yaitu media yang berbentuk padat. media
dapat berupa bahan organik alamiah misalnya media wortel, media
kentang atau anorganik (silika gel).
3. Media padat yang dapat dicairkan (semi solid) yaitu media yang dalam
keadaan panas berbentuk cair sedangkan dalam keadaan dingin
berbentuk padat misalnya yang mengandung agar dan gelatin.
Pengujian aktivitas bahan antimikroba secara invitro dilakukan
melalui dua cara yaitu:
1. Cara dilusi
cara ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum
dan kadar bunuh minimumdari bahan antimikroba. Prinsip dari
metode dilusi menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi
medium cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji.
Selanjutnya masing-masing tabung diisi dengan bahan antimikroba
yang telah diencerkan secara serial, kemudian seri tabung
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam dan diamati terjadinya
kekeruhan konsentrasi terendah bahan antimikroba pada tabung
yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih
(tidak ada pertumbuhan jamur merupakan konsentrasi hambat
minimum). Biakan dari semua tabung yang jernih ditumbuhkan
pada medium agar padat, diinkubasi selama 24 jam, dan diamati
dengan menggunakan jangka sorong. jamur yang tumbuh.
Konsentrasi terendah obat pada biakan pada medium padat yang
ditunjukan dengan tidak adanya pertumbuhan jamur adalah

26

merupakan konsentrasi bunuh minimum bahan antimikroba


terhadap jamur uji (Tortora et al, 2001: 78).
2. Metode difusi cakram
Prinsip dari metode difusi cakram adalah menempatkan kertas
cakram yang sudah mengandung bahan antimikoba tertentu pada
medium lempeng padat yang telah dicampur dengan jamur yang
akan diuji. Medium ini kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 18-24 jam, selanjutnyadiamati adanya zona jernih disekitar
kertas cakram. Daerah jernih yang tampak di sekeliling kertas
cakram menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroba. Jamur
yang sensitif terhadap bahan antimikrobaakan ditandai dengan
adanya daerah hambatan disekitar cakram,sedangkan jamur yang
resisten terlihat tetap tumbuh padatepi kertascakram (Tortora et al,
2008: 79)
Media biakan yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri terdapat
dalam bentuk padat, cair dan semi solid. Media padat diperoleh dengan
menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan
sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme, dan
membeku pada suhu diatas 45oC kandungan agar berbagai bahan pemadat
dalam media adalah 1,5-2% (Lay, 1994: 15).
Media merupakan suatu tempat yang digunakan untuk
pengembangbiakan mikroorganisme. Media dapat dibagi menjadi 3 yaitu
media padat, media semi padat dan media cair. Media harus berisi zat hara
yang penting untuk pertumbuhan mikroorganisme.

27

Medium adalah bahan yang digunakan untuk menumbuhkkan


mikroorganisme di atas atau di dalamnya. Untuk dapat menumbuhkan
mikroorganisme

dengan

sebaik-baiknya.

Pertama-tama

harus

dapat

memahami kebutuhan dasarnya, lalu mencoba memformulasikan meskipun


persyaratan nutrien mikroorganisme amat beragam, namun sebagai mahluk
hidup, mereka mempuyai kebutuhan dasar yang sama yang meliputi air,
karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh (Hadioetomo, 1985: 52).
2.1.9 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas di alam,
sesuai struktur kimianya yang termasuk flavonoid yaitu flavonol, flavon,
flavanon, katekin, antosianidin dan kalkon (Harborne, 1984). Golongan
flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya,
kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzen tersubstitusi)
disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon. Pengelompokan flavonoid
dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus
hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan pada rantai C3
(Robinson, 1995: 75).

2.2 HIPOTESIS

28

1.Ekstrak bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mampu menghambat


pertumbuhan jamur Candida albicans L.
2. Konsentrasi ekstrak bunga belimbing wuluh yang paling efektif
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans L adalah 45 %

BAB III

29

METODE PENELITIAN
3.1 Objek penelitian
Objek yang diteliti karya ilmiah ini adalah uji aktivitas anti fungi ekstrak
bunga belimbing wuluh (Averrhoa belimbi L.) dan formulasinya dalam
sediaan sirup.
3.2 Sampel dan teknik sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah bunga belimbing wuluh (Averrhoa
belimbi L) dari Desa Margapadang Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal, bunga
belimbing wuluh yang diambil adalah ditandai dengan bunga yang sudah
mekar sampelnya adalah ekstrak bunga belimbing wuluh.
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel bebas
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah kosentrasi
ekstrak bunga belimbing wuluh (Averrhoa belimbi L.) 15%, 30% dan 45%.
3.3.2 Variabel terikat
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah pertumbuhan
jamur Candida albicans L.
3.4 Teknik Pengumpulan data
3.4.1 Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan medium dan pembuatan sirup
adalah:
1. Alat

30

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Neraca


analitik, kompor spirtus, kassa asbes, erlenmeyer, beaker glass, gelas
ukur, kertas saring, aluminium foil, termometer, cawan petri, labu ukur,
tabung reaksi, rak, ose steril, autoklaf, corong, cakram dan jangka
sorong. Sedangkan alat yang digunakan dalam evaluasi sediaan adalah
kertas pH, viskositaas dan piknometer.
2.Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian antara lain: bunga belimbing
wuluh, gliserin, sorbitol, propylenglikol, aquades, kentang, dextrosa,
agar, dan jamur Candida albicans.
3.4.2 Cara kerja
1. Pembuatan ekstrak bunga belimbing wuluh
a. Pengumpulan bahan
Sampel bunga belimbing wuluh didapat dari Desa
Margapadang Kecamatan Tarub Kabupaten Tegal. Bunga
belimbing wuluh yang dipilih adalah dalam bentuk segar dan
masih kuncup.
b. Penyiapan simplisia
Tahap pertama yang dilakukan adalah mengambil bunga
belimbing wuluh dalam bentuk segar dan masih kuncup,
dibersihkan dari kotoran menggunakan air bersih yang mengalir
dan ditiriskan. Kemudian dikeringkan dengan cara angin-anginan.
Selanjutnya bunga yang telah kering dihaluskan dengan
menggunakan blender. Serbuk yang diperoleh kemudian diayak
dan ditimbang. Skema penyiapan simplisia dapat dilihat pada
gambar:

31

Membersikan bunga belimbing wuluh menggunakan air bersih


yang mengalir
Mengeringkan dengan diangin-anginkan

c.

Menghaluskan bunga belimbing wuluh yang telah kering


menggunakan blender
Mengayak
dan
menimbang
serbuk yang
diperoleh
Gambar 2. Cara
kerja pembuatan
simplisia
Pembuatan ekstrak maserasi
Proses maserasi dilakukan dengan perbandingan bahan dan pelarut
1 : 7 serbuk bunga belimbing wuluh sebanyak 50 gram kemudian
direndam dengan etanol 70% sebanyak 350 ml dalam bejana
maserator. Campurkan diaduk sampai homogen. Diamkan selama 5
x 24 jam, tiap 1 hari digojok atau diaduk dengan tujuan supaya
cairan masuk ke dalam sel serbuk sampel. Hasil perendaman
ekstrak maserasi disaring dengan kain flanel. Kemudian dipekatkan
menggunakan

metode

penguapan

yang

berfungsi

untuk

mendapatkan ekstrak kental. Proses penguapan ekstrak cair


dilakukan dengan cara diuapkan diatas api sampai diperoleh
ekstrak kental. Skema pembuatan ekstrak maserasi dapat dilihat
pada gambar:
Menimbang serbuk bunga belimbing wuluh sebanyak 100 gram
Memasukkan serbuk bunga belimbing wuluh ke dalam bejana
maserator, kemudian tambahkan 750 ml etanol 70% diaduk
sampai homogen
Mendiamkan selama 5 x 24 jam, setiap hari diaduk
Hasil perendaman ekstrak maserasi disaring dengan kain flanel
Ekstrak cair diuapkan sampai diperoleh ekstrak kental
Gambar 3. Cara kerja pembuatan ekstrak maserasi

32

d. Evaluasi fisik ekstrak


1) Uji bebas etanol
Reaksi uji bebas etanol yaitu dengan menggunakan pereksi
H2SO4 pekat dan asam asetat. Pertama-tama dua tetes ekstrak
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian menambahakan
2 tetes H2SO4 dan asam asetat, dipanaskan. Mengamati bau
etanol. Skema uji bebas etanol dapat dilihat pada gambar:

Memasukkan 2 tetes ektrak ke dalam tabung reaksi


Menambahkan H2SO4 dan asam asetat kemudian panaskan
mengamati perubahan bau mengandung etanol atau tidak
Gambar 4. Uji bebas etanol
2). Uji organoleptis ekstak bunga belimbing wuluh
Uji organoleptis meliputi bentuk, warna, bau dari hasil
maserasi ekstrak bunga belimbing wuluh.
e. Cara kerja kandungan kimia bunga belimbing wuluh
1) Uji kandungan flavonoid
Menyiapkan tabung reksi untuk uji kandungan flavonoid
dengan meneteskan 3 tetes ekstrak bunga belimbing wuluh
tambahkan 5 ml air kemudian dipanaskan dalam penangas
kemudian disaring ambil 1 ml filtrat. Kemudian tambahkan 2
ml etanol 95% tambahkan 2 ml HCl 2 N dan tambahkan 10
tetes HCl pekat, kemudian amati perubahan warna yang terjadi
jika berwarna merah positif mengandung flavonoid. Skema
kandungan flavonoid Dapat dilihat pada gambar:

3 tetes ekstrak bunga belimbing wuluh tambahkan 5 ml air


Masukkan dalam penangas, kemudian disaring ambil 1 ml
Tambahkan 2 ml etanol 95% ditambahkan 2 ml HCl 2 N

33

Tambahkan 10 tetes HCl pekat (amati)


Amati perubahan warna yang terjadi (merah intensif)
Gambar 5. Uji kandungan flavonoid

2) Uji kandungan saponin.


Menyiapkan tabung reaksi untuk uji kandungan saponin.
Masukkan 3 tetes ekstrak ke dalam tabung reaksi kemudian
tambahkan 5 ml air panas, dinginkan. Setelah dingin kocok
kuat-kuat selama 10 detik. Jika terdapat buih yang tidak hilang
selama beberapa menit maka positif

adanya saponin.

Tambahkan HCl 2 N, amati perubahan yang terjadi.Skema


kandungan flavonoid Dapat dilihat pada gambar:

3 tetes ekstrak bunga belimbing wuluh


Tambahkan 5 ml air panas, kemudian dikocok
Diamkan, kemudian tambahkan HCl 2 N
Kemudian diamati berbuih atau tidak
Gambar 6. Uji kandungan kimia saponin
2. Pembuatan medium

34

Untuk medium pembiakan jamur Candida albicans menggunakkan


media Potato Dextrose Agar (PDA) penelitian menggunakan medium
yaitu medium padat dan medium cair.
a. Pembuatan medium padat
Komposisi:
1) Kentang
: 200 g
2) Dextrosa : 60 g
3) Agar
: 15 g
4) Aquades ad 1000 ml
Dibuat untuk komposisi 500 ml
1) Kentang
2) Dextrosa
3) Agar
4) Aquades

: 200 g / 1000 ml x 200 ml


: 60 g / 1000ml x 200 ml
:15 g/ 1000 ml x 200 ml
ad 200ml

: 40 g
:12 g
:3 g

Pembuatan medium agar dilakukan dengan cara mengupas,


memotong, mencuci dan memotong dengan ukuran dadu. Kemudian
ditimbang masing-masing bahan: timbang 40 g kentang, 12 g dextrosa, dan
3 g agar. Memasukkan kentang dalam aquades. Didihkan sampai
volumenya menjadi setengah dari volume awal. Angat kemudian saring
ekstrak menggunakan kertas saring. Memasukkan kedalam erlenmeyer
kemudian tambahkan 12 g dextrosa, 3g agar dan sisa aquades sampai
volumenya 200 ml. Memanaskan kembali hingga mendidih dan
homogen.kemudian angkat dan mengecek pH sekitar 4,5 -6,5 dengan
kertas pH. Menuangkan pada masing-masing cawan petri. Kemudian
strerilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
Skema pembuatan medium padat dapat dilihat pada gambar:

35

Menyiapkan alat dan bahan


Mengupas kentang, timbang 40 g kentang, kemudian potong ukuran
dadu dan dibersihkan
Masukkan 40 g kentang dalam sebagian aquades, kemudian didihkan
sampai volumenya menjadi setengahnya dan diangkat
Menyaring ekstrak dengan kertas saring dalam erlenmeyer
Tambahkan 30g dextrosa, 7g agar dan sisa aquades
Memanaskan kembali samapi mendidih sambil diaduk dan sampai
homogen dan kemudian diangkat
Mengecek ph sekitar 4,5-6,5 dengan kertas ph
Menyeterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit

Gambar 7. Cara kerja pembuatan medium padat


b. Pembuatan medium cair
Komposisi:
1) Kentang
: 200 g
2) Dextrosa
: 60 g
3) Aquades
ad 1000 ml
Dibuat untuk komposisi 300 ml
1) Kentang
2) Dextrosa

: 200 g / 1000 ml x 300 ml


: 60 g / 1000ml x 300 ml

: 60 g
:18 g

36

Pembuatan medium agar dilakukan dengan cara mengupas,


memotong, mencuci dan memotong dengan ukuran dadu. Kemudian
ditimbang masing-masing bahan: timbang 60 g kentang, 18 g
dextrosa. Memasukkan kentang dalam aquades. Didihkan sampai
volumenya menjadi setengah. Angat kemudian saring ekstrak
menggunakan kertas saring. Memasukkan ke dalam erlenmeyer
kemudian tambahkan 12 g dextrosa, dan sisa aquades sampai
volumenya 300 ml. Memanaskan kembali hingga mendidih dan
homogen.kemudian angkat dan mengecek pH sekitar 4,5 - 6,5.
Menuangkan pada masing-masing cawan petri. Kemudian strerilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Skema
pembuatan medium cair dapat dilihat pada gambar:
Mengupas kentang, timbang 60 g kentang, kemudian potong
ukuran dadu dan dibersihkan
Masukkan 60 g kentang dalam sebagian aquades, kemudian
didihkan sampai volumenya menjadi setengahnya dan diangkat
Menyaring ekstrak dengan kertas saring dalam erlenmeyer
Tambahkan 30g dextrosa sisa aquades
Memanaskan kembali samapi mendidih sambil diaduk dan sampai
homogen dan kemudian diangkat
Mengecek ph sekitar 4,5-6,5 dengan kertas ph
Menyeterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
Gambar 8. Pembuatan medium cair

37

3. Pembiakan jamur Candida albicans


a. Cara kerja Pembuatan biakan jamur Candida albicans L
Menyiapkan tabung reaksi untuk biakan jamur. Mengambil dan
memasukkan 2 ose jamur Candida albicans L pada tabung reaksi yang
telah berisi media cair, kemudian tutup rapat tabung reaksi
menggunakan aluminium foil. Inkubasi pada suhu 37 oC selama 48
jam. Skema pembiakan jamur dapat dilihat pada gambar:
Mengambil 2 ose jamur Candida albicans, dimasukkan dalam media
Menginkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam
Gambar 9. Pembiakan jamur Candida albicans L
b. Pengujian anti jamur
Pengujian daya hambat jamur dilakukan dengan menggunakan
metode difusi cetak lubang (metode sumuran) yaitu dengan cara
mencelupkan pengusap kapas lidi steril pada media PDA cair kemudian
mengusapnya secara perlahan pada permukaan media PDA padat di
dalam cawan petri sampai rata, tunggu hingga mengering. Kemudian
cetak sumuran pada media tersebut dengan menggunakan spidol dengan
diameter 0,6 mm.
Pada penelitian ini dibuat 4 sumuran, dimana 1 sumuran untuk
kontrol negatif yaitu dengan aquades, dan tiga sumuran untuk sampel
ekstrak bunga belimbing wuluh dengan kosentrasi 15%, 30%, 45%
pada masing-masing sumuran. Rangkaian cara kerja ini dilakukan pada
ruang inkas dengan lampu spirtus yang menyala serta mengguakan
sarung tangan dan masker, lakukan secara aseptik agar tidak terjadi

38

kontaminasi.proses selanjutnya adalah menginkubassi selama 24 jam


dengan suhu 37OC dalam inkubator selam 24 jam. Kemudian diamati,
dan mengukur daerah luas daya hambat anti jamur pada madia
mengguanakan jangka sorong. Skema pembiakan dapat dilihat pada
gambar:
Menyiapakan media PDA padat dan PDA cair
Memasukkan media PDA padat pada cawan petri
Menginokulasi jamur pada media PDA cair menggunakan kapas
steril dengan cara mengoleskan pada permukaan media PDA padat
pada cawan petri
Membuat 4 lubang sumuran pada media padat (1 untuk kontrol
negatif dan 3 untuk sampel penelitian yaitu ekstrak bunga belimbing
wuluh
Meneteskan ekstrak bunga belimbing wuluh dengan kosentrassi 15%,
30%, 45% dan aquades sebgai kontrol negatif
Memberi tanda pada masing-masing lubang
Menginkubasi dengan suhu 37oC selama 24 jam, mengamati
perubahan yang terjadi dan mangukur daerah daya hambat anti jamur
Gambar 10. Pembiakan kontrol positif dan kontrol negatif

4. Pembuatan sediaan sirup


a. Formula yang akan dibuat dalam sediian sirup dapat dilihat pada tabel
Tabel 1. Formula sediaan sirup
N
O

Nama obat

Jumlah obat

Standar
pemakaia
n

Khasiat

Daftar
pustaka

39

Ektrak bunga
belimbing wuluh

45 %

15-45%

Sebagai
anti fungi

Sorbitol

30%

15%-30%

Gliserin

15%

20%

Anti
caplocking
agent
pemanis

Propylenglikol

10%

15%-30%

pengawet

Aquades

Ad 60 ml

pelarut

Jurnal
kedokteran
sri
wijaya31
Handbook
hal 679
Hanbook
hal 283
Hanbook
hal 596

b. Cara kerja pembuatan sirup


Pembuatan sediaan sirup dengan cara menyetarakan timbanngan dan
mengkalibrasi botol, memasukkan ekstrak bunga belimbing wuluh
dalam mortir dan memasukkan sorbitol dan gliserin aduk sampai
homogen, kemudian masukkan propylenglikol dan memasukkan sisa
aquades kedalam mortir, kemudian masukkan sediaan dalam botol yang
telah dikalibrasi. Skema pembuatan sirup dapat dilihat pada gambar:

Menyiapkan alat dan bahan


Menyatarakan timbangan dan mengkalibrasi botol
Memasukkan ekstrak bunga belimbing wuluh ke dalam mortir

40

Menambahkan sorbitol dan gliserin ad homogen


Menambahkan propylenglikol dan tambahkan sisa aquades ad
homogen
Memasukkan kedalam botol yang telah di kalibrasi
Melakukan uji sediaan
Gambar 11. Cara kerja pembuatan sirup
c. Uji evaluasi sediaan
1) Uji organoleptis
Pengamatan dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau
dan rasa sediaan sirup infusa bunga belimbing wuluh
2) Uji pengukuran pH
Dengan cara meletakkan kertas pH pada sediaan sirup.
Mengamati perubahan warna yang terjadi dengan melihat pada skala
data pH meter, angka menunjukkan asam, basa atau netral.
Mendiamkan sesaat dengan mengamati perubahan warna yang
terjadi sesuai dengan warna pada alat, melihat pH kemudian
mencatat hasilnya. Skema uji organoleptis dapat dilihat pada gambar

Meletakkan kertas ph pada sediaan sirup


Mengamati perubahan warna yang terjadi
Melihat pada skala data pH meter, angka menunjukkan
asam,basa, atau netral.
Mendiamkan sesaat dengan mengamati warna yang timbul sesuai
dengan warna pada alat

41

Catat hasil pengujian pH


Gambar 13. Uji pengukuran pH
3) Uji kejernihan
Dengan cara memasukkan sediaan sirup dalam gelas ukur,
kemudiaan mengamati dengan menggunakan sinar matahari secara
langsung (jernih atau keruh) Skema uji kejernihan dapat dilihat pada
gambar:
Memasukkan sediian sirup dalam gelas ukur

Mengamati
menggunakan
sinar matahari langsung
Gambar
12. Uji kejernihan
4) Uji bobot jenis
Digunakkan piknometer bersih dan kering dengan menetapkan
bobot piknometer kosong dan meggunakan aquades dan sedaan sirup
kemudiaan ditimbang dengan replikasi 3 kali dan menghitung ratarata. Skema uji bobot jenis dapat dilihat pada gambar:

Menimbang pikno kosong dan mencatat sebagai (wo)


Menimbang pikno kosong+air dan mencatat sebagai (w1). dan pikno+sirup
((w2)
Menghitung dengan rumus
p

sirup

air =

Gambar 13. Uji bobot jenis

42

5) Uji viskositas
Uji viskositas atau kekentalan adalah hambatan dorongan relative
2 lapisan caairan berdekatan, dinyatakan dalam satuan Cp.
Kekentalan merupakan fungsi suhu, umumnya makin tinggi suhu
kekentalan semakin turun (anonim 1979: 770). Zat uji berubah-ubah
tergantung pada temperatur dan dapat ditentukan oleh suatu metode
yang akan mengukur daya tahan oleh suatu cairan (Ansel, 2008:
551). Skema uji viskositas dapat dilihat pada gambar:
Memasukkan air kedalam viskometer sampai batas ditentukan
Mencatat waktu air mengalir
Memasukkan zat uji kedalam viskometer, Mencatat waktu zat
uji
Menghitung dengan menggunakan rumus
Gambar 14.Uji viskositas

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang uji aktivitas anti fungi ekstrak bunga belimbing wuluh dan
formulasinya dalam sediaan sirup bertujuan untuk mengetahui daya hambat
ekstrak bunga belimbing wuluh yang paling efektif terhadap jamur Candida

43

b
albicans L dengan konsentrasi 15% v , 30%

b
v , 45%

dibuat sediaan sirup dengan konsentrasi yang efektif yaitu 45%

b
v

dan kemudian

b
v .

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga belimbing wuluh
(Averrhoa belimbii L.) yang diperoleh dari Tegal secara acak. Bunga belimbing
wuluh dibuat serbuk simplisia melalui beberapa proses yaitu pengumpulan bahan
yaitu bunga yang diambil dalam penelitian ditandai dengan bunga yang sudah
mekar dan diambil pada pagi dan sore hari. Kemudiaan dilakukan Sortasi basah
untuk memisahkan bunga yang masih utuh dan bunga tidak rusak. Pencucian
bunga belimbing wuluh dilakukan agar memastikan bunga bersih dilakukan
pembilasan sebanyak 2 kali. Pengeringan bunga belimbing wuluh dilakukan
secara alami yaitu dengan angin-angin pada udara terbuka tidak terkena sinar
matahari secara langsung yang dimaksudkan untuk penurunan kadar air dan untuk
mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam
waktu yang lebih lama. Setelah kering bunga belimbing wuluh digiling dengan
menggunakan blender hingga menjadi serbuk simplisia dan diayak dengan ayakan
Setelah proses penyerbukan kemudian ekstrak bunga belimbing wuluh dibuat
dengan menggunakan metode maserasi. Pada proses maserasi digunakan dengan
perbandingan (1:7,5) 100 g serbuk simplisia dan 750 ml etanol 70% sebagai
cairan penyarinya. Digunakannya pelarut berupa etanol 70% karena etanol
tersebut lebih efektif, kapang maupun kuman sulit tumbuh, absorsinya baik, tidak
menyebabkan pembengkakan pada membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan

44

obat terlarut. Sifatnya yang mampu menghambat kerja enzim dan sangat efektif
dalam menghasilkan jumlah ekstrak yang optimal. Pada proses maserasi setiap
hari perlu dilakukan pengadukan dengan maksud agar keseimbingan kosentrasi
bahan efektif lebih cepat didalam cairan. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda
masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Dalam penelitian kali ini
dilakukan selama 5 hari karena 5 hari telah memadai untuk mempunyai
kecenderungan menghambat aktivitas enzim mikroba. Setelah 5 hari kemudian
menyaring menggunakan kain flanel untuk menjadi ekstrak cair tetapi penyarian
dengan kain flanel tidak bisa menyaring sempurna karena hasil filtrat masih
mengandung endapan.

Gambar 2. Proses maserasi

Gambar 3. Proses Penguapan

Dari proses maserasi diperoleh ekstrak cair kemudian dilakukan penguapan yang
bertujuan agar ekstrak bunga belimbing wuluh benar-benar terbebas dari etanol
maka perlu dilakukan uji bebas etanol yang menggunakan pereaksi H2SO4 pekat
dan asam asetat kemudian mengamati bau yang terjadi apabila masih berbau asam

45

asetat maka ekstrak tersebut belum terbebas dari etanol, namun jika berbau khas
bunga belimbing wuluh ekstrak terbebas dari etanol.
Tabel 1. Uji bebas etanol
2

Perlakuan
ml ekstrak bunga

Hasil penelitian
Tidak berbau

Pustaka
Fessenden

belimbing wuluh

ester

1982:281

+ 2 tetes H2SO4

Keterangan
+ (positif) tidak
mengandung
etanol

pekat +2 tetes
CH2COOH

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa ekstrak telah terbebas dari alkohol
sebab tidak ada bau ester (menyengat) setelah dilakukannya penambahan H2SO4
dengan CH2COOH

Gambar 4. Proses uji bebas etanol

Gambar 5. Hasil uji bebas etanol

Setelah dilakukannya proses penguapan dan pengujian bebas alkohol


kemudian melakukan uji identifikasi kandungan flavonoid Yang berfungsi sebagai
anti alergi aktivitas anti jamur dan anti radang. Sebagai anti jamur flavonoid dapat

46

menghambat pertumbuhan jamur secara invitro. Flavonoid menunjukan toksisitas


rendah pada mamalia. Sehingga beberapa flavonoid digunakan sebagai obat bagi
manusia. Uji flavonoid dengan cara sedikit ekstrak kemudian tambahkan H 2SO4
pekat mengamati perubahan warna yang terjadi dengan warna merah intensif.

Gambar 6. Hasil uji flavonoid


Setelah proses identifikasi kandungan flavonoid pada sampel selesai proses
selanjutnya proses sterilisasi dan pembuatan medium. Sebelum melakukan
penelitian alat yang digunakan harus steril. Sterilisasi merupakan proses untuk
mematikan semua organisme yang terdapat pada alat yang digunakan. Cara
sterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC dengan waktu kurang lebih
15 menit. Sebelum proses sterilisai alat-alat yang akan digunakan terlebih dahulu
dicuci kemudian dikeringkan, pada erlenmeyer ditutup dengan kapas yang dilapisi
kassa steril dan dibungkus menggunakan plastik maupun kertas. Autoklaf
dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar, setelah udara bersih
alat-alat yang akan disterilkan dimasukkan kedalam autoklaf sebelum air
mendidih. Tutup autoklaf dan dikunci. Ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan

47

akan naik sesuai dengan yang dikehendaki. Setelah proses sterilisasi kemudian
pembuatan medium.
Pada pembuatan medium pembiakan jamur Candida albicans menggunakan
medium Potato Dextrose Agar (PDA). Medium PDA digunakan karena
mengandung unsur karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan jamur Candida
albicans L, sehingga baik untuk pertumbuhan jamur. Pada medium PDA dibuat 2
medium yaitu medium padat dan medium cair. Pembuatan medium PDA padat
dengan cara memasukkan kentang dalam sebagian aquades, didihkan sampai
volume setengahnya. kemudian angkat dan saring ekstrak kentang dengan
menggunakan corong yang dilapisi dengan kertas saring yang dimasukkan dalam
erlenmeyer. Kemudian tambahkan dextrosa dan agar-agar dan sisa aquades
sampai volume yang diinginkan. Memasukkan hingga mendidih sambil diaduk
sampai homogen. Mengangkat media dan cek pH sekitar 4,5-6,5 dengan kertas
pH. Diperoleh medium padat dengan pH 6. Suhu dapat meningkatkan diisolasi
asam. Larutan nutrien ditentukan pHnya sewaktu-waktu berada dengan titik
didihnya dapat menjadi basa bila menjadi dingin. Pengaruh yang beraneka ragam
yang tidak menguntungkan itu lebih menonjol bila berada dalam keadaan asam.
Misalnya koagulasi protein oleh panas timbul lebih cepat dalam larutan asam
itulah sebabnya pH medium pembiakan mikrobiologi harus dilakukan secara teliti.
pH yang digunakan tergantung pada jenis mikroorganisme. Pada pembuatan
medium cair sama dengan pembuatan medium padat tetapi pada medium cair
tidak digunakan agar-agar hal tersebut bertujuan agar medium tetap cair dan tidak
memadat karena medium cair untuk mengamati kejernihan larutan dalam tabung

48

reaksi. Setelah medium padat dan medium cair dibuat kemudian sterilisasi dengan
autoklaf dengan suhu 121oC selama kurang lebih 15 menit.
Pada pembuatan sumuran saat pengujian daya hambat jamur dibuat
menggunakan spidol dengan diameter 0,6 mm dimana hanya satu alat sehingga
menggunakan spidol yang sama untuk membuat lubang.
Pada cawan petri dimasukkan medium padat yang masing-masing terdiri dari
4 sumuran yaitu dengan konsentrasi ekstrak 15%, 30%, 45%. Satu cawan petri
terdiri dari 4 sumuran dengan sumuran satu berisi kontrol negatif menggunakan
aquades dan 3 berisi ekstrak bunga belimbing wuluh. Pemberian masing-masing
ekstrak dan aquades dilakukan menggunakan pipet untuk mengetahui daya
tampung dari masing-masing sumuran terlebih dahulu dilakukan percobaan pada
media kosong yang dibuat lubang dengan meneteskan aquades diperoleh daya
tampung maksimalnya 0,3 ml sehingga penetesan ekstrak 0,2 ml dikhawatirkan
meluap yanng akan mempengaruhi daerah hambat atau pertumbuhan jamur
Candida albicans L. Setelah selesai ekstrak, kemudian aquades diteteskan pada
sumuran kemudian inkubasi dengan menggunakan inkubator pada suhu 37oC
selam 24 jam.
Pada penelitian kali ini yang mampu menghambat pertumbuhan anti fungi
adalah kandungan flavonoid yang terdapat pada bunga belimbing wuluh. Hal ini
dijelaskan bahwa secara umum flavonoid merupakan senyawa polifenol. Senyawa
fenol bersifat dapat merusak membran sel sehingga terjadi perubahan
permeabilitas sel yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau

49

matinya sel. Senyawa fenol juga dapa mendenaturasi protein sel dan mengerutkan
dinding sel sehingga dapat melisiskan dinding sel jamur.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terlihat adanya daerah jernih
yang tampak disekitar sumuran pada media agar dimana daerah jernih tersebut
merupakan daerah hambat ekstrak bunga belimbing wuluh terhadap jamur
Candida albicans L.
Dari hasil pengamatan pada diameter mendapatkan hasil yang baik konsentrasi
45%, dengan masng-masing konsentrasi 15%,30%,45% karena semkin besar
konsentrasi semakin bagus daya hambat anti fungi.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilkukan terlihat adanya daerah bening
yang tampak disekitar lubang pada media agar dimana daerah bening tersebut
merupakan daerah hambat ekstrak bunga belimbing wuluh terhadap jamur
Candida albicans L.
Replikasi 1

Replikasi 3

Replikasi 2

50

Gambar 7. Hasil pengamatan daerah anti jamur Candida albicans L


Berdasarkan Gambar hasil pengamatan diatas maka diperoleh daya hambat
jamur. Kemudian daerah hambat tersebut diukur menggunakan jangka sorong dan
diperoleh diameter(d) sumuran 0,8 cm maka jari-jari (r) sumuran 0,4 cm sehingga
luas sumuran 0,5024 cm2. Sedangkan data diameter dan luas total (daerah
hambat=daerah sumuran) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Diameter dan luas total
Replikasi

kosentrasi ekstrak (%)


15%
D (mm)

30%
L(mm2)

D (mm)

45%
L (mm2)

D (mm)

L (mm2)

17,0

2,268

18,6

2,715

19,6

3,015

17,8

2,487

20,6

3,331

21,3

3,561

17,4

2,376

19,1

2,863

20,4

3,266

Rata-rata

17,4

2,377

19,4

2,967

20,4

3,280

Keterangan:

51

= jari-jari (cm)

= Luas r2

= 3,14
= diameter

Diameter total

= diameter sumuran + daerah jernih

Luas total

=luas sumuran +daerah jernih

Dari data tabel tersebut diatas maka dapat diperoleh luas daerah hambat ekstrak
bunga belimbing wuluh terhadap jamur Candida albicans L.
Luas Daerah hambat = Luas Total Luas Sumuran
Tabel 3. Luas daerah hambat ekstrak bunga belimbing wuluh terhdap jamur
Candida albicans L
Replikasi

Luas daerah hambat ekstrak bunga belimbing wuluh

Kosentrasi

15% (mm2)

30% (mm2)

45% (mm2)

176,62

221,33

251,32

198,47

282,88

305,90

187,39

236,13

276,44

rata-rata

187,49

246,78

277,88

Dari tabel diatas diperoleh daya hambat jamur yang berbeda, disebabkan
karena memiliki kosentrasi yang berbeda. Ekstrak bunga belimbing wuluh
diperoleh daya hambat yang efektif terhadap jamur Candida albicans L pada
konsentrasi 45 % hal ini menunjukkan diameter sumuran yang lebih luas dan
untuk mengetahui apakah ada perbedaan kosentrasi ekstrak bunga belimbing yang

52

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan maka dilakukan uji anova.


Berikut hasil yang diperoleh pada anova:
ANOVA
luas_daerah_hambat
Sum of
Between Groups
Within Groups
Total

Squares
12954.848
3802.310
16757.158

Mean
Df
2
6
8

Square
6477.424
633.718

F
10.221

Sig.
.012

Pada uji statistik anova dengan taraf kepercayaan sebesar 95 % dilakukan


untuk mengetahui ada tidak nya aktivitas daya hambat dari ekstrak bunga
belimbing wuluh sebagai anti fungi dan ada tidaknya pengaruh konsentrasi
ekstrak belimbing wuluh dalam menghambat jamur Candida albicans L.
Berdasarkan tabel perhitungan analisis anova uji aktivitas anti fungi ekstrak bunga
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dan formulasinya dalam sediaan sirup pada
penelitian memiliki F hitung > F tabel dimana 10,221 > 5,143 dan dinyatakan
bahwa Ho di tolak dan Ha di terima.
Kemudian untuk mengetahui tingkat pengaruh dari konsentrasi ekstrak
belimbing wuluh dan formulasinya dalam sediaan sirup digunakan analisa satu
jalan dengan menggunakan data means plots.

M
eanofluas_daerh_am
bat

53

.2
2
8
0
.2
6
0
.2
4
0
.2
0
.1
0
0
8
0
.k
o
s
e
n
tra
s
i1
5
%
k
o
s
e
n
tb
ra
s
il
3
0
%
k
o
s
e
n
tra
s
i4
5
%
e
k
tr
a
k
_
b
u
n
g
a
_
e
im
b
in
g
_
w
u
lh

Dari grafik penelitian means plots ekstrak bunga belimbing wuluh dengan
sediaan sirup terhadap luas daya hambat pada jamur Candida albicans dengan
konsentrasi 15 %, 30 % dan 45 % diperoleh hasil yang paling paling berpengaruh
terhadap luas daya hambat jamur adalah pada konsentrasi 45 %.
setelah mengetahui ekstrak yang efektif dibuat sediaan sirup. Sediaan sirup
dibikin 1 formula, langkah yang pertama dilakukan dalam sediaan sirup yaitu
memasukkan sorbitol yang berfungsi sebagai pemanis yang bertujuan untuk
menghilangkan rasa tidak enak pada sediaan sirup. Selanjutnya memasukkan
gliserin yang berfungsi sebagai anti caplocking agent yang berguna untuk
menghindari terbentuknya benang-benang atau endapan kristal yang terdapat pada
leher dan tutup botol. Selanjutnya memasukkan propylenglikol yang digunakan
sebagai pengawet bertujuan untuk menghindari terjadinya jamur. Kemudian
masukkan ekstrak bunga belimbing wuluh kosentrasi 45% ke dalam larutan dan
memasukkan aquades yang telah dihitung pada saat memasukkan sediaan masing-

54

masing bahan. Dilakukan dengan cara mengaduk perlahan-lahan sampai masingmasing bahan tercampur sempurna.
Hasil yang dibuat dalam pembuatan sediaan sirup berwarna coklat dan rasa
yang manis. Setelah dilakukan pembuatan sediaan sirup pada masing-masing
pemanis selanjutnya melakukan pengujian sifat fisik sirup meliputi uji
organoleptis, uji pH, uji kejernihan, uji viskositas, uji bobot jenis dan uji volume
terpindahkan.
1. Uji organoleptis
Tujuan dilakukan uji organoleptis yaitu untuk mengetahui yaitu untuk
mengetahui sifat fisik dari sediaan sirup. Pemeriksaan organoleptis meliputi
bentuk, warna, bau dan rasa. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat
dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 4. Hasil uji organolepti
replikasi

uji organoleptis
Bentuk

Bau

Rasa

Warna

Cair

khas bunga belimbing

agak pahit

cokelat

Cair

khas bunga belimbing

agak pahit

cokelat

Cair

khas bunga belimbing

agak pahit

cokelat

2. Uji pH
Tujuan dilakukannya uji pH adalah untuk mengetahui pH sirup selama
penyimpanan indikator pH dicelupkan pada masing-masing sirup. Lalu hasil
warna yang terbentuk pada masing-masing sirup. Lalu hasil warna yang
terbentuk sesuai dengan indikator. Pengamatan pH dilakukan dengan sebanyak

55

3 kali tiap formula. Peneliti melakukan pengamatan uji pH menggunakan


kertas pH dengan standar pH larutan 5,3-6,5 (Ansel, 2008: 101) data yang
diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Hasil uji pH
Replikasi
1
2
3

Hasil
6
6
6

Hasil sediaan sirup uji pH yaitu 6. Jadi sediaan sirup memenuhi standar
literatur pH untuk sediaan topikal yaitu 5,3 6,5.
3

Uji kejernihan
Uji kejernihan bertujuan untuk mengetahui apakah sediaan sirup jernih /
tidak. Sediaan sirup sebaiknya harus bebas partikel (Depkes RI) data yang
diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 6. Hasil uji kejernihan
Replikasi
1
2
3

Hasil
Agak Jernih
Agak jernih
Agak jernih

Uji volume terpindahkan


Uji volume terpindahkan bertujuan untuk mengetahui volume sediaan sirup
yang ada dalam botol yang telah dikalibrasi dengan memindahkan ke dalam
gelas ukur.
Replikasi 1 : 95%
Replikasi 2 : 96,67 %
Replikasi 3 : 91,67 %
Dari hasil volume terpindahkan semua formula memenuhi syarat ketentuan
Farmakope Indonesia :
59ml - 57 ml artinya besar dari 95 ml

56

56 ml 55 ml artinya kecil dari 100 % dan besar dari 90 %


dari 55 ml artinya tidak memenuhi uji volume terpindahkan
5

Uji bobot jenis


Penentuan uji bobot jenis dapat menentukan suatu sifat sirup sehingga
dapat mengetahui bobot jenis dari sediaan sirup yang dibuat. Menentukan
bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 25oC diatur
hingga suhu 20oC. (DepKes RI, 1995:1030). Data yang diperoleh dari hasil
penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. Hasil uji bobot jenis


Replikasi

Uji bobot jenis (g/ml)

1
2
3
Rata-rata

1,06
1,06
1,07
1,06

Dari hasil uji bobot jenis sediaan sirup semua formula memenuhi standar.
Dengan standar yaitu : 1,3 ( Martin, 1993:1014)
7. Uji viskositas
Uji viskositas bertujuan untuk mengetahui tingkat kekentalan dari suatu
sediaan. Pengukuran viskositas ini menggunakan viskometer osewald pada
temperatur suhu 25oC dengan viskositas air 0,8904 centipois (Martin,
2008:1098). Viskositas sirup yang diuji dapat dibandingkan dengan viskositas
zat yang sudah diketahui yaitu air. Data yang diperoleh dari hasil penelitian
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 8. Hasil uji viskositas

57

Replikasi
1
2
3
Rata-rata

Uji viskositas
3,346
3,159
3,349
3,284

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang uji aktivtas antifungi ekstrak bunga
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ddan formulasinya dalam sediaan
sirup dapat disimpulkan:
1. Ekstrak bunga belimbing wuluh yang dapat menghambat pertumbuhan
jamur Candida albicans L.
2. Konsentrasi ekstrak bunga belimbing wuluh yang paling efektif
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans L adalah konsentrasi
45%.
5.2 SARAN
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang daya hambat antijamur pada
ekstrak bunga belimbing wuluh (Averrhoa belimbii L) dengan konsentrasi
yang berbeda
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jamur yang
berbeda.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang ekstrak bunga belimbing wuluh
dengan metode ekstraksi yang berbeda.

58

DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat. Cetakan Kesebelas.Yogyakarta: Penerbit
Gadjah Mada University Press.
Ardananurdin, A. 2004. Uji Efektifitas Dekok Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) Sebagai Antimikroba Terhadap BakteriSalmonella typhi
Secara In Vitro. Jurnal Kedokteran Brawijaya.
Aulton, M. E. 1988. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, New
York: Churchill Livingstone Inc
DepKes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
. Materia Medica Indonesia. Jilid 1,II,III,IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Goeswin, Agoes. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi Revisi dan
Perluasan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Gunawan dan Mulyani, Sri. 2004. Farmakognosi. Jakarta: penerbar swadaya.
Howard, C, Ansel.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Cetakan 1. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi dasar Dalam Praktek. Jakarta: Penerbit PT
Granmedia Pustaka Utama.

59

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Departemen Kehutanan.


Jakarta.
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. Jilid 1.
Bandung: CV YRAMA WIDYA.
Kanisius. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Cetakan 15. Yogyakarta: Kanisiu.
Lay, B. W. dan Hastowo.1982. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Press.
Lukas, Stefanus. 2006. Formualsi Steril. Yogyakarta: CV ANDI OFF STT.
Lova, Navratli. 2013. Penggunaan Ekstrak Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L) sekripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara
Martin, A. 1993. Farmasi Fisik. Edisi III. Jakarta: UI Press
Michael J, Pelchar. 1986. Dasar-Dasar Mokrobiologi. Cetakan 1. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Oktaviana, Inge. 2008. Daya Antifunngal Campuran Dekok Dan Jambu Mente
(Anacardium occidentale L) dan Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa
belimbi L) Dalam Berbagai Konsentrasi Terhadap Pertumbuhan Jmaur
Candia

Albicans

Secara

In

Vitro.

Tesis.

Malang:

Universitas

Muhamadiyah Malang.
Rowe, Raymond C., Paul Dan Martin. 2009. Hanbook Of Pharmaceutical
Exciplent Sixth Edition.USA: Pharmaceutical Press.

60

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V. Yogyakarta:


Universitas Gadjah Mada Press.
LAMPIRAN I
PERHITUNGAN EKSTRAK BUNGA BELIMBING WULUH

Penimbangan ekstrak bunga belimbing wuluh


Berat cawan porselen kosong

= 39,36 gram

Berat cawan porselen + ekstrak

= 67,45 gram

Berat ekstrak

= (berat cawan + isi) berat cawan porselen


= 67,45 gram 39,36 gram
=28,09 gram

berat ekstrak
berat sampel
28,09
100

x 100 %

x 100 % = 28,09 %

61

LAMPIRAN 2
PENGENCERAN EKSTRAK BUNGA BELIMBING WULUH

Perhitungan pengenceran ekstrak


1. Ekstrak bunga belimbing wuluh kosentrasi 15%
15
100 x 2 ml = 0,3 g
2. Ekstrak bunga belimbing wuluh kosentrasi 30 %
30
100 x 2 ml = 0,6 g
3. Ekstrak bunga belimbing wuluh kosentrasi 45%
45
100 x 2 ml = 0,9 g

LAMPIRAN 3
PERHITUNGAN LUAS DAYA HAMBAT
Perhitungan luas sumuran
Diameter sumuran (D)

= 8 mm

Jari jari (r)

= 4 mm

Luas sumuran

= . r2

62

= 3,14 . 4 .4 mm2
= 50,24 mm2
Luas sumuran pada ekstrak maserasi
15% (Replikasi 1) Diameter (D)
Jari-jari (r)

=17,0 mm
=8,5 mm
= . r2

= 3,14 . 8,5 .8,5


=226,86 mm2

(Replikasi 2) Diameter (D)


Jari-jari (r)

=17,8 mm
=8,9 mm
= . r2

= 3,14 . 8,9 .8,9


=248,71 mm2

(Replikasi 3) Diameter (D)


Jari-jari (r)
`

=17,4 mm
=8,7 mm
= . r2
= 3,14 . 8,7 .8,7
=234,63 mm2

63

30% (Replikasi 1) Diameter (D)


Jari-jari (r)

=18,6 mm
=9,3 mm
= . r2

= 3,14 . 9,3. 9,3


=271,57 mm2

(Replikasi 2) Diameter (D)


Jari-jari (r)

=20,6 mm
=10,3 mm
= . r2

= 3,14 . 10,3 .10,3


=331,12 mm2

(Replikasi 3) Diameter (D)


Jari-jari (r)

=19,1 mm
=9,55 mm
= . r2

= 3,14 . 9,55 .9,55


=286,37 mm2
45% (Replikasi 1) Diameter (D)
Jari-jari (r)
`

=19,6 mm
=9,8 mm
= . r2
= 3,14 . 9,8. 9,8
=301,56 mm2

64

(Replikasi 2) Diameter (D)


Jari-jari (r)

=21,3 mm
=10,65 mm
= . r2

= 3,14 . 10,65 .10,65


=356,14 mm2

(Replikasi 3) Diameter (D)


Jari-jari (r)
`

=20,4 mm
=10,2 mm
= . r2
= 3,14 . 10,2 .10,2
=326,68 mm2

LAMPIRAN 4
PERHITUNGAN LUAS DAERAH HAMBAT JAMUR

Luas daerah hambat = Luas total Luas sumuran

65

Luas daerah hambat ekstrak maserasi


15 %

1. 226,86 mm2 50,24 mm2 = 176,62 mm2


2. 248,71 mm2 50,24 mm2 = 198,47 mm2
3. 234,63 mm2 50,24 mm2 = 184,39 mm2

30%

1. 271,57 mm2 50,24 mm2 = 221,33 mm2


2. 333,12 mm2 - 50,24 mm2 = 282,88 mm2
3. 286,37 mm2 50,24 mm2 = 236,13 mm2

45%

1. 301,56 mm2 50,24 mm2 = 251,32 mm2


2. 356,14 mm2 50,24 mm2 = 305,90 mm2
3. 326,68 mm2 50,24 mm2 = 276,44 mm2

LAMPIRAN 5
PERHITUNGAN PEMBUATAN SEDIAAN SIRUP

Perhitungan pembuatan Sirup


Kosentrasi 45 %

66

Ekstrak bunga belimbing wuluh

30
100

Sorbitol

30
100

x 60 ml = 18 ml

Gliserin

15
100

x 60 ml = 9 ml

Propylenglikol

10
100

x 60 ml = 6 ml

Aquades

= 60ml -18ml + 18 ml + 9 ml + 6 ml

x 60 ml = 18 ml

= 60 ml -41
= 19 ml

LAMPIRAN 6
PERHITUNGAN HASIL UJI SEDIAAN SIRUP
1. Uji bobot jenis

67

Sirup 1
a. Pikno + air
Replikasi
1
2
3
Rata-rata

Pikno kosong(g)
22,18
22,20
22,20
22,19

Pikno + air (g)


46,68
46,67
46,69
46,68

Massa (g)
24,50
24,47
24,49
24,48

Replikasi

Pikno kosong(g)

Pikno + sediaan

Massa (g)

1
2
3
Rata-rata

22,20
22,19
22,21
22,19

(g)
48,94
48,93
49,00
48,95

26,74
26,74
26,79
26,75

b. Pikno + sediaan

Replikasi 1

air

sediaan

m
v

24,50
25

m 26,74
=
v
25

= 1,06 g

m
v

24,47
25

= 0,98 g

Replikasi 2

air

sediaan

m 26,74
=
v
25

= 0,978 g

= 1,06 g

Replikasi 3

air

m
v

24,49
25

= 0,97 g

68

sediaan

m 26,79
=
v
25

= 1,07

2. Uji viskometer
Sirup 1
Replikasi
1
2
3
Rata-rata
Replikasi 1

Tair
01,05
01,10
01,13
01,09

T sirup
3,65
3,60
3,85
3,70

69

air
sirup

air x tair
= sirupx t sirup

0,89
sirup

0,98 x 1,05
= 1,06 x 3,65

0,89
sirup

sirup

1,029
3,869

= 3,346

Replikasi 2
air
sirup

air x tair
= sirupx t sirup

0,89
sirup

0,978 x 1,10
= 1,06 x 3,60

0,89
sirup

sirup

1,075
3,816

= 3,15

Replikasi 3
air
sirup

air x tair
= sirupx t sirup

0,89
sirup

0,971 x 1,13
1,07 x 3,85

0,89
sirup

1,187
4,119

sirup

= 3,349

3. Uji volume terpindahkan


Replikasi 1

70

57
60

x 100 % = 95 %

Replikasi 2
58
60 x 100 % = 96,67 %
Replikasi 3
55
60 x 100 % = 91,67 %

LAMPIRAN 6
GAMBAR
Gambar :Pembuatan ekstrak bunga belimbing wuluh dengan metode maserasi

71

Gambar : Pembuatan medium padat dan medium cair

72

73

Gambar : Proses pembiakan jamur Candida albicans

74

75

Gambar : sediian sirup dan hasil uji

76

Anda mungkin juga menyukai