haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh,
maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang
demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena
fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat
adanya proses-proses patologik ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak
(superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas
cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi
stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke
cortex cerebri.
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa
cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar
dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis
ada 12 pasang :
1) N. I
2) N. II
3) N. III
4) N. IV
5) N. V
6) N. VI
7) N. VII
8) N. VIII
9) N. IX
10) N. X
11) N. XI
12) N. XII
: Nervus Olfaktorius
: Nervus Optikus
: Nervus Okulamotorius
: Nervus Troklearis
: Nervus Trigeminus
: Nervus Abducen
: Nervus Fasialis
: Nervus Akustikus
: Nervus Glossofaringeus
: Nervus Vagus
: Nervus Accesorius
: Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat
dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan
efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya
mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan
parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus
symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion
kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu : Serabut saraf yang
dicabagkan dari medulla spinalis:
1.
2.
3.
Etiologi
LAPORAN PENDAHULUAN FEBRIS CONVULSION
A. Konsep Dasar
2. Pengertian
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yang timbul
akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38C) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya
terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi
tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak
yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu
tidak termasuk. Kejang demam harus dapat dibedakan dengan epilepsi, yaitu
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer, 2000).
Kejang demam yaitu kejang yang dihubungkan dengan suatu penyakit
yang dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9 40 0C). Kejang demam
berlangsungkurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada anak-anak
tanpa kecacatat neurologik. Jenis kejang ini memberi dampak 3% sampai 5%
pada anak dan biasanya terjadi setelah usia 6 bulan dan sebelum usia 3 tahun.
Kejang demam tidak lazim terjadi pada anak usia lebih dari 5 tahun. (Muscari,
2005)
Kejang demam : suatu kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan
hingga 5 tahun yang berkaitan dengandemam namun tanpaadanya infeksi
intracranial atu penyebabk yang jelas (Meadow, 2005)
Kejang (seizure) terjadi ketika neuron otak mengalami lepas muatan
(yaitu membentuk impuls) secara abnormal. Kejang dapat disebabkan oleh
beberapa pemicu (mis hiperventilasi alcohol, stimulasi cahaya berkedip,
kelelahan, infeksi, penyalahgunaan obat penenang, kurang tidur, dan migrain)
serta penyebab yang terjadi pada orang yang didiagnosis menderita epilepsi
dan gangguan lain.
Konvulsi adalah kontraksi involunter otot yang terjadi akibat stimulasi
abnormal pada otak. Konvulsi terjadi dengan atau tanpa kesadaran. Konvulsi
klonik berhubungan dengan kontraksi dan relaksasi otot, dengan gerakan
menyentak kuat pada wajah dan anggota badan, inkontinensia urine dan
menggigit lidah. Konvulsi tonik ditandai oleh kontraksi mendadak dari otot
lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan
suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang
ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari American Nursing Association.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang
berisikan mengenai status kesehatan klien untuk mengelola kesehatan terhadap
dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapis) atau profesi kesehatan
lainnya (Taylor, Lilis Le Mone, 1997).
Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, yaitu
data tersebut diperoleh dari klien yang sadar maupun klien tidak sadar sehingga tidak
dapat berkomunikasi misalnya data tentang kebersihan diri atau data tentang
kesadaran. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari
perawat, dokter, catatan perawat, serta dari pemeriksaan seperti pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat
dekat.
Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi, konsultasi,
validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah pengumpulan data
melalui hasil pengamatan (melihat, meraba atau mendengarkan) tentang kondisi klien
dalam kerangka asuhan keperawatan.
Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan caracara
untuk pengobatan dan penanganan penyakit klien.
Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti
inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan,
inspeksi adanya lesi pada kulit dan sebagainya.
Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah kejari tengah
yang lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh.
Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti lokasi pada
rongga abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk mengetahui adanya massa.
Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya
auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus, mendengarkan suara paru
paru, bunyi jantung.
Adapun pengkajian untuk mengumpulkan datadata yang akurat terhadap Kejang
Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan
keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.
1)
Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat
2)
Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa
3)
Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa.
b.
Kesehatan fisik
1)
Pola nutrisi
Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai muntah. Perlu
dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari hari, jam makan, pemberian
makan oleh siapa, frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan.
2)
Pola eliminasi
3)
Pola tidur
Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta kebiasaan
sebelum tidur
4)
Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan rambut
5)
Pola aktifitas
1)
Riwayat prenatal
Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan bantuan, aterm atau premature. Perlu juga
ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa dan melahirkan di
mana.
3)
Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah menderita
penyakit yang gawat.
Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga yang
pernah menderita kejang.
4)
Tumbuh kembang
Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia,
baik perkembangan emosi dan sosial.
5)
Imunisasi
Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah imunisasi
lengkap, jika belum apa alasannya.
d.
1)
Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam
Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan
meningkat
3)
Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila
pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kejang.
4)
Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
5)
Riwayat psikologis
Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua sehubungan dengan
penyakit dan hospitalisasi.
e.
Pemeriksaan fisik
1)
2)
4)
5)
kebersihannya
6)
7)
Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut / Kronis
8)
9)
Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data sosial dan spiritual.
Sedangkan data khusus adalah data yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan rontgen dan sebagainya.
2.
Diagnosa Keperawatan
Aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah yang nyata saat
yang nyata yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini
masalah belum ada tetapi etiologi sudah ada.
c.
masalah
Komponen komponen berikut ini menandai tiga bagian pernyataan perubahan
keperawatan
a.
dan gejala sebagai bukti yang cukup untuk mendukung pemilihan diagnosa
keperawatan .
Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion menurut
Ngastiyah (19997) adalah :
a.
b.
infeksi
c.
d.
prosedur tindakan
e.
proses infeksi
d.
infeksi.
3.
Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat setelah merumuskan
diagnosa keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan
dan mencegah masalah keperawatan klien, sehingga tercapai kondisi kesehatan klien
yang optimal (Gaffar, 1997).
Pada tahap perencanaan setelah memprioritaskan masalah keperawatn, penulis
menetapkan tujuan dan kriteria tindakan yang dapat mencegah, mengurangi dan
menanggulangi masalah kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
klien saat ini serta menuliskan tujuan yang ditetapkan harus nyata, dapat diukur dan
mempunyai batasan waktu pencapaian.
Adapun komponen tahap perencanaan adalah :
Diagnosa keperawatan I
Diagnosa keperawatan II
3.2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di tempat tidur
sesuai indikasi
Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
3.3 Berikan kompres hangat
Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek vasodilatasi air hangat
melalui proses evaporase
3.4 Kolaborasi : Berikan antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya pada
hipotalamus
meskipun
demam
mungkin
dapat
Diagnosa keperawatan IV
Pelaksanaan
klien saat itu, tidak semata mata berdasarkan prioritas masalah yang direncanakan
sebelumnya serta disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan. Dalam
melaksanakan tindakan keperawatan penulis juga melaksanakan tindakan observasi
dan pengumpulan data untuk melihat perkembangan klien selanjutnya.
Komponen tahapan dalam menyusun implementasi :
a.
dengan anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan
bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah masalah klien.
c.
Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah
tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari
keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola
pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa
nymannya secara verbal maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang,
tidak terjadi injury selama dan sesudah kejang dan pengatahuan orang tua
bertambah.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus
untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka
pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada
akhir dari semua tindakan yang pencapaian tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
a.
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria
hasil telah dicapai, kata Sudah Teratasi dan datanya ditulis di rencana asuhan
keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan
merevisi rencana asuhan keperawatan.
b.
Faktor faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh
proses keperawatan.
1)
2)
3)
Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga
4)
5)
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius,
Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta
Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC,
Jakarta
Gaffar, La Ode Jumadi (1997), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta
Hasan, Dr. Rusepno (1995), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Pusponegoro, Titut S., dkk (2000) Perinatologi, EGC, Jakarta
Saifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC, Jakarta
Susan Martin, dkk (1998), Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosa
dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC,
Jakarta
2.1
2.2.1
Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).
2.2.2
Etiologi
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll
2.2.3
Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
2.1.3.1 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2.1.3.2 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
2.1.3.3 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah
menderita kejang demam tergantung faktor :
2.1.4.1 Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2.1.4.2 Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang
2.1.4.3 Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di
kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %,
dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut,
serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja (Consensus Statement on
Febrile Seizures 1981).
2.2.5
Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonikklonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.
Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi
setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone
dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana,
yaitu :
2.1.5.1
2.1.5.2
2.1.5.3
2.1.5.4
2.1.5.5
2.1.5.6
Penatalaksanaan Medik
Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu :
2.1.6.1 Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
1.
Segera diberikan diazepam intravena
dosis ratarata
0,3 mg/kg
Atau
diazepam rectal
bila kejang tidak berhenti
tunggu 15 menit
dosis 10 kg : 5 mg
10 kg : 10 mg
2.3.1
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
(Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang
meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data
didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien
dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui
observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi),
wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang
diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang
lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat
kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta
umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya
setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang
dapat menimbulkan kejang.
6. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan
lingkungannya.
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan
koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda,
dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap
tubuh.
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
7. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita
kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit syaraf atau lainnya ? Adakah anggota keluarga
yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular
yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
8. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yanh mengasuh anak ?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang
disukai ?
Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
2.3.1.2 Data Obyektif
1.
2.
BUN
Elektrolit
: K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal
:
Mendeteksi tekanan abnormal dari
CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab
kejang.
3. Skull Ray
:
Untuk
mengidentifikasi adanya proses desak
ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi
:
Suatu
cara
yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di
kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5. EEG :
Teknik
untuk
menekan
aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus
aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan
:
Untuk
mengidentifikasi lesi cerebral infaik
hematoma, cerebral oedem, trauma,
abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
2.3.3
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti
tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau
diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
2.2.3.1 Potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2.2.3.2 Potensial terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi
otot
2.2.3.3 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai :
1. Suhu meningkat
2. Anak tampak rewel
2.2.3.4 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan
informasi yang ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2.3.4
Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan
dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan
kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan
keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
2.3.4.1 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan
hipertermi
Tujuan
: Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan
hiperthermi
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2. Suhu 36,5 37,5 C (bayi), 36 37,5 C (anak)
3. Nadi 110 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
4. Respirasi 30 40 x/menit (bayi)
24 28 x/menit (anak)
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan
tidak menyerap keringat.
2. Berikan kompres dingin
Rasional
: perpindahan panas secara konduksi
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional
: saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional
: Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan
dilakukan.
5. Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional
: aktivitas
dapat
meningkatkan
metabolisme
dan
meningkatkan panas.
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional
: Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai
propilaksis
2.3.4.2 Diagnosa Keperawatan : potensial terjadi trauma fisik berhubungan dengan
kurangnya koordinasi otot
Tujuan
: Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang
rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2. Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3. Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4. Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas
ketika kontrol otot volunter berkurang.
5. Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
5.
6.
7.
2.3.5
Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
2.3.6
Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya
( Santosa.NI, 1989;162).
Tabel 2.2 Evaluasi Pada Kasus Kejang Demam
NO.
1.
Diagnosa/Masalah
Evaluasi
Potensial kejang berulang berhu- Klien tidak mengalami kejang
bungan dengan hiperthermi.
selama 2x24 jam.
Kriteria :
- Tidak terjadi serangan ulang
- Suhu : 36 37,5 C
- N
: 100 110 kali/menit
- Kesadaran : composmentis
Potensial terjadi trauma fisik Tidak terjadi trauma fisik selama
berhubungan kurangnya koordina- perawatan.
si otot.
Kriteria :
Tidak terjadi traumas fisik
selama kejang.
Mempertahankan
tindakan
3.
4.
yang
mengontrol
aktivitas
kejang.
Mengidentifikasi
tindakan
yang harus diberikan ketika
Gangguan rasa nyaman berhuterjadi kejang.
bungan dengan hiperthermi.
Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
Tanda vital :
Suhu : 36 37,5C
N
: 100 110 kali/ menit
RR : 24 28 kali/menit
Kesadaran : composmentis
Kurangnya pengetahuan keluarga Anak tidak rewel
berhubungan dengan keterbatasan Pengetahuan keluarga bertambah
informasi.
tentang penyakit anaknya.
Kriteria :
- Keluarga tidak sering bertanya
tentang penyakit anaknya.
- Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses perawatan.
- Keluarga
mentaati
setiap
proses perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak, Gaya
Baru, Jakarta.
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung
Seto: Jakarta.
Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara, Jakarta.
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI,
Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.
Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, Jakarta.
proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
system kardiovaskuler.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari
permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keaadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Sedangkan diluar sel neuron terdapat
keadaan yg sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
2. Rangsangan yg datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 1015% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membrane sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada
kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38oC sedangkan anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi bila suhu
mencapai 40oC atau lebih. Dari kenyataab ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gajala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan makain meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemukakan hari sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
(4) Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
8. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan
kematian. Angka kejadian kejang demam epilepsy berbeda-beda tergantung dari cara
penelitiannya; misalnya Lumbantobing (1975) mendapatkan 6%, sedangkan Living stone (1954)
dari golongan kejang demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsi, dan golongan
epilepsy yang diprovokasi oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsy.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari
factor:
1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam
3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan
mengalami serangan kejang demam tanpa demam sekitar 13%, disbanding bila hanya terdapat 1
batau tidak sama sekali factor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja.
Hemiparesis biasannya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
30 menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai kejang fokal yang terjadi.
Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
Dari suatu penelitian terdapat 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat
kelainan pada IQ.tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelaianan neurologist akan didapat IQ yang lebih rendah disbanding dengan
saudaranya. Jika kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi
mental akan terjadi 5 kali lebih besar.
9. Penanganan
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam
mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang,
untuk menghindari bahaya tersedak.
2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena
justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
3. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
4. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
5. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan
terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih
berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik
dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit .
6. Setelah kejang berakhir (jika <>
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas
adalah sebagai berikut :
1. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melalui face mask
3. Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang
selang infus 0,2 mg/kg per infus
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
5. Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan
hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang
mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang
berkelanjutan .