Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KELOMPOK 2

KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK KESEHATAN ANAK

Dosen Pembimbing :
Dr. Ida Samidah, S.Kp.,M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES

BENGKULU 2016

NAMA KELOMPOK 2 :

1. JEFRY APRIANDA (P05120214045)


2. RHAHMI AULIA PRIMASWARI (P05120214053)
3. YUYUN AFRIKASARI (P05120214065)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah
kepada penyusun untuk dapat menyusun makalah yang berjudul Kebijakan Pemerintah
Untuk Kesehatan Anak Makalah ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik
berupa Internet dan media cetak. Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan kelompok delapan
yang telah memberikan partisipasinya dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah
pengetahuan atau wawasan mengenai keperawatan. Penyusun sadar makalah ini belumlah
sempurna maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar
makalah ini menjadi sempurna.

Bengkulu, Februari2016

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang...........................................................................................................
Rumusan Masalah......................................................................................................
Tujuan.........................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Program atau kebijakan pemerintah untuk kesehatan anak ................................
2.2 Upaya penyelenggaraan kota sehat bagi anak .....................................................
2.3 Upaya perlindungan anak .....................................................................................
2.4 Hak kewajiban anak .............................................................................................
2.5 Perwalian anak ....................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
Daftar pustaka

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai dengan saat ini kesehatan anak masih merupakan permasalahan kesehatan
masyarakat dan juga menjadi permasalahan nasional. masalah kesehatan anak tersebut antara lain
: Tingginya angka kematian bayi (AKB), masih dijumpainya balita yang mengalami gizi buruk,
masih tingginya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan diare yang menyerang
balita, tumbuh kembang anak yang belum sesuai harapan, masih banyaknya kasus anemia dan
kecacingan di kalangan anak remaja dan usia sekolah serta perhatian terhadap anak cacat yang
masih belum optimal
Permasalahan anak antara lain Kekerasan Terhadap Anak (KTA), anak yang bermasalah
dengan hukum,

dan anak jalanan.Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas,

Departemen Kesehatan RI dalam hal ini Direktorat Bina Kesehatan Anak mengambil arah dan
kebijakan untuk mengatasinya. Arah dan Kebijakan itu antara lain : penurunan Angka Kematian
Bayi(AKB), Angka Kematian Balita (AKABAL) dan meningkatkan kualitas hidup anak
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa program pemerintah untuk kesehatan anak ?
2. Apa upaya penyelanggaraan kota sehat bagi anak ?
3. Apa upaya perlindungan anak ?
4. Apa hak dan kewajiban anak
5. Perwalian anak ?
1.3 Tujuan Penulis
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk Mengetahui program pemerintah untuk kesehatan anak ?
2. Untuk mengetahui upaya penyelanggaraan kota sehat bagi anak ?
3. Untuk mengetahui upaya perlindungan anak ?
4. Untuk mengetahui hak dan kewajiban anak
5. Untuk mengetahui Perwalian anak ?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Progran Pemerintah Untuk Kesehatan Anak

A. Program KIA
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan
program ini adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Anak (AKB) masih tinggi yaitu, 307 per 100.000
kelahiran hidup dan AKB 35/1000 kh. Target yang ditetapkan untuk dicapai pada RPJM
tahun 2009 untuk AKI adalah 226 per 100.000 kh dan AKB 26/1000 kh. Dengan
demikian target tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi program KIA.
Sebagaian besar penyebab kematian ibu secara tidak langsung (menurut survei
Kesehatan Rumah Tangga 2001 sebesar 90%) adalah komplikasi yang terjadi pada saat
persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik
yaitu Pendarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak
langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%,
anemia (HB kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan
meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak
anemia.
Beberapa kegiatan dalam meningkatkan upaya percepatan penurunan AKI telah
diupayakan antara lain melalui peningkatan kualitas pelayanan dengan melakukan
pelatihan klinis bagi pemberi pelayanan kebidanan di lapangan. Kegiatan ini merupakan
implementasi dari pemenuhan terwujudnya 3 pesan kunci Making Pregnancy Safer yaitu:
1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau
diramalkan sebelumnya sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana
pelayanan ndicator emergency dasar. Penyebab utama kematian Ibu adalah Perdarahan,
Infeksi, Eklampsi, Partus lama dan Komplikasi Abortus. Perdarahan merupakan sebab
kematian utama. Dengan demikian sangat pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat sekitar persalinan, sedang
sebab utama kematian bayi baru lahir adalah Asfiksia, Infeksi dan Hipotermi Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR).

Selama kurun waktu 20 tahun angka kematian bayi (AKB) telah diturunkan
secara tajam, namun AKB menurut SDKI 2002-2003 adalah 35 per 1000 KH. Angka
tersebut masih tinggi dan saat ini mengalami penurunan secara lambat. Dalam Rencana
Pembangunan jangka panjang Menengah Nasional (RPJMN) salah satu sasarannya
adalah menurunkan AKB dari 35 1000 KH menjadi 26 per 1000 KH pada tahun 2009.
Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi terhadap masalah-masalah penyebab kematian
bayi untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKB di ndicator.
B. Sasaran KIA
Program PWS-KIA
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA di suatu wilayah kerja secara
terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA
yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan
komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri dari pengumpulan, pengolahan,
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program
dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) telah dilaksanakan di Indonesia sejak
tahun 1985. Pada saat itu pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau yang dapat memberikan data
yang cepat sehingga pimpinan dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam
wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi yang dalam perjalanannya,
berkembang menjadi PWS-PWS lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)
dan PWS Gizi.
Pelaksanaan PWS imunisasi berhasil baik, dibuktikan dengan tercapainya
Universal Child Immunization (UCI) di Indonesia pada tahun 1990. Dengan dicapainya
cakupan program imunisasi, terjadi penurunan AKB yang signifikan. Namun pelaksanaan
PWS dengan indikator Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tidak secara cepat dapat
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara bermakna walaupun cakupan pelayanan
KIA meningkat, karena adanya faktor-faktor lain sebagai penyebab kematian ibu

(ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan lain sebagainya). Dengan demikian maka PWS
KIA perlu dikembangkan dengan memperbaiki mutu data, analisis dan penelusuran data.
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan
menjangkau seluruh sasaran di suatu wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh
sasaran maka diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi dapat
ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya lintas sektor setempat yang berperan dalam
pendataan dan penggerakan sasaran. Dengan demikian PWS KIA dapat digunakan untuk
memecahkan masalah teknis dan non teknis. Pelaksanaan PWS KIA harus ditindaklanjuti
dengan upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA, intensifikasi manajemen
program, penggerakan sasaran dan sumber daya yang diperlukan dalam rangka
meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat
puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk menentukan puskesmas dan
desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi
dapat digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang rawan.
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan
serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa
ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua
fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh
tenaga kesehatan maupun masyarakat.

6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan


pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
C. Kebijakan Kesehatan Ibu Dan Anak
Kesehatan ibu, bayi, dan anak (Undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang
kesehatan)
Pasal 126-135 Pasal 126
(1) Upaya kesehatan ibu harus ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga
mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka
kematian ibu. (2) Upaya kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. (3) Pemerintah menjamin
ketersediaan tenaga, fasilitas, alat dan obat dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan ibu secara aman, bermutu, dan terjangkau. (4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai

pelayanan

kesehatan

ibu

diatur

dengan

Peraturan

Pemerintah.

Pasal 127
(1) Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan: a. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri
yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal; b.
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu; dan c. pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. (2) Ketentuan mengenai
persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 128

(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. (2) Selama pemberian air susu ibu, pihak
keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi
secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. (3) Penyediaan fasilitas
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat
sarana umum.
Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin
hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. (2) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 130
Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak.
Pasal 131
Upaya

pemeliharaan

kesehatan

bayi

dan

anak

harus

ditujukan

untuk

mempersiapkangenerasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta
untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan
anak dilakukan sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan,
dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. (3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi
dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab
dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah, dan
pemerintah daerah.
Pasal 132
(1)Anak yang dilahirkan wajib dibesarkan dan diasuh secara bertanggung jawab
sehingga memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. (2)
Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap anak berhak
memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah
terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. (4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai jenis-jenis imunisasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pasal 133
(1) Setiap bayi dan anak berhak terlindungi dan terhindar dari segala bentuk
diskriminasi dan tindak kekerasan yang dapat mengganggu kesehatannya. (2)
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk menjamin
terselenggaranya perlindungan bayi dan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 134
(1) Pemerintah berkewajiban menetapkan standar dan atau kriteria terhadap
kesehatan bayi dan anak serta menjamin pelaksanaannya dan memudahkan setiap
penyelenggaraan terhadap standar dan kriteria tersebut. (2) Standar dan/atau kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai agama, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 135
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib menyediakan tempat dan
sarana lain yang diperlukan untuk bermain anak yang memungkinkan anak tumbuh
dan berkembang secara optimal serta mampu bersosialisasi secara sehat. (2) Tempat
bermain dan sarana lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilengkapi sarana perlindungan terhadap risiko kesehatan agar tidak membahayakan
kesehatan anak.

2.2 Upaya penyelengaraan kota sehat bagi anak


Kota sehat adalah suatu kota yang terus-menerus menciptakan dan meningkatkanlingkunganlingkungan fisik dan sosial dan memperluas sumber daya masyarakat merekayang
memungkinkan orang untuk saling mendukung satu sama lain dalam melaksanakansemua fungsi
kehidupan dan mengembangkan potensi maksimal mereka. "Sebuah kota yangsehat adalah salah
satu yang terus-menerus menciptakan dan meningkatkan mereka secarafisik dan sosial
lingkungan dan memperluas sumber daya masyarakat mereka yangmemungkinkan orang untuk
saling mendukung satu sama lainnya dalam melaksanakansemua fungsi kehidupan dan dalam

mengembangkan potensi maksimal mereka. (Hancock,1988).Sebuah Kota Sehat berkomitmen


untuk suatu proses mencoba untuk mencapai yanglebih baik fisik dan sosial lingkungan.
Setiap kota dapat memulai proses menjadi Kota Sehat jika berkomitmen untuk
pengembangan

dan pemeliharaan lingkungan fisik dan

sosial

yangmendukung

dan

mempromosikan baik kesehatan dan kualitas hidup penduduk. Membangun pertimbangan


kesehatan dalam pembangunan perkotaan dan manajemen sangat penting untuk Kota
Sehat.Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/Kota yang bersih, nyaman,
amandan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan
beberapa,tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah
daerah.(PB MenDaGri dan MenKes, 2005)Pendekatan Kota Sehat pertama kali dikembangkan di
Eropa oleh WHO pada tahun1980-an sebagai strategi menyongsong Ottawa-Charter.
A. Ciri Khas Kota Sehat
Menurut WHO (1995) dalam Twenty Steps for Developing a Healthy Cities
Project,ciri khas kota sehat, yaitu :
1.
2.
3.
4.

Lingkungan fisik yang bersih dan aman (termasuk perumahan yang bermututinggi);
Ekosistem yang mantap dan berkelanjutan;
Masyarakat kuat yang saling mendukung dan tidak eksploitatif;
Keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang

berdampak pada kesehatan mereka;


5. Kebutuhan dasar (makanan, air,

perumahan,

pekerjaan)terpenuhi untuk seluruh masyarakat;


6. Akses ke bermacam-macam pengalaman

dan

pendapatan,
sumber

serta

keamanan,
kesempatan

untuk berinteraksi;
7. Ekonomi yang beragam, hidup, dan bisa menerima pemikiran baru;
8. Hubungan dengan masa lalu, dengan sejarah budaya dan biologis seluruhmasyarakat,
serta hubungan dengan kelompok dan individu lain;
9. Pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat

yang

dapat

digunakan

seluruhmasyarakat;
10. Status kesehatan yang tinggi (tingkat kesehatan tinggi, tingkat penyakit rendah).

B. Strategi Kota Sehat

Beberapa strategi yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan kota sehat
diIndonesia sebagai berikut :
1. Kegiatan

dimulai

spesifik,sederhana,

dari

beberapa

terjangkau,

kota

dapat

terpilih

berupa

dilaksanakan

secara

kegiatan

yang

mandiri

dan

berkelanjutandengan menggunakan segenap sumber daya yang tersedia.


2. Meningkatkan potensi ekonomi stakeholders kegiatan yang menjadi
kesepakatanmasyarakat
3. Perluasan kegiatan ke kota lainnya atas dasar adanya minat dari kota
tersebutuntuk ikut dalam pendekatan kota sehat.
4. Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui Forum dan Pokja Kota
Sehat,serta

pendampingan

dari

sektor

terkait

untuk

dapat

membantu

memahami permasalah, menyusun perencanaan dan melaksanakan kegiatan kota


sehat.
5. Menggali

potensi

wilayah

dan

kemitraan

dengan

swasta,

LSM,

pemerintah,legislates di dalam penyelenggaraan kegiatan kota sehat.


6. Memasyarakatkan
pembangunan
yang
berwawasan
kesehatan

di

dalammewujudkan kota sehat.


7. Meningkatkan promosi dan penyuluhan agar masyarakat hidup dalam
kondisiyang tertib hokum, peka terhadap lingkungan fisik, social dan budaya yang
sehat.
8. Mengembangkan

informasi

dan

promosi

yang

tepat,

sesuai

dengan

kondisisetempat baik berupa media cetak, elektronik termasuk melalui internet


dan mediatradisional.
9. Membuat jaringan kerja sama antar kota pengembangan (replikasi) kota sehat.
2.3 Upaya Perlindungan Anak
A. ORGANISASI PERLINDUNGAN ANAK
Pada konfrensi Bellagio III di Cartagena, Collumbia, pada tahun 1985 diputuskan untuk
merekomendasikan suatu organisasi bagi perlindungan anak (protecting the worlds children)
Pada konfrensi Bellagio III di Talloires Francis, tahun 1990, dihasilkan suatu
keputusan yang dikenal dengan World Declaration on the Child Survival dan
Protection and Develevment of Children yang isinya antara lain tentang:
1.
Konfensi hak-hak anak.
Menganjurkan pada setiap negara untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan
anak.
2.
Kesehatan anak.

Menganjurkan kepada setiap bangsa untuk melakukan perlindungan kepada setiap


anak dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yang dapat
menimbulakan cacat dan kematian pada anak.
3.
Peranan keluarga terhadap perlindungan anak sejak bayi sampai remaja.
4.
Pendidikan dasar.
Pemerintah dan orang tua memberi perlidungan terhadap anak untu bebas dari buta
aksara atau pendidikan dasar.
5.
Perlindungan anak dalam masa perang.
Anak anak berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam situasi konflik
bersenjata.
B. PERLIDUNGAN KESEHATAN ANAK
Anak sangat rentang terhadap timbulnya penyakit. Beberapa penyakit yang yang
sering terjadi pada anak yaitu penyakit infeksi, dan masalah kekurangan gizi. Ada
beberapa upaya yang dilakukan antar lain:
1.
Upaya prevenrtif.
Upaya prepentif menjadi dalam tiga tingkat yaitu:
a.
Preventif primer. Pencegahan yang dilakukan sebelum terjadinya penyakit,
misalnya dengan pemberian imunisasi pada anak.
b.
Preventif sekunder. Penfegahan yang dilakukan dengan cara pengenalan dini
penyakit atau fektor resiko seperti tumbuh kembang anak.
c.
Preventif tertier. Pencegahan untuk mencegah akibat penyakit yang lebih buruk
misalnya pada anak cacat bawaan.
2.
Upaya promotif.
Yaitu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan anak seperti pemberian
makanan tambahan, pemberian vitamin dan gizi yang baik
3.
Upaya kuratif.
Yaitu upaya memberikan pertolongan pada kasus-kasus yang terjadi pada anak, dapat
berupa pengobatan dan perawatan.
4.
Upaya rehabilatatif.
Memberikan pelayanan rehabilitasi terhadap gejala sisa yang ditimbulakan suatu
penyakit.
2.4 Hak dan Kewajiban Anak
Setiap anak berhak menerima haknya sebagai seorang anak dan anak juga harus
melaksanakan kewajibannya pada orang tua. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus
seimbang. Jika kita sudah melakukan kewajiban maka kita boleh menuntut hak jika belum

terpenuhi. Hak anak adalah kewajiban orang tua terhadap anak. Berikut ini adalah hak dan
kewajiban seorang anak:

A. Hak-hak anak yaitu :


1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.
4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri.
5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak,
atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat
sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
8. Khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar
biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan
memberikan

informasi

sesuai

dengan

tingkat

kecerdasan

dan

usianya

demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.


10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan
tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan

seperti diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman,


kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.
13. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri
14. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan:
e. pelibatan dalam peperangan.
15. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan,
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
16. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
17. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
18. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
19. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan
hukum dan bantuan lainnya.
B. Kewajiban-kewajiaban anak yaitu :
Setiap anak berkewajiban untuk :
1.
2.
3.
4.
5.

menghormati orang tua, wali, dan guru;


mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

2.5 Perwalian Anak


1. Perwalian pada umumnya
Didalam sistem perwalian menurut KUHPerdata ada dikenal beberapa asas, yakni:
A. Asas tak dapat dibagi-bagi ( Ondeelbaarheid )

Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali, hal ini tercantum dalam pasal 331
KUHPerdata. Asas tak dapat dibagi-bagi ini mempunyai pengecualian dalam dua hal,
yaitu :
1. Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup paling
lama (langs tlevendeouder), maka kalau ia kawin lagi suaminya menjadi
medevoogd atau wali serta, pasal 351 KUHPerdata.
2. Jika sampai ditunjuk pelaksanaan pengurusan (bewindvoerder) yang
mengurus barang-barang minderjarige diluar Indonesia didasarkan pasal 361
KUHPerdata.
B . Asas persetujuan dari keluarga.
Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak ada maka
tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedang pihak keluarga kalau tidak datang
sesudah diadakan panggilan dapat dituntut berdasarkan pasal 524 KUH Perdata
C . Orang-orang yang dapat ditunjuk sebagai Wali
Ada 3 (tiga) macam perwalian, yaitu:
1). Perwalian oleh suami atau isteri yang hidup lebih lama, pasal 345 sampai pasal 354
KUHPerdata.
Pasal 345 KUH Perdata menyatakan :
Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap
anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang
hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang
tuanya.
Namun pada pasal ini tidak dibuat pengecualian bagi suami istri yang hidup terpisah
disebabkan perkawinan putus karena perceraian atau pisah meja dan ranjang. Jadi, bila
ayah setelah perceraian menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si ibu
dengan sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut.
2). Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta tersendiri.

Pasal 355 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa :


Masing-masing orang tua, yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian
bagi seorang anaknya atau lebih berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu,
jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun karena
penetapan Hakim menurut ayat terakhir pasal 353, tidak harus dilakukan oleh orang
tua yang lain
Dengan kata lain, orang tua masing-masing yang menjadi wali atau memegang kekuasaan
orang tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut memang masih terbuka.
3). Perwalian yang diangkat oleh Hakim.
Pasal 359 KUH Perdata menentukan :
Semua minderjarige yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang
diatur perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh Pengadilan.
D . Orang-orang yang berwenang menjadi Wali
a. Wewenang menjadi wali
Pada pasa l332 b (1) KUHPerdata menyatakan perempuan bersuami tidak boleh
menerima perwalian tanpa bantuan dan izin tertulis dari suaminya.
Akan tetapi jika suami tidak memberikan izin maka dalam pasal 332 b (2)
KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa bantuan dari pendamping (bijstand) itu
dapat digantikan dengan kekuasaan dari hakim.
Selanjutnya pasal 332 b ayat 2 KUH Perdata menyatakan :
Apabila si suami telah memberikan bantuan atau izin itu atau apabila ia
kawin dengan perempuan itu setelah perwalian bermula, sepertipun apabila si
perempuan tadi menurut pasal 112 atau pasal 114 dengan kuasa dari hakim
telah menerima perwalian tersebut, maka si wali perempuan bersuami atau
tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan-tindakan perdata
berkenaan dengan perwalian itu tanpa pemberian kuasa atau bantuan ataupun
juga dan atau tindakan-tindakan itupun bertanggung jawab pula.

b. Wewenang Badan Hukum Menjadi Wali


Biasanya kewenangan perhimpunan, yayasan dan lembaga-lembaga sebagai wali
adalah menunjukkan bapak atau ibu, maka dalam pasal 355 ayat 2 KUH Perdata
dinyatakan bahwa badan hukum tidak dapat diangkat sebagai wali. Tetapi hal ini
akan berbeda kalau perwalian itu diperintahkan oleh pengadilan.
Pasal 365 a (1) KUH Perdata dinyatakan bahwa dalam hal sebuah badan
hukum diserahi perwalian maka panitera pengadilan yang menugaskan
perwalian itu ia memberitahukan putusan pengadilan itu kepada dewan
perwalian dan kejaksaan.
Sesungguhnya tidak hanya panitera pengadilan saja yang wajib memberitahukan
hal itu tetapi juga pengurus badan hukum tersebut dan sanksi akan dipecat sebagai
wali kalau kewajiban memberitahukan itu tidak dilaksanakan. Sedangkan
kejaksaan atau seorang pegawai yang ditunjuknya, demikianpula dewan
perwalian, sewaktu-waktu dapat memeriksa rumah dan tempat perawatan anakanak tersebut.
c. Yang tidak mempunyai kewajiban menerima pengangkatan menjadi Wali
Mereka yang tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dengan anak
yang dimaksud, padahal dalam daerah hukum tempat perwalian itu ditugaskan atau
diperintahkan masih ada keluarga sedarah atau semenda yang mampu menjalankan tugas
perwalian itu.
Menurut pasal 377 (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa si bapak dan si ibu tidak boleh
meminta supaya dilepaskan dari perwalian anak-anak mereka, karena salah satu alasan
tersebut di atas
Menurut pasal 379 KUH Perdata disebutkan ada 5 golongan orang yang digolongkan atau
tidak boleh menjadi wali, yaitu :
a. Mereka yang sakit ingatan (krankzninngen).
b. Mereka yang belum dewasa (minderjarigen)
c. Mereka yang berada dibawah pengampuan.

d. Mereka yang telah dipecat atau dicabut (onzet) dari kekuasaan orang tua atau
perwalian atau penetapan pengadilan.
e. Para ketua, ketua pengganti, anggota, panitera, panitera pengganti, bendahara,
juru buku dan agen balai harta peninggalan, kecuali terhadap anak- anak atau
anak tiri mereka sendiri.
E . Mulainya Perwalian
Dalam pasal 331 a KUHPerdata, disebutkan :
a. Jika seorang wali diangkat oleh hakim, dimulai dari saat pengangkatan jika ia
hadir dalam pengangkatan itu. Bila ia tidak hadir maka perwalian itu dimulai saat
pengangkatan itu diberitahukan kepadanya.
b. Jika seorang willi diangkat oleh salah satu orang tua, dimulai dari saat orang tua
itu meniggal dunia dan sesudah wali dinyatakan menerima pengangkatan tersebut.
c. Bagi wali menurut undang-undang dimulai dari saat terjadinya peristiwa yang
menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah seorang orang tua.
Berdasarkan pasal 362 KUH Perdata maka setiap wali yang diangkat kecuali
badan hukum harus mengangkat sumpah dimuka balai harta peninggalan.
F . Tugas dan Kewajiban Wali
Adapun kewajjban wali adalah :
a. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan.
Pasal 368 KUH Perdata apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan wali maka ia
dapat dikenakan sanksi berupa wali dapat dipecat dan dapat diharuskan membayar
biaya-biaya dan ongkos-ongkos.
b. Kewajiban

mengadakan

inventarisasi

mengenai

harta

si

anak

yang

diperwalikannya (pasal 386 ayat 1 KUH Perdata).


c. Kewajiban-kewajiban untuk mengadakan jaminan (pasa1335 KUH Perdata).
d. Kewajiban menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun oleh anak
tersebut dan biaya pengurusan. (pasal 338 KUH Perdata).

e. Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam


harta kekayaan ada surat piutang negara. (pasal 392 KUH Perdata)
G . Berakhirnya Perwalian
Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua keadaan,yaitu :
a. Dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir karena
1. Si anak telah menjadi dewasa
2. Matinya si anak
3. Timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya
4. Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui
b. Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir karena :
1. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali.
2. Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (pasal 380
KUHP Perdata).
Alasan lain yang dapat memintakan pemecatan atas wali didalam pasal 382
KUHPerdata menyatakan :
1. Jika wali berkelakuan buruk
2. Jika dalam melaksanakan tugasnya wali tidak cakap atau menyalahgunakan
kecakapannya
3. Jika wali untuk dirinya sendiri atau keluarganya melakukan perlawanan
terhadap si anak tersebut.
4.

Jika wali dijatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.

5. Jika wali alpa memberitahukan terjadinya perwalian kepada Balai Hart


Peninggalan (pasal 368 KUHPerdata).
6. Jika wali tidak memberikan pertanggung jawaban kepada Balai Hart
Peninggalan (pasal 372 KUHPerdata).
A. Ketentuan perwalian menurut UU No.1 tahun 1974
Menurut ketentuan UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pada pasal 50 disebutkan :
1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan
perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah
kekuasaan wali.
2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.

3. Syarat-syarat Perwalian
Jadi menurut ketentuan pasal 50 ayat (1) Undang-undang No.1 tahun 1974
menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk anak yang memperoleh perwalian adalah:
a. Anak laki-laki dan perempuan yang belum berusia 18 tahun.
b. Anak-anak yang belum kawin.
c. Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan orang tua.
d. Anak tersebut tidak berada dibawah kekuasaan wali.
e. Perwalian menyangkut pemeliharaan anak tersebut dan harta bendanya.

Menurut UU No.1 tahun 1974 pasal 51, perwalian terjadi karena :


1. Wali dapat ditunjuk oleh salah seorang orang tua yang menjalankan kekuasaan orang
tua sebelum ia meninggal dengan surat wasiat atau dengan lisan dengan dua orang
saksi.
2. Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah
dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik.
B. Kewajiban Wali
Menurut pasal 51 Undang-undang No.1 tahun 1974 menyatakan:
a. Wali wajib mengurus anak yang berada dibawah kekuasaannya dan harta bendanya
sebaik-baiknya dengan menghormati agama kepercayaan anak itu
b. Wali wajib membuat daftar harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya
pada waktu memulai jabatannya dan mencatat semua peru bahan-perubahan harta
benda anak tersebut .
c. Wali bertanggung jawab tentang harta benda anak yang berada dibawah perwaliannya
serta kerugian yang ditimbulkan kesalahan dan kelalaiannya.
C. Larangan Bagi Wali
Pasal. 52 UU No.1 tahun 1974 menyatakan terhadap wali berlaku pasal 48
Undang-undang ini, yakni orang tua dalam hal ini wali tidak diperbolehkan

memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang
belum berumur 18 tahun atau belum melakukan perkawinan kecuali apabila kepentingan
anak tersebut memaksa
D. Berakhirnya Perwalian
Pasal 53 UU No.1 tahun 1974 menyebutkan wali dapat dicabut dari kekuasaannya
, dalam hal-hal yang tersebut dalam pasal 49 Undang-undang ini, yaitu dalam hal :
a. Wali sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak perwalian tersebut.
b. Wali berkelakuan buruk sebagai walinya.
Apabila kekuasaan wali dicabut maka pengadilan menunjuk orang lain sebagai
(pasal 53 (2) UU No.1 tahun 1974).
Dalam hal apabila wali menyebabkan kerugian pada si anak maka menurut
ketentuan pasal 54 UU No.1 tahun 1974 menyatakan, wali yang telah menyebabkan
kerugian pada harta benda anak yang berada dibawah kekuasaannya, atas tuntutan anak
atau keluarga anak tersebut dengan keputusan pengadilan, yang bersangkutan dapat
diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah satu prioritas utama
pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung jawab terhadap pelayanan

kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah
menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.
Kota

sehat

adalah

suatu

kota

yang

terus-menerus

menciptakan

dan

meningkatkanlingkungan-lingkungan fisik dan sosial dan memperluas sumber daya masyarakat


merekayang memungkinkan orang untuk saling mendukung satu sama lain dalam
melaksanakansemua fungsi kehidupan dan mengembangkan potensi maksimal mereka.
Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak
lahir bahkan sebelum lahir. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan,
keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Setiap anak berhak menerima haknya sebagai
seorang anak dan anak juga harus melaksanakan kewajibannya pada orang tua.

DAFTAR PUSTAKA
Herny imran dkk; kebijakan pemerintah untuk kesehatan anak; Program Study Ilmu
Keperawatan Fak. Kedokteran UH, Makassar 2004
Drs Efendi ; Perawatan Kesehatan Masyarakat, EGC Jakarta.Undang-Undang HAM
1999, Sinar Grafika, Jakarta 2000

Chapter I_2.Pdf
digital_128882-T 26656-Perlindungan anak-Pendahuluan.Pdf

Anda mungkin juga menyukai