Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN
Hipertensi Pulmonal (HP) adalah kelainan yang kompleks dan melibatkan beberapa
disiplin ilmu.1 HP adalah kejadian akhir sebagai konsekuensi hemodinamik dari berbagai
etiologi dan mekanisme. HP pada anak sering terjadi sebagai akibat dari kelainan jantung
bawaan dengan pirau kiri ke kanan, kejadian hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,
dan komplikasi dari penyakit jantung maupun paru yang dialami anak. Kejadian HP pada
berbagai kelainan kongenital anak mempengaruhi berbagai hal termasuk penentuan
operasi, resiko operasi dan penanganan pasca operasi,.1,2
Pada dewasa, kejadian HP utamanya disebabkan oleh kelainan paru seperti
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Di Amerika Serikat, diperkirakan 30,000 orang
meninggal setiap tahunnya karena PPOK, kebanyakan diantaranya sudah mengalami HP
yang diikuti dengan gagal jantung kanan. Sekitar 200,000 jiwa juga meninggal dunia setiap
tahunnya karena mengalami emboli paru akut diikuti dengan gagal jantung kanan yang akut
karena HP yang berat. 3
Pada anak, HP sering dijumpai pada kelainan kongenital dengan pirau yang besar
dari kiri ke kanan. Insidensi terjadinya HP paling sering dijumpai pada kasus VSD (30%),
diikuti oleh PDA (9%), dan ASD (7%).3
Kejadian HP pada kasus kelainan kongenital dengan pirau dari kiri ke kanan
menandakan bahwa telah terjadi sindrom eisenmenger, apalagi jika telah ditemukan
sianosis dan jari tabuh. Bila telah memasuki tahap ini, maka koreksi kelainan penyebab
melalui operasi sudah tidak bisa dilakukan. Hal ini tentunya berdampak pada mortalitas yang
semakin tinggi.3,4
Pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosa HP adalah kateterisasi jantung kanan
yang secara langsung mengukur tekanan di ruang-ruang jantung dan arteri pulmonal. Akan
tetapi dengan pemahaman dan keterampilan yang memadai, maka HP dapat dicurigai lebih
awal.1,2
Penatalaksanaan HP juga memerlukan berbagai perencanaan dan pertimbangan,
tidak hanya memberikan obat saja. Penatalaksanaan perlu mempertimbangkan keparahan
penyakit, keadaan umum dan edukasi, serta pilihan pengobatan yang diperkirakan
memberikan efikasi yang optimal untuk perbaikan kondisi pasien.3
Oleh karena itu, pemahaman yang benar tentang penyebab dan proses terjadinya
HP pada anak, manifestasi klinis dan penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan yang
tepat perlu dikuasai oleh seorang ahli jantung untuk dapat memberikan pertolongan
maksimal kepada pasien anak penderita HP.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.

DEFINISI

Tekanan sistolik arteri pulmonal (pulmonary artery / PA) normal pada anak dan
dewasa adalah 30 mmHg dan tekanan rerata 25 mmHg pada pengukuran sejajar
permukaan laut.4 Diagnosis HP ditegakkan ketika tekanan rerata PA >25 mmHg pada saat
istirahat yang diukur dengan kateterisasi jantung kanan pada pengukuran sejajar
permukaan laut. Tekanan PA akan semakin tinggi jika diukur di tempat yang lebih tinggi. 3,4,5,6
Definisi HP berdasarkan pengukuran tekanan rerata PA > 30 mmHg pada saat
latihan yang diukur dengan kateterisasi jantung kanan tidak didukung oleh data yang
terpublikasi.3
Pada pengukuran noninvasif dengan ekokardiografi metode Doppler, sering terjadi
pengukuran yang lebih tinggi yang mengesankan terjadinya suatu HP pada orang yang
sebenarnya normal. Dengan menggunakan tricuspid regurgitation jet velocity dan
perhitungan Bernaulli yang dimodifikasi, dimana tekanan atrium kanan diasumsikan 10
mmHg, maka didapat tekanan rerata sistolik arteri pulmonal 28.3 4.9 mmHg (kisaran
pengukuran pada 15 sampai 57 mmHg) pada bayi dan dewasa. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan pada pengukuran dengan metode invasif. Estimasi pengkuran pada batas
atas 95% untuk tekanan sistolik PA adalah 37.2 mm Hg. (ini merupakan hasil dari kecepatan
jet dari tricuspid regurgitation sebesar 2.7 m/detik dalam keadaan tidak ada stenosis katup
pulmonal). Oleh karena itu, pada pengukuran Doppler, nilai tekanan sistolik PA sebesar 3640 mmHg dianggap sebagai nilai batas atas untuk HP ringan. 4
Istilah HP juga perlu dibedakan dengan hipertensi arteri pulmonal (HAP), dimana
HAP (grup 1 pada klasifikasi klinis ESC guidelines for the diagnosis and treatment of
pulmonary hypertension) adalah suatu kondisi klinis dimana terdapat hipertensi di pre kapiler
dan tidak ditemukannya penyebab hipertensi pre kapiler yang lain seperti penyakit paru,
tromboemboli kronik atau penyakit langka lainnya. HAP ini perlu didefinisikan lebih ekstensif
dikarenakan ketersediaan pengobatan yang spesifik.3
Terdapat berbagai kisaran angka untuk menentukan keparahan dari suatu HP, pada
beberapa kisaran, tekanan PA bahkan melebihi tekanan sistemik. Status dari suatu HP juga
bervariasi, dapat statis dan dinamis. 4
Tekanan PA sistolik dari normal hingga 40 mmHg dikategorikan HP ringan, antara
40-70 mmHg HP sedang, dan di atas 70 mmHg dikategorikan HP berat. Tingkatan tekanan
arteri pulmonal biasanya diekspresikan dengan mPAP (mean PAP), yang dapat diukur
dengan rumus :
MPAP = (PA systolic pressure - PA diastolic pressure / 3) + PA diastolic pressure6
Beberapa penulis menggunakan rasio tekanan pulmonal (pulmonary pressure = Pp)
terhadap tekanan darah sistemik (Systemic pressure = Ps), dimana derajat penyakit
pembuluh darah paru dikategorikan ringan bila Pp/Ps kurang dari 0.45, sedang bila Pp/Ps
0,45-0.75, dan berat bila Pp/Ps lebih dari 0,75. Mengingat bahwa tekanan darah sistemik
bisa bervariasi sangat luas, maka penggunaan rasio ini dapat meniminalkan atau
memaksimalkan terjadinya penyakit pembuluh darah paru. Sebagai contoh, pasien dengan
2

nilai Pp normal tapi tekanan darah sistemik rendah akan terlihat memiliki kenaikan rasio
Pp/Ps.6
HP juga dapat didefinisikan berdasarkan parameter hemodinamik yang ditemukan di
berbagai kondisi klinis (tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi HP secara Hemodinamik3


2.2.

FISIOLOGI TEKANAN DARAH PULMONAL

Sebelum memahami HP terlebih dahulu harus dipahami tentang fisiologi tekanan


darah pulmonal. Tekanan dihasilkan dari aliran darah dan resistensi vaskular. Peningkatan
aliran darah, resistensi vaskular ataupun keduanya akan menyebabkan HP. Hal ini dapat
dilihat pada rumus di bawah 4,6
PAP
=
PVR
x
PBF
(Pulmonary Arterial Pressure)
(Pulmonary Vaskular Resistance) (Pulmonary Blood Flow)

Karakterisitik dari sirkulasi pulmonal adalah aliran yang tinggi (high flow) dan
resistensi yang rendah (low resistance). Perbandingan hemodinamik antara sirkulasi paru
dengan sirkulasi sistemik dapat dilihat pada tabel 2.1.5

Tabel 2. Perbandingan Hemodinamik pada Sirkulasi Pulmonal dan Sistemik5

Dikarenakan kapasistasnya yang besar, kemampuan meregang yang baik, resistensi


yang rendah terhadap aliran darah, dan jumlah sel otot polos yang banyak di arteri kecil dan
arteriol maka sirkulasi paru tidak dipersiapkan untuk mengalami hipertensi. Pada individu
normal yang berbaring datar maka tekanan sistolik paru berkisar 15 sampai 25 mm Hg
dengan diastolik berkisar 5 sampai 10 mm Hg. Hal ini menciptakan perbedaan tekanan
sebesar 10 sampai 12 mmHg. Mengingat aliran darah di sirkulasi pulmonal sama dengan
sirkulasi sistemik maka unutk menciptakan tekanan yang rendah diperlukan resistensi
pulmonal yang lebih rendah sebesar seperdelapan dari resistensi sistemik. Hal ini
dimungkinkan karena adanya luas permukaan sirkulasi paru yang luas, kemampuan
meregang dari pembuluh darah tipis yang baik dan kemampuan membuka cadangan
vaskular paru yang besar.3
Selama latihan, maka akan terjadi peningkatan aliran darah, selanjutnya daerah baru
dari sirkulasi paru akan terbuka disertai dengan dilatasi vaskular yang telah ada, maka hal
ini memungkinkan sirkulasi paru menahan aliran hingga empat kali lipat tanpa menimbulkan
perubahan tekanan arteri pulmonal.
Ketika luas permukaan vaskular ini berkurang oleh karena kerusakan atau obstruksi
dari jaringan paru maka tekanan akan meningkat. Tingkat keparahan HP yang terjadi
berbanding lurus dengan luas kerusakan yang terjadi. 3
Berikut adalah fisiologi dasar dari sirkulasi pulmonal dan respon dari pembuluh darah
paru :

1. Resistensi vaskular pulmonal / pulmonary vascular resistance (PVR) utamanya


dipengaruhi oleh diameter area potong lintang dari otot polos arteri dan arteriol. Pada
stenosis arteri pulmonal dan hipoplastik paru maka PVR akan meningkat. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi PVR termasuk kekentalan darah, massa total dari paru,
stenosis pembuluh darah, dan penekanan ekstramural pada pembuluh darah. PVR
Normal adalah 1 Wood unit (atau 67 23[SD] dyne-sec/cm), yang mana adalah
sepersepuluh dari resistensi vaskular sistemik.
2. Pada saat olahraga, meningkatnya aliran darah paru yang besar diimbangi dengan
sedikit saja peningkatan pada tekanan PA. Hal ini memperlihatkan bahwa yang menjadi
faktor utama peningkatan pada tekanan PA adalah peningkatan tekanan di atrium kiri.
3. Sel endotel dan jaringan paru normalnya akan mensintesis dan atau mengaktifkan
beberapa hormon vasoaktif dan menginaktifkan yang lainnya. Keseimbangan antara
berbagai vasoaktif tersebut berguna mempertahankan tonus vaskular yang normal.
Kunci utama untuk pengaturan tonus vaskular pulmonal adalah keseimbangan
pelepasan dari nitrit oksida (vasodilator) dan endothelin (vasokonstriktor). Beberapa
hormon vasoaktif tersebut adalah :
a. Nitrit oksida (NO), disintesis di endotel vaskular, adalah suatu vasodilator.
b. ET1, bentuk isoform dominan dari endothelin, adalah suatu vasokonstriktor yang
poten.
c. Prostaglandin (PGs) disintesis, dimetabolisme, dan dilepaskan oleh jaringan
paru. PGI2 dan PGE1 adalah vasodilator, dimana PGF2 dan PGA2 adalah suatu
vasokonstriktor.
d. Serotonin adalah suatu vasokonstriktor yang merangsang hipertrofi otot polos.
Serotonin menstimulasi pelepasan NO pada keadaan endotel normal, namun
serotonin tidak mampu menstimulasi NO pada keadaan disfungsi endotel.
e. Angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten, diaktivasi dari angiotensin I di paru
oleh enzim ACE.
4. Pada beberapa konsisi, PVR berubah pada beberapa ketentuan sebagai ebrikut :
a. Pada keadaan hipoksia yang menginduksi vasokonstriksi, produksi NO
berkurang dan produksi endothelin meningkat.
b. Asidosis secara signifikan akan meningkatkan resistensi vaskular paru yang
beraksi secara sinergis dengan hipoksia
c. Adrenoreseptor mencetuskan vasokonstriksi dan adrenoreseptor
mencetuskan vasodilatasi. adrenergic bloker seperti tolazoline akan
menurunkan resistensi vaskuler paru.
d. Ketinggian (dengan regangan oksigen paru yang rendah) berhubungan dengan
vasokonstriksi pulmonal dan HP pada berbagai derajat. Terdapat perbedaan
individual yang luas dalam respon arteri pulmonal terhadap regangan oxygen
yang rendah di alveolar.
Pada neonatus, resistensi perifer sama atau lebih besar dibandingkan dengan
resistensi sistemik. Walaupun terjadi penurunan tekanan yang signifikan, namun tekanan
arteri pulmonal baru mencapai ukuran seperti dewasa pada usia 4 tahun. Pada neonatus,
arteriol di paru memiliki dinding otot yang tebal dengan lumen yang sempit sehingga
menghasilkan resistensi yang lebih besar dibandingkan dinding yang tipis pada paru yang
telah matang. Ketebalan ini akan berkurang secara bertahap hingga menyerupai morfologi

dewasa. Perubahan ini akan terganggu apabila pembuluh darah paru terpapar dengan
peningkatan aliran atau tekanan atau keduanya. 3

2.3.

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI HP


Penyebab dari HP secara patogenesis dapat dikelompokkan menjadi lima yakni 1,2,3,4,7

:
1. Peningkatan aliran sirkulasi pulmonal yang terjadi pada penyakit jantung kongenital
dengan pirau kiri ke kanan yang besar (hipertensi pulmonal hiperkinetik)
2. Hipoksia alveoli
3. Peningkatan tekanan vena pulmonalis
4. Penyakit pembuluh darah paru primer
5. Penyakit lainnya yang melibatkan parenkim paru atau pembuluh darah paru4
Pada pembagian lainnya berdasarkan guideline ESC, HP secara klinis
diklasifikasikan menjadi lima kelompok besar, seperti terlihat pada tabel 3.
Pada anak, etiologi HP antara lain disebabkan karena : 2,4,6
1. Penyakit jantung kongenital dengan pirau dari kiri ke kanan, transposisi arteri besar,
ataupun lesi obstruktif di jantung kiri
2. Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus
3. Kelainan lainnya seperti dysplasia bronkopulmonal dan hernia diafragmatika 2,4
Klasifikasi dari penyakit jantung kongenital penyebab HP telah diperbarui dengan
membagi menjadi klasifikasi klinis dan anatomi-patofisiologi, seperti terlihat pada tabel 4
dan tabel 5.

Tabel 3. Klasifikasi Klinis HP2

Tabel 4. Klasifikasi klinis Hipertensi Arteri Pulmonal terkait Penyakit jantung Kongenital

Tabel 5. Klasifikasi Anatomi-Patofisiologi HP terkait penyakit jantung kongenital


Klasifikasi lain berdasarkan Pulmonary Vaskular Research Institute (PVRI) Task
Force pada tahun 2011, membagi menjadi 10 kategori yang urutannya ditentukan
berdasarkan frekuensi kunjungan ke klinik pediatrik.8
9

Tabel 6. Klasifikasi HP pada Pediatrik8


Pada HP yang disebabkan kelainan jantung kongenital dapat dikelompokkan menjadi empat
kategori utama seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Jenis Kelainan Jantung Kongenital Penyebab HP6


2.4.

PATOGENESIS
Peningkatan aliran darah, resistensi vaskular, atau keduanya akan menyebabkan
HP. Terlepas dari penyebabnya, HP biasanya melibatkan konstriksi dari arteriol pulmonal,
yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskular paru dan hipertrofi dari ventrikel kanan.3
Ventrikel kanan yang tipis tidak mampu menahan beban tekanan yang lebih dari 4050 mmHg. Oleh karena itu, gagal jantung kanan akan muncul pada kondisi dimana terjadi
peningkatan resistensi vaskular paru secara tiba-tiba.4
10

Namun, jika peningkatan tekanan darah paru terjadi secara perlahan, akan terjadi
hipertrofi ventrikel kanan yang mampu mentoleransi HP ringan (dengan tekanan sistolik
berkisar 50 mmHg) tanpa menimbulkan gejala klinis. Jika kemudian terjadi penambahan
beban seperti penyakit parenkim paru, hipoksia alveolar, atau asidosis yang menimbulkan
penambahan tekanan yang hampir menyamai tekanan sistemik, maka mungkin terjadi gagal
jantung kanan. Patogenesis terjadinya HP dapat dibagi menjadi terutama 4 kategori, yakni :4
1. HP Hiperkinetik
HP yang terkait dengan pirau yang besar dari kiri ke kanan seperti VSD atau PDA,
disebut dengan hiperkinetik HP. HP terjadi karena peningkatan aliran darah di paru,
transmisi langsung tekanan sistemik ke arteri pulmonal, dan peningkatan resistensi
karena mekanisme kompensasi vasokonstriksi pulmonal. Defek pada kemampuan
vasodilatasi akibat produksi berlebih dari vasokonstriktor terjadi pada HP hiperkinetik.
Hiperkinetik HP ini biasanya reversible bila penyebabnya dapat disingkirkan sebelum
perubahan permanen terjadi pada arteriol paru.
Namun jika penyebabnya tidak dikoreksi, maka akan terjadi perubahan irreversible
berupa HP yang berat dan sianosis karena terjadi aliran balik menjadi pirau kanan ke
kiri. Pada tingkat ini disebut sebagai sindrom eisenmenger atau pulmonary obstructive
vaskular disease PVOD. Koreksi operatif tidak dapat lagi dilakukan pada tingkat ini. Usia
terjadinya PVOD bervariasi, mulai dari kanak-kanak hingga dewasa, namun paling
sering terjadi pada saat remaja awal.
2. Hipoksia Alveolar
Penurunan tekanan oksigen (PO2) di alveolar akan menimbulkan respon vasokonstriksi.
Hipoksia di alveolar ini menimbulkan efek vasokonstriksi yang lebih kuat dari penurunan
PO2 di arteri pulmonal. Mekanisme terjadinya vasokonstriksi masih belum jelas
dipahami, namun studi pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa endothelin dan
NO adalah dua vasoaktif yang berperan utama, dimana pada keadaan hipoksia terjadi
penurunan produksi NO (vasodilator) dan endothelin-1 meningkat. Sejumlah zat growth
factor lain termasuk platelet derived growth faktor dan vascular endothelial growth faktor
juga memicu remodeling vaskuar sebagai respon terhadap hipoksia.
Penyakit yang menimbulkan hipoksia ini terlihat pada penyakit parenkim paru, obstruksi
jalan nafas, ventilasi yang adekuat seperti pada penyakit sistem saraf pusat, kelainan
pada dinding dada atau otot pernafasan, dan ketinggian.
3. Hipertensi Vena Pulmonalis
Peningkatan tekanan di vena pulmonal akan menyebabkan refleks vasokonstriksi di
arteri pulmonal sehingga meningkatkan tekanan di arteri pulmonal untuk
mempertahankan perbedaan tekanan yang cukup antara arteri dengan vena. Perbedaan
tekanan ini penting untuk mempertahankan arah aliran darah di paru.
Mekanisme terjadinya vasokonstriksi masih belum sepenuhnya diketahui, namun
komponen neurologis sepertinya berperan penting. Selanjutnya peningkatan tekanan di
vena pulmonal akan mempersempit bahkan menutup jalan nafas yang kecil,
menyebabkan hipoksia alveolar dan merangsang vasokonstriksi kembali.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan peninggian tekanan vena paru antara lain mitral
stenosis, total anomalous pulmonary venous return (TAPVR) dengan obstruksi, dan
gagal jantung kiri kronis. HP yang disebabkan mekanisme ini biasanya bersifat
reversible jika penyebabnya dikoreksi, kecuali pada stenosis vena pulomonalis
kongenital.
11

4. Penyakit Vaskular Paru Primer


HP primer bersifat progresif dengan perubahan vaskular yang irreversible sama seperti
pada pasien sindrom eisenmenger, akan tetapi tanpa lesi intrakardiak. Terjadi penurunan
luas permukaan pembuluh darah paru dikarenakan perubahan patologis dari jaringan
vaskular itu sendiri, adanya tromboemboli, agregasi platelet, atau kombinasi dari
semuanya. Kondisi ini sebenarnya jarang pada pasien anak, lebih sering terjadi pada
dewasa dan jenis kelamin perempuan.
Patogenesis terjadinya HP primer masih belum jelas diketahui, namun sepertinya
disfungsi endotel dan peningkatan aktivitas platelet menjadi faktor penting. Pada kondisi
normal, sel endotel mempertahankan tonus dari otot polos vaskular dengan mensekresi
berbagai zat vasoaktif, mencegah proliferasi otot polos, dan berinteraksi dengan platelet
untuk pelepasan faktor anti pembekuan untuk mempertahankan kondisi nontrombotik.
Gambaran patologis pada HP primer adalah terjadinya penebalan dari intima dengan
thrombosis in situ dari arteri pulmonal yang kecil dengan deposisi thrombin intraluminal.
Terjadi pula produksi berlebih endothelin pada HP Primer dan pelepasan berlebihan ini
berkaitan dengan terjadinya vasokonstriksi, juga proliferasi sel, inflamasi,hipertrofi
medial, dan fibrosis.
2.5.

PATOLOGI

Terlepas dari penyebab dan proses terjadinya HP, penginkatan tekanan arteri
pulmonal akan menyebabkan perubahan anatomis pada pembuluh darah paru 4,8
1. Hiperkinetik HP adalah akibat dari defek jantung kongenital dengan pirau besar dari kiri
ke kanan. Klasifikasi Heath dan Edwards membagi menjadi 6 tingkatan. Grade I-III
dianggap sebagai kelainan yang reversible, dan grade IV-VI sudah bersifat irreversible
dimana HP akan tetap terjadi walaupun stimulus pencetusnya dikoreksi. Oleh karena itu,
adanya HP yang ireversible menjadi kontraindikasi dilakukannya tindakan operatif.

12

Gambar 1. Grading Perubahan Patologi pada HP berdasarkan Heath Edward


2. Perubahan vaskular yang progresif yang terjadi pada HP primer adalah sama dengan
yang terjadi pada defek jantung kongenital.
3. Pada hipertensi vena pulmonal, arteri pulmonal menunjukkan hipertrofi medial yang
berat dan fibrosis intima. Namun kelainan tersebut terbatas hingga tingkat III saja, dan
reversible bila penyebabnya dikoreksi.
2.6.

PATOFISIOLOGI

1. Jika HP berat terjadi secara tiba-tiba pada keadaan ventrikel kanan tidak siap (non
hipertrofi), maka gagal jantung kanan akan segera muncul. Contoh dari keadaan ini
adalah anak bayi yang mengalami obstruksi jalan nafas akut atau pasien dewasa
yang mengalami tromboemboli paru massif. 4
2. Pada keadaan HP yang kronis, terjadi hipertrofi dan dilatasi yang bertahap dari
ventrikel kanan. Tekanan di vevntrikel kanan meningkat sejalan dengan hieprtrofi dan
tekanan di arteri pulmonal dapat melebihi tekanan darah sistemik. 4
3. Penurunan curah jantung dapat terjadi karena sedikitnya dua mekanisme : 4
13

a. Peningkatan berlebihan cairan dan tekanan di ventrikel kanan mengganggu


fungsi jantung, utamanya karena terganggunya perfusi koroner ke ventrikel
kanan yang telah mengalami hipertrofi dan dilatasi dan penurunan fungsi
ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri terjadi karena pergeseran septum
interventrikel yang kuat ke arah kiri dikarenakan kelebihan volume di ventrikel
kanan. Ventrikel kanan yang dilatasi juga mengganggu struktur ventrikel kiri
dan menurunkan komplians dari ventrikel kiri, sehingga akan terjadi
peningkatan tekanan akhir diastolik LV dan tekanan di LA yang akan
memperburuk vasokonstriksi pulmonal.
b. Peningkatan yang mendadak dari resistensi vaskular paru akan menurunkan
venous return ke LA sehingga terjadi hipotensi.
4. Edema paru dapat terjadi seiring dengan peningkatan tekanan di LA. Terjadi
kerusakan langsung pada dinding arteriol kecil pada proksimal dari area yang
berkonstriksi yang menjadi faktor utama terjadinya edema paru. Kerusakan ini lebih
mungkin terjadi jika tidak dijumpai hipertrofi lapisan media dari otot polos. 4
5. Penurunan saturasi oksigen dapat terjadi. Hipoksemia, asidosis, dan sesekali
hiperkapnia terjadi karena kongesti vena pulmonal, penekanan pada jalan nafas
kecil, atau pirau intrakardiak, yang akan memperparah hipertensi puolmonal. 4
2.7.

MANIFESTASI KLINIS

Terlepas dari etiologinya, manifestasi klinis dari HP akan sama bila terdapat
peningkatan tekanan yang cukup bermakna. 2,4,9
Anamnese 2,4,9
Pada anamnesis dijumpai :
1. Sesak nafas dan mudah lelah bila beraktivitas adalah gejala paling awal dan paling
sering dikeluhkan. Beberapa pasien juga diikuti dengan riwayat nyeri kepala.
2. Sesak nafas pada saat istirahat dijumpai pada kasus yang sudah lanjut.
3. Syncope, presyncope atau nyeri dada juga muncul pada saat beraktivitas, yang
mencerminkan perjalanan penyakit yang sudah lanjut dengan curah jantung yang
sudah menetap.
4. Riwayat defek jantung atau gagal jantung pada saat bayi dan anak dijumpai pada
kebanyakan kasus sindrom eisenmenger
5. Pasien dengan penyakit paru dapat juga mengeluhkan episode batuk atau mengi.
6. Batuk darah (terkait dengan infark pulmonal sekunder karena thrombosis) terjadi
belakangan dan sesekali fatal.

Pemeriksaan Fisik 2,4,9


Pada pemeriksaan fisik dijumpai :
1. Sianosis dengan atau tanpa clubbing dapat dijumpai. Vena jugular distensi dengan
penonjolan pada gelombang .
2. Denyut ventrikel kanan yang terangkat dan teraba pada saat palpasi pada area
parasternal kiri.
14

3. Terdapat suara S2 satu atau terpecah sempit, dengan P2 yang keras. Ejection click
dan early diastolic decrescendo murmur dari regurgitasi pulmonal biasanya dijumpai
di daerah tengah dari parasternal kiri. Murmur holosistolik dari regurgitasi tricuspid
juga dapat terdengar pada daerah bawah sekitar parasternal kiri.
4. Tanda-tanda gagal jantung kanan sweperti hepatomegali dan edema kaki dapat
dijumpai.
5. Aritmia muncul pada tahap lanjutan.
6. Pasien dengan penyakit penyertanya akan memunculkan gejala dari penyakit
penyertanya.
Elektrokardiografi 2,4,9
PAda pemeriksaan EKG dijumpai :
1. Dijumpai right axis deviation (RAD) dan (RVH) dengan atau tanpa strain dijumpai
pada HP yang berat.
2. Pelebaran atrium kanan biasanya terlihat pada fase lanjut.
Foto Thoraks 2,4,9
Pada pemeriksan foto thoraks dijumpai :
1. Ukuran jantung normal atau sedikit membesar dengan atau tanpa pembesaran
ventrikel kanan. Cardiomegali akan muncul bila sudah terjadi CHF
2. Segmen pulmonal yang menonjol disertai pelebaran hilus dengan corakan paru yang
bersih adalah karakteristik khas
3. Pada eksaserbasi akut, maka edema paru dapat terlihat
Ekokardiografi 2,4,9
Pemeriksaan ekokardiografi biasanya mengidentifikasi beberapa hal berikut :
1. Pembesaran atrium dan ventrikel kanan, dengan ukuran ventrikel kiri yang normal
atau kecil
2. Penebalan septum interventrikel dan gerakan abnormal dari region septal sebagai
akibat dari peniingkatan volume berlebihan di ventrikel kanan
3. Penebalan dinding bebas ventrikel kanan dan disfungsi ventrikel kanan sulit untuk
dilihat dan diukur
Dari ekokardiografi juga dapat dilakukan pengukuran semikuantitatif terhadap keparahan
HP, sebagai berikut :
1. Pergerakan katup yang abnormal pada M mode Echo
2. Septum interventrikular bergeser ke kiri kea rah ventrikel kiri pada echo 2 dimensi

15

Gambar 2. Gambaran Septum Interventrikel pada pasien norma dan HP 4


3. Ekokardiografi Doppler : 4
a. Kecepatan maksimum dari regurgitasi trikuspid pada pemeriksaan continous wave
Doppler digunakan untuk estimasi tekanan sostolik di PA
b. Pada pasien dengan defek seperti PDA atau VSD , kecepatan maksimum pada pirau
tersebut dapat menjadi estimasi pengukuran tekanan di ventrikel kanan atau arteri
pulmonal.
c. Kecepatan regurgitasi pulmonal pada saat akhir diastolik dapat mengestimasi ukuran
tekanan diastolik di arteri pulmonal.
Kateterisasi Jantung Kanan
Kateterisasi jantung kanan merupakan pemeriksaan pasti untuk menegakkan HP
dan menentukan keparahan. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan apakah peningkatan
resistensi vaskular paru diakrenakan vasokonstriksi yang masih aktif atau karena perubahan
yang sudah permanen. Hal ini dapat dinilai dengan pemberian alfa adrenoreseptor bloker
seperti tolazoline atau dengan melakukan tes oksigen.2,4
Pengukuran reaktivitas vaskular paru dilakukan untuk mengidentifikasi apakah
pasien akan mendapatkan manfaat dengan pemberian obat spesifik jangka panjang. Acute
vasodilator challenge hanya dilakukan dengan obat yang bekerja singkat, aman, dan mudah
diinjeksikan serta tidak menimbulkan efek sistemik. Respon positif ditunjukkan dengan
penurunan tekanan rerata pulmonal 10 mmHg untuk mendapatkan tekanan rerata
absolute 40 mmHg dengan curah jantung yang tetap atau meningkat. 1,2,4
HP tidak sinonim dengan penyakit pembuluh darah paru, karena tekanan darah paru
dapat meningkat hanya karena terjadinya peningkatan aliran darah di paru. Pasien
16

hipertensi pulomonal dengan peningkatan aliran darah paru memperlihatkan perbedaan


klinis dan resiko operasi dibandingkan dengan pada pasien yang hipertensi pulmonalnya
disebabkan peningkatan resistensi vaskular. Oleh karena itu, keselamatan operasi yang
didasarkan hanya kepada tekanan arteri pulmonal saja tidak dapat digunakan dan informasi
mengenai aliran darah paru juga harus disertakan sehingga resistensi dapat diukur pula.6
Resistensi vaskular paru memperlihatkan status pembuluh paru lebih akurat. Pada
pemeriksaan kateterisasi jantung kanan, beberapa informasi harus diukur untuk dapat
menentukan resistensi. Resistensi total vaskular paru merupakan penjumlahan dari seluruh
resistensi yang harus dihadapi oleh ventrikel kanan termasuk :
a. precapillary pulmonary vaskular bed
b. postcapillary bed
c. mitral valve
d. left ventricular filling pressure.
Variable berikut ini perlu diukur saat pemeriksaan yakni : tekanan arteri pulmonal
(sistolik, diastolik dan rerata), tekanan atrium kanan, tekanan kapiler paru (pulmonary
wedge pressure / pwp), dan tekanan ventrikel kanan. Saturasi oksigen di vena kava
superior, arteri pulmonal dan arteri sistemik juga perlu diukur. Semua variabel ini penting
untuk menentukan resistensi vaskular paru. 2
Pengukuran yang akurat terhadap PWP diperlukan untuk menegakkan diagnosis HP
dikarenakan gagal jantung kiri. Dengan PWP > 15 mmHg menyingkirkan diagnosis HP pre
kapiler.2
Pemeriksaan Penunjang Lain1,2,4,6,9
1. Ventrikulografi radionukleotidan dapat mennginformasikan fungsi ventrikel kanan
2. Lung perfusion scan dapat memperlihatkan pola perfusi di paru
3. Tes fungsi paru memperlihatkan penurunan kapasitas vital paru ataupun
hiperreaktivitas bronkus , yang dapat menjadi salah diagnosis menajdi asma 4
4. CT Scan menentukan keberadaan dan keparahan HP berdasarkan diameter dari
cabang utama arteri pulmonal
5. Tes latihan seperti 6 minute walk test berguna untuk evaluasi pasien dewasa dengan
HP. Pada saat ini, belum ada nilai referensi untuk standar kemampuan orang dewasa
dan anak terhadap tes ini, namun tes ini berguna untuk melihat progresivitas
penyakit dan respons terhadap pengobatan.
6. Biopsi paru berguna untuk menilai apakah operasi masih bermanfaat untuk pasien,
akan tetapi perubahan vaskualr apru tidak terjadi secara seragam di seluruh
lapangan paru, dan penemuan biopsy tidak berkorelasi erat dengan perjalanan
alamiah dari penyakit tersebut. Data hemodinamik pada pemeriksaan kateterisasi
jantung kanan lebih akurat memprediksi keselamatan operasi dibandingkan dengan
data biopsy.
2.8.

KELAINAN SPESIFIK

Semua jenis HP yang tersebut pada klasifikasi klinis telah ditemukan pada anak,
namun mayoritas pasien dengan HP terkait dengan kelainan jantung kongenital dengan

17

pirau kiri ke kanan dan HP bentuk idiopatik/diturunkan. Berikut akan diuraikan beberapa
kelainan spesifik yang terkait HP pada anak.
HP idiopatik dan herediter 10
HP primer telah diklasifikasikan ulang pada symposium WHO tahun 2004 dan
direvisi pada Dana Point 2008 untuk memperbaiki pemahana tentang HP bawaan. HP
idiopatik mengacu pada HP tan pa penyebab yang jelas pada pasien tanpa riwayat keluarga
menderita HP. HP herediter adalah pasien yang memiliki 2 atau lebih anggota keluarga yang
menderita HP atau pasien dengan riwayat keluarga menderita HP yang telah ditemukan
kelainan genetiknya. HP herediter dibagi menjadi mutasi BMPR2 dengan ALK1 atau mutasi
ENG dengan atau tanpa hereditary hemorrhagic telangiectasis (HHT).
Persistent pulmonary hypertension of the newborn (PHPN)11,12
Kondisi penyakit ini biasanya self-limiting kecuali jika ada penyebab yang irreversible
seperti penyakit paru kronik karena prematur. Hipoplasia alveolar, biasanya dijumpai
bersamaan dengan dysplasia, teridentifikasi ketika pasien sulit dilepaskan dari ventilator.
Displasia Bronkopulmonal4
Displasia bronkopulmonal sering terjadi pada bayi prematur, dengan insidensi 50%
pada bayi dengan berat badan lahir 500-750 gram, dan sekitar 10% pada bayi dengan berat
badan lahir kurang dari 1500 gr. Keadaan ini merupakan akibat dari penggunaan ventilasi
mekanik yang berkepanjangan yang digunakan sebagai terapi pada sindrom distress
pernafasan akut.
Pada keadaan ini beberapa ditemukan hipertensi sitemik dan pada ekokardiografi
ditemukan hipertrofi dinding ventrikel kiri. Penangannya adalah dengan pemberian diuretik,
digoksin dan oksigen yang diteruskan dengan pemberian oksigen di rumah. Selain ketiga di
atas, juga diperhatikan kecukupan kalori, protein dan vitamin untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan.
Hernia diafragmatika4
Pada keadaan ini HP terjadi karena hipoplasia paru yang terjadi karena adanya
organ abdominal yang mengalami kesalahan posisi di rongga dada. Sebagai akibatnya akan
terjadi distress pernafasan pada bayi. Defek yang terjadi kebanyakan di paru kiri. Hernia
diafragmatika adalah keadaan emergensi untuk dilakukan pembedahan.
2.9.

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :2,4


1. Anamneses dan pemeriksaan fisik mengarah pada HP
2. Pemeriksaan non invasif dapat mengarahkan dengan jelas suatu HP. Pemeriksaan
non invasif juga dapat menegakkan etiologi suatu kelainan jantung kongential
penyebab HP.
3. Kateterisasi jantung kanan merupakan pemeriksaan pasti untuk menegakkan HP
dan menentukan keparahan.
18

Algortime penegakan diagnosis HP dapat dilihat pada gambar 3. Algoritme ini


digunakan pada pasien dewasa dan juga disarankan untuk digunakan pada pasien anak.
Pada algoritme ini proses diagnosis diarahkan pada penyakit yang lebih sering
menyebabkan HP yakni grup 2 (penyakit jantung kiri) dan grup 3 (penyakit paru), kemudian
dilanjutkan dengan menyingkirkan diagnosis penyakit tromboemboli kronik, dan bila tidak
ditemukan maka baru dilanjutkan penjajakan kepada grup 1 dan grup 5.2

Gambar 3. Algoritme Diagnosis HP2


2.10.

PENATALAKSANAAN

Pada beberapa dekade terakhir terdapat kemajuan yang bermakna terhadap


penatalaksanaan HP. Terapi obat-obatan modern telah memperlihatkan perbaikan yang
19

signifikan terhadap gejala pasien dan memperlambat perburukan klinis. Walaupun demikian,
HP tetap menjadi penyakit kronis tanpa penyembuhan.
Terapi HP tidak bisa hanya dengan obat-obatan saja, tetapi merupakan strategi yang
lebih kompleks termasuk melakukan evaluasi keparahan penyakit, pendekatan umum, terapi
suportif, penialian reaktivitas vaskular, estimasi efikasi pengobatan, dan kombinasi berbagai
obat disertai intervensi.2
2.10.1. Evaluasi Keparahan2
Evaluasi keparahan dilakukan dengan melihat parameter klinis, ekokardiografi,
kapasitas fungsional, penanda biokimia, dan kateterisasi jantung kanan. Secara
klinis digunakan klasifikasi kemampuan fungsional dari WHO (tabel 8).

Tabel 8. Klasifikasi Fungsional HP berdasarkan WHO


Secara komprehensif berbagai parameter digunakan untuk menentukan status
pasien menjadi stabil dan memuaskan, stabil namun belum memuaskan, dan tidak stabil
dan mengalami perburukan. Parameter tersebut juga bermanfaat untuk menentukan
prognosis. Kondisi tabil dan memuaskan adalah kondisi yang memenuhi kriteria pada kolom
better prognosis pada tabel 9 di bawah ini.

20

Tabel 9. Parameter Penilaian Keparahan, Stabilitas dan Prognosis HP.


2.10.2. Pendekatan umum2,,13
Pasien dengan HP memerlukan edukasi tentang pola hidup sehari-hari, di
antaranya :
Aktivitas sehari-hari boleh dilakukan dengan batasan terhadap gejala

yang muncul. Sedikit kelelahan diperbolehkan, namun pasien tidak boleh


bekerja terlalu keras hingga menimbulkan sesak nafas, pusing, ataupun
nyeri dada.
Pasien tidak diperbolehkan untuk hamil. Jika terjadi kehamilan atau

pasien memaksa untuk hamil, maka peru diinformasikan bahwa


kehamilannya beresiko tinggi. Selama hamil, penatalaksanaan harus
menjurus kepada penyebab HP, dengan perencanaan persalinan secara
elektif dan kolaborasi yang erat dan baik antara dokter ahli kebidanan
dengan ahli HP.
Pada penerbangan, pasien dengan kelas fungsional III dan IV disarankan

menggunakan O2 dengan aliran 2l/menit. Hal ini akan meningkatkan


tekanan O2 yang setara dengan tekanan pada permukaan laut.
Pasien harus mampu mengidentifikasi dan mengobati dengan cepat bila

terjadi infeksi.
Bila pasien menjalani operasi maka pilihan anestesi nepidural lebih
disukai dibandingkan general.

2.10.3. Terapi suportif2,13,14


21

Terapi suportif terdiri dari pemberian antikoagulan, diuretic, oksigen dan digoxin.
Pemberian antikoagulan memiliki target INR sebesar 1,5-2,5 pada beberapa
Negara di Amerika Utara dan nilai 2,0-3,0 di Negara Eropa. Pemberian
antkoagulan ditujukan pada HP idiopatik, HP diturunkan, dan HP terkait
anorexigen, serta APAH (associated pulmonary arterial hypertension). Pemberian
diuretic digunakan untuk menurunkan kongesti pada pasien dengan gagal
jantung kanan fase tidak terkompensasi. Pemberian oksigen kontinyu
diindikasikan pada pasien dengan PO2 kurang dari 80 mmHg. Pemberian
digoksin dipertimbangkan pada pasien dengan atrial takiaritmia untuk
menurunkan denyut ventrikel.
2.10.4. Obat-obatan spesifik
a. Calcium channel blocker (CCB) 2,13
Hipertrofi otot polos, hyperplasia dan vasokonstriksi telah lama diketahui
berkontribusi terhadap patogenesis dari HAP idiopatik sehingga sejak tahun
1980an digunakan vasodilator terutama golongan pemblok kanal kalsium.
Sebelum menggunakan CCB maka pasien harus diperiksa reaktivitas
vaskular dan CCB tidak diberikan pada hasil negatif. CCB yang sering
digunakan adalah nifedipine, diltiazem dan amlodipine. Dosis awal diberikan
dengan dosis rendah dan dititrasi hingga dosis yang memberikan efikasi
dimana bisa sangat tnggi yakni 120-240 mg untuk nifedipine, 240-720 mg
untuk diltiazem, dan 20 mg untuk amlodipin.
b. Prostanoid
Prostasiklin merupakan vasodilator yang diproduksi oleh endotel. Prostasiklin
terlihat memiliki efek paling poten untuk inhibisi agregasi platelet dan terlihat
memiliki efek sitprotektif dan antiproliferatif. Termasuk di dalam golongan ini
adalah epoprostenol, iloprost, treprostinil, dan beraprost. 2,13
c. Antagonis reseptor endothelin / ERA
Aktivasi dari sistem endothelin telah didemonstrasikan pada plasma dan
jaringan paru penderita HP. Walaupun belum jelas apakah peningkatan
endothelin merupakan penyebab atau akibat dari HAP, terdapat data yang
mendukung keterlibatan sistem endotelin pada pathogenesis HAP. Endothelin
1 mencetuskan vasokonstriksi dan efek mitogenik di jaringan otot polos
vaskular paru dengan cara berkatan dengan reseptor endothelin A dan
endothelin B. termasuk dalam golongan ini adalah bosentan, sitaxentan, dan
ambrisentan. 2,13
d. Inhibitor fosfodiesterase tipe 5
Inhibisi dari enzim fosfodiesterase tipe 5 menghaslkan vasodilatasi melalui
jalur NP/cGMP. Selain efek vasodilator terdapat juga efek antiproliferatif.
Termasuk dalam golongan ini adalah sildenafil, tadalafil, dan vardenafil. 2,3,13
e. Nitrit oxide10
NO yang diberikan secara inhalasi adalah agen yang telah banyak diteliti dan
paling luas digunakan pada fase akut. Ketika diberikan via inhalasi, NO
berdifusi melewati alveolus menuju otot polos dan menghasilkan relaksasi.
No kemudian berdifusi ke darah dimana ia akan diinaktivasi oleh hemoglobin.

22

Oleh karena itu, efek NO adalah untuk membuka ventilasi dan memperbaiki
ventilation-perfusion matching.
2.10.5. Pengobatan aritmia
Kondisi aritmia yang terjadi adalah atrial fibrilasi, atrial flutter, dan
supraventrikular takikardia. Terapi antiaritmia ditujukan untuk mengembalikan dan
mempertahankan irama sinus ritme. Kejadian aritmia ventricular yang maligna
jarang terjadi.4
2.10.6. Intervensi4
Tindakan intervensi yang dilakukan termasuk balloon atrial septostomy (BAS)
dan transplantasi paru. Tindakan BAS bertujuan membuat suatu pirau interatrial
yang bertujuan untuk dekompresi ruang jantung kanan dan meningkatkan
preload di ventrikel kiri untuk meningkatkan curah jantung. Tindakan BAS ni
direkomendasikan pada keadaan klasifikasi fungsional IV WHO yang tidak dapat
lagi diobati dengan terapi medikamentosa. Transplantasi paru diindikasikan pada
pasien dengan etiologi apapun yang teridentifikasi memiliki prognosis buruk
sesuai tabel 9.
2.11.

PERJALANAN ALAMIAH4,15

1. HP sekunder karena obstruksi jalan nafas biasanya reversible.


2. Kondisi kronik yang menyebabkan hipoksia alveolar menunjukkan prognosis yang
lebih buruk. Infeksi paru akan mencetuskan eksaserbasi.
3. HP hiperkinetik akan menghilang setelah operasi terhadap penyakit dasarnya
dilakukan, jika tindakan tersebut dilakukan di awal.
4. HP primer adalah kondisi progresif dan berdampak fatal, biasanya kematian dijumpai
setelah 2 hingga 3 tahun setelah symptom pertama kali dirasakan.
5. HP terkait sindrom eisenmenger, penyakit kolagen dan tromboemboli kronik
biasanya akan irreversible dan memiliki prognosis buruk walalupun dapat juga stabil
selama 2 hingga 3 dekade.
6. Gagal jantung kanan dijumpai pada fase lanjut.
7. Nyeri dada, batuk darah dan pingsan adalah gejala yang paling mengganggu.
8. Aritmia atrial dan ventrikular juga terjadi di fase lanjut.
9. Penyebab kematian dari HP adalah gagal jantung kanan yang progresif dan
kematian mendadak (kemungkinan sekunder karena aritmia).
10. Kejadian komplikasi serebrovaskular sebagai komplikasi embolisasi jarang terjadi.

23

BAB 3
KESIMPULAN
Hipertensi pulmonal merupakan kondisi medis yang memberkan mortalitas dan
morbiditas yang cukup tinggi pada anak. HP dapat terjadi sebagai penyakit primer atau
sekunder sebagai komplikasi dari penyakit lain, terutama jantung dan paru.
Dengan pengamatan yang teliti terhadap gejala klinis, pemeriksaan fsik,
pemeriksaan EKG, foto rontgen thorax, maka seorang dokter ahli jantung dapat
mengarahkan diagnosis suatu hipertensi pulmonal.
Perkembangan terkini telah menunjukkan kemajuan dalam penggunaan obat-obatan
spesifik untuk memperbaiki gejala penyakit. Terapi intervensi ditujukan untuk mengkoreksi
penyebab HP dan di beberapa kasus lanjut merupakan terapi pilihan bagi kasus yang sudah
sulit dikendalikan dengan obat-obatan.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. McLaughlin VV, Archer SL, Badesch DB, et al. ACCF/AHA 2009 Expert Consensus
Document on Pulmonary Hypertension: A Report of the American College of Cardiology
Foundation Task Force on Expert Consensus Documents and the American Heart
Association: Developed in Collaboration With the American College of Chest HPysicians,
American Thoracic Society, Inc., and the Pulmonary Hypertension Association. J Am Coll
Cardiol 2009; 53:22522294.
2. Galie N, Hoeper MM, Humbert M, et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of
pulmonary hypertension : a report of The Task Force for the Diagnosis and Treatment of
Pulmonary Hypertension of the European Society of Cardiology (ESC) and the European
Respiratory Society (ERS), endorsed by the International Society of Heart and Lung
Transplantation (ISHLT). Eur Heart J 2009. 30 : 24932537
3. Fuster, V, Walsh, RA., Harrington, RA, et al. Hurst's The Heart. Edisi ketigabelas. China:
McGraw Hill; 2011.
4. Myung KP. Pediatric Cardiology for Practitioners. HPiladelHPia: Mosby Elsevier. Edisi
kelima. 2008
5. Braunwald E. Braunwalds Heart Disease, A Textbook of Cardiovaskular Medicine.
Philadelphia: Elsevier Saunders. Edisi kesembilan. 2012.
6. Wertheimer M and Moller, JH. Pulmonary Hypertension and Congenital Heart Disease.
Ann Thor Dis 1973:16
7. Simonneau, g, Galie n, Rubin LJ, et al. Clinical Classification of Pulmonary
Hypertension. J Am Coll Cardiol 2004;43:5S12S
8. Cerro MJ, Abman S, Diaz G, et al. A consensus approach to the classification of pediatric
pulmonary hypertensive vaskular disease : Report from the PVRI pediatric Taskforce,
Panama 2011. Pulm Circ 2011;1: 286-98.
9. Gorenflo M, Mebus S, Adatia I, et al. Neonatal and Childhood Pulmonary Hypertension An Update (2012). J Clin Exp Cardiolog 2012;S:8
10. Oishi P, Datar SA, and Fineman JR. Advances in the Management of Pediatric
Pulmonary Hypertension. Resp Care 2011; 56
11. Haworth SG. The management of pulmonary hypertension in children. S G. Arch Dis
Child 2008;93:620625.
12. Castaneda AR, Greenough MD and Khetriwal B. Pulmonary hypertension in the
newborn. Ped Resp Review 2005;6:111116
13. Buck, ML. Update on Therapies for Pulmonary Arterial Hypertension in Children.
Pediatric Pharmacotherapy University of Virginia Childrens Hospital 2013;19.
14. Johnson SR, Mehta S, Granton JT. Anticoagulation in pulmonary arterial hypertension: a
qualitative systematic review. Eur Respir J 2006;28(5):999-1004.
15. Fuster V, Steele PM, Edwards WD, et al. Primary pulmonary hypertension: natural
history and the importance of thrombosis. Circ 1984;70:580-587

25

Anda mungkin juga menyukai