Anda di halaman 1dari 9

BAB III

WATER TREATMENT PROCESS INDUSTRI KERTAS DAN


PENGUJIAN AIR PROSES, AIR BERSIH SERTA AIR MINUM

3.1 Tinjauan Pustaka


Di dalam Industri, air merupakan kebutuhan penting dalam proses produksi
dan kegiatan lain dalam suatu industri. Untuk itu diperlukan penyediaan air bersih
yang secara kualitas memenuhi standar yang berlaku dan secara kuantitas dan
kontinuitas harus memenuhi kebutuhan industri sehingga proses produksi tersebut
dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya standar baku mutu untuk air bersih
industri, setiap industri memiliki pengolahan air sendiri-sendiri sesuai dengan
kebutuhan industri. Karena setiap proses industri maupun segala aktivitas
membutuhkan air sebagai bahan baku utama atau bahan penolong (Permadi dkk,
2011).
Sistem pengelolaan air ini dikenal dengan istilah Water Treatment. Ada
beberapa tahap pengelolaan air yang harus dilakukan sehingga air tersebut bisa
dikatakan layak untuk dipakai. Namun, tidak semua tahap ini diterapkan oleh masingmasing pengelola air, tergantung dari kualitas sumber airnya.Sebagai contoh, jika
sumber airnya berasal dari dalam tanah (ground water), sistem pengelolaan airnya
akan lebih sederhana dari pada yang sumber airnya berasal dari sumber air
permukaan, seperti air sungai, danau atau laut. Karena air yang berasal dari dalam
tanah telah melalui penyaringan secara alami oleh struktur tanah itu sendiri dan tidak
terkontak langsung dengan udara bebas yang mengandung banyak zat-zat
pencemaran air
Air untuk masyarakat industri memerlukan persyaratan yang lebih berat
dibanding air untuk masyarakat umum dan rumah tangga. Persyaratan air untuk

industri, antara lain harus bebas dari zat kimia yang mengganggu proses industri,
termasuk air untuk ketel uap yang menghasilkan energi panas untuk proses produksi.
Dalam kegiatan suatu industri, dibutuhkan air untuk keperluan minum, mandi dan
cuci (MCK), maka air yang digunakan juga harus diproses seperti halnya air untuk
keperluan rumah tangga (Gustina, 2011).
Pengolahan air minum bertujuan memproduksi air yang aman baik secara
biologis maupun kimiawi untuk dapat dikonsumsi oleh manusia dan secara estetik
baik dari segi bau, rasa, dan penampakan. Di Indonesia, kualitas air minum diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 tahun 1990 Tentang Syarat-syarat
dan Pengawasan Kualitas Air minum. Pengolahan air dilakukan untuk mencapai
persyaratan mutu air, yaitu:
Tabel 3.1 Standarisasi Kualitas air minum

(Permenkes, 1990)

Berikut persyaratan kualiatas air bersih yang dibuat oleh mentri kesehatan RI
nomor 492/Menkes/Per/IV/2010.
Tabel 3.2 Standarisasi Kualitas air bersih

(Permenkes, 2010)

Air untuk konsumsi dan proses:

tidak berwarna (jernih)

tidak berbau

tidak mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh manusia (bakteri)


Adapun jenis pengotor atau impurities yang terdapat dalam air dapat berupa

padatan tersuspensi (lumpur), padatan yang tidak larut (pasir, sampah), gas-gas
terlarut (O2, CO2, H2S), mikroorganisme (bakteri, ganggang) dan garam-garam yang
terionisasi. Pada dasarnya ada 4 proses yang umum digunakan pada proses water
treatment yaitu proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan Filtrasi.
1. Koagulasi dan Flokulasi
Proses koagulasi menggunakan Alum (Alumunium sulfat/Al2(SO4)3 untuk
mengikat kotoran atau memutus rantai pada ikatan senyawa zat warna sehingga
membentuk gumpalan. Sedangkan proses flokulasi dengan cara menambah larutan
polimer untuk memperbesar gumpalan, sehingga relatif mudah untuk diendapkan
(Geankoplis,1993).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi
sebagai berikut :
a. Suhu air
Suhu air yang rendah mempunyai pengaruh terhadap efisiensi proses
koagulasi. Bila suhu air diturunkan , maka besarnya daerah pH yang optimum pada
proses kagulasi akan berubah dan merubah pembubuhan dosis koagulan.

b. Derajat Keasaman (pH)


Proses koagulasi akan berjalan dengan baik bila berada pada daerah pH yang
optimum. Untuk tiap jenis koagulan mempunyai pH optimum yang berbeda satu
sama lainnya.
c. Jenis Koagulan
Pemilihan jenis koagulan didasarkan pada pertimbangan segi ekonomis dan
daya efektivitas dari pada koagulan dalam pembentukan flok. Koagulan dalam bentuk
larutan lebih efektif dibanding koagulan dalam bentuk serbuk atau butiran.
d. Kadar ion terlarut
Pengaruh ion-ion yang terlarut dalam air terhadap proses koagulasi yaitu :
pengaruh anion lebih bsar daripada kation. Dengan demikian ion natrium, kalsium
dan magnesium tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap proses koagulasi.
e. Tingkat kekeruhan
Pada tingkat kekeruhan yang rendahproses destibilisasi akan sukar terjadi.
Sebaliknya pada tingkat kekeruhan air yang tinggi maka proses destabilisasi akan
berlangsung cepat. Tetapi apabila kondisi tersebut digunakan dosis koagulan yang
rendah maka pembentukan flok kurang efektif.
f. Dosis koagulan
Dosis bahan kimia, dosis yang tepat / kurang atau terlalu banyak dapat
menghasilkan floc yang berukuran kecil dan sedikit, sehingga sulit mengendap.
Untuk menghasilkan inti flok yang lain dari proses koagulasi dan flokulasi sangat
tergantung dari dosis koagulasi yang dibutuhkan. Bila pembubuhan koagulan sesuai
dengan dosis yang dibutuhkan maka proses pembentukan inti flok akan berjalan
dengan baik.

g. Kecepatan pengadukan
Tujuan pengadukan adalah untuk mencampurkan koagulan ke dalam air.
Dalam pengadukan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengadukan harus benarbenar merata, sehingga semua koagulan yang dibubuhkan dapat bereaksi dengan
partikel-partikel atau ion-ion yang berada dalam air. Kecepatan pengadukan sangat
berpengaruh

terhadap

pembentukan

flok

bila

pengadukan

terlalu

lambat

mengakibatkan lambatnya flok terbantuk dan sebaliknya apabila pengadukan terlalu


cepat berakibat pecahnya flok yang terbentuk.
h. Alkalinitas
Alkalinitas dalam air ditentukan oleh kadar asam atau basa yang terjadi dalam
air Alkalinitas dalam air dapat membentuk flok dengan menghasil ion hidroksida
pada reaksihidrolisa koagulan.
2. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan
secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Umumnya proses sedimentasi
digunakan setelah proses koagulasi dan flokulasi yang berfungsi untuk destabilisasi
dan memperbesar gumpalan/ukuran partikel, sehingga mudah untuk diendapkan
(Asdak, 1995 : 33). Kecepatan pengendapan partikel yang terdapat di air tergantung
pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam
bak pengendap (Geankoplis,1993).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju sedimentasi :

Banyaknya lumpur
Luas bak pengendapan
Kedalaman bak pengendapan

3. Filtrasi

Filtrasi adalah proses pemisahan partikel padat dan cair dengan menggunakan
sebuah bahan semi-permeable seperti sand filter.
3.2 Alat dan Bahan Dalam Pengujian
1. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengecekan turbidity, color, free clorine dan
TSS:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Spektrofotometer
Baker Gelas
Air sebelum di UV (A)
Air sesudah di UV (B)
Raw Water
Air Tank Proses
Blanko
Reagen DPD Chlorine

2. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengecekan pH, conductivity, dan TDS:
a. Ultrameter
b. pH meter
c. Baker Gelas
d. Air sebelum di UV (A)
e. Air sesudah di UV (B)
f. Raw Water
g. Air Tank Proses

3. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengecekan Hardness:


a. Buret
b. Erlenmeyer
c. Pipet Gondok
d. Klem
e. Larutan KCN 0,1 %
f. larutan Buffer
g. Larutan EBT 0,5 %
h. Larutan Standar EDTA 0,02 N

i.
j.
k.
l.

Aquadest
Air sebelum di UV (A)
Air sesudah di UV (B)
Air Tank Proses

3.2 Prosedur Kerja


a. Prosedur kerja pengecekan free chlorine
1. Tekan tombol ON pada spektrofotometer.
2. Dimasukkan 10 ml sampel air (air proses) ke dalam kuvet sebagai blanko.
3. Dipilih program free chlorine pada spektrofotometer.
4. Dimasukkan larutan blanko dan tekan tombol zero.
5. Larutan blanko kemudian dicampur dengan reagen DPD chlorine dan di aduk
hingga berwarna merah muda sebagai sampel.
6. Dimasukkan sampel kedalam spektrofotometer dan tekan tombol read.
7. Dicatat hasil pembacaan kadar free chlorine pada spektrofotometer.
8. Setelah selesai tekan tombol off.
b. Prosedur kerja pengecekan turbidity
1. Tekan tombol ON pada spektrofotometer.
2. Dimasukkan 10 ml aquadest (blanko) ke dalam kuvet.
3. Dipilih program turbidity pada spektrofotometer.
4. Dimasukkan larutan blanko dan tekan tombol zero
5. Dimasukkan sampel air proses, raw water, A, dan B kedalam
spektrofotometer dan tekan tombol read dan di beri perlakuan pada masingmasing sampel secara bergantian.
6. Dicatat hasil pembacaan nilai turbidity pada spektrofotometer.
7. Setelah selesai tekan tombol off.
c.

Prosedur kerja pengecekan color


1. Tekan tombol ON pada spektrofotometer.
2. Dimasukkan 10 ml aquadest (blanko) ke dalam kuvet.
3. Dipilih program color. pada spektrofotometer.
4. Dimasukkan larutan blanko dan tekan tombol zero.
5. Dimasukkan sampel air A dan B kedalam spektrofotometer dan tekan tombol
read dan di beri perlakuan pada masing-masing sample secara bergantian.
6. Dicatat hasil pembacaan nilai turbidity pada spektrofotometer.
7. Setelah selesai tekan tombol off.

d. Prosedur kerja pengecekan TSS


1. Tekan tombol ON pada spektrofotometer.
2. Dimasukkan 10 ml aquadest (blanko) ke dalam kuvet.

3. Dipilih program TSS pada spektrofotometer.


4. Dimasukkan larutan blanko dan tekan tombol zero.
5. Dimasukkan sampel air tank 250 dan raw water kedalam spektrofotometer
dan tekan tombol read dan di beri perlakuan pada masing-masing sample
secara bergantian.
6. Dicatat hasil pembacaan nilai TSS pada spektrofotometer.
7. Setelah selesai tekan tombol off.
e. Prosedur kerja pengecekan pH
1. Disipakan sampel yang akan di uji.
2. Tekan tombol ON pada pH meter
3. Dicelupkan elektroda ke dalam botol yang berisi sample secara bergantian.
4. Dicatat hasil pembacaan nilai pH pada pH meter.
5. Setelah selesai tekan tombol off.
f. Prosedur kerja pengecekan hardness
1. Diambil sample air dari botol masing-masing sample sebanyak 50 ml lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan larutan buffer pH 10 dan KCN 0,1 % masing-masing 1 ml.
3. Kemudian ditambahkan indikator EBT 2-3 tetes sehingga berubah warna dari
bening menjadi ungu.
4. Setelah itu dititrasi dengan larutan EDTA
5. Titrasi dihentikan setelah didapat titik akhir yaitu berubahnya warna dari
warna ungu menjadi biru muda.
6. Dicatat volume titasi yang terpakai lalu dilakukan perhitungan.
g. Prosedur kerja pengecekan TDS
1. Disiapkan sampel yang akan di uji lalu dimasukkan ke dalam ultrameter
2. Ditekan tombol TDS dan dicatat hasil pembacaan pada ultrameter.
3. Ganti dengan sampel air lainnya.
h. Prosedur kerja pengecekan conductivity
1. Disiapkan sampel yang akan di uji lalu dimasukkan ke dalam ultrameter
2. Ditekan tombol conductivity dan dicatat hasil pembacaan pada ultrameter.
3. Ganti dengan sampel air lainnya.

Anda mungkin juga menyukai