Anda di halaman 1dari 11

PEMICUAN JAMBAN SEBAGAI UPAYA MENYEHATKAN DESA

DARSONO DARI ANCAMAN DIARE


TRIGGERING TOILET AS HEALTY EFFORT FROM THREAT
DIARRHEA AT DARSONO VILLAGE
Isa Marufi1), Ririn Safithri2), Lintang Restu Andrawina3), Meilia Wulan Wahyuningtyas4)
1
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
email : isa_marufi@yahoo.com
2
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
email : ririnsafithri@gmail.com
3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
email : ailynnra@gmail.com
4
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
email : meiliawulan94@gmail.com

ABSTRACT
Program Kreativitas Mahasiswa dalam bidang Pengabdian Kepada Masyarakat
ini dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah pada mitra pertama yaitu ketua
pemicuan jamban yang terletak di Desa Darsono Kecamatan Arjasa. Ketua pemicuan
jamban adalah Bapak Mawardi.
Permasalahan yang ada pada mitra pertama menurut data analisis situasi yang
telah dilakukan oleh Kelompok 6 Pengalaman Belajar Lapangan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember adalah pertama, masih rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang Buang Air Besar (BAB) sembarangan. Kedua, adanya pencemaran air
sungai yang diakibatkan oleh BAB sembarangan. Ketiga, sebesar 19,51% warga Desa
Darsono menderita diare. Keempat, 60% warga Desa Darsono buang air besar di sungai
dan lahan terbuka. Kelima, 58% warga Desa Darsono tidak memiliki jamban. Keenam,
9% warga Desa Darsono tidak memasak air minum.
Target luaran dari Program Kreativitas Mahasiswa ini adalah pertama,
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang BAB sembarangan. Kedua, penurunan
angka kejadian diare. Ketiga, penurunan angka BAB di lahan terbuka. Kelima,
pembangunan jamban dilakukan oleh warga. Keenam, peningkatan pengolahan air
sebelum diminum. Keenam, pembuatan Artikel Ilmiah. Ketujuh, pembuatan poster
tentang pentingnya BAB di jamban dan bahaya penyakit diare.
Solusi penyelesaian permasalahan di atas adalah dengan menggunakan metode
CLTS (Community Lead Total Sanitation), dimana metode ini bertujuan untuk
memunculkan komitmen perubahan secara kolektif, sehingga akan muncul
kepemimpinan lokal yang akan menggerakkan komunitasnya mencapai perubahan secara
total. Pemicuan kepada masyarakat untuk stop buang air besar sembarangan (STOP
BABS) pada prinsipnya dapat dikelompokkan dalam 3 tahap, yaitu tahap pra pemicuan,
tahap pelaksanaan pemicuan dan tahap pasca pemicuan.
Partisipasi mitra dilakukan mulai tahap pra pemicuan, pelaksanaan, hingga tahap
pasca pemicuan. Partisipasi mitra dievaluasi pada setiap kegiatan, sehingga diharapkan
pada saat akhir kegiatan, keberlanjutan program dapat tetap berjalan.
Kata kunci : Diare, Pemicuan Jamban, CLTS

Student Creativity Program in the field of Community Services is intended to help


solve the problem in the first partners of chairman pemicuan latrines located in the
Village District of Arjasa Darsono. Chairman is Mr Mawardi triggered latrine.
The problems that exist in the first partners according to the data analysis of the
situation that has been done by the Group 6 Golf Learning Experience School of Public
Health, University of Jember is the first, low public knowledge about defecation (BAB)
carelessly. Second, the river water pollution caused by defecation. Third, amounting to
19.51% Darsono village residents suffer from diarrhea. Fourth, 60% Darsono village
residents defecate in rivers and open land. Fifth, 58% Darsono village residents do not
have latrines. Sixth, 9% of village residents Darsono not boiling drinking water.
Target outcomes of Student Creativity Program, this is the first, increasing public
knowledge about defecation. Second, the decline in the incidence of diarrhea. Third,
declining to defecate in open fields. Fifth, the construction of latrines is done by
residents. Sixth, the increase in water treatment before drinking. Sixth, the manufacture of
Scientific Articles. Seventh, making posters about the importance of latrines and defecate
in danger of diarrheal disease.
Solution completion of the above problems is by using CLTS (Community Led
Total Sanitation), where this method aims to bring collective commitment to change, so it
would appear local leadership that will move the community to achieve change in total.
Pemicuan to the people to stop indiscriminate defecation (STOP Babs) in principle can
be grouped into three stages, namely the pre triggered, the implementation phase of
triggering and post-triggering phase.
Participation partners do start pre triggered, implementation and post-triggering
phase. Participation partners were evaluated on each activity, which is expected at the
end of the activities, the sustainability of the program can continue to run.
Keywords: Diarrhea, trigger behavior Latrine, CLTS

1. PENDAHULUAN
Analisis Situasi
Desa Darsono merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Arjasa Kabupaten
Jember yang mempunyai jarak dari Kecamatan Arjasa 3 km, sedangkan jarak dari pusat
kota Jember sejauh 8,2 km, dan jarak ke Propinsi 240 km. Luas wilayah desa
keseluruhan sebesar 634,840 Ha. Dari luas wilayah tersebut terbagi menjadi beberapa
kawasan yakni permukiman, hutan, irigasi dll. Desa Darsono memiliki wilayah 4 dusun
yaitu Dusun Kopang Krajan, Dusun Teratai, Dusun Padasan, dan Dusun Gading.
Akses jalan menuju Desa Darsono sudah beraspal, namun pada daerah bukan
sekitar jalur utama memiliki jalan yang tidak beraspal dan aksesnya sangat sulit, yaitu
jalan tanah, berdebu, dan berbatu. Keberadaan sungai di dalam Desa Darsono terdiri dari
1 sungai besar yang airnya keruh dan lainnya adalah sungai untuk irigasi persawahan.
Jarak Desa Darsono menuju pasar Arjasa 3-5 km yang dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak Desa Darsono menuju Puskesmas
Arjasa 4,7 km.

Permasalahan
Definisi Undang-Undang Kesehatan no. 36 tahun 2009 sebagai berikut:
Keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit
dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk menunjang dan
melaksanakan segala aktivitas dalam kehidupannya. Mengacu pada Undang-undang
Kesehatan no.36 tahun 2009, sehat tidak hanya dilihat dari segi fisik dan mental
seseorang,

namun

juga

kondisi

sosial

dan

ekonominya.

Faktor-faktor

yang

memperngaruhi kondisi kesehatan manusia adalah perilaku manusia, pelayanan


kesehatan, genetik dan lingkungan. Lingkungan merupakan faktor yang sangat
berpengaruh pada kesehatan manusia, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik.
Lingkungan yang sehat berawal dari perilaku manusia yang sadar akan pentingnya
menjaga lingkungan dengan tidak malakukan hal-hal yang dapat merusak ataupun
mencemari lingkungan tersebut. Berangkat dari kesadaran masyarakat akan lingkungan
sekitarnya yang menjadi salah satu faktor penentu status kesehatan masyarakat pada suatu
daerah, termasuk di Desa Darsono, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember.
Desa Darsono adalah salah satu objek sasaran yang perlu diperhatikan masalah
kesehatan lingkungannya, terutama perilaku masyarakat yang masih rendah tingkat
pengetahuan dan kesadarannya akan menjaga lingkungan. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Kelompok 6 Pengalaman Belajar
Lapangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember beberapa waktu lalu. Dari
hasil analisis situasi tersebut, ditemukan permasalahan lingkungan yang menyebabkan
19,51% warga Desa Darsono Kecamatan Arjasa menderita penyakit diare. Kemudian
kelompok tersebut menjelaskan tentang beberapa penyebab yang berkaitan dengan
lingkungan dan perilaku masyarakat disana, yaitu masih tingginya masyarakat Desa
Darsono yang buang air besar di sungai dan lahan terbuka sebesar 60%, tingginya
masyarakat Desa Darsono yang tidak memiliki jamban sebesar 58%, dan 9% warga Desa
Darsono tidak memasak air minum.
Masalah kesehatan lingkungan pada Desa Darsono ini bukan permasalahan yang
sederhana, karena untuk mendapatkan lingkungan yang sehat tanpa adanya pencemaran
dari kotoran manusia perlu terlebih dahulu melakukan perubahan perilaku yang telah
menjadi kebiasaan masyarakat di desa tersebut, yaitu membiasakan BAB di jamban.
Sehingga penyakit diare yang menjangkiti desa tersebut dapat teratasi dengan baik sedikit
demi sedikit.

Oleh karena itu, penulis ingin melakukan suatu program kreativitas mahasiswa di
bidang pengabdian kepada masyarakat yang berdampak pada pelestarian lingkungan
hidup serta untuk menurunkan angka kejadian diare, yaitu dengan mengadakan kegiatan
pemicuan jamban di Desa Darsono. Metode yang dilakukan penulis adalah metode CLTS
(Community Lead Total Sanitation), dimana metode ini bertujuan untuk memunculkan
komitmen perubahan secara kolektif, sehingga akan muncul kepemimpinan lokal yang
akan menggerakkan komunitasnya mencapai perubahan secara total.
Luaran yang diharapkan
Target luaran dari Program Kreativitas Mahasiswa ini adalah pertama,
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang BAB sembarangan. Kedua, penurunan
angka kejadian diare. Ketiga, penurunan angka BAB di lahan terbuka. Keempat,
pembangunan jamban dilakukan oleh warga. Kelima, peningkatan pengolahan air
sebelum diminum. Keenam,

Pembuatan Artikel Ilmiah. Ketujuh, pembuatan poster

tentang diare.
2. METODE
Metode CLTS (Community Lead Total Sanitation) atau dengan kata lain sanitasi
total yang dipimpin oleh masyarakat, merupakan salah satu metode percepatan dalam
menangani kasus penyakit berbasis lingkungan khususnya diare. Pemicuan merupakan
suatu upaya untuk menimbulkan suatu energy lebih dalam diri sesorang atau kelompok,
sehingga terjadi suatu mata rantai gerakan yang menggelora. Pemicuan kepada
masyarakat untuk stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) pada prinsipnya
dapat dikelompokan dalam 3 tahap, yaitu tahap pra pemicuan, tahap pelaksanaan
pemicuan dan tahap pasca pemicuan.
1. Pra Pemicuan
Pengenalan/identifikasi Lingkungan
Kondisi lingkungan, suatu daerah yang akan dipicu harus benar-benar dikenal
dan dicermati terlebih dahulu oleh seorang fasilitator. Silaturahmi dan menjelajah desa
merupakan salah cara untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi lingkungan suatu
desa. Kondisi lingkungan suatu daerah yang harus dikenali meliputi lingkungan geofisik
maupun sosial budaya, karena kondisi kedua aspek tersebut nantinya akan sangat
berpengaruh dalam proses pemicuan dan tingkat keberhasilannya.

Dari hasil pengenalan atau identifikasi lingkungan geofisik dan sosial-budaya


yang ada di masyarakat maka akan dapat ditarik kesimpulan unsur-unsur mana yang
masuk dalam kategori sebagai Kekuatan/Peluang atau sebagai Kendala/Tantangan, yang
selanjutnya dapat dijadikan sebagai suatu acuan atau pijakan untuk kegiatan pemicuan.
Peran Masyarakat Sekolah
Sekolah merupakan suatu laboratorium yang dapat dijadikan obyek vital
sekaligus subyek dalam penerapan STBM. Dalam lingkup sekolah, rantai pemicuan akan
berlangsung secara berjenjang dan berkesinambungan, yaitu dari guru ke murid dan
kemudian murid dapat berperan ganda dalam proses pemicuan lanjutan, yaitu dari murid
ke murid lainnya, dari murid ke orang tua dan dari murid ke masyarakat sebagai suatu
group presure. Efek pemicuanpun dapat diharapkan lebih dahsyat, mengingat anak usia
sekolah pada umumnya lebih antusias dalam mengadopsi ide-ide baru.
Guru dapat mengajak anak murid untuk menciptakan dan meneriakan yel-yel
hidup sehat dapat, dapat menciptakan lagu-lagu bernuansa PHBS khususnya dalam
kaitannya dengan STOP BABS dan CTPS. Guru dapat melakukan absensi jamban dan
CTPS setiap minggu atau setiap bulan, dengan cara menanyakan kemana kebiasan BAB
kepada murid secara langsung di depan kelas. Tanyakan kemana pagi ini si murid BAB.
Tanyakan kepada murid pagi ini apa cuci tangan pake sabun setelah dari BAB. Tanyakan
secara terus menerus terkait kebiasaan PHBS, sehingga hal itu akan memicu murid untuk
melakukan hal-hal yang benar sesuai dengan kaidah kesehatan.
Seorang murid juga tanpa sadar dapat memicu kepada teman-temanya. Mintakan
mereka untuk saling menggambar rumahnya dan rumah-rumah temannya yang berada
disekitarnya, lengkap dengan kebaradan jambannya. Gambar-gambar tersebut dibaca di
depan kelas, kemudian dapat disimpan untuk suatu saat dibuka kembali, apa sudah ada
perbedaan atau tidak. Dapat pula gambar tersebut dipasang di dinding atau papan
pengumunan secara bergantian. Dengan adanya desakan moral dari guru dan temannya,
seorang murid akan tergerak untuk memicu hal-hal yang terjadi di sekolah kepada orang
tuanya.
2. Pelaksanaan Pemicuan
Mekanisme pelaksanaan pemicuan mengenai perubahan perilaku buang air besar
dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Perkenalan dan penyampaian tujuan
2. Bina suasana
3. Analisis partisipatif

Implementasi CLTS di masyarakat pada intinya adalah memicu perubahan


perilaku setelah sebelumnya dianalisa oleh masyarakat. Untuk memfasilitasi masyarakat
dalam menganalisa kondisinya, ada beberapa alat yang diperlukan, diantaranya :
1. Pemetaan, bertujuan untuk mengetahui ataupun melihat peta wilayah BAB
masyarakat serta sebagai alat monitoring.
2. Transect walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui tempat yang sering dijadikan
BAB. Dengan mengajak masyarakat ke sana diharapkan akan merasa jijik dan bagi
orang yang biasa BAB di tempat tersebut diharapkan terpicu rasa malu.
3. Alur kontaminasi (Oral Fecal), mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana
kotoran manusia dapat termakan (secara tidak langsung) oleh manusia lainnya.
4. Simulasi air yang telah terkontaminasi, bertujuan mengajak masyarakat untuk melihat
bagaimana kotoran manusia mengotori alur sungai meskipun tak terlihat dengan mata
telanjang.
5. Diskusi kelompok, masyarakat bersama-sama melihat kondisi yang ada dan
menganalisa permasalahan tersebut sehingga dapat merumuskan apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Setelah hal itu dilaksanakan, ada suatu tanya jawab dengan masyarakat yang
menanyakan apa yang mereka rasakan antara buang air besar di sembarang tempat
dengan buang air di tempat yang seharusnya tertutup. Secara umum faktor-faktor yang
harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi dalam suatu komunitas,
diantaranya yaitu :
1.
2.
3.
4.

Perasaan jijik
Perasaan malu dan kaitannya dengan privasi seseorang
Perasaan takut sakit
Perasaan berdosa
Adapun penjelasan mengenai hal yang harus dipicu beserta alat peraganya seperti

dibawah ini :
Hal-hal yang harus dipicu
Rasa jijik

Alat yang digunakan


a. Transect walk
b. Demo air yang mengandung tinja
untuk digunakan cuci muka, kumurkumur, gosok gigi, cuci piring, dan

Rasa malu
Takut sakit

a.
a.
b.
c.

sebagainya.
Transect walk
Perhitungan jumlah tinja
Alur kontaminasi
Pemetaan rumah warga yang terkena
diare

dengan

didukung

data

Aspek agama

Puskesmas.
a. Mengutip hadis atau pendapat para ahli
agama yang relevan dengan perilaku
manusia

yang

dilarang

merugikan manusia itu sendiri.

karena

Dalam memicu elemen-elemen diatas, biasanya ada juga faktor-faktor


penghambat pemicuan. Salah satunya adalah masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi,
sementara CLTS dalam pendekatannya tidak ada unsur subsidi sama sekali.
3.Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
Monitoring adalah suatu kegiatan untuk melihat perkembangan suatu kegiatan,
dalam hal ini kegiatan pembangunan sarana jamban keluarga dan PHBS. Monitoring
dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (monitoring partisipatif) maupun monitoring
yang dilakukan oleh Fasilitator atau oleh Tim Gabungan Lintas Kecamatan (external
monitoring). Jika masyarakat yang sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah
stop BABS baru sebagian), natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat
melakukan transect walk dengan membawa peta jamban. Transect ini dilakukan
dengan mengunjungi rumah-rumah dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau
berubah stop BABS seperti keluarga lain yang sudah mulai membangun jamban.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan masyarakat
telah berubah perilakunya dari buang air besar sembarangan ke arah PHBS yang lebih
baik sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat dibanding pada saat atau awal kegiatan
berjalan. Seperti halnya kegiatan monitoring, maka dalam kegiatan evaluasi ini juga dapat
dilakukan oleh masyarakat itu sendiri (evaluasi partisipatif) maupun oleh pihak gabungan
dari Fasilitator dan Tim Tingkat Kecamatan.
Indikator keberhasilan dilihat dari out put kegiatan yaitu berapa banyak jamban
yang dibangun oleh masyarakat dalam suatu wilayah tertentu (RT/RW/Dukuh). Namun
demikian harus dimaknai bahwa STBM bukanlah jambanisasi dalam suatu desa tetapi
yang lebih penting adalah adanya kesadaran masyarakat untuk menjalankan apa-apa yang
telah mereka ketahui terkait masalah kebersihan, keindahan, kenyamanan dan kesehatan.
Untuk mengetahui keberhasilan dari indikator aspek perilaku, perlu dikembangan
monitoring dan evaluasi secara partisipatif dari masyarakat itu sendiri.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Langkah pertama yang kami lakukan untuk kegiatan pemicuan jamban


adalah melakukan advokasi dan sosialisasi kepada Kepala Puskesmas, Kepala
Desa, Kepala Dusun, para Ketua RW, dan para Ketua RT pada 3 Dusun di Desa
Darsono yaitu Dusun Teratai, Gading dan Padasan. Hasil yang dicapai dari proses
advokasi dan sosilisasi adalah data pelaksanaan pemicuan jamban yang pernah

dilakukan oleh puskesmas Arjasa dan jumlah warga yang tidak memiliki jamban
pribadi di ketiga dusun tersebut. Kami juga bekerjasama dengan mitra usaha
pemicuan jamban di Desa Darsono yaitu Bapak Mawardi dan menentukan
koordinator pelaksana pemicuan jamban. Koordinator tersebut adalah penduduk
setempat dengan harapan masyarakat ikut berperan aktif dalam pelaksanaan
kegiatan ini.
Di Dusun Gading Desa Darsono terdapat 12 warga yang terpicu untuk
melakukan pembuatan jamban, namun hanya 4 warga yang sanggup
merealisasikan pembangunan jamban. Beberapa kendala yang kami alami antara
lain penggunaan bahasa daerah, keterbatasan ekonomi, keterbatasan SDM, akses
jalan sulit, dan ketidaktepatan waktu sehingga acara tertunda selama 45 menit.
Setelah pembangunan jamban oleh 4 warga tersebut terealisasi, kami melakukan
monitoring yang bekerjasama dengan ketua koordinasi pemicuan jamban beserta
ketua RT setempat yang hasilnya, jamban sudah mulai digunakan oleh warga.
Di Dusun Padasan Desa Darsono kami melakukan pemicuan yang
berlokasi di halaman rumah Ketua RT. Hasil dari pemicuan di Dusun Padasan
adalah 5 warga terpicu namun hanya 4 warga yang bersedia merealisasikan
pembangunan jamban dan sedang dalam proses pembangunan jamban. Dusun
Padasan merupakan daerah aliran sungai sehingga warga bergantung pada sungai
untuk melakukan aktivitas mandi, BAB, mencuci baju, dan lain-lain. Kendalakendala yang kami alami adalah keterbatasan ekonomi sehingga banyak warga
yang mengharapkan bantuan dana dari pemerintah untuk membangun jamban
pribadi, akses air bersih yang sulit dijangkau, penggunaan bahasa daerah,
merupakan daerah aliran sungai sehingga warga lebih bergantung pada sungai,
keterbatasan SDM, dan akses jalan sulit.
Di Dusun Teratai Desa Darsono hanya ada satu warga yang terpicu yaitu
Ibu Sholehah dan masih dalam proses merealisasikan pembangunan jamban.
Warga enggan melakukan pembangunan jamban pribadi disamping penyebabnya
adalah kendala ekonomi, juga dikarenakan terdapat WC umum dan fasilitas WC
yang ada di SDN 2 Darsono dan SMPN 1 Darsono, serta sumber air bersih yang
kurang mencukupi di Dusun Teratai. Kendala-kendala yang kami alami adalah
Terdapat WC umum sehingga warga lebih memilih WC umum daripada jamban
pribadi, akses jalan sulit, kurangnya kesadaran warga akan kebersihan lingkungan,
penggunaan bahasa daerah, hujan.
Setelah melakukan sosialisasi dan pemicuan di 3 dusun Desa Darsono,
kami mengajak semua warga yang terpicu dan sanggup merealisasikan
pembangunan jamban untuk menandatangani surat perjanjian kesediaan
membangun jamban pribadi. Yaitu 4 warga dari dusun Gading, 4 warga dari dusun
Padasan, dan 1 warga dari Dusun Teratai. Realisasi pembangunan jamban pada 9
warga tersebut diawasi oleh mitra usaha dan koordinator pelaksanaan pemicuan
jamban, sehingga pembangunan jamban cepat terselesaikan.

Untuk meningkatkan kesadaran warga tentang bahaya diare dan


pentingnya buang air besar di jamban, kami juga melakukan kegiatan penyuluhan
dengan sasaran ibu rumah tangga, dimana penyuluhan ini kami lakukan dalam
acara posyandu di 3 dusun yaitu Dusun Gading, Dusun Padasan, dan Dusun
Teratai. Untuk mengetahui peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah
penyuluhan kami memberikan pre dan post-test pada ibu rumah tangga.
Pada penyuluhan di Dusun Gading, terdapat 25 peserta yang hadir.
Kendala yang kami alami adalah kendala bahasa, tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan masih banyaknya warga yang buta huruf sehingga kesulitan dalam
mengisi pre dan post-test. Pelaksanaan penyuluhan di Dusun Teratai dengan
peserta yang hadir sebanyak 27 orang. Sedangkan pelaksanan penyuluhan di
Dusun Padasan peserta yang hadir sebanyak 22 orang, dengan kendala yang sama
yang terdapat di Dusun Gading dan Teratai, ditambah dengan sulitnya akses jalan
yang ditempuh.
Kegiatan kami yang terakhir adalah melakukan pementasan drama tentang
bahaya Diare dan pentingnya buang air besar di jamban, dengan sasaran anakanak sekolah dasar. Kegiatan ini kami laksanakan di Rumah Pelangi Dusun
Padasan. Jumlah peserta yang hadir yaitu 70 anak dari Dusun Padasan, Dusun
Teratai dan Dusun Gading. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran anak-anak agar buang air besar di jamban dan turut
melestarikan lingkungan di Desa Darsono. Kendala yang dihadapi adalah
susahnya akses jalan yang ditempuh, masih banyak anak-anak Desa Darsono yang
tidak mengerti bahasa Indonesia sehingga dalam mengisi pre dan post test masih
perlu bantuan dari TIM.
4. KESIMPULAN

Desa Darsono memiliki empat dusun, yaitu Dusun Kopang Krajan,


Padasan, Teratai, dan Gading. Namun kami hanya melaksanakan pemicuan di 3
Dusun karena keterbatasan SDM, tenaga, dan waktu. Permasalahan yang ada di
Desa Darsono yaitu masih rendahnya pengetahuan masyarakat tentang Buang Air
Besar (BAB) sembarangan, adanya pencemaran air sungai yang diakibatkan oleh
BAB sembarangan, terdapat 19,51% warga Desa Darsono menderita diare, 60%
warga Desa Darsono buang air besar di sungai dan lahan terbuka, 58% warga
Desa Darsono tidak memiliki jamban. Keenam, 9% warga Desa Darsono tidak
memasak air minum. Kegiatan pemicuan jamban yang kami laksanakan dianggap
sudah memenuhi target karena terdapat 17 warga yang terpicu dan 9 orang yang
sanggup merealisasikan pembangunan jamban. Pelaksanaan program ini
melibatkan berbagai pihak diantaranya adalah Kepala Puskesmas, Kepala Desa,
Kepala Dusun, para Ketua RW, para Ketua RT, mitra usaha dan koordinator
pelaksanaan pemicuan jamban, dan lain-lain. Pelaksanaan Program Pemicuan
Jamban dalam Upaya menyehatkan Desa Darsono dari ancaman diare
dilaksanakan selama tiga bulan yang terdiri tahap persiapan, proses pelaksanaan,

dan evaluasi. Adapun dana yang dibutuhkan dalam program ini sebesar Rp
9.000.000,00,- yang digunakan untuk honorarium, keperluan biaya habis pakai,
peralatan penunjang, biaya perjalanan, dan lain-lain.
5. REFERENSI
Depkes RI. 2005. Modul Panduan Praktek CLTS di Lapangan. Jakarta : Depkes
RI.
Kelompok 6 PBL FKM. 2015. Analisis Situasi Kesehatan Masyarakat di Desa /
Kelurahan Darsono Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Jember :
Kelompok 6 PBL FKM Universitas Jember.
Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
http://new.pamsimas.org/index.php?option=com...view...id...clts diakses tanggal
18 September 2015
http://stbm-indonesia.org/dkconten.php?id=2563 diakses tanggal 19 September
2015
http://stbm-indonesia.org/dkconten.php?id=9647&r=0 diakses tanggal 19
September 2015
http://stbm-indonesia.org/files/kurmod/STBM%20Fasilitator.pdf diakses tanggal
20 September 2015
http://www.indonesian-publichealth.com/2013/04/community-led-total-sanitationclts.html diakses tanggal 20 September 2015

Anda mungkin juga menyukai