Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kegiatan Promosi Kesehatan (outdoor)

Penyuluhan Tentang Kanker Serviks


I. Latar Belakang
Kanker serviks merupakan suatu masalah kesehatan perempuan yang
cukup besar, dimana keganasan pada serviks merupakan keganasan tersering
ketiga di dunia dan penyebab kematian tertinggi kedua di negara-negara
berkembang.iPada tahun 2012 terjadi 528.000 kasus baru dan sebanyak 266.000
kematian terjadi akibat kanker serviks. Insidens yang lebih tinggi dapat ditemukan
di negara berkembang, yang menyumbang seitar 84% dari total seluruh kasus
kanker serviks di dunia tiap tahunnya. Dari 528.000 kasus yang terjadi pada tahun
2012, sebanyak 445.000 kasus terjadi di negara berkembang. ii Sebanyak 8.9%
penduduk dunia mengalami kanker serviks, dan sebanyak 2.8% meninggal
karenanya. Di Indonesia, kanker serviks merupakan keganasan yang paling sering
ditemukan di berbagai laboratorium patologi dan rumah sakit.
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. sementara itu, di negara berkembang masih menempati
urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif.
Hampir 80% kasus berada di negara berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker
servik merupakan penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara
drastik semenjak diperkenalkannya teknik skrining pap smear oleh Papanikolau.
Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di negara
berkembang, hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih
tetap tinggi.

Data Indonesian Society of Gynecologic Oncology (INASGO)


menunjukkan sebanyak 760 kasus kanker serviks terjadi pada tahun 2013, jauh
lebih banyak dibandingkan dengan kejadian keganasan ginekologik lainnya.Error:
Reference source not found Data di Rumah Sakit Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa terdapat 49 pasien yang didiagnosis dengan
kanker serviks pada tahun tersebutError: Reference source not found
Kanker serviks memberikan beban yang cukup besar secara ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Fleurence (2006) menunjukkan bahwa jumlah
biaya untuk menangani kondisi yang berhubungan dengan infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) yang merupakan etiologi dari kanker serviks adalah
sebesar 2.25-4.6 milyar dollar Amerika setiap tahunnya. Beban yang ditimbulkan
penyakit ini hanya lebih rendah dari infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan memberikan beban emosional dan sosial serta hambatan dalam fungsi
seksual penderitanya
Kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi
dan pemeriksaan screening berkala, namun adanya kesulitan ekonomi, terutama di
negara-negara berkembang, menjadi suatu masalah yang meningkatkan kejadian
kanker serviks di negara berkembang.
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi
dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini. Namun, tentu
saja terapi ini masih berupa simptomatis karena masih belum menyentuh dasar
penyebab kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar
atau imunoterapi masih dalam tahap penelitian.

Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit
secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi
kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk
membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada
perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran
penyakit melalui sistem stadium.

II. Nama kegiatan


Penyuluhan tentang kanker serviks

III. Tujuan kegiatan

Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang

kanker serviks
Memberikan informasi tentang kanker serviks
Memberi pendidikan tentang cara menjaga higiene pribadi dan sanitasi

lingkungan
Sebagai wadah untuk mempererat tali silaturahmi antar mahasiswa

kedokteran dengan masyarakat


Menumbuhkan sikap peduli dan sadar akan pentingnya kesehatan
Mendorong masyarakat untuk dapat meningkatkan kemandirian dan

partisipasi dalam meningkatkan derajat kesehatan


Mengaplikasikan ilmu yang di dapat mahasiswa ke masyarakat

IV. Tempat, Waktu, Kegiatan dan Peserta


Tempat

: Meunasah Blang Kabu Kecamatan Samudera

Peserta

: Masyarakat Desa Blang Kabu, Kecamatan Samudera

Waktu

: 12 Agustus 2015, kegiatan penyuluhan dilakukan pukul


10.00-11.30 WIB

V. Metode Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan memberikan brosur kepada peserta dan
memberikan penjelasan mengenai kanker serviks.

VI. Penjelasan
Definisi
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium
yang normal sampai menjadi karsinoma invasif yang memberikan gejala dan
merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun.
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah
rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel
yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia
sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian
berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal
juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma
invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
onkogenik, yang menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah

memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh
tubuh penderita.
Epidemiologi Kanker Serviks
Dalam sebuah artikel oleh Hexan Y.S et al menunjukan insidensi kanker
serviks diantara negara Asia Ocenia bervariasi dari yang paling rendah di
Australia dengan ASR (umur rata-rata yang distandarisasi) dari 4,9 per 100.000
wanita sampai yang paling tinggi 27 dan 27,4 di India dan Kamboja serta 28 di
Mongolia dan di Nepal menempati 32 per 100.000 wanita. Lebih jauh lagi, ASR
bervariasi antara berbagai negara terutama di negara besar seperti India dan Cina.
Sehingga, apabila kita melihat analisa dari tren waktu insidensi penyakit,
penelitian menggambarkan insidensi kanker serviks saat ini meningkat di negara
Cina.

Diagram. Mortalitas dan Insidensi Kanker Serviks di Negara-negara Asia Oceania


(Hextan, 2011)

Distribusi Menurut Umur


Proses terjadinya kanker leher rahim dimulai dari sel yang mengalami

mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan
akhirnya menjadi Karsinoma In-Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru menggunakan nama Neoplasma
Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan, NIS 2 untuk displasia
sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ.

Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah
hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama
dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama
dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 ratarata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7 tahun. Sedangkan menurut
Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa NIS akan berkembang
sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50 tahun
sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali.
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69
tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering
ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering
ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44
tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di
Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang
terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.

Distribusi Menurut Tempat

Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada negara-negara


berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam dan Filipina.
Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga merupakan
penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society (2000)
membuktikan bahwa kanker rahim lebih sering terjadi pada kelompok wanita
minoritas seperti imigran Vietnam, Afrika dan wanita India. Hal ini berkaitan
dengan anggapan mereka bahwa wanita yang tidak melakukan gonta-ganti
pasangan (promikuitas) tidak perlu melakukan Pap smear.
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan tahun 1988-1994 insidens
kanker serviks mencapai 100/100.000 penduduk pertahun, sedangkan proporsi
kanker serviks dari semua jenis kanker dibeberapa bagian patologi anatomi pada
tahun 2000, seperti Surabaya ditemukan sebesar 24,3%, Yogyakarta 25,7%,
Bandung sebesar 25,1%, Surakarta sebesar 28,2% dan Medan sebesar 16,9%.
Etiologi dan Faktor Resiko Kanker Serviks

Etiologi
HPV merupakan penyebab terbanyak. Sebagai tambahan perokok sigaret

telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung konsentrat


nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok
juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi
serviks selama intercourse. Defisiensi beberapa nutrisional dapat juga
menyebabkan servikal displasia. National Cancer Institute merekomendasikan
bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran

setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi
multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari.

Faktor Resiko

Pola hubungan seksual


Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker
serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang
dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadikan sebagai
faktor resiko terjadinya kanker serviks. Hal ini diduga ada hubungannya dengan
belum matangnya daerah transformasi pada usia tesebut bila sering terekspos.
Frekuensi hubungan seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada
usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua. (Schiffman,1996).
Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks.
Penelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan
multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
Merokok
Beberapa penelitian menunjukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding
seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain memperlihatkan ditemukannya
nikotin pada cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifat sebagai komponen
dan bersama-sama dengan karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong
pertumbuhan ke arah kanker.
Kontrasepsi oral

Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasif terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai penelitian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan resiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering
melakukan pemeriksaan serviks, sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak
lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.
Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tidak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.

Sosial ekonomi
Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor
defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga diduga berhubungan
dengan masalah tersebut.
Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan
panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan faktor resiko yang lain.
Patogenesis
Kanker serviks disebabkan oleh adanya infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). Banyak penelitian yang dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa
DNA dari HPV terdeteksi pada sebesar 90 hingga 100% dari spesimen lesi serviks
yang diteliti.
HPV adalah virus kecil nonenveloped dengan diameter 55mm. Virus ini
memiliki kapsid ikosahedral yang terdiri dari 72 kapsomer yang setidaknya
memiliki dua protein kapsid, yaitu L1 (mayor) dan L2 (minor). Setiap kapsomer
merupakan pentamer dari protein kapsid mayor. Setiap kapsid virion memiliki
beberapa kopi dari protein kapsid minor. Genom virus ini terdiri dari satu molekul

tunggal DNA sirkular rantai ganda, yang secara fungsional dibagi menjadi tiga
bagian. Bagian pertama ialah noncoding upstream regulatory region (URR).
Bagian ini menganding p97 core promoter dan enhancer serta silencer sequence
yang mengatur replikasi DNA dengan cara mengontrol replikasi dua bagian
genom lainnya. Bagian kedua ialah early region, yang memiliki gen
E1,E2,E3,E4,E5,E6,E7 dan E8. bagian inilah yang terlibat dalam onkogenesis.
Bagian gen early region yaitu gen E6 dan E7 adalah onkoprotein, yang
menentukan apakah sebuah subtipe virus HPV bersifat invasif atau tidak. Ekspresi
dari produk gen di bagian ini menentukan apakah infeksi HPV merupakan infeksi
aktif, infeksi laten, atau infeksi yang berresiko tinggi bertransformasi menjadi
malignansi. Bagian ketiga adalah late region yang mengkode protein struktur L1
dan L2 untuk kapsid virus. Fungsi dari gen HPV adalah sebagai berikut.
Kategori gen
Early gene

Late gene

Gen
E1
E2

Fungsi
Replikasi virus
Modulasi transkripsi dan

E3
E4
E5
E6

replikasi
Tidak diketahui
Infeksi virus produktif
Transformasi
Onkoprotein;
interaksi

E7

dengan protein p53


Onkoprotein;
interaksi

E8
L1
L2

dengan protein pRb


Tidak diketahui
Protein kapsid major
Protein kapsid minor

Tabel. Fungsi gen HPV

Transmisi HPV terjadi melalui kontak kulit. Sel basal dari epitel skuamous
berlapis dapat terkena infeksi dari HPV, sementara sel lain cenderung resisten.

Siklus replikasi HPV dimulai dari masuknya virus ke dalam sel membrana basalis
epitel. Masuknya HPV ke dalam membrana basalis mungkin membutuhkan
mikrotrauma epidermis. DNA dari HPV akan melakukan replikasi sel dan
bergerak ke permukaan epitel ketika virus ini telah masuk ke dalam sel penjamu.
Pada membrana basalis, replikasi virus bersifat nonproduktif dan virus menjadi
episom low-copy number, dan saat berada di atas lapisan suprabasal, virus
berubah menjadi episom high-copy number, yang memungkinkan sintesis protein
kapsid dan penyusunan virus.
Pada keadaan dimana terjadi neoplasia intraepitel dan kanker invasif, DNA
HPV terintegrasi ke dalam host genom, sementara pada kelainan jinak, DNA virus
terletak di dalam nukleus, namun berada di luar kromosom. Integrasi DNA HPV
pada kelainan invasif membuat terjadinya disrupsi atau delesi daerah E2 yang
mengakibatkan tidak terjaadinya ekspresi gen ini. Hal ini berarti, ekspresi E6 dan
E7 akan meningkat, karena pengaturan ekspresi kedua gen ini diatur oleh E2 yang
telah mengalami delesi. Ekspresi E6 dan E7 yang meningkat akan menyebabkan
deregulasi dari siklus pertumbuhan sel penjamu dengan cara mengikat dan
menginaktivasi dua protein penghambat tumor yaitu p53 dan produk gen
retinoblastoma atau pRb. Produk gen E6 akan berikatan dengan p53 dan memicu
degradasi cepat. Hal ini menyebabkan terhentinya fungsi G1, apoptosis dan DNA
repair yang diatur oleh p53. kemampuan ini tidak dimiliki oleh HPV low invasive,
dimana pada penelitian in vitro, protein E6 HPV low invasive tidak berikatan
degnan p53 dan tidak mengganggu stabilitasnya.
Produk gen E7 berikatan dengan pRb dan ikatan ini mengganggu
kompleks antara pRb dan faktor transkripsi selular E2F-1, yang menyebabkan

penurunan fungsi E2F-1, yang berperan dalam transkripsi gen yang produknya
dibutuhkan bagi sel untuk masuk ke dalam fase S dalam siklus sel. Pada HPV low
risk, protein E7 berikatan dengan pRb dengan afinitas yang rendah.
Produk gen E5 akan menginduksi peningkatan aktivitas mitogen-activated
protein kinase (MAPK) yang akan mengakibatkan peningkatan respon selular
terhadap faktor pertumbuhan dan diferensiasi. Hal ini mengakibatkan sel penjamu
mengalami proliferasi secara terus-menerus dan diferensiasi sel mengalami
keterlambatan.
Inaktivasi protein p53 dan pRb akan meningkatkan proliferasi dan
instabilitas genom. Hal ini menyebabkan sel penjamu mengalami kerusakan DNA
yang terus menerus meningkat dan tidak dapat diperbaiki, yang menyebabkan
terjadinya transformasi sel menjadi sel kanker. Proses metilasi DNA virus dan sel,
aktivasi telomerase dan faktor-faktor imunigenetik juga berperan dalam
transformasi sel menjadi sel kanker.

Gambar. Mekanisme onkogenik infeksi HPV


Infeksi HPV yang dapat menyebabkan displasia pada sel serviks banyak
terjadi pada wanita yang aktif secara seksual. Meskipun demikian, sebanyak 90%
dari infeksi HPV dapat sembuh sendiri dalam beberapa bulan hingga beberapa
tahun, dan hanya 5% yang berubah menjadi Cervical Intraepithelial Neoplasia
(CIN) atau neoplasia intraepitel serviks dalam 2-3 tahun. Sebanyak 20% infeksi
CIN 3 berubah menjadi kanker serviks invasif dalam 5 tahun dan 40% berubah

dalam 30 tahun. Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai penyebab berubahnya


sebagian kecil infeksi HPV menjadi kanker serviks adalah sebagai berikut.iii
-

Tipe dan durasi infeksi HPV. Beberapa tipe HPV dihubungkan dengan
penyakit lain atau justru memiliki resiko yang rendah untuk menyebabkan
HPV. Adapun pembagian kelompok HPV berdasarkan hubungannya
dengan penyakit tertentu dan resikonya menyebabkan neoplasia dan
kanker serviks adalah sebagai berikut.

Tabel . Kategori HPV berdasarkan penyakit yang berhubungan


-

Kondisi host. Beberapa faktor host yang dapat mempengaruhi berubahnya


infeksi HPV menjadi neoplasia adalah keadaan seperti status gizi yang
buruk, penurunan sistem imun, dan infeksi HIV.

Faktor lingkungan

Kurangnya akses terhadap skrining rutin

Gambar. Perjalanan penyakit kanker serviks


Patologi Kanker Serviks
Karsinoma serviks/kanker serviks timbul dibatasi antara epitel yang
melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut
squamo columnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE,
sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.
Tumor dapat tumbuh : 1
Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif
yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung
infiltratif membentuk ulkus
Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis
dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks
normal secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua
jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang
erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik
(diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III

dan KIS untuk

akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali menjadi mikroinvasive,


proses keganasan akan berjalan terus.

Gambar. Lokasi Kanker Leher Rahim

Gambar. Progresivitas Kanker Serviks

Gambar . Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada negara yang telah menjalankan skrining kanker serviks secara rutin,
pasien yang asimptomatis biasanya diketahui mengalami perubahan sel serviks
pada pemeriksaan rutin Pap smear. Pasien dengan kanker serviks biasanya
mengeluhkan perdarahan per vaginam, yang biasanya terjadi setelah melakukan
hubungan seksual (post-coital bleeding). Pasien juga dapat mengeluhkan adanya
rasa tidak nyaman di vagina, keluarnya cairan berbau, dan disuria. Pada kanker
yang telah menyebar ke vesika urinaria dan rectum, dapat muncul gejala-gejala
konstipasi, hematuria, fistula dan obstruksi uretra.
Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan
perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan
panggul dan Pap smear (Calvagna, 2007).

Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah
menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat ini akan
timbul gejala berikut (Calvagna, 2007):

Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah


melakukan hubungan seksual dan setelah menopause

Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)

Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer, berwarna pink,


coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk

Gejala dari kanker serviks stadium lanjut (Calvagna, 2007):

Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan

Nyeri panggul, punggung atau tungkai

Dari vagina keluar air kemih atau tinja

Patah tulang (fraktur).


Perubahan awal yang terjadi pada sel leher rahim tidak selalu merupakan

suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap smear yang teratur sangat diperlukan
untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel kanker.
Perubahan sel-sel kanker selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan setelah
aktivitas sexual atau diantara masa menstruasi (Calvagna, 2007).
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar
dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan

yang dialami segera sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak)


merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%) (Calvagna, 2007).
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama
akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan
spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III),
terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah
menopause bilaman mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta
pertolongan. Perdarahan sponta saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik
dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan
spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai kemungkinan adanya
karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat
dugaan adanya karsinoma. Anemia yang menyertai sebagai akibat perdarahan
pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf,
memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang
cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan
meradang (Calvagna, 2007).
Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh
metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal
akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF=Chronic Renal
Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kadung kemih, yang
menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis karsinoma serviks uterus yang
klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah ialah bagaimana
mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra-invasif,

lebih

baik

bila

mendiagnosisnya

dalam

tingkatan

pra-maligna

(displasia/diskariosis serviks) (Calvagna, 2007).


Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan kanker serviks stadium awal tidak
ditemukan kelainan. Pada serviks yang telah mengalami kelainan lebih lanjut
dapat terlihat abnormalitas seperti erosi, ulkus, maupun adanya masa. Massa yang
telah menjalar ke rektum dapat diperiksa dengan pemeriksaan colok dubur.
Metastasis ke perimetrium dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
bimanual. Adanya hepatomegali dapat mengarahkan kecurigaan adanya metastasis
ke hepar, dan adanya edema tungkai dapat menunjukkan obstruksi limfatik
ataupun vaskular yang terjadi karena tumor
Pemeriksaan penunjang
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa
kanker serviks adalah:
a) Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat
bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung
komponen ektoserviks dan endoserviks.
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat
dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat
kanker servikspun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif
secara seksual atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap
smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-turut
menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun. Hasil
pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:

Normal.

Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).

Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).

Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)

Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih


dalam atau ke organ tubuh lainnya).

Gambar. Pemeriksaan Pap Smear

Gambar. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

b. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu
suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di
dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila
ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi,
merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks,
pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak
hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan

pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi untuk


menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan.

Gambar. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal


c. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

Gambar. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim)


Klasifikasi dan stadium
Kanker serviks di-staging sesuai klinis dan interpretasinya lebih baik
dikonfirmasi dengan pemeriksaan pelvis bimanual dalam keadaan teranestesi.
Sistem staging yang banyak digunakan untuk kanker serviks adalah yang
dikembangkan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO) bersama dengan World Health Organization (WHO) dan International
Union Against Cancer (UICC). Kelainan stadium dini berarti FIGO stage I sampai
IIA. Istilah stadium lanjut menunjukkan stage IIB ke atas.

Gambar . Stage FIGO untuk kanker serviks

Tabel 1. Stadium Klinis Kanker Serviks (FIGO, direvisi 1994)


Stadium Karakteristik
0
Karsinoma in situ, lesi intraepitelial servikal (NIS) 3
I

Karsinoma terbatas pada serviks (tidak termasuk perluasan pada

IA

corpus uteri)
Invasi terbatas pada stroma dengan kedalaman maksimal 5 mm dan

IA1

tidak lebih lebar dari 7 mm

Stroma yang terinvasi tidak lebih dari kedalaman 3 mm dan tidak


IA2

lebih lebar dari 7 mm


Stroma yang terinvasi lebih dari kedalaman 3 mm tetapi tidak lebih

IB

dari 5 mm dan tidak lebih lebar dari 7 mm.


Lesi klinis tterbatas pada serviks atau lesi preklinis lebih besar

IB1

daripada IA
Lesi klinis tidak lebih dari 4 cm

IB2
II

Lesi klinis lebih dari 4 cm


Karsinoma meluas keluar serviks tetapi belum mencapai dinding

IIA

pelvis, melibatkan vagina 2/3 atas.

IIB

Tidak ada keterlibatan parametrium yang jelas

III

Terdapat keterlibatan parametrium yang jelas

IIIA

Karsinoma meluas ke dinding pelvis, pada pemeriksaan rectal tidak


terdapat ruang bebas kanker antara tumor dan dinding pelvis; tumor
melibatkan 1/3 bawah vagina; semua kasus dengan hidronefrosis atau
gangguan ginjal harus dimasukkan kecuali jika diketahui ada
penyebab lain.

IIIB

Tidak ada perluasa ke dinding pelvis, tetapi melibatkan 1/3 bawah


vagina

IV

Perluasan ke dinding pelvis, atau hidronefrosis atau gangguan ginjal


akibat tumor

IVA

Karsinoma meluas lebih dari pelvis sejati atau secara klinis telah

IVB

melibatkan mukosa buli-buli atau rektum


Penyebaran ke organ pelvis terdekat

Penyebaran ke organ yang jauh


Penatalaksanaan
a. Stadium IA1
Kanker serviks stadium ini adalah kanker yang tidak kedalaman invasinya
tidak melebihi 3 mm dan luasnya tidak melebihi 7 mm. Penanganan
konservatif dengan konisasi serviks merupakan penanganan yang efektif pada
kanker stadium ini, jika tidak ada invasi ruang vaskular limfatik (Lymphatic
Vascular Space Invasion/LVSI). Selain itu, histerektomi total intrafasial
(histerektomi tipe I) dengan pendekatan abdominal, vaginal, maupun
laparoskopik dapat dilakukan pada pasien yang sudah cukup anak. Pada
prosedur ini, dilakukan pengangkatan uterus, serviks dan juga eksisi jaringan
parametrium. Pada pasien kanker serviks stadium IA1 dengan adanya LVSI,
resiko metastasis ke kelenjar limfe dan rekurensi kanker meningkat 5 persen,
sehingga penanganan yang sering dilakukan adalah dengan histerektomi
radikal modifikasi (histerektomi tipe II) dan limfadenektomi pelvis. Pada
histerektomi tipe II, yang dilakukan adalah pengangkatan serviks, vagina
proksimal, serta jaringan parametrium dan paraserviks.

b. Stadium IA2
Penanganan secara konservatif belum dapat dibuktikan keamanannya pada
pasien dengan kanker serviks stadium IA2. Oleh karena itu pada pasien
dengan stadium ini, dilakukan histerektomi radikal modifikasi dengan
limfadenektomi pelvis.

Penatalaksanaan pasien dengan kanker serviks stadium IA2 dengan


trakelektomi radikal dan limfadenektomi untuk mempertahankan fungsi
reproduksi juga pernah dilakukan, dan beberapa studi juga merekomendasikan
serklase yang dilakukan menggunakan benang yang tidak dapat diserap
setelah tindakan trakelektomi untuk mempertahankan kompetensi serviks saat
pasien hamil. Teknik ini memiliki angka kesembuhan yan tinggi dan
kehamilan pada pasien kanker yang menjalani penatalaksanaan ini juga pernah
dilaporkan.
Kanker serviks stadium IA1 dan IA2 juga dapa ditangani dengan
brakiterapi vaginal, khususnya pada pasien yang sudah tua, pasien yang tidak
dapat dioperasi karena alasan medis tertentu, atau yang memilih untuk tidak
mempertahankan fungsi hormonal dan seksualnya, dengan mengingat bahwa
terapi radiasi dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang seperti
perubahan fungsi seksual yang terjadi karena pemendekan vagina,
dyspareunia, stenosis vagina dan juga komplikasi lain seperti fistula, enteritis,
proktitis dan obstruksi usus. Pada pasien dengan kanker serviks stadium ini
dapat dilakukan radiasi dengan total radiaso 75-80 Gy.

c. Stadium IB dan IIA


Kanker pada stadium ini dapat ditangani dengan pembedahan atau terapi
radiasi. Pada sebuah studi yang dilakukan oleh Landoni tahun 1997, sebanyak
393 perempuan dipilih secara acak untuk menjalani histerektomi radikal dan
limfadenektomi pelvis atau menjalani terapi radiasi primer. Kedua kelompok

pasien memiliki angka five-year survival yang seimbang secara statistik,


namun pasien yang menjalani operasi memiliki angka morbiditas yang lebih
tinggi.
Pemilihan antara radioterapi atau pembedahan harus mempertimbangkan
faktor pasien, seperti status menoopausal, umur, keadaan medis lainnya,
histologi dari tumor, dan diameter serviks. Secara umum, histerektomi radikal
biasanya dilakukan pada wanita dengan IMT yang rendah, yang ingin
mempertahankan fungsi ovariumnya dan tidak ingin mengalami perubahan
secara seksual yang dapat terjadi setelah radioterapi. Pada pasien seperti ini,
ooforektomi bisa tidak dilakukan. Hal ini didukung oleh hasil studi
Gynecologic Oncology Group yang menunjukkan bahwa metastasis ke
ovarium hanya terjadi pada 0.5% dari pasien dengan kanker sel skuamous dan
hanya 2% pada pasien dengan adenokarsinoma. Pada pasien yang ditemukan
mengalami

metastasis

sel

ke

limfonodus

maka

histerektomi

tidak

direkomendasikan dan pasien harus ditangani dengan kemoradiasi. Pasien


juga dapat menjalani radioterapi pelvis dan brakiterapi dengan atau tanpa
kemoterapi. Kemoterapi yang digunakan pada pasien adalah sebagai
berikut.Error: Reference source not found
-

Cisplatin 40mg/m2 intravena sekali seminguu, namun tidak melebihi


70mg/minggu ditambah dengan radioterapi 1.8-2 Gy per fraksi, minimal 4
siklus dan maksimal 6 siklus.

Cisplatin 50-75 mg/m2 pada hari pertama, ditambah dengan 5-fluorouracil


(5-FU) 1000mg/m2 pada hari kedua hingga hari ke-5 dan hari ke-30 hingga
hari ke-33 dengan total dosis 4000mg/m2 tiap pemberiannya.

Cisplatin 50-75 mg/m2 IV pada hari pertama ditambah dengan infus


intravena 5-FU 1000mg/m2 dalam 24 jam pada hari pertama hingga hari
keempat setiap 3 minggu dengan total 3-4 siklus.

d. Stadium IIB-IVA
Kebanyakan kanker stadium lanjut memiliki prognosis yang buruk,
dimana five-year survival rate pasien-pasien ini kurang dari 50%. Kanker pada
stadium ini dapat memburuk dengan cepat jika tidak ditangani.
Terapi radiasi merupakan terapi utama dalam penanganan kanker serviks
stadium lanjut. Radiasi pelvis eksternal dikombinasikan dengan brakiterapi,
dan dilakukan dalam 25 fraksi dalam 5 minggu. Jika ditemukan metastasis
kelenjar limfe paraaortal, dapat dilakukan radiasi dengan lapangan yang
diperluas untuk menangani metastasis tersebut.
Penelitian terkini menunjukkan bahwa radiasi dipadukan dengan
kemoterapi dapat meningkatkan keadaan umum dan angka keselamatan pasien
dengan kanker serviks. Oleh karena itu, pasien dengan kanker serviks stadium
IIB sampai IVA lebih baik ditangani dengan menggunakan kemoradiasi.
Regimen

yang

menggunakan

cisplatin

dihubungkan

dengan

angka

keselamatan yang tingi. Alternatif regimen yang dapat diberikan adalah


sebagai berikut.Error: Reference source not found
-

Cisplatin 40 mg/m2 IV sekali seminggu (tidak melebihi 70mg/minggu)


ditambah radioterapi 1.8-2 Gy per fraksi (minimum 4 siklus; maksimum 6
siklus)

Cisplatin 50-75 mg/m2 IV pada hari pertama, ditambahkan 5-FU 1000


mg/m2 dalam infuss intravena berkelanjutan selama 24 jam pada hari ke-2
hingga hari ke-5 dan hari ke-30 hingga hari ke-33

Cisplatin 50-75 mg/m2 IV pada hari pertama ditambah dengan infus 5-FU
1000 mg/m2 dalam 24 jam pada hari pertama hingga hari ke-4 dengan
(total dosis 4000 mg/m2 tiap siklus) setiap 3 minggu dengan total 3 hingga
4 siklus.

e. Stadium IVB
Pasien dengan kanker serviks stadium IVB memiliki prognosis yang
buruk. Prinsip penanganan pada stadium ini adalah penanganan paliatif,
dimana dilakukan radiasi pelvis untuk mengendalikan perdarahan pervaginam
dan nyeri yang dialami pasien. Kemoterapi sistemik diberikan untuk
mengurangi keluhan. Kemoterapi yang diberikan pada pasien seperti ini mirp
regimennya dengan pasien denan kanker yang mengalami rekurensi. Terapi
lini pertama pada pasien kanker serviks stadium IVB adalah sebagai berikut.
-

Bevacizumab 15mg/kgBB IB dalam 30-90 menit ditambah cisplatin 50


mg/m2 IV dalam 30-90 menit pada hari pertama atau kedua, ditambah
dengan paclitaxel 135/175 mg/m2 IV dalam 3 jam atau 24 jam pada hari
pertama setiap 3 minggu

Bevacizumab 15mg/kg IV dalam 30-90 menit ditambah dengan paclitaxel


175 mg/m2 dalam 3 jam pada hari pertama, ditambah topotecan 0.75
mg/m2 IV dalam 30 menit pada hari 1-3 setiap minggunya

Paclitaxel 135 mg/m2 IV dalam 24 jam diikuti dengan cisplatin 50 mg/m 2


pada hari pertama tiap tiga minggu

Topotecan 0,75 mg/m2 IB pada hari pertama hingga hari ketiga diikuti
dengan cisplatin 50 mg/m2 pada hari pertama tiap 3 minggu.

Terapi lini kedua untuk kanker serviks stadium IVB adalah docetaxel,
gemcitabine, ifosfamide, 5-FU, mitomycin, irinotecan dan topotecan yang
dikategorikan dalam kategori rekomendasi 2B.
Pencegahan
a. Pencegahan Primer

Menunda Onset Aktivitas Seksual


Penelitian menunjukkan bahwa resiko kanker serviks dapat diturunkan
secara signifikan dengan menunda onset aktivitas seksual hingga usia 20
tahun.

Penggunaan Kontrasepsi Barier


Penggunaan kontrasepsi barrier seperti kondom dan diafragma dapat
mencegah masuknya HPV ke serviks, sehingga dapat mencegah terjadinya
kanker serviks.

Vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV memiliki kekuatan proteksi terhadap kanker serviks lebih
dari 90%. Vaksin ini bertujuan untuk mencegah perkembangan HPV dan
rangkaian perubahan yang dapat berakhir dengan kanker serviks.

b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder pada kanker serviks ialah dengan deteksi dini
kanker serviks, yaitu dengan IVA atau dengan pemeriksaan Pap smear.

IVA

IVA adau Inspeksi Serviks dengan Asam Asetat adalah prosedur yang
dilakukan untuk melihat lesi prakanker pada serviks. Prinsip pemeriksaan
ini ialah adanya peningkatan protein dan sitokeratin yang meningkat pada
sel serviks yang mengalami neoplasia, yang akan bereaksi dengan asam
asetat, dan berubah warna menjadi putih (acetowhitening).
Pemeriksaan IVA memiliki sensitivitas sebesar 80%, dan spesifitas sebesar
92% dalam mendeteksi lesi prakanker (neoplasia intraepitel serviks).
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang sederhana, murah dan
efisien untuk dilakukan pada daerah dengan keterbatasan sarana.

Pap Smear dan Pemeriksaan HPV DNA


Pemeriksaan Pap smear adalah pemeriksaan sitologi apusan serviks.
Pemeriksaan ini telah terbukti menurunkan kejadian kanker serviks,
dimana di Amerika Serikat, kanker serviks yang awalnya merupakan salah
satu penyebab kematian karena kanker terbesar kini menurun ke peringkat
14. Pemeriksaan Pap smear dapat mendeteksi adanya kelainan mulai dari
cervical intraepithelial neoplasia (CIN). CIN adalah kelainan intraepitelial
sel skuamous yang memiliki atipia nuklear dan dapat berubah menjadi
karsinoma jika tidak ditangani. Awalnya CIN dibagi menjadi beberapa
kategori berdasarkan resiko berubahnya neoplasia menjadi karsinoma,
dengan CIN III merupakan yang memiliki asosiasi paling kuat, namun
pemisahan ini telah diabaikan secara klinis karena dibuktikan bahwa CIN I
dan II berhubungan dengan CIN III dan kelainan yang kecil dapat berubah
menjadi karsinoma.

Gambar. Cervical Intraepithelial Neoplasia


American Cancer Society, American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology,

dan

American

Society

for

Clinical

Pathology

merekomendasikan penggunaan pemeriksaan sitologi serviks dengan


pemeriksaan HPV DNA untuk deteksi dini yang lebih baik. Pemeriksaan
untuk deteksi dini disarankan dilakukan setelah usia 21 tahun. Pemeriksan
tidak disarankan untuk dilakukan sebelum usia 21 tahun meskipun telah
terjadi onset aktivitas seksual sebelumnya,

karena pada usia ini, lesi

prekanker sangat mungkin untuk sembuh dengan sendirinya, dan deteksi


pada usia ini dapat menyebabkan penenganan yang berlebihan
(overtreatment) yang justru berbahaya bagi pasien.

Pemeriksaan sitologi disarankan untuk dilakukan setiap tiga tahun sekali pada
wanita dengan usia 21-29 tahun. Pemeriksaan HPV DNA tidak disarankan
pada kelompok umur ini, karena prevalensi infeksi HPV pada wanita di
kelompok usia ini sangat tinggi, sehingga pemeriksaan tidak perlu dilakukan
untuk mencegah penatalaksanaan yang berlebihan.
Pada wanita berusia 30-65 tahun, disarankan pemeriksaan sitologi dan HPV
DNA sekali tiap 5 tahun, atau hanya sitologi tiap 3 tahun. Pemeriksaan HPV
DNA juga dilakukan, untuk meningkatkan sensivitas pemeriksaan, terutama
terhadap deteksi adenokarsinoma.
Prognosis
Terdapat berbagai faktor yang menentukan prognosis dari kanker serviks,
seperti ukuran dan staging. Salah satu penentu yang paling signifikan adalah
staging, terutama yang dikemukakan dari International Federation of Gynecology
and Obstetrics (FIGO), yang sebelumnya telah dibahas. Selain itu, penyebaran
kanker ke nodus limfatik juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan
prognosis.
Stadium

5-Year Survival

93%

IA

93%

IB

80%

IIA

63%

IIB

58%

IIIA

35%

IIIB

32%

IVA

16%

IVB
15%
Tabel. Prognosis kanker serviks berdasarkan stadiumiv

Tanya jawab
1. Apa saja yang dapat menyebabkan kanker serviks?
Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab dari kanker serviks.
Sedangkan penyebab banyak kematian pada kaum wanita adalah virus HPV tipe
16 dan 18. Virus ini sangat mudah berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui
cairan, tapi juga melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan WC umum yang
sudah terkena virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya jika
tidak membersihkannya dengan baik.
Selain itu, kebiasaan hidup yang kurang baik juga bisa menyebabkan
terjangkitnya kanker serviks ini. Seperti kebiasaan merokok, kurangnya asupan
vitamin terutama vitamin C dan E serta kurangnya asupan asam folat. Kebiasaan

buruk lainnya yang dapat menyebabkan kanker serviks adalah seringnya


melakukan hubungan intim dengan berganti pasangan, melakukan hubungan intim
dengan pria yang sering berganti pasangan dan melakukan hubungan intim pada
usia dini (melakukan hubungan intim pada usia <16 tahun bahkan dapat
meningkatkan resiko 2x terkena kanker serviks). Faktor lain penyebab kanker
serviks adalah adanya keturunan kanker, penggunaan pil KB dalam jangka waktu
yang sangat lama, dan terlalu sering melahirkan.

2. Apa saja ciri-ciri kanker serviks?


Kanker serviks membutuhkan proses yang sangat panjang yaitu antara 10
hingga 20 tahun untuk menjadi sebuah penyakit kanker yang pada mulanya dari
sebuah infeksi. Oleh karena itu, di tahap awal perkembangannya akan sulit untuk
dideteksi. Di sarankan para perempuan untuk melakukan test pap smear
setidaknya 2 tahun sekali, melakukan test IVA (inspeksi visual dengan asam
asetat), dll. Meskipun sulit untuk dideteksi, ciri-ciri berikut bisa menjadi petunjuk
terhadap perempuan apakah dirinya mengidap gejala kanker serviks atau tidak:

Saat berhubungan intim selalu merasakan sakit, bahkan sering diikuti oleh
adanya perdarahan.

-Mengalami keputihan yang tidak normal disertai dengan pendarahan dan


jumlahnya berlebih

-Sering merasakan sakit pada daerah pinggul

-Mengalami sakit saat buang air kecil

-Pada saat menstruasi, darah yang keluar dalam jumlah banyak dan
berlebih

Saat perempuan mengalami stadium lanjut akan mengalami rasa sakit pada
bagian paha atau salah satu paha mengalami bengkak, nafsu makan
menjadi sangat berkurang, berat badan tidak stabil, susah untuk buang air
kecil, mengalami perdarahan spontan.

3. Bagaimana mencegah kanker serviks?


Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan kaum perempuan
untuk mencegah kanker serviks agar tidak menimpa dirinya, antara lain:

-Jalani pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan yang cukup nutrisi
dan bergizi

-Selalu menjaga kesehatan tubuh dan sanitasi lingkungan

-Hindari pembersihan bagian genital dengan air yang kotor

-Jika Anda perokok, segera hentikan kebiasaan buruk ini

-Hindari berhubungan intim saat usia dini

-Selalu setia kepada pasangan Anda, jangan bergonta-ganti apalagi diikuti


dengan hubungan intim.

-Lakukan pemeriksaan pap smear minimal 2 tahun sekali, khususnya bagi


yang telah aktif melakukan hubungan intim

-Jika Anda belum pernah melakukan hubungan intim, ada baiknya


melakukan vaksinasi HPV

-Perbanyaklah konsumsi makanan sayuran yang kandungan beta


karotennya cukup banyak, serta konsumsi vitamin C dan E.

4. Kapan pap smear dilakukan dan sampai usia berapa harus


dilakukan?
Pap smear dilkukan sejak seorang wanita sudah menikah lebih dari 2-3
tahun, karena biasanya infeksi HPV baru terjadi setelah infeksi terjadi lebih dari 3
tahun. Sejak itu wanita sebaiknya pap smear walaupun sudah menopause, tidak
ada suami lagi, tidak punya anak maupun tidak menikah kalau sebelumnya pernah
berhubungan seks sebaiknya seorang wanita melakukan pap smear setidaknya
setahun sekali seumur hidupnya.
Bila telah melakukan vaksinasi maka pap smear bias di perjarang menjadi 2-3
tahun sekali. Pap smear dilakukan segera setelah haid bersih, namun pada
prinsipnya kapan pun bisa dilakukan pap smear, asal tidak sedang haid, keputihan
yang berat dan sebaiknya tidak sesudah berhubungan dengan suami.

5. Saya hanya memiliki satu pasangan seksual. Haruskah saya


menjalani pap smear?
Semua wanita yang pernah berhubungan seksual disarankan untuk
menjalani tes pap smear setidaknya sekali dalam 3 tahun atau seperti yang
diperintahkan oleh dokter Anda. Kanker serviks ketika terdeteksi dini sangat dapat
disembuhkan

Penutup
Kanker serviks merupakan suatu masalah kesehatan perempuan yang
cukup besar, dimana keganasan pada serviks merupakan keganasan tersering

ketiga di dunia dan penyebab kematian tertinggi kedua di negara-negara


berkembang.
Kanker serviks memberikan beban yang cukup besar secara ekonomi. Penelitian
yang dilakukan oleh Fleurence (2006) menunjukkan bahwa jumlah biaya untuk
menangani kondisi yang berhubungan dengan infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) yang merupakan etiologi dari kanker serviks adalah sebesar 2.25-4.6
milyar dollar Amerika setiap tahunnya. HPV merupakan penyebab terbanyak.
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker
serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang
dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun juga dapat dijadikan sebagai
faktor resiko terjadinya kanker serviks
Kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi
dan pemeriksaan screening berkala, namun adanya kesulitan ekonomi, terutama di
negara-negara berkembang, menjadi suatu masalah yang meningkatkan kejadian
kanker serviks di negara berkembang.
Dengan adanya penyuluhan tentang kanker serviks diharapkan masyarakat
dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit kanker serviks sehingga
diharapkan angka morbiditas dan mortalitas akibat kanker serviks dapat menurun.

DOKUMENTASI

Lhokseumawe, Agustus 2015


Mengetahui,
Kepala Puskesmas Samudera

dr. Jarita
Nip. 19790119 200604 2 006

Dokter Pembimbing

dr. Jarita
Nip. 19790119 200604 2 006

i
ii
iii
iv

Anda mungkin juga menyukai