Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya penyebaran penyakit
secara anatomis dan senantiasa berubah seiring dengan kemajuan teknologi
kedokteran. Penentuan pilihan terapi dan prediksi prognosisnya atau untuk
membandingkan tingkat keberhasilan terapi baru harus berdasarkan pada
perluasan penyakit. Secara universal disetujui penentuan luasnya penyebaran
penyakit melalui sistem stadium.
kanker serviks
Memberikan informasi tentang kanker serviks
Memberi pendidikan tentang cara menjaga higiene pribadi dan sanitasi
lingkungan
Sebagai wadah untuk mempererat tali silaturahmi antar mahasiswa
Peserta
Waktu
V. Metode Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan memberikan brosur kepada peserta dan
memberikan penjelasan mengenai kanker serviks.
VI. Penjelasan
Definisi
Kanker serviks uterus adalah keganasan yang paling sering ditemukan
dikalangan wanita. Penyakit ini merupakan proses perubahan dari suatu epitelium
yang normal sampai menjadi karsinoma invasif yang memberikan gejala dan
merupakan proses yang perlahan-lahan dan mengambil waktu bertahun-tahun.
Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah
rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina). Kanker serviks berkembang
secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel
yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia
sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian
berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal
juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma
invasif berkisar 3-20 tahun.
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV)
onkogenik, yang menyerang serviks. Berawal terjadi pada serviks, apabila telah
memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh
tubuh penderita.
Epidemiologi Kanker Serviks
Dalam sebuah artikel oleh Hexan Y.S et al menunjukan insidensi kanker
serviks diantara negara Asia Ocenia bervariasi dari yang paling rendah di
Australia dengan ASR (umur rata-rata yang distandarisasi) dari 4,9 per 100.000
wanita sampai yang paling tinggi 27 dan 27,4 di India dan Kamboja serta 28 di
Mongolia dan di Nepal menempati 32 per 100.000 wanita. Lebih jauh lagi, ASR
bervariasi antara berbagai negara terutama di negara besar seperti India dan Cina.
Sehingga, apabila kita melihat analisa dari tren waktu insidensi penyakit,
penelitian menggambarkan insidensi kanker serviks saat ini meningkat di negara
Cina.
mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, sedang, displasia berat dan
akhirnya menjadi Karsinoma In-Situ (KIS), kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkatan pra-kanker. Klasifikasi terbaru menggunakan nama Neoplasma
Intraepitel Serviks (NIS). NIS 1 untuk displasia ringan, NIS 2 untuk displasia
sedang dan NIS 3 untuk displasia berat dan karsinoma in-situ.
Menurut Snyder (1976), NIS umumnya ditemukan pada usia muda setelah
hubungan seks pertama terjadi. Selang waktu antara hubungan seks pertama
dengan ditemukan NIS adalah 2-33 tahun. Untuk jarak hubungan seks pertama
dengan NIS 1 selang waktu rata-rata adalah 12,2 tahun, NIS 1 dengan NIS 2 ratarata13,9 tahun dan NIS 2 samppai NIS 3 rata-rata 11,7 tahun. Sedangkan menurut
Cuppleson LW dan Brown B (1975) menyebutkan bahwa NIS akan berkembang
sesuai dengan pertambahan usia, sehingga NIS pada usia lebih dari 50 tahun
sudah sedikit dan kanker infiltratif meningkat 2 kali.
Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of Gynecology and
Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 60-69
tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering ditemukan
pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II sering
ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering
ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditemukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44
tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di
Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang
terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.
Etiologi
HPV merupakan penyebab terbanyak. Sebagai tambahan perokok sigaret
setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi
multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari.
Faktor Resiko
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasif terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai penelitian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan resiko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontrasepsi oral berinteraksi dengan faktor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering
melakukan pemeriksaan serviks, sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak
lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.
Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti
betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungan dengan peningkatan
resiko terhadap displasia ringan dan sedang. Namun sampai saat ini tidak ada
indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
Sosial ekonomi
Studi secara deskriptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor
defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga diduga berhubungan
dengan masalah tersebut.
Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan
panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan faktor resiko yang lain.
Patogenesis
Kanker serviks disebabkan oleh adanya infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). Banyak penelitian yang dilakukan di seluruh dunia menunjukkan bahwa
DNA dari HPV terdeteksi pada sebesar 90 hingga 100% dari spesimen lesi serviks
yang diteliti.
HPV adalah virus kecil nonenveloped dengan diameter 55mm. Virus ini
memiliki kapsid ikosahedral yang terdiri dari 72 kapsomer yang setidaknya
memiliki dua protein kapsid, yaitu L1 (mayor) dan L2 (minor). Setiap kapsomer
merupakan pentamer dari protein kapsid mayor. Setiap kapsid virion memiliki
beberapa kopi dari protein kapsid minor. Genom virus ini terdiri dari satu molekul
tunggal DNA sirkular rantai ganda, yang secara fungsional dibagi menjadi tiga
bagian. Bagian pertama ialah noncoding upstream regulatory region (URR).
Bagian ini menganding p97 core promoter dan enhancer serta silencer sequence
yang mengatur replikasi DNA dengan cara mengontrol replikasi dua bagian
genom lainnya. Bagian kedua ialah early region, yang memiliki gen
E1,E2,E3,E4,E5,E6,E7 dan E8. bagian inilah yang terlibat dalam onkogenesis.
Bagian gen early region yaitu gen E6 dan E7 adalah onkoprotein, yang
menentukan apakah sebuah subtipe virus HPV bersifat invasif atau tidak. Ekspresi
dari produk gen di bagian ini menentukan apakah infeksi HPV merupakan infeksi
aktif, infeksi laten, atau infeksi yang berresiko tinggi bertransformasi menjadi
malignansi. Bagian ketiga adalah late region yang mengkode protein struktur L1
dan L2 untuk kapsid virus. Fungsi dari gen HPV adalah sebagai berikut.
Kategori gen
Early gene
Late gene
Gen
E1
E2
Fungsi
Replikasi virus
Modulasi transkripsi dan
E3
E4
E5
E6
replikasi
Tidak diketahui
Infeksi virus produktif
Transformasi
Onkoprotein;
interaksi
E7
E8
L1
L2
Transmisi HPV terjadi melalui kontak kulit. Sel basal dari epitel skuamous
berlapis dapat terkena infeksi dari HPV, sementara sel lain cenderung resisten.
Siklus replikasi HPV dimulai dari masuknya virus ke dalam sel membrana basalis
epitel. Masuknya HPV ke dalam membrana basalis mungkin membutuhkan
mikrotrauma epidermis. DNA dari HPV akan melakukan replikasi sel dan
bergerak ke permukaan epitel ketika virus ini telah masuk ke dalam sel penjamu.
Pada membrana basalis, replikasi virus bersifat nonproduktif dan virus menjadi
episom low-copy number, dan saat berada di atas lapisan suprabasal, virus
berubah menjadi episom high-copy number, yang memungkinkan sintesis protein
kapsid dan penyusunan virus.
Pada keadaan dimana terjadi neoplasia intraepitel dan kanker invasif, DNA
HPV terintegrasi ke dalam host genom, sementara pada kelainan jinak, DNA virus
terletak di dalam nukleus, namun berada di luar kromosom. Integrasi DNA HPV
pada kelainan invasif membuat terjadinya disrupsi atau delesi daerah E2 yang
mengakibatkan tidak terjaadinya ekspresi gen ini. Hal ini berarti, ekspresi E6 dan
E7 akan meningkat, karena pengaturan ekspresi kedua gen ini diatur oleh E2 yang
telah mengalami delesi. Ekspresi E6 dan E7 yang meningkat akan menyebabkan
deregulasi dari siklus pertumbuhan sel penjamu dengan cara mengikat dan
menginaktivasi dua protein penghambat tumor yaitu p53 dan produk gen
retinoblastoma atau pRb. Produk gen E6 akan berikatan dengan p53 dan memicu
degradasi cepat. Hal ini menyebabkan terhentinya fungsi G1, apoptosis dan DNA
repair yang diatur oleh p53. kemampuan ini tidak dimiliki oleh HPV low invasive,
dimana pada penelitian in vitro, protein E6 HPV low invasive tidak berikatan
degnan p53 dan tidak mengganggu stabilitasnya.
Produk gen E7 berikatan dengan pRb dan ikatan ini mengganggu
kompleks antara pRb dan faktor transkripsi selular E2F-1, yang menyebabkan
penurunan fungsi E2F-1, yang berperan dalam transkripsi gen yang produknya
dibutuhkan bagi sel untuk masuk ke dalam fase S dalam siklus sel. Pada HPV low
risk, protein E7 berikatan dengan pRb dengan afinitas yang rendah.
Produk gen E5 akan menginduksi peningkatan aktivitas mitogen-activated
protein kinase (MAPK) yang akan mengakibatkan peningkatan respon selular
terhadap faktor pertumbuhan dan diferensiasi. Hal ini mengakibatkan sel penjamu
mengalami proliferasi secara terus-menerus dan diferensiasi sel mengalami
keterlambatan.
Inaktivasi protein p53 dan pRb akan meningkatkan proliferasi dan
instabilitas genom. Hal ini menyebabkan sel penjamu mengalami kerusakan DNA
yang terus menerus meningkat dan tidak dapat diperbaiki, yang menyebabkan
terjadinya transformasi sel menjadi sel kanker. Proses metilasi DNA virus dan sel,
aktivasi telomerase dan faktor-faktor imunigenetik juga berperan dalam
transformasi sel menjadi sel kanker.
Tipe dan durasi infeksi HPV. Beberapa tipe HPV dihubungkan dengan
penyakit lain atau justru memiliki resiko yang rendah untuk menyebabkan
HPV. Adapun pembagian kelompok HPV berdasarkan hubungannya
dengan penyakit tertentu dan resikonya menyebabkan neoplasia dan
kanker serviks adalah sebagai berikut.
Faktor lingkungan
Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada negara yang telah menjalankan skrining kanker serviks secara rutin,
pasien yang asimptomatis biasanya diketahui mengalami perubahan sel serviks
pada pemeriksaan rutin Pap smear. Pasien dengan kanker serviks biasanya
mengeluhkan perdarahan per vaginam, yang biasanya terjadi setelah melakukan
hubungan seksual (post-coital bleeding). Pasien juga dapat mengeluhkan adanya
rasa tidak nyaman di vagina, keluarnya cairan berbau, dan disuria. Pada kanker
yang telah menyebar ke vesika urinaria dan rectum, dapat muncul gejala-gejala
konstipasi, hematuria, fistula dan obstruksi uretra.
Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak menimbulkan gejala dan
perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan
panggul dan Pap smear (Calvagna, 2007).
Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah
menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat ini akan
timbul gejala berikut (Calvagna, 2007):
suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap smear yang teratur sangat diperlukan
untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel kanker.
Perubahan sel-sel kanker selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan setelah
aktivitas sexual atau diantara masa menstruasi (Calvagna, 2007).
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar
dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan
lebih
baik
bila
mendiagnosisnya
dalam
tingkatan
pra-maligna
Normal.
Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)
Gambar. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
b. Kolposkopi.
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu
suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di
dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila
ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi,
merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks,
pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak
hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan
IA
corpus uteri)
Invasi terbatas pada stroma dengan kedalaman maksimal 5 mm dan
IA1
IB
IB1
daripada IA
Lesi klinis tidak lebih dari 4 cm
IB2
II
IIA
IIB
III
IIIA
IIIB
IV
IVA
Karsinoma meluas lebih dari pelvis sejati atau secara klinis telah
IVB
b. Stadium IA2
Penanganan secara konservatif belum dapat dibuktikan keamanannya pada
pasien dengan kanker serviks stadium IA2. Oleh karena itu pada pasien
dengan stadium ini, dilakukan histerektomi radikal modifikasi dengan
limfadenektomi pelvis.
metastasis
sel
ke
limfonodus
maka
histerektomi
tidak
d. Stadium IIB-IVA
Kebanyakan kanker stadium lanjut memiliki prognosis yang buruk,
dimana five-year survival rate pasien-pasien ini kurang dari 50%. Kanker pada
stadium ini dapat memburuk dengan cepat jika tidak ditangani.
Terapi radiasi merupakan terapi utama dalam penanganan kanker serviks
stadium lanjut. Radiasi pelvis eksternal dikombinasikan dengan brakiterapi,
dan dilakukan dalam 25 fraksi dalam 5 minggu. Jika ditemukan metastasis
kelenjar limfe paraaortal, dapat dilakukan radiasi dengan lapangan yang
diperluas untuk menangani metastasis tersebut.
Penelitian terkini menunjukkan bahwa radiasi dipadukan dengan
kemoterapi dapat meningkatkan keadaan umum dan angka keselamatan pasien
dengan kanker serviks. Oleh karena itu, pasien dengan kanker serviks stadium
IIB sampai IVA lebih baik ditangani dengan menggunakan kemoradiasi.
Regimen
yang
menggunakan
cisplatin
dihubungkan
dengan
angka
Cisplatin 50-75 mg/m2 IV pada hari pertama ditambah dengan infus 5-FU
1000 mg/m2 dalam 24 jam pada hari pertama hingga hari ke-4 dengan
(total dosis 4000 mg/m2 tiap siklus) setiap 3 minggu dengan total 3 hingga
4 siklus.
e. Stadium IVB
Pasien dengan kanker serviks stadium IVB memiliki prognosis yang
buruk. Prinsip penanganan pada stadium ini adalah penanganan paliatif,
dimana dilakukan radiasi pelvis untuk mengendalikan perdarahan pervaginam
dan nyeri yang dialami pasien. Kemoterapi sistemik diberikan untuk
mengurangi keluhan. Kemoterapi yang diberikan pada pasien seperti ini mirp
regimennya dengan pasien denan kanker yang mengalami rekurensi. Terapi
lini pertama pada pasien kanker serviks stadium IVB adalah sebagai berikut.
-
Topotecan 0,75 mg/m2 IB pada hari pertama hingga hari ketiga diikuti
dengan cisplatin 50 mg/m2 pada hari pertama tiap 3 minggu.
Terapi lini kedua untuk kanker serviks stadium IVB adalah docetaxel,
gemcitabine, ifosfamide, 5-FU, mitomycin, irinotecan dan topotecan yang
dikategorikan dalam kategori rekomendasi 2B.
Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV memiliki kekuatan proteksi terhadap kanker serviks lebih
dari 90%. Vaksin ini bertujuan untuk mencegah perkembangan HPV dan
rangkaian perubahan yang dapat berakhir dengan kanker serviks.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder pada kanker serviks ialah dengan deteksi dini
kanker serviks, yaitu dengan IVA atau dengan pemeriksaan Pap smear.
IVA
IVA adau Inspeksi Serviks dengan Asam Asetat adalah prosedur yang
dilakukan untuk melihat lesi prakanker pada serviks. Prinsip pemeriksaan
ini ialah adanya peningkatan protein dan sitokeratin yang meningkat pada
sel serviks yang mengalami neoplasia, yang akan bereaksi dengan asam
asetat, dan berubah warna menjadi putih (acetowhitening).
Pemeriksaan IVA memiliki sensitivitas sebesar 80%, dan spesifitas sebesar
92% dalam mendeteksi lesi prakanker (neoplasia intraepitel serviks).
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang sederhana, murah dan
efisien untuk dilakukan pada daerah dengan keterbatasan sarana.
dan
American
Society
for
Clinical
Pathology
Pemeriksaan sitologi disarankan untuk dilakukan setiap tiga tahun sekali pada
wanita dengan usia 21-29 tahun. Pemeriksaan HPV DNA tidak disarankan
pada kelompok umur ini, karena prevalensi infeksi HPV pada wanita di
kelompok usia ini sangat tinggi, sehingga pemeriksaan tidak perlu dilakukan
untuk mencegah penatalaksanaan yang berlebihan.
Pada wanita berusia 30-65 tahun, disarankan pemeriksaan sitologi dan HPV
DNA sekali tiap 5 tahun, atau hanya sitologi tiap 3 tahun. Pemeriksaan HPV
DNA juga dilakukan, untuk meningkatkan sensivitas pemeriksaan, terutama
terhadap deteksi adenokarsinoma.
Prognosis
Terdapat berbagai faktor yang menentukan prognosis dari kanker serviks,
seperti ukuran dan staging. Salah satu penentu yang paling signifikan adalah
staging, terutama yang dikemukakan dari International Federation of Gynecology
and Obstetrics (FIGO), yang sebelumnya telah dibahas. Selain itu, penyebaran
kanker ke nodus limfatik juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan
prognosis.
Stadium
5-Year Survival
93%
IA
93%
IB
80%
IIA
63%
IIB
58%
IIIA
35%
IIIB
32%
IVA
16%
IVB
15%
Tabel. Prognosis kanker serviks berdasarkan stadiumiv
Tanya jawab
1. Apa saja yang dapat menyebabkan kanker serviks?
Human Papilloma Virus (HPV) merupakan penyebab dari kanker serviks.
Sedangkan penyebab banyak kematian pada kaum wanita adalah virus HPV tipe
16 dan 18. Virus ini sangat mudah berpindah dan menyebar, tidak hanya melalui
cairan, tapi juga melalui sentuhan kulit. Selain itu, penggunaan WC umum yang
sudah terkena virus HPV, dapat menjangkit seseorang yang menggunakannya jika
tidak membersihkannya dengan baik.
Selain itu, kebiasaan hidup yang kurang baik juga bisa menyebabkan
terjangkitnya kanker serviks ini. Seperti kebiasaan merokok, kurangnya asupan
vitamin terutama vitamin C dan E serta kurangnya asupan asam folat. Kebiasaan
Saat berhubungan intim selalu merasakan sakit, bahkan sering diikuti oleh
adanya perdarahan.
-Pada saat menstruasi, darah yang keluar dalam jumlah banyak dan
berlebih
Saat perempuan mengalami stadium lanjut akan mengalami rasa sakit pada
bagian paha atau salah satu paha mengalami bengkak, nafsu makan
menjadi sangat berkurang, berat badan tidak stabil, susah untuk buang air
kecil, mengalami perdarahan spontan.
-Jalani pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan yang cukup nutrisi
dan bergizi
Penutup
Kanker serviks merupakan suatu masalah kesehatan perempuan yang
cukup besar, dimana keganasan pada serviks merupakan keganasan tersering
DOKUMENTASI
dr. Jarita
Nip. 19790119 200604 2 006
Dokter Pembimbing
dr. Jarita
Nip. 19790119 200604 2 006
i
ii
iii
iv