Anda di halaman 1dari 1

Jakarta - Media sosial (medsos) harus digunakan dengan bijak.

Jauhi fitnah dan


provokasi memecah belah bangsa. Tapi bila ada yang nekat berbuat negatif dan
malah justru memancing kericuhan, pemilik akun itu layak dipenjarakan. Ini berkaca
dari kasus kerusuhan di Tanjung Balai, Sumut.
"Cara satu-satunya ya telusuri orangnya dan tangkap orangnya, seperti yang
sudah-sudah," kata pengamat media sosial, Nukman Luthfie, Senin (1/8/2016).
Menurut dia, tapi biasanya mereka yang memang berbuat fitnah, kerap membuat
akun-akun palsu untuk mengelabui.
"Terkadang pembuat fitnah original itu akan menggunakan akun-akun yang ngawur
juga sehingga tidak mudah dilacak, tapi saat fitnah itu tersebar itu akan disasar
langsung oleh pemilik akun-akun yang polos yang dengan mudahnya langsung
menyebar kabar itu," jelas dia.
Selama ini, media sosial memang menjadi tempat curhat dan ajang orang
membuang kemarahan. Tapi ya itu tadi, jangan menjadi fitnah.
"Ada riset kemarahan di Medsos itu lebih tinggi sekian persen dari offline. Tatap
muka membuat orang lebih berhati-hati, tapi di Medsos seseorang marah akan
cepat mengungkapkannya, kemudian juga pesan berantai akan belok kemanamana, orang kesekian akan menambahkan. Sumber kemarahan akan sampai ke
orang sekian berubah 100 persen dan berbeda dengan konteks di awal," urai dia.
Satu contoh yang terjadi saat Pilpres lalu. Isu SARA dan berbagai isu lainnya
menyebar dengan mudah.
"Di AS sendiri juga seperti itu. Di online penyebarannya mengerikan. Blokir bisa
bener, kalau memproses hukum pemilik akunnya bisa, tapi kalau akunnya di Medsos
diblokir pemerintah nggak bisa. Kenapa? Karena yang bisa memblokir akun Medsos
itu hanya pemilik dari media itu," tegas dia.

Anda mungkin juga menyukai