Anda di halaman 1dari 13

BAB 3

PENGUJIAN IMPAK

I.

Tujuan Praktikum
a. Menjelaskan tujuan dan prinsip dasar pengukuran harga
impak darl logam
b. Mengeahui temperatr transisi perilaku kegetasan baja
struktral ST 42.
c. Menganalisa permukaan perpatahan (fractogafi) sampel
impak yang diuji pada beberapa temperatur.
d. Membandingkan nilai impak beberapa jenis logam.
e. Menjelaskan perbedaan metode Charpy dan Izod.
f. Untuk mengetahui respon atau ketahanan bahan terhadap
pembebanan

yang

datang

secara

tiba-tiba

dan

mementukan kecenderungan bahan bersifat getas.

II.

Dasar Teori
Pengujian

impak

merupakan

suatu

pengujian

yang

mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Pengujian ini


merupakan

suatu

upaya

untuk

mensimulasikan

kondisi

operasional material yang sering ditemui dalam perlengkapan


transportasi atau konstruksi dimana beban uji mengalami
deformasi.
Pada pengujian impak ini, kita mengukur energi yang
diserap

untuk

mematahkan

benda

uji.

Kita

mengunakan

pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu


dan menmbu benda uji hingga mengakibatkan perpaahan.

Setelah benda uji patah, bandul akan berayun kembali. Dan


banyaknya energi yang diserap oleh bahan
perpatahan

merupakan

ukuran

untuk terjadinya

ketahanan

impak

atau

ketangguhan bahan tersebut. Pada gambar di atas dapat dilihat


bahwa

setelah

benda

uji

patah

akibat

deformasi,

pendahuluan melanjutkan ayunan hingga posisi

bandul

Gambar 1. Skematik pengujian impak dengan benda uji Charpy


Bila bahan tersebut tangguh yaitu makin mampu menyerap
energi lebih besar maka makin rendah posisi

. Suatu material

dikatakan tangguh bila memiliki kempuan menyerap suatu beban


kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau deformasi dengan
mudah.
A. Charpy dan Izod

Pada pengujian impak energi yang diserap oleh benda uji


biasanya dinyatakan dalam satuan joule dan dibaca langsung
pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi yang terdapat
pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji
dengan metode Charpy :
d

E
HI = ------A
dimana, E = energi yang diserap (joule)
A = luas penampang di bawah takik (

)
E = P(Ho-H1)
P = beban yang diberikan (newton)
Ho = ketinggian awal
H1= ketinggian akhir bandul
Benda uji dikelompokan menjadi 2 golongan standar (ASTM
E-23) yaitu batang uji Charpy (Metode Charpy USA) dan batang
uji Izod (Metode Izod Inggris dan Eropa).
Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam
dua golongan sampel standar yaitu : batang uji Charpy yang
biasanya digunakan di Amerika sedangkan batang uji Izod
digunakan di Inggris dan Eropa. Benda uji Charpy memiliki luas
penampang lintang bujur sangkar (10 X 10 mm) dan panjang 55
mm memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut

, jari-

jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji Izod


mempunyai penampang lintang bujur sangkar atau lingkaran
dengan bentuk takik V di dekat ujung yang dijepit, ukurannya
untuk Izod 10 x 10 x 75 mm (tinggi x lebar x panjang).
Perbedaan pembebanan antara metode Charpy dan Izod seperti
gambar di bawah.

Takik Charpy V
Gambar.2 Skema Pembebanan impak pada benda uji charpy (a)
dan Izod (b)

B. Jenis Perpatahan

Takik (nocth) dalam benda uji standar ditunjukkan sebagai suatu


konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan
terjadi di bagian tersebut. Selain bentuk V dengan sudut

takik dapat pula berbentuk lubang kunci (key hole). Secara


umum perpatahan dibagi tiga yaitu:
1. Perpatahan Berserat (Fibrous Fracture)

Melibatkan

mekanisme

pergeseran

bidang kristal di dalam bahan yang

bidangulet

(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan


berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap
cahaya dan berpenampilan buram.
2. Perpatahan Granular (Kristalin)
Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage)
pada butir-butir dari bahan yang rapuh (brittle). Ditandai dengan
permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya
pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan Campuran (Berserat dan Granular)
Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan.
C. Temperatur Transisi

Informasi

lain

yang didapat dalam percobaan impak adalah temperatur transisi.


Temperatur transisi merupakan temperatur yang menunjukan
transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan uji bila diuji
pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur tinggi
maka material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada
temperatur rendah material akan bersifat rapuh. Suhu peralihan
bahan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu seperti gambar di
diatas.

Dasar

pemikiran

penggunaan

kurva

suhu

peralaihan

terpusatkan pada penentuan suhu, patah getas terendah untuk


level tegangan elastis. Jelas, makin rendah suhu peralihan,
makin besar ketangguhan patah suatu bahan.

III.

Metodologi Penelitian

1. Alat dAn Bahan


a. Impact testing machine (metode Charpy) kapasitas 30 joule
b. Caliper atau mikrometer
c. Stereoscan macroscope
d. Termometer
e. Furnace
f. Sampel Uji Impak Baja ST 42 dan Cu-Zn (3 buah)
g. Dry Ice

IV. Flow Chart Prosedur Pengujian


Persiapan
Benda Uji

Persiapkan benda uji


untuk teperatur rendah
<0o dan tinggi >1000o

Pemasangan
Benda Uji

Pelepasan Bandul &


Pencatatan Energi Bandul
untuk Mematahkan Banda Uji

Pengukuran Luas
penampang dan
Kedalaman Takik

Masukan sampel uji kedalam


wadah berisi campuran dry
ice, alkohol 70% dan furnace

Pemasangan
Bandul (Skala nol)

Ambil benda uji dan


amati dibawah
stereoscan
macroscope.

Percobaan Pada
Suhu -40, 0, Truang,
1000C

Pengamatan dan
Penggambaran
Perpatahan yang Terjadi

Pengujian Selesai

V.

Data dan Pembahasan


A. Tabel Data

No
.
1
2
3

Suhu
Sampel Uji
(oC)
100
25
-3

a
(mm)

b
(mm)

8
8
8

10
10
10

B. Contoh Perhitungan
Perhitungan Harga Impak

A
(mm2
)
80
80
80

E
(Joule
)
240
90
24

HI
(Joule/mm)
3,000
1,125
0,300

Rumus Umum :

Besi (Fe) untuk temperatur ruang


HI = E
A
= 90 joule
80 mm2
= 1,125 joule/ mm2
C. Grafik
Grafik HI vs T (Fe)

Grafik HI vs T
3.500
3.000
2.500
2.000
Harga Impak (J/mm2)

1.500
1.000
0.500
0.000
-20 0

20 40 60 80 100 120

Suhu Sampel (oC)

D. Pembahasan
Prinsip Pengujian

Jika suatu material diberi pembebanan impak (kejut) maka


akan

terjadi

proses

penyerapan

energi

sehingga

terjadi

deformasi maksimum pada material hingga mengakibatkan


perpatahan. Energi tersebut berasal dari impak (dalam pengujian
ini menggunakan bandul) yang diayunkan pada ketinggian
tertetu.

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda


hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3
jenis, yaitu :
-

Perpatahan berserat (fibrous fracture),


yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang
kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile).
Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang
berbentuk

dimpel

yang

menyerap

cahaya

dan

kristalin,

yang

berpenampilan buram
-

Perpatahan
dihasilkan

oleh

granular /

mekanisme

pembelahan

(cleavage)

pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle).


Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang

mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi


(mengkilat)
-

Perpatahan

campuran

(berserat

dan

granular), merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di


atas.
Analisa grafik HI vs T (Fe)

Secara

umum

didalam

literature

disebutkan

bahwa

kenaikan temperature temperature akan menyebabkan kenaikan


energi yang diserap karena material menjadi semakin ductile.
Namun kenaikan temperature itu juga mamiliki batas yaitu
temperature softening. Setelah melewati temperature pelunakan
maka jumlah energi yang diserap akan menurun. Berdasarkan
grafik diatas maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan
sebagai berikut :

Secara keseluruhan pada grafik Fe setiap kenaikan


temperature diikuti oleh kenaikan jumlah energi yang
diserap.

Pada temperature 1000 C harga impact

adalah sebesar

3,00 Joule/mm2

Pada

temperatur

250 C

harga

impact mengalami

peningkatan yaitu sebesar 1,125 Joule/mm2.

Pada temperature -30 C

Harga

impact

juga

mengalami peningkatan dari sebelumnya yaitu sebesar


0,3 Joule/mm2.
Hasil percobaan diatas telah sesuai dengan literature yang
ada bahwa setiap kenaikan temperature akan diikuti oleh
kenaikan jumlah energi yang diserap. Hal ini mungkin disebabkan
karena stuktur Fe yang memiliki stuktur kristal BCC sehingga
keuletan dapat mengalami perubahan seiring dengan perubahan
temperature. Peningkatan jumlah energi yang diserap akan

meningkatkan harga impact pula, karena kenaikan harga impact


sebanding dengan kenaikan jumlah energi yang diserap.
Analisa Temperatur Transisi (Fe)

Temperatur

transisi

merupakan

temperatur

yang

menunjukkan perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji


pada

temperatur

yang

berbeda-beda.

Informasi

mengenai

temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu material


akan

didesain

untuk

aplikasi

yang

melibatkan

rentang

temperatur yang besar, misalnya dari temperatur di bawah nol


derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas 100 derajat
Celcius, contohnya sistem penukar panas (heat exchanger).
Hampir semua logam berkekuatan rendah dengan struktur kristal
FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat ulet pada semua
temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi
bersifat rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC
dengan kekuatan luluh rendah dan sedang memiliki

transisi

rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan.


Dari grafik pengujian yang diperoleh diperkirakan temperature
transisi Fe terjadi pada temperature di antara 0 0C sampai
temperature ruangan. Kenaikan temperatur Fe menunjukkan HI
yang cukup tinggi pada material.

Harga impak yang tinggi ini

memiliki korelasi dengan sifat keuletan pada material.

Harga

impak yang tinggi menunjukkan bahwa energi yang diserap oleh


material selama tumbukan cukup besar dibandingkan dengan
material getas.

Semakin tinggi harga impak maka material

tersebut akan semakin ulet.

Fe yang memiliki struktur kristal

BCC, memiliki sifat akan menjadi getas pada saat penurunan


temperatur.
Analisa Hasil Perpatahan (Fe)

Pada Fe setelah diberikan beban kejut maka terjadi


perpatahan. Perpatahan yang terjadi ada yang tidak total, dan
ada juga yang merupakan perpatahan total. Perpatahan tidak
total terjadi pada 3 sample dengan 3 suhu yang berbeda yaitu
-30C, 250C, dan 1000C. Bentuk patahan sampel Fe ketika dibawah
00C yaitu -30C yaitu granular dan permukaannya mengkilat,
dikarenakan sifatnya yang getas. Pada temperatur yang tinggi
(>300C)

sampel

Fe

berserabut

dan

permukaan

gelap,

dikarenakan sifatnya yang ulet. Sedangkan pada temperatur


transisi (00C - 300C) , bentuknya adalah campuran, berserat dan
granular.

VI.

Kesimpulan
1. Temperatur berpengaruh pada kegetasan suatu material,
disamping kecepatan pembebanan, struktur material, dan
bentuk/ukuran

takik.

Makin

tinggi

temperatur,

maka

material akan bersifat ductile dan sebaliknya.


2. Harga Impak menunjukkan seberapa tangguh material
dapat menerima beban yang diberikan secara kejut. Beban
yang diberikan bervariasi.
3. Semakin besar HI maka, ketahanan impaknya semakin
bagus
4. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan
transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan jika diuji
pada temperatur yang berbeda, pada sampel Fe berkisar
dari 0oC sampai 300C (temperatur ruangan).
5. Pada suhu rendah yang terjadi adalah perpatahan getas
dengan

ciri-ciri

mengkilap,

permukaan

bergranular.

Sedangkan pada suhu tinggi akan terjadi perpatahan ulet

dengan ciri-ciri

berserabut (fibrous), dan adanya dimple

kehitaman.

Daftar Pustaka
1. Tata Surdia, pengetahuan Bahan Teknik, edisi ke 2. Prandya
Pramita : 1992
2. Diktat Teori Dasar Parktikum Metalurgi Fisik
3. Smallman, RE, Metalurgi Fisik Modern, edisi keempat.
Gramedia : 1991
4. Buku Paduan Kerja Mahasiswa Praktikum Metalurgi Fisik
5. Metal Handbook Ninth Edition, Volume 8, Mechanical
Testing, ASM,1985.

Anda mungkin juga menyukai