Anda di halaman 1dari 10

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)

ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL dalam PEMBERIAN


KREDIT pada PT. BPR. KANAYA
1

Ayu Dwi Purwatiasih


Anantawikrama Tungga Atmadja, 2Nyoman Trisna Herawati

Jurusan Akuntansi Program S1


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {ayudwipurwatiasih@yahoo.co.id,
anantawikrama_t_atmadja@yahoo.com, aris_herawati@yahoo.com}@undiksha.ac.id
Abstrak
Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat saat ini didirikan badan usaha berbentuk bank
perkreditan rakyat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prosedur pengendalian internal
pemberian, kendala yang dialami dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut.
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif dengan data kualitatif yang diperoleh dari
wawancara, dokumentasi dan observasi. Analisis yang dilakukan yaitu dengan deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pengendalian internal dalam
pemberian kredit pada PT. BPR. Kanaya telah memadai. Kendala yang dialami yaitu: jaminan
hilang, bad character, bercerai, bangkrut, salah analisa kredit. Upaya yang telah dilakukan yaitu:
tagih terus, addendum, restructure, recondition, rescedulle.
Kata kunci: Pengendalian Internal, Pemberian Kredit
Abstract
A corporation in the form of what is referred to as Bank Perkreditan Rakyat has been
established in order to improve peoples standard of living. This study was intended to identify
the procedure of internally controlling the loans provided to customers, the obstruction
undergone and the attempt made to overcome such an obstruction.
This present study was designed as a descriptive study; the data used were qualitative
data which were obtained through interview, documentation and observation. The data were
analyzed descriptively and qualitatively.
The result of the study showed that the implementation of internal control when giving
loans to customers by PT. BPR Kanaya was adequate enough. The obstructions undergone
were that the collateral was missing, bad character, getting divorced, going bankrupt and wrong
analysis of loans. The attempts already made were: never getting discontinued in collecting such
loans, addendum, restructure, recondition, and reschedule.
Keywords: Internal Control, Giving Loans

PENDAHULUAN
Seiring
dengan
pesatnya
perkembangan ekonomi dimasa sekarang
maupun dimasa yang akan datang dalam
rangka
memajukan
pembangunan
nasional, maka dibutuhkan dana yang
cukup
besar
untuk
menjaga

kesinambungan pembangunan tersebut


(Kristono dalam Yasa 2013).
Untuk
mewujudkan
adanya
kesinambungan tersebut, dalam UU No. 10
tahun 1998 tentang perbankan dinyatakan
bahwa Bank merupakan badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka
meningkatkan
taraf
hidup
masyarakat banyak. PT. BPR. Kanaya
merupakan salah satu badan usaha
berbentuk bank perkreditan rakyat yang
memiliki fungsi utama untuk menyimpan
dan menyalurkan dana (kredit) kepada
masyarakat.
Kredit merupakan penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga (UU No. 10 Tahun 1998). Menurut
Kasmir
(2012)
unsur-unsur
yang
terkandung dalam syarat fasilitas kredit
adalah: kepercayaan, kesepakatan, jangka
waktu, risiko dan balas jasa. Lebih lanjut
Kasmir (2012) menyatakan bahwa tujuan
utama pemberian kredit
adalah untuk:
mencari keuntungan, membantu usaha
nasabah dan membantu pemerintah. Selain
itu pemberian kredit juga memiliki fungsi
yaitu untuk: meningkatkan daya guna uang,
meningkatkan peredaran dan lalu lintas
uang, meningkatkan daya guna barang,
meningkatkan peredaran uang, sebagai alat
stabilitas
ekonomi,
meningkatkan
kegairahan
berusaha,
meningkatkan
pemerataan pendapatan dan meningkatkan
hubungan internasional.
Kasmir (2012) mengatakan bahwa
penilaian kredit harus memperhatikan
prinsip 5C yang terdiri dari: character,
capasity, capital, collateral dan condition of
economy untuk mendapatkan nasabah
yang
benar-benar
menguntungkan,
sehingga adanya kredit bermasalah dapat
diminimalkan. Kredit macet merupakan
kredit yang tidak lancar dan telah sampai
pada tanggal jatuh tempo belum juga dapat
diselesaikan
oleh
nasabah
yang
bersangkutan.
Untuk mengatasi adanya kredit
bermasalah maka dipandang perlu untuk
melakukan analisis pengendalian internal
sebelum dilakukannya suatu pemberian
kredit. Pengendalian internal adalah sistem
organisasi, metode dan ukuran-ukuran
yang dikoordinasi untuk menjaga kekayaan

organisasi, mengecek ketelitian dan


keandalan data akuntansi, mendorong
efisiensi dan mendorong dipatuhinya
kebijakan manajemen (Mulyadi, 2001).
Selain itu pengendalian internal juga dapat
didefinisikan sebagai rangkaian proses
yang harus dijalankan oleh suatu entitas,
yang mana proses tersebut mencakup
kebijakan prosedur sistematis, bervariasi
dan memiliki tujuan utama (Halim, 2001).
Sitepu (2010) telah melakukan
penelitian tentang analisa pengendalian
internal pada prosedur pemberian kredit
usaha dengan menggunakan analisis
kualitatif, di mana hasilnya menunjukkan
bahwa prosedur pengawasan tunggakan
kredit belum memadai karena pengawasan
hanya dilakukan untuk debitur yang telah
menunggak satu bulan keatas. Selain itu
dalam penelitian ini terlihat, bahwa bank
tidak mewajibkan debitur untuk memberikan
laporan periodik tentang usahanya yang
mengakibatkan
bank
tidak
dapat
mengetahui secara dini kemungkinan
terjadinya
tunggakan
atau
kredit
bermasalah.
Budiyati (2008) melakukan penelitian
tentang evaluasi pengendalian intern
pemberian kredit dengan menggunakan
analisis kuantitatif, dimana hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa sistem
pengendalian intern efektif dan dapat
diandalakan dalam meminimalkan adanya
kredit bermasalah.
Berdasarkan pemaparan tersebut
dapat diajukan rumusan masalah sebagai
berikut:
(1)
Bagaimana
prosedur
pengendalian internal dalam pemberian
kredit pada PT. BPR. Kanaya? (2) Kendalakendala apa saja yang dialami dalam
penagihan kredit bermasalah pada PT.
BPR. Kanaya? (3) Upaya-upaya apakah
yang dilakukan oleh PT. BPR. Kanaya
dalam menanggulangi kendala-kendala
dalam penerapan pengendalian internal
pemberian kredit?
Dari rumusan masalah tersebut dapat
dilihat bahwa penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mengetahui prosedur pengendalian
internal dalam pemberian kredit pada PT.
BPR. Kanaya, (2) Mengetahui kendalakendala yang dialami dalam penagihan
kredit bermasalah pada PT. BPR. Kanaya,
dan (3) Mengetahui upaya-upaya atau jalan

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
keluar yang telah dilakukan oleh PT. BPR.
Kanaya untuk mengatasi kendala yang
dialami
dalam
penagihan
kredit
bermasalah.
METODE
Tempat pelaksanaan penelitian ini
adalah di PT. BPR. Kanaya. Rancangan
penelitian yang dilakukan adalah dengan
penelitian deskriptif dengan data kualitatif.
Data kualitatif yang dimaksud adalah
dokumen-dokumen penting dan catatancatatan penting yang mendukung dalam
pengolahan data mengenai prosedur
pemberian kredit, kendala-kendala yang
dialami dalam penagihan kredit bermasalah
dan upaya-upaya mengatasi kendala dalam
penagihan
kredit
bermasalah
untuk
meminimalkan kredit macet.
Objek dari penelitian ini adalah
prosedur pemberian kredit, kendalakendala yang dialami dalam penagihan
kredit bermasalah dan upaya-upaya yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kendalakendala dalam proses penagihan kredit
bermasalah tersebut.
Jenis data yang digunakan adalah
data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara
langsung melalui metode wawancara,
sehingga menghasilkan data kualitatif.
Sedangkan data sekunder merupakan data
yang diperoleh melalui pengumpulan data
dari dokumen-dokumen terkait, maka data
yang dihasilkan berupa data kuantitatif.
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan wawancara, dokumentasi dan
observasi. Dimana wawancara adalah
suatu cara untuk memperoleh data dengan
mengadakan tanya jawab dengan pihakpihak yang terkait mengenai objek yang
diteliti, dokumentasi merupakan cara yang
dapat dilakukan untuk memperoleh data
dengan mengumpulkan dan mencatat
dokumen yang dimiliki oleh perusahaan
berupa jumlah kredit yang disalurkan dan
kredit bermasalah, observasi merupakan
pelaksanaan suatu studi pengamatan dan
pencatatan terhadap fenomena yang
menjadi objek yang diteliti.
Setelah data-data tersebut terkumpul
maka akan dilakukan analisis dengan

menggunakan metode analisis deskriptif


kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif ini
digunakan untuk memberikan penjelasan
atau keterangan-keterangan mengenai
prosedur pengendalian internal dalam
pemberian kredit, kendala-kendala yang
dialami dalam penagihan kredit bermasalah
dan upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prosedur Pengendalian internal dalam
Pemberian Kredit
PT. BPR. Kanaya merupakan suatu
badan usaha yang didirikan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan menyediakan berbagai macam
produk simpan pinjam. Jenis simpanan ini
yaitu: tabungan harian, tabunganku,
tabungan
paket,
tabungan
tahapan.
Disamping
tabungan
juga
terdapat
simpanan berupa deposito yaitu: deposito
umum (deposito berjangka), deposito dari
Bank Indra, deposito dari Bank Lestari,
deposito pada Bank Andara, deposito pada
Bank Mandiri dan deposito pada Bank
CIMB Niaga. Sedangkan produk pinjaman
yang ada yaitu: kredit investasi (KI), kredit
konsumtif (KK), kredit modal kerja (KMK)
dan kredit tanpa agunan (KTA). Kredit
investasi merupakan pinjaman dana atau
kredit yang diberikan kepada debitur dalam
jangka waktu maksimal 60 bulan, kredit ini
nantinya akan digunakan untuk pembelian
barang-barang modal atau jasa yang
diperlukan oleh debitur dalam melakukan
kegiatan usahanya. Kredit konsumtif adalah
kredit atau tambahan dana yang diberikan
kepada debitur untuk memenuhi kebutuhan
akan barang konsumsi seperti: rumah,
kendaraan bermotor dah hal lain yang
berhubungan dengan konsumsi. Kredit
konsumtif ini akan diberikan dalam jangka
waktu maksimal 48 bulan dan dapat
diperpanjang. Kredit tanpa agunan (KTA)
merupakan suatu kredit yang disalurkan
khusus kepada karyawan PT. BPR. Kanaya
karena pembayarannya dilakukan dengan
potong gaji. Kredit tanpa agunan yang
diberikan
ini memiliki syarat
yaitu
pembayaran pokok angsuran kredit harus
sama atau kurang dari 40% dilihat dari gaji
yang diterima. Selain itu bunga yang harus
dibayarkan yaitu sejumlah 1% dari

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
pinjaman untuk bnga tetap, sedangkan
1,5% untuk bunga menurun, dengan jangka
waktu pelunasan kredit maksimal 60 bulan.
Untuk
menjalankan
prosedur
pengendalian internal pada PT. BPR.
Kanaya tentunya terdapat bagian-bagian
yang terkait dalam hal ini yaitu: account
officer, CO (Credit officer), kepala bagian
kredit, loan admin, direktur, direktur utama
dan komisaris. Bagian-bagian ini memiliki
fungsi dan tugas yang berbeda dalam
pemberian kredit, dimana account officer
bertugas untuk mengumpulkan data atau
informasi tentang debitur, selain itu juga
bertugas untuk mencari nasabah yang
kiranya membutuhkan tambahan modal.
Pencarian ini sering disebut dengan istilah
Jemput Bola. Disamping itu account
officer juga bertungas untuk melakukan
pengecekan terhadap debitur yang disebt
dengan BI Checking, dimana hal ini
nantinya akan dapat digunakan untuk
melihat riwayat kredit yang pernah
disalurkan kepada debitur baik di PT. BPR.
Kanaya maupun di bank lain.
CO (Credit officer) dan kepala bagian
kredit bertugas untuk menganalisis kredit
dengan melakukan survey ke lokasi debitur
yang akan digunakan untuk bahan
pertimbangan dalam memutuskan layak
atau tidaknya debitur dibiayai. selain
melakukan survey juga akan dilakukan
analisis terhadap jaminan dari si debitur,
dimana analisis ini terdiri atas pengecekan
umur
ekonomis
barang
tersebut,
menaksirkan harga pasar saat dijaminkan,
dan melihat kondisi fisik dari barang
tersebut. Selain yang telah disebutkan
diatas dalam pemberian kredit juga terdapat
loan admin yang memiliki tugas untuk
memeriksa kelengkapan dokumen atau
formulir
permohonan
pinjaman,
membuatkan surak kuasa, surat perjanjian
kredit, surat pernyataan dan surat
keputusan kredit yang masing-masing
rangkap dua. Setelah kredit dicairkan maka
loan
admin
memiliki
tugas
untuk
menyimpan atau mengarsipkan dokumendokumen tersebut sesuai dengan nomor
urut yang tertera pada perjanjian kredit,
sehingga pada saat diperlukan kembali
akan lebih mudah untuk mencarinya.
Dalam suatu
pemberian kredit
direktur dan direktur utama memiliki

wewenang yang sama yaitu untuk


mengotorisasi pemberian kredit, hanya saja
yang membedakan wewenang tersebut
adalah jumlah kredit yang akan diotorisasi.
Dimana direktur hanya boleh mengotorisasi
permohonan kredit yang jumlahnya kurang
atau sama dengan Rp 100.000.000,00.
Sedangkan
direktur
utama
dapat
mengotorisasi permohonan kredit mulai dari
Rp
100.000.000,00
sampai
dengan
Rp 500.000.000,00. Sebelum permohonan
kredit diotorisasi direktur dan direktur
utama, permohonan tersebut akan dilihat
dulu kelayaknnya, jika permohonan kredit
tersebut dianggap layak untuk diberikan
dan tidak terdapat kolektibilitas 3, 4 atau 5,
maka permohonan kredit akan dicairkan.
Begitu juga sebaliknya jika dalam analisa
kredit terlihat bahwa si debitur sudah
pernah mendapat kredit dan status
kreditnya berada pada kolektibilitas 3, 4
atau 5 maka kreditnya wajib ditolak.
Teller dalam pemberian kredit juga
memiliki tugas untuk menerima surat-surat
keputusan kredit dari debitur yang
selanjutnya akan
menyiapkan uang
sejumlah yang tertera pada surat keputusan
kredit tersebut dan membuatkan bukti kas
masuk, bukti kas keluar, dan bukti
pengeluaran pinjaman. Bukti-bukti tersebut
akan dibuat rangkap dua, satu untuk
disimpan oleh debitur dan satu untuk
diberikan kepada accounting. Setelah
menerima bukti-bukti tersebut dari teller
accounting akan membuatkan jurnal atas
semua transaksi kredit yang telah terjadi
beserta laporan keuangan yang akan
dilaporkan kepada komisaris.
Dokumen
atau
formulir
yang
digunakan dalam prosedur pemberian
kredit pada PT. BPR. Kanaya adalah: surat
permohonan kredit, formulir permohonan
pinjaman, surat perjanjian kredit, surat
penyerahan hak milik dalam kepercayaan,
surat pernyataan, surat kuasa menjual,
surat tanda terima, bukti pengeluaran
pinjaman, bukti kas masuk, bukti kas keluar
dan kwitansi. Surat permohonan kredit
adalah dokumen yang akan diisi oleh calon
debitur mengenai jumlah pinjaman yang
diinginkan, tujuan dilakukannya pinnjaman,
jangka waktu pelunasa kredit atau pinjaman
serta jenis kredit atau pinjaman yang
diinginkan seperti kredit konsumtif, kredit

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
infestasi, atau kredit modal kerja. Formulir
permohonan pinjaman merupakan formulir
yang berisikan tentang data dari debitur
atau calon debitur, permohonan fasilitas
pinjaman, jaminan atau agunan yang
digunakan oleh debitur, fasilitas pinjaman
pada bank lain atau pihak lain yang diterima
debitur, dan informasi lain yang berkaitan
dengan debitur dan manfaat dari dana yang
dipinjam tersebut.
Surat perjanjian kredit merupakan
surat perjanjian yang menyatakan bahwa
pihak bank dan debitur telah membuat
kesepakatan atau perjanjian sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat
yang berlaku dalam pemberian kredit pada
PT. BPR. Kanaya. Surat ini akan dibuat
rangkap dua yang mana satu akan
diberikan kepada debitur dan satu lagi akan
disimpan oleh loan admin.
Surat Penyerahan Hak Milik dalam
Kepercayaan merupakan surat yang
didalam terdapat penyerahan barang
berharga milik debitur yang nantinya akan
digunakan sebagai jaminan terhadap kredit
yang diterimanya, dimana saat debitur telah
melunasi kewajibannya maka barang
berharga yang dijaminkan oleh debitur ini
akan diterima kembali.
Surat Pernyataan ini berisi tentang
identitas debitur (nama, umur, pekerjaan,
alamat), dan identitas barang yang
dijaminkan (merk/type, jenis/model, tahun
pembuatan, warna, nomor rangka, nomor
mesin, nomor BPKB, nama pemilik asal,
alamat). Surat ini harus dibuat tanpa
paksaan dari pihak manapun dan apabila
surat pernyataan yang dibuat oleh debitur
ini tidak benar maka si debitur akan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Didalam Surat Kuasa Menjual
ini
terdapat pernyataan bahwa pihak bank
mempunyai kuasa penuh untuk menjual
barang yang dijaminkan oleh debitur
apabila pihak debitur tidak dapat melunasi
kewajibannya, dan apabila pihak debitur
telah melunasi kewajibannya atau pihak
bank telah menyatakan lunas terhadap
pinjamannya maka surat kuasa ini otomatis
akan berakhir.
Surat tanda terima dibuat untuk
menyatakan bahwa barang jaminan dari si

debitur telah dikembalikan dan diterima


oleh debitur. Surat ini hanya akan dibuatkan
oleh pihak bank apabila si debitur telah
melunasi hutangnya pada tanggal jatuh
tempo. Selain itu surat ini juga akan
dikeluarkan apabila debitur melakukan
penukaran jaminan.
Bukti pengeluaran pinjaman adalah
bkti yang dibuatkan oleh teller apabila kredit
telah dicairkan. Bukti ini berisikan tentang
pinjaman yang dicairkan dan biaya
administrasi dan cadangan khusus yang
dikenakan atas pinjaman tersebut. Bukti
kas masuk adalah bukti yang menyatakan
bahwa peminjam atau debitur telah
mengembalikan atau membayar biaya
administrasi dan cadangan khusus untuk
peminjaman uang tersebut. Sedangkan
bukti kas keluar merupakan bukti yang
dibuatkan oleh teller yang menyatakan
bahwa peminjam telah menerima uang
sejumlah yang tertera dalam permohonan
kredit.
Prosedur pengendalian internal dalam
pemberian kredit pada PT. BPR. Kanaya
diawali dengan kedatangan debitur atau
calon debitur untuk meminta dan mengisi
formulir permohonan pinjaman. Selain itu
debitur
dan
calon
debitur
harus
melampirkan fotocopy surat-surat jaminan
seperti: serifikat tanah atau bangunan,
BPKB, STNK, fotocopy KTP debitur serta
penjamin kredit tersebut,
dan Kartu
Keluarga pemohon. Selanjutnya account
officer akan melakukan pengumpulan data
tentang debitur melalui BI Checking,
dimana didalam BI Checking ini berisikan
tentang informasi debitur apakah debitur
pernah mendapat pinjaman dari PT. BPR.
Kanaya atau dari bank lain. Selain itu
didalamnya juga terdapat status kredit
tersebut, apakah masuk ke dalam
kolektibilitas 1, 2, 3, 4 atau 5. Setelah
permohonan kredit tersebut diterima maka
kepala bagian kredit bersama dengan
Credit officer melakukan analisis kredit
untuk selanjutnya survey ke lokasi debitur
atau calon debitur untuk memperoleh data
atau informasi yang dapat digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
atas
kelayakan pemberian kredit. Permohonan
kredit tersebut akan dipertimbangkan lagi
untuk selanjutnya diputuskan oleh direktur
utama dan direktur atas layak atau tidaknya

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
kredit diberikan sebelum diotorisasi. Apabila
terdapat kolektibilitas 3, 4, atau 5 dalam
analisa kredit maka permohonan tersebut
tidak akan diotorisasi, dan hal tersebut
berarti bahwa permohonan kredit telah
ditolak untuk dicairkan. Sedangkan apabila
kredit yang telah dianggap layak dan
diotorisasi oleh direktur dan direktur utama
akan diberikan ke bagian loan admin untuk
diarsipkan dan ke debitur untuk dibawa ke
kasir untuk pencairannya. Setelah kasir
menerima persetujuan kredit tersebut,
maka selanjutnya akan disiapkan uang
sejumlah yang diinginkan oleh debitur dan
dibuatkan bukti pengeluaran pinjaman,
bukti kas masuk, dan bukti kas keluar,
dimana bukti-bukti ini akan diberikan ke
bagian pembukuan (accounting) dan
debitur. Selanjutnya bagian pembukuan
(accounting) akan membuatkan jurnal atas
transaksi
tersebut
beserta
laporan
keuangan yang akan dilaporkan kepada
komisaris.
Prosedur pengendalian internal dalam
pemberian kredit pada PT. BPR. Kanaya
sudah memadai, jika dilihat dari aspek 5C
berikut.
Character
merupakan
analisis
karakter kepada debitur atau calon debitur
yang telah dilakukan untuk mengetahui
bagaimana
sifat
debitur
tersebut,
kejujurannya, sifatnya, kehidupan seharihari di masyarakat, serta kerajinan debitur
untuk membayar kredit, hal ini dapat dilihat
dengan melakukan trade checking dan BI
checking. Trade Checking adalah pencarian
informasi ke
rekan
bisnis debitur,
pesaingnya atau pemilik usaha lain yang
sejenis dengan usaha debitur demi
mendapatkan
informasi
tentang
reputasinya, etika, jenis usaha yang
dijalankan dan perilaku debitur dalam
berusaha.
Sedangkan
BI
Checking
merupakan pemeriksaan terhadap daftar
hitam Bank Indonesia yang dapat
digunakan untuk melihat kolektibilitas kredit
atau tingkat kesehatan kredit debitur
tersebut. Sehingga jika dalam analisis
tersebut menunjukkan pinjaman si debitur
berada dalam kolektibilitas 3, 4, atau 5
maka permohonan kredit wajib ditolak. PT.
BPR. Kanaya telah menerapkan prinsip ini
dengan baik.

Capasity merupakan analisis yang


dilakukan untuk mengetahui kemampuan
debitur atau calon debitur untuk membayar
angsuran dari kredit yang diterima. Dimana
hal ini akan dilihat dari pendidikan dan
pengalaman
usahanya,
reputasi
perusahaan, riwayat usaha, keahliannya
dalam bidang usaha tersebut hingga pada
akhirnya bank memiliki keyakinan suatu
usaha yang dibiayai dengan kredit tersebut
dikelola oleh orang-orang yang tepat.
Prinsip ini telah diterapkan secara maksimal
oleh PT. BPR. Kanaya.
Capital adalah analisis yang dilakukan
terhadap jumlah modal yang dimiliki debitur
ketika mengajukan permohonan pinjaman.
Tujuan diterapkannya prinsip ini adalah
untuk meneliti besar kecilnya modal dan
pendistribusian modal dari debitur atau
calon debitur, sehingga nantinya dapat
ditarik kesimpulan bahwa si debitur mampu
atau tidak untuk melunasi kreditnya dilihat
dari
pendapatan
yang
diperoleh
berdasarkan dengan modal yang dimiliki
untuk menjalankan usahanya. Prinsip ini
telah diterapkan dengan cukup baik oleh
PT. BPR. Kanaya.
Collateral merupakan analisis yang
digunakan untuk mengetahui layak atau
tidaknya suatu jaminan digunakan sebagai
agunan untuk permohonan kredit. Hal yang
harus diperhatikan dalam analisis ini adalah
nilai ekonomis jaminan, umur ekonomis
jaminan, jaminan tidak cepat rusak, kondisi
dan lokasi jaminan cukup baik. Selain itu
jaminan tersebut harus merupakan hak
milik dari debitur, dan tidak dalam sengketa.
Penerapan prinsip ini pada PT. BPR.
Kanaya telah dilakukan hanya saja
penilaian jaminan tidak menjadi hal yang
utama dalam memutuskan pemberian
kredit.
Condition of Economy merupakan
analisis
yang
dilakukan
dengan
memperhatikan kondisi ekonomi dari
debitur secara umum dan kondisi ekonomi
pada usaha yang dijalankan debitur, yang
nantinya dapat digunakan sebagai acuan
akan kemampuan debitur membayar kredit.
PT.
BPR.
Kanaya
tidak
terlalu
mempermasalahkan hal ini dikarenakan
oleh kondisi ekonomi perseorangan atau
suatu usaha tidak selamanya akan baik,
sehingga dalam hal ini akan dilihat kondisi

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
ekonomi debitur sebesar 25% dari tahun
sebelumnya.
Dari paparan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa prosedur pengendalian
internal dalam pemberian kredit pada PT.
BPR. Kanaya telah dilakukan dengan
memadai dan telah berjalan dengan cukup
baik, karena dalam memutuskan suatu
pemberian
kredit
tidak
hanya
mempertimbangkan salah satu dari prinsip
5 C seperti penilaian jaminan saja tetapi
empat
prinsip lainnya juga tetap
dipertimbangan. Jika salah satu dari kelima
prinsip tersebut tidak susuai atau tidak
memenuhi syarat, permohonan kredit dari si
debitur atau calon debitr tersebut akan
ditolak meskipun barang yang dijaminkan
tersebut bernilai lebih tinggi atau lebih
besar dari jumlah kredit yang diinginkan.
Kendala-kendala yang dialami oleh PT.
BPR. Kanaya
Dalam suatu penyaluran kredit yang
telah diberikan kepada debitur, masih saja
terdapat kredit bermasalah meskipun telah
dilakukan analisis yang cukup baik sebelum
kredit diberikan. Jika terjadi kredit
bermasalah tentu saja ada kendala yang
dihadapi dalam proses penagihan kredit
bermasalah tersebut. Kendala-kendala
yang dialami oleh PT. BPR. Kanaya dalam
melakukan penagihan terhadap kredit
bermasalah yaitu: Jaminan hilang, Bad
character, Pindah alamat atau kerja,
Berhenti kerja atau dipecat, Bangkrut, Sakit,
Meninggal, Bercerai, dan Salah analisa
atau penggunaan kredit.
Jaminan yang terdapat pada PT.
BPR. Kanaya terdiri dari dua bentuk yaitu:
jaminan bergerak dan jaminan tidak
bergerak. Dimana jaminan bergerak yang
dimaksud adalah kendaraan bermotor,
sedangkan jaminan tidak bergerak yang
dimaksud adalah tanah dan bangunan.
Dikarenakan oleh kendaraan bermotor
sangat rentan atau rawan terhadap
terjadinya kehilangan, jadi dalam hal ini
jaminan yang dimaksud adalah jaminan
bergerak.
Meskipun
telah
dilakukan
pengecekan atau survey atas keberadaan
jaminan ini, tetapi kehilangan jaminan
berupa kendaraan bermotor masih kerap
kali dialami oleh debitur pada PT. BPR.
Kanaya, sehingga mengakibatkan adanya

kendala
dalam
penagihan
kredit
bermasalah
yang
pada
akhirnya
menyebabkan kerugian yang material.
Bad character merupakan suatu
keadaan dimana debitur mulai terlambat
untuk melunasi kreditnya dari tanggal jatuh
tempo yang telah disepakati sebelumnya.
Keterlambatan ini terjadi diakibatkan oleh
adanya dua faktor yaitu: kemampuan dan
kemauan
debitur
untuk
membayar.
Kemampuan dan kemauan ini maksudnya
adalah jika debitur memiliki kemampuan
yang memadai untuk membayar tetapi tidak
memiliki
kemauan
untuk
membayar
sehingga angsuran kredit yang harusnya
dibayar tersebut tidak dibayar. Begitu juga
sebaliknya apabila si debitur memiliki
kemauan untuk membayar tetapi tidak
memiliki
kemampuan
juga
akan
mengakibatkan adanya kesulitan dalam
penagihan kredit. Hal ini juga sering disebut
dengan kemangkiran debitur. Walaupun
analisis karakter telah dilakukan dengan
maksimal oleh PT. BPR. Kanaya tetapi hal
ini masih saja dialami pada debitur-debitur
tertentu,
dan
kendala-kendala
ini
merupakan kendala yang paling sering
dialami
dalam
penagihan
kredit
bermasalah.
Pindah alamat atau kerja bisa terjadi
pada debitur yang setelah menikah dan
tidak lagi tinggal dialamat tersebut tidak
melampirkan alamat yang baru. Selain itu
bisa saja terjadi pada debitur yang sengaja
berpindah alamat untuk menghindari
penagihan kredit. Sedangkan untuk pindah
kerja yang dialami oleh debitur bisa saja
terjadi apabila si debitur dimutasikan ke
daerah atau wilayah lain dan debitur tidak
memberikan konfirmasi kepada pihak bank.
Sehingga hal ini dapat mengakibatkan
sulitnya penagihan kredit bermasalah pada
debitur-debitur ini.
Berhenti
kerja
atau
dipecat
merupakan suatu keadaan dimana si
debitur tidak lagi memiliki penghasilan yang
dapat
digunakan
untuk
membayar
angsuran kredit. Sehingga hal ini dapat
mengakibatkan adanya kendala dalam
penagihan kredit.
Bangkrut adalah suatu keadaan yang
mungkin saja dialami oleh seseorang atau
usaha yang mengakibatkan tidak adanya
kemampuan untuk membayar kredit, jika

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
hal ini terjadi kepada debitur dapat
dipastikan bahwa debitur mengalami
kerugian
yang
material
sehingga
mengakibatkan ketidakmampuan untuk
membayar kredit yang dimiliki. Oleh sebab
itu, mulailah timbul kredit-kredit bermasalah
yang susah untuk ditagih.
Sehingga
kebangkrutan juga dapat dikatakan sebagai
kendala
dalam
penagihan
kredit
bermasalah.
Sakit juga dapat menjadi kendala
dalam penagihan kredit karena sakit
merupakan suatu keadaan yang dialami
oleh debitur yang dapat mengakibatkan
debitur tidak bisa melakukan pekerjaan
seperti biasanya, sehingga tidak ada
penghasilan yang akan digunakan oleh
debitur
untuk
membayar
kreditnya.
Biasanya hal ini terjadi kepada debitur yang
pekerjaannya sebagai pedagang, buruh
atau pekerjaan-pekerjaan lain yang tidak
berpenghasilan tetap.
Meninggal dikatakan sebagai akibat
sulitnya penagihan kredit dikarenakan oleh
adanya situasi dimana keluarga dari
debitur tidak mau ikut campur dalam hal
kredit atau pinjaman yang pernah diterima
oleh debitur.
Selain hal yang telah disebutkan
diatas perceraian yang dialami debitur juga
dapat mengakibatkan adanya kendala
dalam
penagihan
kredit.
Hal
ini
dikarenakan oleh suatu perjanjian kredit
harus ditanda tangani oleh debitur dan
penanggungjawab kredit, yang mana jika
suami adalah debiturnya maka istri yang
harus menjadi penanggungjawab atas
kredit tersebut. Begitu juga sebaliknya
apabila debiturnya adalah istri maka
penanggungjawab atas kredit tersebut
adalang suami. Sehingga apabila debitur
telah bercerai maka perjanjian kredit yang
pernah dibuat atau disepakati sebelumnya
sudah tidak dapat digunakan lagi dan harus
dirubah sesuai dengan kebijakan yang
diberikan.
Kendala yang terakhir adalah salah
analisa atau penggunaan kredit. Salah
analisa atau penggunaan kredit merupakan
suatu keadaan dimana debitur mengajukan
permohonan kredit untuk tambahan modal
usaha tetapi setelah kredit tersebut
dicairkan debitur menggunakan dananya
untuk kepentingan lain. Misalnya:dana

tersebut
digunakan
untuk
membeli
kendaraan yang bersifat konsumtif.
Dari pemaparan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa kendala-kendala dalam
penagihan kredit bermasalah tidak hanya
diakibatkan oleh satu faktor atau keadaan
saja tetapi ada beberapa keadaan yang
dialami oleh debitur dapat mengakibatkan
kredit bermasalah dan susahnya dilakukan
penagihan kredit. Dari beberapa kendala
yang dialami tersebut adanya bad character
atau tidak adanya kemampuan dan
kemauan
debitur
untuk
membayar
merupakan kendala yang paling sering
dialami oleh pihak bank. Sehingga kendalakendala tersebut harus ditanggulangi sejak
dini agar tidak mengakibatkan adanya
kerugian yang lebih besar.
Upaya-upaya yang dilakukan PT. BPR.
Kanaya
Dalam
suatu
penagihan
kredit
bermasalah pasti akan mengalami berbagai
kendala. Tetapi sesuai dengan kebijakankebijakan yang telah disepakati oleh bank
kendala-kendala tersebut pasti akan dapat
diatasi dengan beberapa upaya yang
mungkin dilakukan sesuai dengan kendala
yang dialami. Berikut ini upaya-upaya yang
telah dilaukan untuk mengatasi kendalakendala tersebut.
Untuk kendala akibat adanya jaminan
hilang dapat diatasi dengan cover asuransi
dan klaim atas kehilangan jaminan tersebut.
Bad character dapat diatasi dengan
penagihan secara terus menerus kepada
debitur, dan apabila hal ini tidak berhasil
maka akan dilakukan penyitaan jaminan
untuk selanjutnya dilelang dan dijual,
sehingga besarnya kredit yang masih harus
dibayar dapat ditutupi dengan penjualan
jaminan tersebut. Tetapi apabila dengan
melakukan upaya-upaya tersebut kredit dari
debitur belum juga dapat dilunasi maka
jalan akhir yang dapat dilakukan untuk
mengatasi hal ini yaitu dengan menghapus
semua
tagihan dari debitur ini dan
penghapusan buku piutang. Jika hal ini
sampai terjadi biasanya kredit macet
tersebt akan ditutupi dengan cadangan
kerugian piutang.
Pindah alamat atau kerja dapat
diantisipasi dengan pengalaman kerja yang
dimiliki oleh debitur jika debitur merupakan

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
seorang karyawan, sedangkan untuk
debitur yang mengajukan permohonan
kredit untuk membuka usaha atau hal lain
yang berhubungan dengan penambahan
modal untuk kegiatan usaha, akan
diantisipasi dengan kepemilikan atas
tempat debitur menjalankan usahanya.
Selain itu juga dapat dilakukan dengan
mencari informasi tentang debitur dari
tetangga atau teman terdekat dari debitur.
Apabila debitur berhenti kerja atau
dipecat akan dilakukan penagihan secara
terus menerus hingga debitur mampu
membayar angsuran kredinya, dan apabila
hal ini tidak berhasil maka jalan terakhir
yang harus dilakukan adalah dengan
melakukan penyitaan terhadap barang
jaminan dan melelang atau menjualnya.
Untuk suatu kebangkrutan yang
dialami oleh debitur PT. BPR. Kanaya akan
melakukan penagihan kredit dengan tiga
cara yaitu: rescedulle, recondition dan
restructure. Rescedulle merupakan suatu
penagihan kredit yang dilakukan dengan
memberikan perpanjangan waktu untuk
melunasi kredit akan tetapi perpanjangan
waktu tersebut tidak boleh melebihi dari
60bulan. Recondition merupakan suatu
penagihan kredit yang dilakukan dengan
merubah perjanjian kredit
yang telah
disepakati sebelumnya selama tidak
menyangkut perubahan maksimal saldo
kredit. Dan restruktur merupakan suatu
penagihan kredit yang dapat dilakukan
dengan memberikan tambahan fasilitas
kredit seperti tambahan dana, tambahan
jangka waktu pelunasan tetapi dengan
pengawasan yang lebih ketat dari
sebelumnya.
Jika debitur tidak dapat melunasi
kredit atau menunggak dengan alasan sakit
maka akan diberikan kebijakan berupa
penambahan jangka waktu pelunasan
kredit, dengan syarat penambahan jangka
waktu pelunasan kredit
tidak boleh
melebihi dari 60 bulan.
Selain itu jika debitur meninggal dan
keluarganya tidak mau ikut campur dalam
pembayaran
kreditnya
juga
dapat
mengakibatkan adanya kendala dalam
penagihan kredit bermasalah. Oleh sebab
itu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi kendala-kendala ini adalah
dengan di cover oleh asuransi.

Perceraian yang dialami oleh debitur


yang
mengakibatkan
adanya
kredit
bermasalah
dapat
diatasi
dengan
perubahan perjanjian kredit yang sering
disebut dengan addendum.
Dimana
addendum
ini
berisikan
tentang
perpanjangan jangka waktu pelunasan
kredit, penambahan fasilitas kredit, dan
penanggungjawab atas kredit tersebut.
Apabila dalam perjanjian sebelumnya
debitur adalah istri dan suami sebagai
penanggung jawab maka dalam addendum
hanya istri atau debitur saja yang menanda
tangani
perubahan
perjanjian
kredit
tersebut. Jika hal ini tidak dapat dilakukan
karena usaha yang dijalankan oleh debitur
tidak berjalan dengan baik, maka langkah
akhir yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kredit bermasalah yaitu dengan menunggu
ketetapan pengadilan tentang harta gonogini.
Untuk kendala yang terakhir yaitu
salah analisa atau penggunaan kredit dapat
diatasi dengan melakukan mainternace.
Mainternace ini merupakan suatu penataan
kembali terhadap kredit atau dana yang
telah diberikan kepada debitur. Mainternace
atas kredit ini dapat dilakukan dengan
memberikan tambahan waktu pelunasan
atau perpanjangan waktu dan
dengan
memberikan tambahan fasilitas berupa
tambahan modal. Untuk lebih meyakinkan
bahwa kebijakan-kebijakan yang telah
diberikan ini tidak disalah gunakan lagi
maka akan dilakukan pengawasan kredit
yang lebih ketat dari sebelumnya.
Dari
pemaparan
diatas
dapat
disimpulkan bahwa upaya penagihan kredit
bermasalah dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu: penagihan terus
menerus, cover asuransi, penghapusan
buku piutang, melelang dan menjual barang
jaminan, penataan kembali atas kredit yang
diberikan
(mainternace),
rescedulle,
restructure dan recondition. Dilihat dari
beberapa kendala-kendala tersebut tidak
semua kendala dapat diselesaikan dengan
menerapkan teori penyelamatan kredit yang
ada seperti: rescedulle, restructure dan
recondition.
KESIMPULAN dan SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasa
diatas dapat disimpulkan bahwa: (1)

e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume -- Tahun 2014)
prosedur pengendalian internal dalam
pemberian kredit telah memadai. Hal ini
dibuktikan dengan adanya penerapan
prinsip 5C dengan cukup baik sebelum
dicairkannya suatu kredit. (2) kendalakendala yang dialami dalam penagihan
kredit macet yaitu: jaminan hilang, bad
character, sakit, pindah alamat atau kerja,
berhenti kerja, meninggal, bangkrut dan
salah analisa kredit. (3) upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala
tersebut
adalah
dengan
melakukan
penagihan terus menerus, cover asurasi,
penataan
kembali
suatu
kredit
(mainternace),
penambahan
waktu,
penambahan fasilitas dan perubahan
perjanjian kredit, penghapusan piutang.
Dari kesimpulan tersebut, maka saran
yang dapat diberikan yaitu: (1) sebaiknya
bank lebih meningkatkan pengendalian
internal dalam pemberian kredit agar
dikemudian hari tidak lagi terdapat kredit
bermasalah atau macet, meskipun dengan
jumlah yang kecil atau sangat rendah yang
tidak akan mengakibatkan kerugian yang
besar,
(2)
sebaiknya
bank
lebih
meningkatkan pengawasan terhadap kredit
yang diberikan dan bank juga sebaiknya
melakukan analisis yang lebih mendalam
tentang kemauan dan kemampuan debitur
membayar kredit sehingga tidak akan ada
kredit bermasalah yang mengakibatkan
bank mengalami kendala-kendala dalam
penagihan kredit bermasalah, (3) sebaiknya
bank melakukan upaya-upaya yang lebih
luas atau lebih baik sehingga kendalakendala yang dialami dalam penagihan
kredit macet tidak sampai diatasi dengan
penghapusan piutang, karena dengan

adanya
penghapusan
mengakibatkan adanya
semakin besar.

piutang
kerugian

akan
yang

DAFTAR PUSTAKA
Budiyati.
2008.
Evaluasi
Sistem
Pengendalian Intern Pemberian Kredit
(Studi Kasus Pada PD BPR Bank
Pasar Kabupaten Boyolali. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Halim, Abdul. 2001. Auditing (Dasar-Dasar
Audit Laporan Keuangan). Edisi
kedua (revisi). Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Kasmir. 2012. Dasar-dasar Perbankan.
Edisi Revisi. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: YKPN.
Sitepu, Carolyn Putri. 2010. Analisa
Pengendalian Internal pada Prosedur
Pemberian Kredit Usaha di Bank
Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
Cabang
Kabanjahe.
Medan:
Universitas Sumatra Utara.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992,
Tentang Perbankan.
Yasa, I Dewa Putu Gde Sumerta. 2013.
Pengaruh Komponen Pengendalian
Internal
Kredit
Pada
Kredit
Bermasalah BPR Di Kabupaten
Buleleng, Jurnal. Bali: Universitas
Udayana.

Anda mungkin juga menyukai