Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1.
Latar Belakang
Deposit tanah lunak di Indonesia mencapai 10 juta hektar atau sekitar 10% dari luas
daratan. Permasalahan yang timbul pada tanah bermasalah ini adalah stabilitas dan
penurunan timbunan. Sebagai salah satu opsi penanganan jalan di atas tanah lunak,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan mengembangkan teknologi
timbunan jalan dengan mortar busa. Mortar busa tersebut mempunyai karakteristik
berat isi yang ringan dengan kekuatan yang cukup tinggi sehingga diharapkan tidak
terjadi masalah stabilitas dan penurunan timbunan maupun tekanan lateral berlebih.
Teknologi tersebut telah diuji coba dalam skala penuh pada tahun 2010 dilakukan uji
coba skala penuh timbunan ringan sebagai badan jalan di Ruas Pangkalan Lima Kumai, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Panjang timbunan percobaan tersebut
adalah 400 m dengan tinggi timbunan mortar busa 1,1 meter. Kinerja timbunan jalan
dengan mortar busa dianalisis berdasarkan data monitoring instrumen-instrumen
terpasang. Lokasi uji coba skala penuh Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, dan lokasi
penyelidikan lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.
KUMAI
PANGKALAN
LIMA
Gambar 1 Lokasi Uji Coba Skala Penuh dan Lokasi Penyelidikan Tanah
2. Deskripsi Uji Coba Skala Penuh Timbunan Jalan dengan Mortar Busa
Uji coba skala penuh timbunan jalan dengan mortar busa dibangun pada badan ruas
jalan Kumai - Pangkalan Bun, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, terdiri dari dua
lapis, lapis pondasi bawah dengan berat isi 6 kN/m3 dan kuat tekan bebas 800 kPa dan
lapis pondasi atas tebal lapisan 30 cm, dengan berat isi dan 8 kN/m3 dan kuat tekan
bebas 2000 kPa. Sketsa potongan melintang timbunan ringan dapat dilihat pada
Gambar 2.
3.
Tanah Dasar
Lokasi Pangkalan Bun terletak di atas satuan Qs (endapan rawa). Satuan ini tersusun
atas gambut, lempung kaolinan, lanau sisipan pasir, dan sisa tumbuhan. Berdasarkan
penyelidikan tanah yang telah dilakukan pada ruas jalan Pangkalan Lima-Kumai,
batuan tanah dasar yang menyusun daerah ini adalah endapan tanah lunak yang cukup
tebal.
Dari hasil penyelidikan lapangan, lapisan tanah teratas adalah gambut berserat menurut
Kimpraswil (2002a) karena mempunyai kadar serat lebih dari 75%. Kadar organik
berdasarkan SNI 13-6793-2002 pada contoh gambut yang diambil di Pangkalan Bun
adalah antara 86.7% sampai 99.65%. Gambut tersebut berada di atas lempung sangat
lunak sampai lunak dengan ketebalan antara 1 m sampai 7 m dengan nilai konus sondir
(qc) kurang dari 6 kg/cm2. Hal ini konsisten dengan nilai batas-batas Atterberg yang
menunjukkan bahwa kadar air lempung mendekati batas cair (LL) dan nilai indeks
konsistensi dibawah mendekati 1. Plot batas-batas Atterberg dan indeks konsistensi
terhadap kedalaman diperlihatkan pada Gambar 3. Lapisan terbawah yang
50
100
150
LL
8
w
PL
10
Kedalaman (m)
Kedalaman (m)
teridentifikasi dari hasil pemboran adalah lapisan lempung pasiran dengan konsistensi
teguh sampai kenyal dengan nilai SPT antara 4 sampai 10. Stratifikasi tanah dari hasil
penyelidikan lapangan diperlihatkan pada Gambar 4, berdasarkan penyelidikan
lapangan pada Gambar 1.
10
12
12
14
14
16
16
LI
Plot indeks plastisitas dan batas cair pada grafik plastisitas sistem USCS (ASTM
D2487-93, 1993) dapat dlihat Gambar 5. Dari klasifikasi USCS, lempung sangat lunak
termasuk klasifikasi CH, sedangkan lempung pasiran termasuk klasifikasi CL.
qc
(kPa) ... (1)
20
Dengan persamaan tersebut, dapat diklasifikasikan sebagai tanah sangat lunak dan
tanah lunak karena mempunyai kuat geser undrained lebih kecil dari 20 kPa lihat Tabel
1. Plot kuat geser undrained berdasarkan korelasi dari sondir dan hasil uji geser baling
disajikan pada Gambar 6.
Tabel 1 Klasifikasi Kuat Geser Undrained Berdasarkan (Kimpraswil, 2002a)
Konsistensi
Very stiff to hard
Stiff
Firm to stiff
Firm
Soft to firm
Soft
Very soft
Cu (kPa)
20
10
30
40
S7
Kedalaman (m)
VS 3
S10
VS 4
S2
8
VS 2
10
12
14
Gambar 6 Kuat Geser Undrained berdasarkan Sondir dan Uji Geser Baling
Sudut geser dalam efektif () hasil laboratorium memberikan nilai 13-20 (Gambar
7). Plot plasticity index dan sudut geser dalam efektif menunjukan rata- rata berada
pada peak mean value dan residual value. Plot hasil pengujian triaksial pada kurva
Anon (Kimpraswil, 2002a) diperlihatkan pada Gambar 8.
(o)
0
10
15
20
25
Kedalaman (m)
10
12
14
16
Gambar 8. Plot Sudut Geser Dalam pada Kurva Anon (Kimpraswil, 2002a)
Berdasarkan klasifikasi kompresibilitas tanah pada Tabel 2 (Coduto, 2004) tanah
lempung mempunyai nilai kompresibilitas antara 0.15 sampai 0.35. Hal ini
menunjukan bahwa tanah lempung memiliki kompresibilitas sedang sampai tinggi.
Tanah lempung pasiran mempunyai kompresibilitas sekitar 0,1 dan termasuk
klasifikasi sedikit kompresibel. Plot antara nilai kompresibilitas terhadap kedalaman
dapat dilihat pada Gambar 9.
Tabel 2 Klasifikasi Komperseibilitas Tanah (Coduto, 2004)
Classification
0 - 0.05
0.05 - 0.10
0.10 - 0.20
0.20 - 0.35
> 0.35
Compresibilitas
C
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
4
bm1
Kedalaman (m)
bm2
bm3
bm4
bm5
10
12
14
16
Dari hasil pengujian oedometer, indeks kompresi primer Cc berkisar antara 0,2 sampai
dengan 1,3 ( Gambar 11). Dari grafik tersebut terlihat bahwa nilai lempung sangat
lunak dengan nilai Cc pada kedalaman 6-10 m rata-rata sebesar 1 sampai dengan 1,3
dan lempung pasiran pada kedalaman 12 m sampai dengan 15 m nilai Cc rata-rata
sebesar 0,2.
Cc
0
0.5
1.5
Kedalaman (m)
BM 1
BM 2
BM 3
8
BM 4
BM 5
10
12
14
16
5. Pemodelan Numerik
Parameter desain diperoleh dengan merata-ratakan nilai-nilai parameter yang
representatif pada suatu lapisan tanah yang sama. Nilai kompresibilitas dan koefisien
konsolidasi diperoleh dari uji oedometer. Parameter desain c dan merupakan ratarata dari hasil uji triaksial CU.
Analisis numerik dilakukan dengan bantuan piranti lunak Plaxis 2D versi 9
(Brinkgreve dan Broere, 2008). Dalam analisis numerik, digunakan model tanah soft
soil dengan beberapa karakteristik sebagai berikut:
- Kekakuan yang tergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmik)
- Pembedaan antara pembeban primer dan pelepasan-pengulangan beban
- Terekamnya tegangan prakonsolidasi
- Perilaku keruntuhan menurut kriteria mohr-coulomb.
Parameter-parameter tanah yang diperlukan dalam model SS adalah:
parameter-parameter dasar:
c = kohesi
= sudut friksi
= sudut dilatansi
* = modifikasi indeks kembang
* = modifikasi indeks kompresi
Type
g_unsat
[kN/m]
g_sat
[kN/m]
k_x
[m/day]
k_y
[m/day]
c_ref
[kN/m]
phi
[]
UnDrained
17.5
18.5
0.00003932
0.00003932
16
17.4
UnDrained
13.3
14.3
0.0006102
0.0006102
16.74
8.42E-07
0.0000656
8.42E-07
0.0000656
15.81
17..5
UnDrained
UnDrained
18
18
19
19
12
Type
2000 kPa
800 kPa
Concrete
Aspal
Non-porous
Non-porous
Non-porous
Non-porous
g_unsat
[kN/m]
8
6
24
23
g_sat
[kN/m]
8
6
24
23
k_x
[m/day]
0
0
0
0
k_y
[m/day]
0
0
0
0
N
[-]
0.2
0.2
0.2
0.499
20.00
18.00
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
0.01
0.10
1.00
10.00
100.00
Waktu (hari)
1,000.00
10,000.00
"FEM"
100,000.00 1,000,000.00
Berdasarkan analisis dan monitoring instrumen yang dilakukan pada STA 0+200
diketahui adanya perbedaan penurunan. Dari hasil analisis penurunan selama 635 hari
diprediksi sebesar 15 cm sedangkan hasil pembacaan ekstensometer (plat magnet h =
0) dan settlement plat vibrating wire penurun yang terjadi masing-masing 5 cm.
Pembacaan pada settlement plat vibrating wire terjadi perbedaan yang cukup signifikan
yaitu + 40 cm. Kemungkinan anomali terjadi pada settlemenet plat vibrating wire.
Anomali tersebut bisa terjadi karena adanya kerusakan pada instrument, bila dilihat
dari Gambar 15 berdasarkan pemantauan surface marker yang terpasang pada tahun
2012 dan didukung pemantauan GPS geodetic terdapat penurunan sebesar 4,3 cm,
selama 7 bulan pemantaun (April 2012 Oktober 2012).
6.
Dari hasil evaluasi, kinerja timbunan ringan dengan mortar busa di Pangkalan Bun
memenuhi kriteria kinerja berdasarkan persyaratan Kimpraswil (2002b). Dari hasil
analisis numerik pada Gambar 15, didapatkan faktor kemanan sebesar 1.88, sedangkan
Kimpraswil (2002b) mensyaratkan faktor keamanan minimum sebesar 1,40.
Berdasarkan kriteria deformasi menurut Kimpraswil (2002b) timbunan ringan dengan
mortar busa pada badan jalan, tidak memenuhi syarat kinerja. Menurut Kimpraswil
(2002b) selama masa konstruksi besarnya penurunan terhadap penurunan total selama
masa konstruksi (S/stot) harus lebih besar dari 90% dan kecepatan penurunan setelah
konstruksi harus lebih kecil 20 mm/tahun. Akan tetapi berdasarkan analisis numerik,
besarnya penurunan pada masa konstruksi diprediksi hanya mencapai 21% dan
besarnya kecepatan penurunan setelah masa konstruksi diprediksi 7 mm/tahun. Hal ini
didukung dengan pemantauan elevasi timbunan dengan surface marker dan GPS
geodetic yang menunjukkan penurunan sebesar 43 mm selama 7 bulan pemantauan.
Oleh karena itu, konstruksi uji coba skala penuh ini tidak memenuhi kriteria kinerja
berdasarkan Kimpraswil (2002b).
Selain itu, teridentifikasi adanya retak refleksi pada perkerasan lentur di atas timbunan
jalan dengan mortar busa, yang dapat mengganggu kenyamanan pengemudi. Retakan
yang terdapat pada lokasi Pangkalan Bun, diduga merupakan retak susut, mempunyai
ciri retakan terjadi pada arah tegak lurus terhadap arah lalu lintas Foto retakan pada
badan jalan dapat dilihat Gambar 16 (dicat warna kuning) dan Gambar 17. Plot lokasi
retakan diperlihatkan pada Gambar 18 dan Gambar 19, berdasarkan pemantauan
selama 7 bulan, untuk mengetahui pengaruh retakan pada permukaan aspal.
16
17
Gambar 18 Ploting Segmen Pengecoran Per Lapisan dan Retakan STA 0+150
S/D 0+180
Kesimpulan
Berdasarkan karakterisasi geoteknik, lokasi uji coba skala penuh Pangkalan Bun,
berada di atas gambut berserat dengan ketebalan 1m sampai 7m dengan kadar organik
mendekati 100%. Lapisan gambut tersebut berada di atas tanah lempung sangat lunak
dengan ketebalan variasi 6-18 m.
18
Dari hasil analisis, disimpulkan bahwa timbunan ringan dengan mortar busa
memberikan kinerja yang memenuhi kriteria stabilitas menurut Kimpraswil (2002b).
Faktor keamanan diprediksi sebesar 1.88 sedangkan persyaratan minimum adalah 1.4.
Dari segi kriteria deformasi, konstruksi uji coba skala penuh ini tidak memenuhi syarat
dari Kimpraswil (2002b). Kimpraswil (2002b) mensyaratkan kecepatan penurunan saat
konstruksi minimal harus mencapai 90% dan penurunan pasca konstruksi maksimal
sebesar 20 mm/tahun. Akan tetapi, penurunan selama masa konstruksi diprediksi hanya
mencapai 21% dan berdasarkan data monitoring, penurunan pasca konstruksi relatif
besar yaitu 43 mm/tahun. Ditengarai adanya lapisan pasir perata yang cukup tebal di
bawah timbunan jalan dengan mortar busa menyebabkan terjadinya penurunan yang
besar.
Selain itu, retak susut dari mortar busa menyebabkan terjadinya retakan pada
perkerasan lentur di atas timbunan ringan. Retak refleksi ini jika terus berlanjut dapat
mengakibatkan terganggunya kenyamanan pengemudi.
Uji coba skala penuh yang telah dilakukan memberikan umpan balik yang sangat
berharga untuk penyempurnaan teknologi timbunan ringan dengan mortar busa. Oleh
karena itu, penanganan retak susut disarankan dengan langsung menutup timbunan
ringan mortar busa dengan lapis perekat untuk mencegah retak susut, penambahan
lapis agregat atau lapis penahan retak refleksi antara timbunan ringan dan perkerasan
lentur disarankan.
19
Daftar Pustaka
ASTM D 2487 - 93. 1993. Unied Soil Classication System. American Standard
Testing Material. ASTM International, West Conshohoken, PA, USA.
Brinkgreve, R.B.J. & Broere. 2008. 2D Version 9.0 Manual, Delft
Technology & PLAXIS b. v., The Netherlands.
university of
20